• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENELITIAN Penyelesaian Penguasaan Tanah Masyarakat Di Kawasan Hutan. Dalam Rangka Pendaftaran Tanah. Pembantu Peneliti. Peneliti Muda/Koordinator

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENELITIAN Penyelesaian Penguasaan Tanah Masyarakat Di Kawasan Hutan. Dalam Rangka Pendaftaran Tanah. Pembantu Peneliti. Peneliti Muda/Koordinator"

Copied!
184
0
0

Teks penuh

(1)

Pembantu Peneliti

Peneliti Muda/Koordinator

INDRIAYATI

Indriayati merupakan peneliti muda di Puslitbang-BPN RI.

Pendidikan S1 diselesaikan dari Sekolah Tinggi Pertanahan

Nasional (STPN) Yogyakarta pada tahun 2001 dan meraih

master dalam bidang Administrasi Publik dari STIA-LAN

Jakarta tahun 2011. Beberapa penelitian yang pernah

dilaksanakan diantaranya, pengembangan SDM dalam

mendukung pelayanan pertanahan (2009), penataan

kebijakan pertanahan di kawasan bekas pertambangan

(2010), model access reform dan pemberdayaan

masyarakat di wilayah perkebunan (2011), pelimpahan

kewenangan di BPN (2012) dan peluang peningkatan

optimalisasi penggunaan CORS dalam mendukung

pelayanan pertanahan (2013).

Penelitian Penyelesaian

Penguasaan Tanah

Masyarakat Di Kawasan

Hutan Dalam Rangka

Pendaftaran Tanah

nye lesaian Pe n gu asaan T anah M asy arak at D i K aw asan Hut an am Ran gk a Pe ndaft aran T anah

DITERBITKAN OLEH:

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

DITERBITKAN OLEH:

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Pembantu Peneliti

Dra. RATNA DJUITA

Peneliti Madya/Koordinator

Penulis buku ini Dra.Ratna Djuita, dilahirkan di Lahat

tanggal 5 April 1952 dan sejak tahun 1955 pindah lagi

ke Palembang ibu kota Provinsi Sumatera Selatan dan

berturut-turut bersekolah dari Taman kanak kanak

sampai dengan menamatkan SMA di SMA Negeri II Kota

Palembang. Kemudian melanjutkan kuliah ke Surabaya di Akademi Ajun Akuntan Surabaya

(A3S), kemudian ditindak lanjuti kuliah di Sekolah Tinggi Administrasi Negara Lembaga

Administrasi Negara (STIA LAN-RI) di Jakarta jurusan Administrasi Negara.

Sejak tahun 1978 sampai dengan 1980 bekerja di Klinik Hukum Persatuan Advokad Indonesia

(PERADIN) (Persatuan Advokat, dan pada tahun 1981 sampai dengan 1985 bergabung di

Perusahaan Swasta yang bergerak dibidang Perumahan dan Jasa. Pada tahun 1986 masuk

Pegawai Negeri Sipil dan bekerja di Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan Pembinaan

Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan Dan Pengamalan Pancasila (Puslitbang BP-7

Pusat) dan juga lulus sebagai Penatar Tingkat Nasional.

Sejak peristiwa politik tahun 1998 BP-7 dibubarkan, kemudian bergabung pada Badan

Pertanahan Nasional (BPN) sejak Juli 1999 yang kemudian berubah dengan nama

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional di Unit Pusat Penelitian

dan Pengembangan sebagai Peneliti Madya bidang pertanahan.

Penulis sudah memimpin dan melaksanakan penelitian baik di BP-7 Pusat dan di Kementerian

Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.

(2)

i

PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT

DI KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA

PENDAFTARAN TANAH

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Kementerian Agraria dan Tata Ruang /

(3)

ii

Penyusunan laporan akhir ini dibuat dalam rangka pertanggung jawaban terhadap Penelitian Swakelola tahun 2016 tentang: Penyelesaian Penguasaan Tanah Masyarakat Dalam Kawasan

Hutan Dalam Rangka Pendaftaran Tanah.

Melalui laporan akhir ini secara garis besar dapat diketahui :

Pertama, data responden: (a) masyarakat yang menguasai dan mengunakan/menggarap tanah dalam kawasan hutan di desa/kelurahan dalam Kecamatan, di Kabupaten/Kota di Provinsi, (b) mempunyai sifat: (i) masyarakat lokal, (ii) masyarakat yang tinggal menetap/ establish. Penggunaan tanah masyarakat di fokuskan pada penggunaan pemukiman dan tanah garapan yang digunakan untuk persawahan/perladangan. Pendekatan penelitian melalui yuridis empiris.

Kedua, secara garis besar gambaran hasil lapangan (lokasi sampel penelitian) dalam kawasan hutan berupa:

(1) Perkembangan perubahan peraturan Kementerian Kehutanan melalui Surat Keputusan (SK) Kementerian Kehutanan tentang fungsi kawasan hutan, adalah: (a) Berdasarkan PerMenHut Nomor :P.44/Menhut-II/2012 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan penunjukan areal bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan berasal dari: (i) lahan pengganti dari tukar menukar kawasan hutan dan (ii)lahan kompensasi dari izin pinjam pakai kawasan hutan dengan kompensasi lahan. Akibat dinamisnya perubahan SK tentang kawasan hutan, maka terjadi pula perubahan kondisi obyek tanah yang dikuasai oleh masyarakat. (b) Kesesuaian perubahan SK dengan PP 104/2015 adalah: (i) Sesuai, (ii) Tidak sesuai, dan (iii) Tetap tidak merubah fungsi lahan.

