• Tidak ada hasil yang ditemukan

133Oleh sebab itu dengan telah dipenuhinya kriteria tersebut di atas, diharapkan

Desa/Kelurahan lokasi sampel dapat dilepaskan dari Kawasan Hutan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang untuk selanjunya dapat di proses pendaftaran tanah di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Melalui pelepasan lokasi yang masuk dalam Kawasan Hutan, maka pemerintah daerah dapat menganggarkan program-program yang potensi dari daerah tersebut, sehingga Desa-Desa di pedalaman dapat bangkit untuk membangun dirinya, terutama pembangunan infrastruktur seperti jalanan, listrik dan air.

Pelepasan tanah yang digunakan masyarakat tidak hanya sebatas permukiman dan fasilitas umum serta fasilitas sosialnya saja, tetapi juga harus termasuk tanah garapan masyarakat. Arahan yang ditetapkan dalam UUPA adalah penguasaan tanah di seluruh wilayah Indonesia diatur secara adil.

Berdasarkan aturan tentang ketentuan batas maksimum tanah pertanian di dalam Undang Undang Nomor 56/Prp/1960 di dalam Pasal 1 ayat (2) mengenai batas maksimum penguasaan tanah pertanian ditentukan oleh faktor-faktor, yakni: jumlah penduduk, luas daerah serta faktor-faktor lainnya.

Di dalam Penjelasan Umum UU No.56/Prp/1960 butir (7) di jelaskan lebih lanjut, bahwa faktor-faktor tersebut meliputi:

a. Tersedianya tanah-tanah yang dapat dibagi; b. Kepadatan penduduk;

c. Jenis-jenis dan kesuburan tanahnya (di bedakan antara sawah dan tanah kering); d. Besarnya usaha tani yang sebaik-baiknya menurut kemampuan satu keluarga; e. Tingkat kemajuan teknik pertanian sekarang ini.

Patut kita ketahui dikarenakan penduduk Desa tidak mendapatkan dana dari pemerintah daerah, maka pembangunan fasilitas umum serta fasilitas sosial dilakukan secara swadaya masyarakat, walaupun ada juga bantuan sekedarnya dari pemerintah daerah. Bantuan sekedarnya dari pemerintah daerah disebabkan Desa-Desa tersebut masih dinyatakan dalam Kawasan Hutan, akibatnya perekonomian masyarakat tidak berkembang sebagaimana mestinya suatu Desa.

Mengingat jalan-jalan penghubung ke Desa/Kelurahan lokasi penelitian, dan apabila sudah dikeluarkan dalam Kawasan Hutan, maka pihak pemerintah daerah akan dapat menganggarkan dana bagi program-program pembangunan Desa/Kelurahan. Dengan terbangunnya infrastruktur berupa jalan di harapkan akses masyarakat untuk mengangkut hasil-hasil pertaniannya dapat di jual ke pasaran. Hal ini akan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat Desa/Kelurahan.

5.2.3. Pembahasan Penyelesaian Penguasaan Tanah Masyarakat Dalam Kawasan Hutan Dalam Rangka PendaftaranTanah

Memperhatikan perubahan status dan fungsi Kawasan Hutan berdasarkan perubahan Peraturan Kementerian Kehutanan tentang Penetapan Kawasan Hutan, serta riwayat penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan yang sudah kita bahas pada Bab di atas, maka bagaimana penyelesaian penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan dalam rangka pendaftaran tanah?

Selanjutnya, apabila kita memperhatikan penggunaan tanah, di lokasi penelitian hampir seluruhnya sudah menggunakan tanahnya berupa:

1) Permukiman yang di huni > 10 KK

2) Fasilitas Umum (Fasum): Jalan dan Jembatan masih rusak karena tidak ada biaya untuk pembangunan dari Pemerintah Daerah, Jaringan Listrik (bantuan PLN) 3) Fasilitas Khusus (Fasus): Sekolah, Mesjid, Pasar, Makam (Swadaya masyarakat)