(2) Riwayat penguasaan tanah serta penggunaan dan pemanfaatannya dalam rangka pendaftaran tanah, adalah: tanah-tanah di lokasi penelitian dapat dilepaskan oleh Kementerian Kehutanan. Hal ini disebabkan berdasarkan riwayat penguasaan dan penggunaan tanah diketahui: (a) Era sebelum Indonesia Merdeka, sebelum tahun 1950 dan tahun 1950-1960. Penguasaan tanah dapat dilepaskan sesuai dengan: (i) Peraturan Pemerintah Nomor : 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, pasal 24 ayat 2 dan Penjelasannya, dapat berupa bukti penguasaan fisik dan > 20 tahun. (ii) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:P.62/ Menhut-II/2013, Tentang Pengukuhan Kawasan Hutan, Pasal 24 ayat (1) mengatakan bahwa: Bukti-bukti hak pihak ketiga dapat berbentuk tertulis atau tidak tertulis. (b) Era tahun 1970-an (bersertipikat), yakni wilayah masyarakat Tr1970-ansmigrasi d1970-an HGB diatas HPL (Kota Batam). Hubungan hukum dibuktikan secara yuridis, berupa sertipikat tanah. Terhadap penggunaan tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni > 10 KK dan > 10 rumah, (ii) Fasum, dan (iii) Fasus. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:P.62/Menhut-II/2013, Tentang Pengukuhan Kawasan Hutan, pasal 24 ayat (6). Pelepasan tanah harus juga termasuk tanah pertanian/ladang yang di garapan masyarakat secara intensif. Berdasarkan arahan UUPA adalah penguasaan tanah di seluruh wilayah Indonesia diatur secara adil. Ketentuan batas maksimum tanah pertanian di dalam Undang Undang Nomor 56/Prp/1960 di dalam pasal

(4)

iii

faktor lainnya.

(3) Penyelesaian penguasaan tanah masyarakat dalam kawasan hutan adalah melalui: (a) IP4T Kawasan Hutan dengan kriteria: (i) berhasil tidak ada hambatan, (ii) berhasil ada hambatan dan (iii) tidak berhasil/tidak dilaksanakan. (b) Enclave tidak berhasil (Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan), dan (c) Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) berhasil.

Ketiga, tindak lanjut : (1) Tanah di lokasi penelitian seyogia dapat dilepaskan oleh

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sehingga demi kepastian hukum, dapat di proses dalam pendaftaran tanah oleh Kementerian ATR/BPN, karena sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam poin kedua di atas. (2) Pengukuhan kawasan hutan hendaknya mengacu pada Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 15 ayat (1) melalui proses: (a) penunjukan kawasan hutan; (b) penataan batas kawasan hutan; (c) pemetaan kawasan hutan; dan (d) penetapan kawasan hutan. Pengukuhan kawasan hutan dilakukan dengan memperhatikan rencana tata ruang wilayah. (3) Peningkatan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor: P.79 Tahun 2014, Nomor: PB.3/Menhut-II/2014, Nomor: 17/PRT/M2014, Nomor:8/SKP/X/2014 tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang berada di Dalam Kawasan Hutan menjadi Peraturan Presiden atau Intruksi Presiden dan penyusunannya melibatkan semua Kementerian agar terjadi harmonisasi dalam pelaksanaan IP4T kawasan hutan.

Jakarta, Nopember 2016

(5)

iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL v DAFTAR GAMBAR v BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 2 1.2 Permasalahan 7 1.3 Tujuan Penelitian 7

1.4 Ruang Lingkup Penelitian 7

1.5 Manfaat Penelitian 8

1.6 Kerangka Pikir 8

BAB II. TINJAUAN LITERATUR

2.1 Landasan Yuridis 10

2.2 Landasan Operasional 11

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian 16

3.2 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data 16

3.3 Populasi, Sampel dan Lokasi Penelitian 16

3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data 18

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN TENTANG PROFIL DAN SEBARAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DI LOKASI PENELITIAN

4.1 Provinsi Banten 20

4.2 Provinsi Kalimantan Selatan 30

4.3 Provinsi Jambi 44

4.4 Provinsi Kepulauan Riau 51

4.5 Provinsi Kalimantan Barat 55

4.6 Provinsi Kalimantan Tengah 62

BAB V HASIL LAPANGAN DAN PEMBAHASAN PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH DI LOKASI PENELITIAN

(6)

v

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL v DAFTAR GAMBAR v BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 2 1.2 Permasalahan 7 1.3 Tujuan Penelitian 7

1.4 Ruang Lingkup Penelitian 7

1.5 Manfaat Penelitian 8

1.6 Kerangka Pikir 8

BAB II. TINJAUAN LITERATUR

2.1 Landasan Yuridis 10

2.2 Landasan Operasional 11

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian 16

3.2 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data 16

3.3 Populasi, Sampel dan Lokasi Penelitian 16

3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data 18

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN TENTANG PROFIL DAN SEBARAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DI LOKASI PENELITIAN

4.1 Provinsi Banten 20

4.2 Provinsi Kalimantan Selatan 30

4.3 Provinsi Jambi 44

4.4 Provinsi Kepulauan Riau 51

4.5 Provinsi Kalimantan Barat 55

4.6 Provinsi Kalimantan Tengah 62

BAB V HASIL LAPANGAN DAN PEMBAHASAN PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH DI LOKASI PENELITIAN

5.1 Hasil Lapangan 72

Kehutanan Tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Lokasi

Penelitian 72

5.1.2. Identifikasi Riwayat Penguasaan Tanah Masyarakat Dalam

Kawasan Hutan Di Lokasi Penelitian 83

5.1.3. Karakteristik Identifikasi Penyelesaian Penguasaan Tanah Masyarakat Dalam Kawasan Hutan Di Desa/Kelurahan,

Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi Lokasi Penelitian 100

5.2 Pembahasan 131

5.2.1. Perkembangan Perubahan Peraturan Kementerian Kehutanan Tentang Kawasan Hutan di Lokasi Penelitian 121 5.2.2. Riwayat Penguasaan Tanah Masyarakat Dalam Kawasan

Hutan Dalam Rangka PendaftaranTanah 125

5.2.3. Penyelesaian Penguasaan Tanah Masyarakat Dalam Kawasan Hutan Dalam Rangka PendaftaranTanah 133 BAB VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1 Kesimpulan 140

6.2 Rekomendasi 143

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(7)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jumlah dan Sebaran Desa Menurut Fungsi Pokok Kawasan

Hutan Tahun 2006 4

Tabel 2. Jumlah dan Sebaran Desa Menurut Fungsi Pokok Kawasan

Hutan Tahun 2008 5

Tabel 3. Penggunaan Tanah Dalam Area Kawasan Hutan 5 Tabel 4. Lokasi Penelitian Dan Penggunaan Tanah Dalam Kawasan

Hutan 17

Tabel 5. Sebaran Desa dan Kecamatan dalam Kawasan Hutan 26 Tabel 6. Jumlah Penduduk di Lokasi Sampel 27 Tabel 7. Mata Pencaharian Penduduk di Lokasi Sampel 28 Tabel 8. Luas Wilayah Lokasi IP4T di Kecamatan Muncang 28 Tabel 9. Kecamatan dan Desa Masuk Dalam Kawasan Hutan di

Kabupaten Banjar (SK Menteri Kehutanan No. 435 Tahun

2009) 31

Tabel 10. Kecamatan dan Desa Masuk Dalam Kawasan Hutan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan (SK Menteri Kehutanan No.

435 Tahun 2009) 37

Tabel 11. Jumlah Desa/Kelurahan Menurut Kecamatan Tahun 2015 44 Tabel 12. Desa-desa Masuk Kawasan Hutan Produksi di Kabupaten

Kerinci 45

Tabel 13. Desa Sungai Kuning Sampel Penelitian 48 Tabel 14. Sebaran Kecamatan dalam Kawasan Hutan 49 Tabel 15. Penggunaan Lahan di Kabupaten Muaro Jambi 50 Tabel 16. Sampel Desa Kecamatan Dalam Kawasan Hutan 50

Tabel 17. Luas Hutan Kabupaten Bintan 52

Tabel 18. Lokasi Rencana kegiatan IP4T Kawasan Hutan 53 Tabel 19. Jumlah Penduduk (Jiwa) di Provinsi Kalimantan Barat 56 Tabel 20. Rincian Luas Lahan dan Penggunaannya 58

Tabel 21. Luas Hutan Kabupaten Sekadau 59

Tabel 22. Sebaran Hutan Tiap Kecamatan di Kabupaten Sekadau 59 Tabel 23. Penggunaan Tanah di Kabupaten Kubu Raya 61 Tabel 24. Jumlah Penduduk (Jiwa) di Provinsi Kalimantan

TengahTahun 2014 63

(8)

vii

Tabel 1. Jumlah dan Sebaran Desa Menurut Fungsi Pokok Kawasan

Hutan Tahun 2006 4

Tabel 2. Jumlah dan Sebaran Desa Menurut Fungsi Pokok Kawasan

Hutan Tahun 2008 5

Tabel 3. Penggunaan Tanah Dalam Area Kawasan Hutan 5 Tabel 4. Lokasi Penelitian Dan Penggunaan Tanah Dalam Kawasan

Hutan 17

Tabel 5. Sebaran Desa dan Kecamatan dalam Kawasan Hutan 26 Tabel 6. Jumlah Penduduk di Lokasi Sampel 27 Tabel 7. Mata Pencaharian Penduduk di Lokasi Sampel 28 Tabel 8. Luas Wilayah Lokasi IP4T di Kecamatan Muncang 28 Tabel 9. Kecamatan dan Desa Masuk Dalam Kawasan Hutan di

Kabupaten Banjar (SK Menteri Kehutanan No. 435 Tahun

2009) 31

Tabel 10. Kecamatan dan Desa Masuk Dalam Kawasan Hutan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan (SK Menteri Kehutanan No.

435 Tahun 2009) 37

Tabel 11. Jumlah Desa/Kelurahan Menurut Kecamatan Tahun 2015 44 Tabel 12. Desa-desa Masuk Kawasan Hutan Produksi di Kabupaten

Kerinci 45

Tabel 13. Desa Sungai Kuning Sampel Penelitian 48 Tabel 14. Sebaran Kecamatan dalam Kawasan Hutan 49 Tabel 15. Penggunaan Lahan di Kabupaten Muaro Jambi 50 Tabel 16. Sampel Desa Kecamatan Dalam Kawasan Hutan 50

Tabel 17. Luas Hutan Kabupaten Bintan 52

Tabel 18. Lokasi Rencana kegiatan IP4T Kawasan Hutan 53 Tabel 19. Jumlah Penduduk (Jiwa) di Provinsi Kalimantan Barat 56 Tabel 20. Rincian Luas Lahan dan Penggunaannya 58

Tabel 21. Luas Hutan Kabupaten Sekadau 59

Tabel 22. Sebaran Hutan Tiap Kecamatan di Kabupaten Sekadau 59 Tabel 23. Penggunaan Tanah di Kabupaten Kubu Raya 61 Tabel 24. Jumlah Penduduk (Jiwa) di Provinsi Kalimantan

TengahTahun 2014 63

Tabel 25. Penggunaan Tanah Kalimantan Tengah 64

Tabel 27. Luas Kawasan Hutan dan Penggunaan Lainnya Kota

Palangka Raya, 2013 66

Tabel 28. Jumlah penduduk Kabupaten Katingan tahun 2014-2015 67 Tabel 29. Penggunaan Tanah di Kabupaten Kubu Raya 68

Tabel 30. Luas Kawasan Hutan 74

Tabel 31. Kawasan Hutan Provinsi Kepulauan Riau berdasarkan TGHK 76 Tabel 32. Kawasan Hutan Provinsi Kepulauan Riau 77 Tabel 33. Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan 77

Tabel 34. Luas Hutan Kabupaten Bintan 79

Tabel 35. Identifikasi Perkembangan Perubahan Peraturan Kementerian Kehutanan Tentang Penunjukan Kawasan

Hutan di Lokasi Penelitian 82

Tabel 36. Identifikasi Riwayat Penguasaan Penggunaan Tanah Masyarakat Dalam Kawasan Hutan di Lokasi Penelitian 92 Tabel 37. Identifikasi Penyelesaian Penguasaan Penggunaan Tanah

(9)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Kawasan Hutan Republik Indonesia 4 Gambar 2. Penggunaan Tanah Didalam dan Diluar Kawasan Hutan 6

Gambar 3. Kerangka Pikir Penelitian 8

Gambar 4. Peta Administrasi Kabupaten Pandeglan 22 Gambar 5. Peta Penguasaan Tanah Desa Cigorondong 22 Gambar 6. Peta Penguasaan Tanah Desa Taman Jaya 23 Gambar 7. Peta Penguasaan Tanah Desa Tunggal Jaya 23 Gambar 8. Peta Penguasaan Tanah Desa Ujung Jaya 24 Gambar 9. Peta Tematik Wilayah Kabupaten Lebak dan Perum