(lihat dalam photo/gambar di masing-masing lokasi di Bab 5.1.2. Penggunaan Tanah) Berkaitan dengan penggunaan tanah di lokasi penelitian tersebut di atas, maka dengan berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:P.62/Menhut-II/2013, tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.44/MENHUT-II/2012 Tentang Pengukuhan Kawasan Hutan, Pasal 24 mengatakan:

ayat (5) Selain pembuktian secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) pembuktian hak-hak pihak ketiga dapat secara tidak tertulis;

ayat (6) Pembuktian secara tidak tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dengan ketentuan:

a. permukiman, fasilitas umum, fasilitas sosial yang berdasarkan sejarah keberadaannya sudah ada sebelum penunjukan Kawasan Hutan;

b. permukiman, fasilitas umum, fasilitas sosial dalam Desa/kampung yang berdasarkan sejarah keberadaannya ada setelah penunjukkan Kawasan Hutan dapat dikeluarkan dari Kawasan Hutan dengan kriteria:

1) Telah ditetapkan dalam Perda, dan

2) Tercatat pada statistik Desa/Kecamatan, dan

3) Penduduk di atas 10 (sepuluh) KK dan terdiri dari minimal 10 (sepuluh) rumah.

4) Ketentuan tersebut tidak berlaku pada Provinsi yang luas Kawasan Hutannya di bawah 30% (per seratus).

c. ayat (7) Keberadaan permukiman, fasilitas umum, fasilitas sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (6) didukung dengan citra penginderaan jauh resolusi menengah sampai tinggi dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam Berita Acara Tata Batas.

Berdasarkan penggunaan tanah di atas, maka di seluruh lokasi penelitian dapat dilepaskan dalam Kawasan Hutan oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup dengan merujuk pada:

(1) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:P.62/Menhut-II/2013, tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.44/MENHUT-II/2012 Tentang Pengukuhan Kawasan Hutan, Pasal 24 ayat (6), maka penguasaan tanah masyarakat sebelum dinyatakan /ditunjuk sebagai Kawasan Hutan, dapat di lepaskan, oleh karenanya untuk lokasi-lokasi sampel hampir seluruhnya adalah penguasaan tanah masyarakat pada sebelum Indonesia merdeka sampai dengan pada era tahun 1950-1960. Sedangkan peraturan tentang Kawasan Hutan baru di mulai pada tahun 1982 tentang TGHK.

(2) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 62 tahun 2013 dalam Pasal 24 ayat (5) dan ayat (6) di atas, maka penggunaan tanah di lokasi sampel penelitian sudah memenuhi persyaratan tersebut, karena sudah ada permukiman yang dihuni >10 KK atau 10 rumah, sudah ada Fasilitas Umum dan Fasilitas Khusus.

134

Pembahasan penyelesaian penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan dalam Bab ini adalah melalui pendekatan:

1) Peraturan Bersama Nomor 79 Tahun 2014, PB.3/Menhut-III/2014, 17PRT/M/2014, 8/SKB/X/2014 tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah Yang berada Dalam Kawasan Hutan, yang diimplementasikan ke dalam JUKLAK/TEKNIS IP4T Kawasan Hutan,

2) Undang Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, dan 3) Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).

1. IP4T Kawasan Hutan

Memperhatikan identifikasi penyelesaian penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan di Lokasi Penelitian (tabel 41), maka dapat diuraikan seperti di bawah ini: 1. Peraturan Bersama Nomor 79 Tahun 2014, PB.3/Menhut-III/2014, 17PRT/M/2014,

8/SKB/X/2014 Tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah Yang berada Dalam Kawasan Hutan, yang diimplementasikan ke dalam JUKLAK/TEKNIS IP4T Kawasan Hutan, yakni di:

a. Desa: Ujung Jaya, Taman Jaya, Cigorondong dan Tunggal Jaya, Kecamatan Sumur di Kabupaten Pandeglang SK. Bupati Kab. Pandeglang No.590/Kep.112-Huk/2015 tentang PembentukanTim IP4T.

b. Desa Tanjung Wangi, Sukanegara dan Girijagabaya, Kecamatan Muncang Kabupaten Lebak.