Perhutani 26

Gambar 10. Peta Penggunaan Tanah Lokasi IP4T Desa Tanjungwangi 28 Gambar 11. Peta Penggunaan Tanah Lokasi IP4T Desa Sukanagara 29 Gambar 12. Peta Penggunaan Tanah Lokasi IP4T Desa Girijagabaya 29 Gambar 13. Persentase Luasan Hutan di Provinsi Kalimantan Selatan 30 Gambar 14. Peta Posisi Desa dalam Hutan Produksi dan Taman

Nasional Kerinci Sebelat 48

Gambar 15. Peta Kawasan Hutan Kabupaten Muaro Jambi 50 Gambar 16. Sampel Desa Kecamatan Dalam Kawasan Hutan 51

Gambar 17. Luas Hutan Kabupaten Bintan 53

Gambar 18. Peta Administrasi Kota Batam 54

Gambar 19. Peta Sebaran Desa Dan Kecamatan Masuk Kawasan

Hutan 60

(10)

1

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

1

Bab I

(11)

2

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berdasarkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 mengandung konsep dalam pengelolaan sumber daya alam di Indonesia, yaknibahwa: 1) bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara, 2) bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam tersebut dipergunakan untuk sebesar-besar kemamuran rakyat. Undang Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), merupakan pengatur pelaksanaan pengelolaan agraria yang sangat memperhatikan tanah untuk keadilan dan kesejahteraan sosial dengan berusaha menata ulang struktur penguasaan, pemilikan tanah, penggunaan dan pemanfaatan tanah dan sumber daya alam lain yang menyertainya agar terwujud masyarakat yang sejahtera yang dimaknai dengan pembaruan agraria atau reforma agraria.

UUPA Pasal 2 ayat (1) mengatakan: Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat 3 UUD dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara. Dalam ayat (2) Hak menguasai Negara termaksud dalam ayat (1) Pasal ini memberi wewenang untuk:

(a). Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi tersebut;

(b). Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi;

(c). Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi.

Kemudian Pasal 4 UUPA ayat (1) antara lain dikatakan atas dasar Hak Menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut Tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang dengan orang lain serta badan-badan hukum. Selanjutnya di dalam Pasal 16 UUPA ayat (1) antara lain mengatakan Hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud ialah: a. Hak Milik, b. Hak Guna Usaha, c. Hak Guna-Bangunan, d. Hak Pakai, e. Hak Sewa, f. Hak membuka tanah dan seterusnya.

Dalam Pasal 19 ayat (1) dikatakan: Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP) dalam hal ini diatur dalam PP 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Terkait dengan kehutanan, maka UUPA tidak memberikan pengertian apa yang dimaksud dengan kehutanan, di dalam Pasal 16 ayat (1) huruf g dinyatakan: "hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) ialah hak memungut hasil hutan. Kemudian Pasal 46 ayat (2) dikatakan: "dengan mempergunakan hak memungut hasil hutan secara sah, tidak dengan sendirinya diperoleh hak milik atas tanah itu".

Dalam Peraturan Kepala Badan Nomor 9 Tahun 1999, tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, dalam Pasal 4 ayat (1)

(12)

3

dikatakan: Sebelum mengajukan permohonan hak, pemohon harus menguasai tanah yang dimohon dibuktikan dengan data yuridis dan data fisik sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku, kemudian di dalam ayat (3) dikatakan: Dalam hal tanah yang dimohon merupakan tanah Kawasan Hutan. Harus lebih dahulu dilepaskan dari statusnya sebagai Kawasan Hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku.

Artinya penguasaan dan pemanfaatan atas tanah dalam Kawasan Hutan tersebut tidak serta merta negara dalam hal ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN memberikan legalitas hak dan keleluasaan kepada pemiliknya untuk menguasai sepenuhnya. Walaupun secara konseptual seluruh permukaan bumi (tanah) yang ada di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dapat dimiliki dan diberikan hak-hak atas tanah kepada perorangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku, karena harus melalui pelepasan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terlebih dahulu dan pada saat ini Desa-Desa tersebut menuntut dan menunggu kejelasan status.

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 di dalam Pasal 5 ayat (1), hanya mengatur dua kelompok status hutan, yakni Hutan Negara dan Hutan Hak, sedangkan Hutan Adat yang telah diklaim secara turun-temurun oleh berbagai masyarakat adat/lokal > 20 tahun, status hak-nya belum/kurang diakui.

Apabila kita memperhatikan di dalam Pasal 3 UUPA mengatakan: “Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak bolehbertentangan dengan Undang-Undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi”.

Kemudian berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-X/2012 dalam perkara pengujian Undang undang nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang dibacakan pada 16 Mei 2013 yang mengabulkan sebagian gugatan pemohon merupakan suatu terobosan hukum yang penting dalam proses pembaharuan hukum yang sedang berjalan saat ini dalam perjuangan pengakuan keberadaan Masyarakat Hukum Adat (MHA) dan hak-haknya, terutama status hak atas wilayah adat yang sejalan dengan prinsip penghormatan hak-hak asasi manusia. Oleh sebab itu, maka penguasaan tanah masyarakat adat masuk ke dalam kriteria hutan hak.

Pada saat ini diindikasikan luas Indonesia 190 juta hektar, sekitar 65% wilayah Indonesia merupakan Kawasan Hutan sedangkan sisanya adalah areal penggunaan lain yang bisa ditempati masyarakat dan bisa diberikan sertipikat (Dirjen Penataan Agraria Kementrian Agraria dan Tata Ruang/BPN tahun 2014). Kawasan Hutan Republik Indonesia dan penguasaannya dapat kita lihat dalam peta dan tabel di bawah ini, berdasarkan data Dirjen Penataan Agraria Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional tahun 2015 sebagai berikut.

(13)

4

Tabel 2: Jumlah dan Sebaran Desa Menurut Fungsi Pokok Kawasan Hutan Tahun 2008

Sumber: Potensi Desa 2008

Tabel 3: Penggunaan Tanah Dalam Area Kawasan Hutan

No. Provinsi

Jenis Penggunaan Tanah

Dalam Area Kawasan Hutan Jumlah

Kampung Sawah Tegalan/ Ladang Campuran Kebun

1 . Aceh 1.795 11.407 74.505 131.455 219.161 2 . Sumatera Utara 6.198 38.597 378.514 281.199 704.507 3 . Riau 14.367 73.978 314.746 132.225 535.316 4 . Sumatera Barat 1.179 9.512 108.488 210.291 329.471 5 . Jambi 1.229 3.520 19.144 258.469 282.363 6 . Bengkulu 2.206 953 84.441 156.349 243.949 7 . Sumatera Selatan 9.843 35.124 173.24 724.768 942.975 8 . Lampung 6.124 24.169 120.749 239.917 390.959 9 . Bangka-belitung 9.653 - 76.36 130.666 216.679 10 . Kepulauan Riau 11.233 23 42.949 80.106 134.31 11 . Banten 464 7.640 13.292 39.937 61.332 12 . DKI Jakarta 119 - - - 119 13 Jawa Barat 4.805 34.585 113.493 144.595 297.478 14 . Jawa Tengah 2.143 22.49 124.967 52.975 202.576 15 . DI Yogyakarta 94 618 6.866 7.153 14.731

Sumber: Dirjen Penataan Agraria Kementrian Agraria Dan Tata Ruang/BPN tahun 2015

Gambar 1. Peta Kawasan Hutan Republik Indonesia

Berdasarkan data yang diperoleh dari Potensi Desa (PODES) 2006 yang kemudian dilakukan identifikasi guna melihat sebaran Desa, baik yang masuk dalam Kawasan Hutan Lindung, hutan suaka konservasi, hutan produksi, hutan produksi terbatas, hutan produksi konservasi maupun areal penggunaan lain diperoleh data sesuai pada tabel berikut.

Tabel 1: Jumlah dan Sebaran Desa Menurut Fungsi Pokok Kawasan Hutan Tahun 2006

Sedangkan berdasarkan PODES 2008 (kelanjutan dari PODES 2006) diperoleh data sebaran Desa (tabel) sebagai berikut:

(14)

5

Tabel 2: Jumlah dan Sebaran Desa Menurut Fungsi Pokok Kawasan Hutan Tahun 2008

Sumber: Potensi Desa 2008

Tabel 3: Penggunaan Tanah Dalam Area Kawasan Hutan

No. Provinsi

Jenis Penggunaan Tanah

Dalam Area Kawasan Hutan Jumlah

Kampung Sawah Tegalan/ Ladang Campuran Kebun

1 . Aceh 1.795 11.407 74.505 131.455 219.161 2 . Sumatera Utara 6.198 38.597 378.514 281.199 704.507 3 . Riau 14.367 73.978 314.746 132.225 535.316 4 . Sumatera Barat 1.179 9.512 108.488 210.291 329.471 5 . Jambi 1.229 3.520 19.144 258.469 282.363 6 . Bengkulu 2.206 953 84.441 156.349 243.949 7 . Sumatera Selatan 9.843 35.124 173.24 724.768 942.975 8 . Lampung 6.124 24.169 120.749 239.917 390.959 9 . Bangka-belitung 9.653 - 76.36 130.666 216.679 10 . Kepulauan Riau 11.233 23 42.949 80.106 134.31 11 . Banten 464 7.640 13.292 39.937 61.332 12 . DKI Jakarta 119 - - - 119 13 Jawa Barat 4.805 34.585 113.493 144.595 297.478 14 . Jawa Tengah 2.143 22.49 124.967 52.975 202.576 15 . DI Yogyakarta 94 618 6.866 7.153 14.731

Sumber: Dirjen Penataan Agraria Kementrian Agraria Dan Tata Ruang/BPN tahun 2015

(15)

6

6) Data BPS dan Kementerian Kehutananan tahun 2007 dan 2009, terdapat 31.957 Desa teridentifikasi berada di sekitar dan dalam Kawasan Hutan, saat ini Desa-Desa tersebut menunggu kejelasan status.

Pertanyaannya adalah apakah penguasaan tanah oleh masyarakat di Desa/Kelurahan yang masuk dalam Kawasan Hutan dapat di lepaskan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sehingga demi menjamin kepastian hukum masyarakat atas tanah yang dikuasainya (UUPA Pasal 19 ayat 1), dapat di proses pendaftaran tanahnya di Kantor-Kantor Pertanahan.

Oleh sebab itu, untuk memberikan kepastian hukum atas Kawasan Hutan, maka diperlukan proses pengukuhan Kawasan Hutan, dimana seluruh proses yang harus dilakukan adalah melalui tahapan-tahapan, yakni: penunjukan, penetapan batas, pemetaan dan penetapan Kawasan Hutan, yang merujuk pada Peraturan Pemerintah nomor 44/2004 tentang Perencanaan Hutan, Permenhut P.44/Menhut‐II/2012 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan dan Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan.

Memperhatikan permasahan-permasalah tersebut di atas, maka Puslitbang pada tahun 2016 Puslitbang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN akan melaksanakan penelitian tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan Dalam Rangka Pendaftaran Tanah.

1.2. Permasalahan

1) Bagaimana perkembangan perubahan peraturan Kehutanan tentang Kawasan Hutan. 2) Bagaimana riwayat penguasaan tanah Masyarakat dalam Kawasan Hutan.

3) Bagaimana penyelesaian penguasaan tanah dalam Kawasan Hutan dalam rangka pendaftaran tanah.

1.3. Tujuan Penelitian

1) Mengidentifikasi dan menganalisa perkembangan perubahan peraturan Kehutanan tentang Kawasan Hutan.

2) Mengidentifikasi dan menganalisa riwayat penguasaan tanah Masyarakat dalam Kawasan Hutan.

3) Mengidentifikasi dan menganalisa penyelesaian penguasaan tanah dalam Kawasan Hutan dalam rangka pendaftaran tanah.

1.4. Ruang lingkup Penelitian

a) Ruang Lingkup Materi

1) Perkembangan perubahan peraturan Kementerian Kehutanan tentang penunjukan Kawasan Hutan mengenai: perubahan fungsi Kawasan Hutan di lokasi sampel penelitian.

2) Riwayat penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan di lokasi sampel penelitian.