SK. Bupati Kab.Lebak No. 590 tentang Pembentukan Tim IP4T. dan SK. Kepala Kantor Pertanahan Kab. Lebak No.89/KEP-400.36.02/III/2015 tentang Pembentukan Sekretariat Tim IP4T Kawasan Hutan. Pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan.

c. Desa Tambak Padi, Kec. Baruntung Baru, Kabupaten Banjar

Kemudian diterbitkan SK. Bupati Kab.Banjar No.511/2015 Tentang PembentukanTim IP4T.

d. Desa Batu Laki, Kecamatan Padang Batung, Kabupaten Hulu Sungai Selatan Kemudian di tindak lanjuti dengan SK. Bupati Kab. Hulu Sungai Selatan No.21

Tahun 2015 tentang PembentukanTim IP4T. Pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan. e. Desa Sungai Kuning, Kecamatan Siulak Mukai, Kabupaten Kerinci

SK.Bupati Kab. Krinci No.15.01/Kep.341/2015 tentang Pembentukan Tim IP4T. f. Desa Tanjung Lanjut, Kecamatan Sakernan, Kabupaten Muaro Jambi

SK.Bupati Kab. Muaro Jambi No.675/Kep.Bup/HUTBUN/2014 tentang Pembentukan Tim IP4T.

g. Desa Lancang Kuning, Kecamatan Bintan Utara, Kabupaten Bintan

SK.Bupati Kabupaten. Bintan No.354/VII/2015 tentang Pembentukan Tim IP4T. h. Desa Sebetung, Kecamatan Belitang Hulu, Kabupaten Sekadau

SK. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sekadau no.61.10/BPN/IP4T/2015, Ttg Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan. i. Desa Limbung, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kuburaya

SK. Bupati Kubu Kubu Raya No.20/SETDA/2015 tentang Pembentukan Tim IP4T. Pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan: Hanya sampai pd tahap Sosialisasi IP4T Kawasan Hutan.

j. Kelurahan Sabaru, Kecamatan Sebangau, Kota Palangkaraya.

Setelah itu diterbitkan SK.Wali Kota Palangkaraya No.188.45/1222/2015, tentang Pembentukan Tim IP4T serta terbit pula Keputusann Kepala Kantor Pertanahan

135

KotaKakantah Palangkaraya No.243.a400.09.62.71/V/2015 tentang

Pembentukan Sekretariat Tim IP4T.

k. Desa Tumbang Kalemei, Kecamatan Katingan Tengah, Kabupaten Katingan Diterbitkan SK. Bupati Kab. Katingan No.050/143/KPTS/III/2015 tentang

Pembentukan Tim IP4T. serta SK. Kakantah Kab. Katingan No.24.a/KEP.400.10.62.06/VI/2015 tentang Penetapan Lokasi Kegiatan IP4T. Pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan: sampai tahap Sosialisasi IP4T.

Pelaksanaan IP4T tersebut hampir di semua lokasi berjalan dengan baik, namun di temukan ada yang tidak mengalami hambatan dan mengalami hambatan, yakni: a) Pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan berhasil dan tidak mempunyai hambatan

yakni :

1) Desa Sungai Kuning, Kecamatan Siulak Mukai, Kabupaten Kerinci, 2) Desa Tanjung Lanjut, Kecamatan Sakernan, Kabupaten Muaro Jambi dan 3) Kelurahan Sabaru, Kecamatan Sebangau, Kota Palangkaraya.

Keberhasilan pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan dan tidak mengalami hambatan ada di 3 (tiga) lokasi penelitian tersebut disebabkan karena:

(1) Adanya koordinasi yang baik dalam perencanaan, pelaksanaan hingga penyelesaian kegiatan IP4T Kawasan Hutan (penandatanganan berita acara IP4T). Adapun instansi/lembaga yang terlibat dalam kegiatan tersebut yaitu BPN, Pemda (Bappeda, Dinas Kehutanan, Dinas Tata Ruang, Setda, Camat, Lurah/Kepala Desa setempat) dan BPKH.

(2) Dengan adanya koordinasi, maka Berita Acara IP4T Kawasan Hutan di tanda tangani oleh semua pihak, tanda bahwa pelaksanaannya sudah sah demi hukum.