3) Penyelesaian Penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan yang dilaksanakan di lokasi sampel penelitian.

Gambar 2. Penggunaan Tanah didalam dan diluar Kawasan Hutan

Selain data tersebut diatas, maka pada saat ini diindikasikan adanya penguasaan atas tanah oleh masyarakat yang tinggal dalam pemerintahan Desa/Kelurahan yang berada dalam Kawasan Hutan, hal ini dapat kita ketahui berdasarkan data dari:

1) Kementerian Kehutanan sampai dengan tahun 2011 terdapat lebih dari 1,6 juta KK atau 5 juta jiwa berada di 3.500 Desa di sekitar kawasan konservasi;

2) Kementerian Kehutanan dan BPS (tahun 2007 dan 2009) yang menunjukkan 31.957 Desa teridentifikasi berada di sekitar dan dalam Kawasan Hutan yang diklaim sebagai hutan negara;

3) Dirjen Penataan Agraria Kementrian Agraria Dan Tata Ruang/BPN tahun 2015, sekitar 63,66% luas wilayah Indonesia adalah Kawasan Hutan, dan dari luas tersebut sudah banyak yang diduduki dan dikuasai masyarakat, namun tidak bisa disertipikatkan. 4) Kantah Kota Tanjung Pinang, berdasarkan data tahun 2014 mengenai Keputusan

Menteri Kehutanan RI Nomor: SK.463/Menhut-II/2013 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan, Perubahan Fungsi Kawasan Hutan dan Perubahan Bukan Kawasan Hutan di Provinsi Kepulauan Riau, tanggal 27 Juni 2013. Di dalam SK tersebut dikatakan, bahwa seluruh wilayah Kota Tanjungpinang masuk Kawasan Hutan, di mana sebagian besar merupakan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi (HPK) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT), serta sebagian kecil berupa Hutan Lindung (HL). Akibatnya terjadi ketidak puasan masyarakat terhadap BPN-RI dalam rangka mensertipikatkan tanah yang mereka kuasai.

5) Kementerian Kehutanan sudah melakukan pengukuhan Kawasan Hutan di Jawa sampai 65 % (Direktorat Jenderal Planologi, 2012), tetapi kenyataannya masih ada tanah masyarakat di 5000 Desa yang wilayahnya masuk Kawasan Hutan, namun penguasaannya oleh Perhutani maupun Kementerian Kehutanan (Kementerian Kehutanan & Badan Pusat Statistik).

(16)

7

6) Data BPS dan Kementerian Kehutananan tahun 2007 dan 2009, terdapat 31.957 Desa

teridentifikasi berada di sekitar dan dalam Kawasan Hutan, saat ini Desa-Desa tersebut menunggu kejelasan status.

Pertanyaannya adalah apakah penguasaan tanah oleh masyarakat di Desa/Kelurahan yang masuk dalam Kawasan Hutan dapat di lepaskan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sehingga demi menjamin kepastian hukum masyarakat atas tanah yang dikuasainya (UUPA Pasal 19 ayat 1), dapat di proses pendaftaran tanahnya di Kantor-Kantor Pertanahan.

Oleh sebab itu, untuk memberikan kepastian hukum atas Kawasan Hutan, maka diperlukan proses pengukuhan Kawasan Hutan, dimana seluruh proses yang harus dilakukan adalah melalui tahapan-tahapan, yakni: penunjukan, penetapan batas, pemetaan dan penetapan Kawasan Hutan, yang merujuk pada Peraturan Pemerintah nomor 44/2004 tentang Perencanaan Hutan, Permenhut P.44/Menhut‐II/2012 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan dan Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan.

Memperhatikan permasahan-permasalah tersebut di atas, maka Puslitbang pada tahun 2016 Puslitbang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN akan melaksanakan penelitian tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan Dalam Rangka Pendaftaran Tanah.

1.2. Permasalahan

1) Bagaimana perkembangan perubahan peraturan Kehutanan tentang Kawasan Hutan. 2) Bagaimana riwayat penguasaan tanah Masyarakat dalam Kawasan Hutan.

3) Bagaimana penyelesaian penguasaan tanah dalam Kawasan Hutan dalam rangka pendaftaran tanah.

1.3. Tujuan Penelitian

1) Mengidentifikasi dan menganalisa perkembangan perubahan peraturan Kehutanan tentang Kawasan Hutan.

2) Mengidentifikasi dan menganalisa riwayat penguasaan tanah Masyarakat dalam Kawasan Hutan.

3) Mengidentifikasi dan menganalisa penyelesaian penguasaan tanah dalam Kawasan Hutan dalam rangka pendaftaran tanah.

1.4. Ruang lingkup Penelitian

a) Ruang Lingkup Materi

1) Perkembangan perubahan peraturan Kementerian Kehutanan tentang penunjukan Kawasan Hutan mengenai: perubahan fungsi Kawasan Hutan di lokasi sampel penelitian.

2) Riwayat penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan di lokasi sampel penelitian.

3) Penyelesaian Penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan yang dilaksanakan di lokasi sampel penelitian.

(17)

BAB I. PENDAHULUAN

8

7 b) Ruang Lingkup Lokasi Penelitian

Sampel penelitian di fokuskan pada penguasaan tanah masyarakat di 1 (satu) Desa/Kelurahan dalam 1 (satu) Kecamatan di 1 (satu) Kota/Kabupaten dalam 1 (satu) Provinsi yang dipergunakan untuk pemukiman dan atau persawahan/kebun/tegalan.

1.5. Manfaat Penelitian

Penerima manfaat dari penelitian ini antara lain :

1) Kementerian ATR/BPN sebagai lembaga yang diamanatkan untuk mengelola bidang pertanahan sehingga diharapkan dapat melaksanakan Program-programnya dengan kepastian agar tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan dapat dilepaskan dalam rangka Kepastian hukum melalui pendaftaran tanah;

2) Kementerian Lingkungan hidup dan kehutanan dalam rangka perubahan batas Kawasan Hutan/RTRW;

3) Masyarakat/penduduk di lokasi penelitian dapat memperoleh jaminan kepastian hukum atas penguasaan dan penggunaan tanahnya.