(3) Data tentang subjek dan objek, jumlah bidang dan jenis pengunaaan/pemanfaatan berhasil didata dan dikumpulkan.

b) Pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan berhasil tetapi mengalami hambatan, yakni: 1) Desa Ujung Jaya, Taman Jaya, Cigorondong dan Tunggal Jaya, Kecamatan

Sumur, Kabupaten Pandeglang,

2) Desa Tanjung Wangi, Sukanagara, dan Girijagabaya, Kecamatan Muncang, Kabupaten Lebak,

3) Desa Batulaki, Kecamatan Padang Batung, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, 4) Desa Lancang Kuning, Kecamatan Bintan Utara, Kabupaten Bintan, dan 5) Desa Sebetung, Kecamatan Belitang Hulu, Kabupaten Sekadau.

Hambatan pelaksanaan yang menjadikan IP4T Kawasan Hutan ada di 5 (lima) lokasi penelitian. Hal tersebut disebabkan adanya keraguan terhadap:

a) Peraturan Bersama Empat Menteri dianggap cacat hukum karena ditandatangani dalam masa transisi kepimpinan nasional, dan di tingkat operasional hanya di akui oleh BPN saja, tidak oleh Dinas Kehutanan ataupun BPKH.

b) Juknis IP4T kawasanan hutan hanya disusun oleh BPN tanpa melibatkan Kementerian Kehutanan.

c) Akibatnya lemahnya koordinasi antara instansi/lembaga yang terlibat dalam kegiatan tersebut yaitu BPN, Pemda (Bappeda, Dinas Kehutanan, Pembahasan penyelesaian penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan

dalam Bab ini adalah melalui pendekatan:

1) Peraturan Bersama Nomor 79 Tahun 2014, PB.3/Menhut-III/2014, 17PRT/M/2014, 8/SKB/X/2014 tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah Yang berada Dalam Kawasan Hutan, yang diimplementasikan ke dalam JUKLAK/TEKNIS IP4T Kawasan Hutan,

2) Undang Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, dan 3) Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).

1. IP4T Kawasan Hutan

Memperhatikan identifikasi penyelesaian penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan di Lokasi Penelitian (tabel 41), maka dapat diuraikan seperti di bawah ini: 1. Peraturan Bersama Nomor 79 Tahun 2014, PB.3/Menhut-III/2014, 17PRT/M/2014,

8/SKB/X/2014 Tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah Yang berada Dalam Kawasan Hutan, yang diimplementasikan ke dalam JUKLAK/TEKNIS IP4T Kawasan Hutan, yakni di:

a. Desa: Ujung Jaya, Taman Jaya, Cigorondong dan Tunggal Jaya, Kecamatan Sumur di Kabupaten Pandeglang SK. Bupati Kab. Pandeglang No.590/Kep.112-Huk/2015 tentang PembentukanTim IP4T.

b. Desa Tanjung Wangi, Sukanegara dan Girijagabaya, Kecamatan Muncang Kabupaten Lebak.

SK. Bupati Kab.Lebak No. 590 tentang Pembentukan Tim IP4T. dan SK. Kepala Kantor Pertanahan Kab. Lebak No.89/KEP-400.36.02/III/2015 tentang Pembentukan Sekretariat Tim IP4T Kawasan Hutan. Pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan.

c. Desa Tambak Padi, Kec. Baruntung Baru, Kabupaten Banjar

Kemudian diterbitkan SK. Bupati Kab.Banjar No.511/2015 Tentang PembentukanTim IP4T.

d. Desa Batu Laki, Kecamatan Padang Batung, Kabupaten Hulu Sungai Selatan Kemudian di tindak lanjuti dengan SK. Bupati Kab. Hulu Sungai Selatan No.21

Tahun 2015 tentang PembentukanTim IP4T. Pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan. e. Desa Sungai Kuning, Kecamatan Siulak Mukai, Kabupaten Kerinci

SK.Bupati Kab. Krinci No.15.01/Kep.341/2015 tentang Pembentukan Tim IP4T. f. Desa Tanjung Lanjut, Kecamatan Sakernan, Kabupaten Muaro Jambi