1.6. Kerangka Pikir

Gambar 3: Kerangka Pikir Penelitian Gambar 3: Kerangka Pikir Penelitian

(18)

9

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

2

Bab II

(19)

10

8 BAB II TINJAUAN LITERATUR

2.1. Landasan Yuridis

1) TAP MPR Nomor IX Tahun 2001, tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam yang mengamanatkan kepada Pemerintah dalam hal ini Kemeterian Agraria dan Tata Ruang/BPN mempunyai tugas untuk menata kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang berkeadilan dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat;

2) UUD 1945 Pasal 33 ayat 3, yang mengatakan bawa: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”;

Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang“;

3) UUPA Pasal 19 ayat (1) dikatakan: Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP) dalam hal ini diatur dalam PP 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Ayat (2) pendaftaran tersebut dalam ayat 1 Pasal ini meliputi antara lain:

a. pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah.

b. pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;

c. pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

4) UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dalam Pasal 5 ayat (1) ada 2 (dua) kelompok status hutan, yakni Hutan Negara dan Hutan Hak;

5) UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;

6) PP 24 Tahun 1997, tentang Pendaftaran Tanah, dalam Pasal 1 angka 1 dikatakan antara lain: pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan adata yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan Hak Milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. Kemudian di dalam Pasal 9 ayat (1) obyek pendaftaran tanah melipui, antara lain dalam huruf f. adalah tanah negara kemudian dalam ayat (2) Pasal ini, dalam hal tanah negara sebagai obyek pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, pendaftarannya dilakukan dengan cara membukukan bidang tanah yang merupakan tanah Negara dalam daftar tanah;

7) Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan;

(20)

11

9) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:P.62/Menhut-II/2013, tentang Perubahan Atas

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.44/MENHUT-II/2012 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan;

10) Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-X/2012 dalam perkara pengujian UU No. 41/1999 tentang Kehutanan yang dibacakan pada 16 Mei 2013 yang mengabulkan sebagian gugatan pemohon merupakan suatu terobosan hukum yang penting dalam proses pembaharuan hukum yang sedang berjalan saat ini. Penetapan perubahan Pasal 1 angka 6, Pasal 4 ayat 3, Pasal 5 ayat 1, Pasal 5 ayat 2 dan Pasal 5 ayat 3 merupakan pengakuan keberadaan Masyarakat Hukum Adat (MHA) dan hak-haknya, terutama status hak atas wilayah adat, yang sebelumnya, Kawasan Hutan ditunjuk dan/atau ditetapkan secara sepihak oleh Pemerintah c.q. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai hutan Negara;

11) Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum Dan Kepala BPN-RI Nomor 79 Tahun 2014, PB.3/Menhut-III/2014, 17PRT/M/2014, 8/SKB/X/2014 tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah Yang berada Dalam Kawasan Hutan;

12) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat yang berada dalam kawasan tertentu.

2.2. Landasan Operasional

1) Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alami hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan;

2) Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Kawasan HHutan dibagi ke dalam kelompok Hutan Konservasi, Hutan Lindung dan Hutan Produksi dengan pengertian sebagai berikut:

a) Hutan Konservasi adalah Kawasan Hutan dengan ciri kkhas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Kawasan Hutan Konservasi terdiri dari Kawasan Hutan Suaka Alam dan Pelstarian Alam Darat, Kawasan Hutan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Perairan serta Taman Buru;

b) Hutan Lindung adalah Kawasan Hutan yang mempunyai fungsi mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah instrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah;

c) Hutan Produksi adalah Kawasan Hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan yang dipertahankan sebagai Kawasan Hutan dan berfungsi untuk menghasilkan hasil hutan bagi kepentingan konsumsi masyarakat, industri dan eksport. Hutan ini biasanya terletak di dalam batas-batas suatu HPH (memiliki ijin HPH) dan dikelola untuk menghasilkan kayu. Dengan pengelolaan yang baik, tingkat penebangan diimbangi dengan penanaman dan pertumbuhan ulang, sehingga hutan terus menghasilkan kayu secara lestari. Secara praktis hutan-hutan di kawasan HPH sering dibalak secara berlebihan dan kadang-kadang di tebang habis.

Hutan Produksi dapat di bagi menjadi Hutan Produksi Tetap (HP), Hutan Produksi Terbatas (HPT), dan Hutan Produksi yang dapat di Konversi (HPK).

(21)

12

Hutan Produksi Tetap (HP) merupakan hutan yang dapat di eksploitasi dengan perlakuan cara tebang pilih maupun dengan cara tebang habis; Hutan Produksi Terbatas (PT) merupakan hutan yang hanya dapat di

eksploitasi dengan cara tebang pilih. Hutan ini merupakan hutan yang di alokasikan untuk produksi kayu dengan intensitas rendah. Umumnya berada di wilayah pegunungan dimana lereng-lereng yang curam mempersulit untuk pembalakan;

Hutan Produksi yang dapat di Konversi (HPK), yakni:

- Kawasan Hutan dengan faktor kelas lereng jenis, tanah dan intensitas hujan setelah masing-masing di kalikan dengan angka penimbang mempunyai nilai 124 atau kurang di luar Hutan Suaka Alam dan Hutan Pelestarian Alam;

- Kawasan Hutan yang secara ruang di cadangkan untuk digunakan bagi pengembangan transmigrasi, permukiman pertanian dan perkebunan. 3) Desa/Kelurahan adalah kesatuan masyarakat yang secara hukum memiliki

kewenangan mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional. Secara administratif, Desa merupakan bagian dari wilayah Kabupaten, dan Kelurahan merupakan bagian dari wilayah Kota.

Berdasarkan konsep yang digunakan dalam pelaksanaan PODES 2008, menurut letaknya terhadap Kawasan Hutan, Desa/Kelurahan terdiri dari:

a) Di dalam Kawasan Hutan adalah Desa/Kelurahan yang letaknya ditengah atau dikelilingi Kawasan Hutan, termasuk Desa enclave. Enclave adalah pemilikan hak-hak pihak ketiga di dalam Kawasan Hutan yang dapat berupa permukiman dan atau lahan garapan;

b) Desa/Kelurahan di tepi Kawasan Hutan adalah Desa/Kelurahan yang berbatasan langsung dengan Kawasan Hutan, atau sebagian wilayah Desa tersebut berada dalam Kawasan Hutan;

c) Tidak berbatasan langsung dengan Kawasan Hutan.