SK.Bupati Kab. Muaro Jambi No.675/Kep.Bup/HUTBUN/2014 tentang Pembentukan Tim IP4T.

g. Desa Lancang Kuning, Kecamatan Bintan Utara, Kabupaten Bintan

SK.Bupati Kabupaten. Bintan No.354/VII/2015 tentang Pembentukan Tim IP4T. h. Desa Sebetung, Kecamatan Belitang Hulu, Kabupaten Sekadau

SK. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sekadau no.61.10/BPN/IP4T/2015, Ttg Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan. i. Desa Limbung, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kuburaya

SK. Bupati Kubu Kubu Raya No.20/SETDA/2015 tentang Pembentukan Tim IP4T. Pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan: Hanya sampai pd tahap Sosialisasi IP4T Kawasan Hutan.

j. Kelurahan Sabaru, Kecamatan Sebangau, Kota Palangkaraya.

Setelah itu diterbitkan SK.Wali Kota Palangkaraya No.188.45/1222/2015, tentang Pembentukan Tim IP4T serta terbit pula Keputusann Kepala Kantor Pertanahan

136

Dinas Tata Ruang, Setda, Camat, Lurah/Kepala Desa setempat) dan BPKH.

d) Sehingga pada akhirnya Berita Acara Pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan tidak di tanda tangani oleh Dinas Kehutanan ataupun BPKH.

Hasil IP4T Kawasan Hutan di lokasi sampel penelitian adalah berupa: 1). Data/informasi Subyek dan Obyek,

2). Jumlah Bidang dan

3). Jenis penggunaan dan pemanfaatan tanah. c) Pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan tidak dilaksanakan.

Hambatannya adalah:

(1) Kabupaten Kubu Raya yaitu berupa penebitan surat dari BPKH Wilayah III Pontianak yang meminta penghentian kegiatan IP4T pada Kawasan Hutan dengan alasan menunggu petunjuk lebih lanjut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;

(2) Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan, dari Sekda setempat meminta untuk menghentikan kegiatan IP4T meskipun sudah diterbitkan SK. Bupati tentang Pelaksanaan Kegiatan IP4T Pada Kawasan Hutan.

2. Melalui Enclave (Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan) Pelaksanaan Enclave Desa Aranio Kawasan Hutan berdasarkan PERDA Provinsi Kalimantan Selatan No.9/2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2015-2035 tidak dapat dilanjutkan, namun sudah ditandai OUT LINE. Tanda tersebut merupakan hasil kesepakatan antara Pemerintah Daerah setempat dengan BPKH dan Planologi Kemeneterian Kehutanan saat melakukan tata batas yang intinya akan mengeluarkan obyek permukiman dan tanah garapan di Desa tersebut.

3. Melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)

Di dalam gugatan terhadap Kantor Pertanahan Kota Batam dan Kementerian Kehutanan terkait Kawasan Hutan Lindung di Kelurahan Sekupang dan Batu Ampar, Kota Batam oleh 2 perusahaan swasta yang dalam pengurusan sertipikat HGB diatas HPL tidak dapat di proses oleh Kantah Kota Batam.

Konsekuensi dari penunjukan Kawasan Hutan Lindung yg sebelumnya masuk Area Penggunaan Lain (APL), berdampak:

(1) penolakan pendaftaran tanah baru dan penerbitan sertipikat oleh Kementerian Pertahanan Kota Batam,

(2) penolakan Hak Tanggungan oleh Bank,

(3) ketidak pastian hukum atas penguasaan dan pemilikan tanah masyarakat yang sudah bersertipikat HPL dan HGB diatas HPL.

Akibatnya, 2 (dua) perusahaan yakni PT.Milenium Invesment dg.HPL No.88/Teluk Tering dan No.11/Sungai Bedu, Batu Ampar dan PT.Maligai Sukses Abadi Sertipikat HPL No.78/Tanjung Riau, Sekupang MENGGUGAT: Kantah Kota Batam dan KEMENTERIAN KEHUTANAN. Berdasarkan SK.Mnteri Kehutanan RI No.SK.867/Menhut-II/2014 tentang Kawasan Hutan Prov.Kepri seluas lebih kurang 590.000 Ha.

137