4) Masyarakat/penduduk sekitar hutan, menurut Sardjono (1998) masyarakat sekitar hutan adalah sekelompok orang yang secara turun temurun bertempat tinggal di dalam atau di sekitar hutan dan kehidupan serta penghidupannya (mutlak) bergantung pada hasil hutan dan/atau lahan hutan. Sekelompok orang tersebut dalam konteks yang lebih spesifik (dikaitkan dengan nilai kearifan terhadap sumber daya hutan yang ada) disebut sebagai masyarakat tradisional (traditional

community) dan dari sisi kepentingan yang lebih luas (pembangunan daerah) lebih

sering diistilahkan sebagai masyarakat lokal (local community). Masyarakat tradisional ini melihat hutan tidak hanya sebagai sumber daya potensial saja, melainkan memang merupakan sumber pangan, obat-obatan, energi, sandang, lingkungan dan sekaligus tempat tinggal mereka. Bahkan ada sebagian masyarakat tradisional yang meyakini bahwa hutan memiliki nilai spiritual, yakni percaya bahwa hutan atau komponen biotik dan abiotik yang ada di dalamnya sebagai obyek yang memiliki kekuatan dan/atau pesan supranatural yang mereka miliki;

5) Pemohon adalah orang perorangan, pemerintah, badan sosial/keagamaan, masyarakat hukum adat yang memiliki bukti hak atas tanah atau bukti penguasaan atas tanah;

(22)

13

7) Data yuridis adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan

rumah susun yang didaftar pemegang haknya dan hak pihak lain serta beban-beban lain yang membeban-bebaninya;

8) Data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan di atasnya;

9) Peta IP4T Non Kadastral adalah hasil kegiatan pendataan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah menggunakan Global Positioning System tipe navigasi dan diolah dengan sistem informasi geografis;

10) Sket bidang tanah adalah data fisik bidang tanah di lapangan secara umum (general boundary);

11) Pendataan adalah kegiatan pengumpulan atau pencarian keterangan mengenai penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah;

12) Penguasaan Tanah adalah hubungan hukum antara orang perorangan, kelompok orang atau badan hukum dengan tanah;

13) Pemilikan Tanah adalah hubungan hukum orang per orang, kelompok orang, atau badan hukum yang dilengkapi dengan bukti kepemilikan baik yang sudah terdaftar (sertipikat hak atas tanah) maupun yang belum terdaftar;

14) Tanah Ulayat Masyarakat Adat adalah bidang tanah yang di atasnya terdapat kewenangan yang menurut hukum adat dimiliki oleh masyarakat hukum adat atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan warganya, dimana kewenangan ini memperbolehkan masyarakat untuk mengambil manfaat dari sumberdaya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut bagi kelangsungan hidupnya dari suatu masyarakat hukum adat tertentu;

15) Hak Milik Adat adalah hak perseorangan atas tanah yang pemiliknya berkuasa penuh atas tanah tersebut;

16) Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan Pemerintah (Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional) secara terus menerus, berkesinambunangan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan yuridis, dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya. Pendaftaran tanah merupakan hal yang penting dalam peng-administrasi-an tanah demi untuk mengamankan hak-hak seseorang atas tanah yang dikuasai dan digarapnya demi terwujudnya jaminan hukum atas tanah seseorang warga negara, maka Negara dalam hal ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, maka berdasarkan Undang Undang pokok Agraria (UUPA) Pasal 19 ayat (1) mengatakan:"bahwa untuk menjamin kepastian hukum, oleh pemerintah di adakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia, menurut ketentuan yang di atur dengan peraturan pemerintah". Kemudian UUPA Pasal 19 ayat (1) tersebut di implemnteasikan ke dalam Peraturan Pemeritah 10/161 yang di revisi mejadi Peraturan Pemerintah nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah;

17) Bidang tanah adalah bagian permukaan bumi yang merupakan satuan bidang yang terbatas. Tanah Negara atau tanah yang dikuasai langsung oleh Negara adalah tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah.

(23)
(24)

15

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

3

Bab III

Metodologi

Penelitian

(25)

16

c. Lokasi Penelitian

Penelitian akan mengambil 6 provinsi sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan: Provinsi sampel tersebut mempunyai sebaran Desa/Kelurahan per Kecamatan Kabupaten yang masuk kedalam Kawasan Hutan.

Adapun 6 (enam) provinsi, sebagai lokasi penelitian yakni: 1) Kalimantan Selatan 2) Kalimantan Tengah 3) Kalimantan Barat 4) Jambi 5) Kepulauan Riau 6) Banten

Tabel 4: Lokasi Penelitian Dan Penggunaan Tanah Dalam Kawasan Hutan

PROVINSI KAB./KOTA KECAMATAN DAN

KELURAHAN MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN PENGGUNAAN TANAH YANG DIKUASAI

Banten

Kab.

Pandeglang Desa: Ujung Jaya, Taman Jaya, Cigorondong, dan Tunggal Jaya, Kec. Sumur

Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian

Kab. Lebak Desa: Tanjung Wangi, Sukanagara dan Girijagabaya, Kec. Muncang

Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian

Kalimantan Selatan

Kab. Banjar Desa Tambak Padi,

Kec. Baruntung Baru Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian Kab. Hulu

Sungai Selatan

Desa Batu Laki, Kecamatan Padang Batung.

Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian

Jambi

Kab. Kerinci Desa sungai kuning,

Kec. Siulak Mukai Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian Kab. Muaro

Jambi Desa Tanjung Lanjut, Kec. Sakernan Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian Kepulauan

Riau

Kab. Bintan Desa Lancang Kuning,

Kec. Bintan Utara Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian Kota Batam Kelurahan Bulian

Kelurahan Sekupang dan Batu Ampar

Permukiman dan Jasa Buliang

Kalimantan Barat

Kab. Sekadau Desa Sebetung, Kec.

Belitang Hulu Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian Kab. Kubu

Raya Desa Kec.Sungai Raya Limbung, Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian Kalimantan

Tengah

Kota

Palangkaraya Kelurahan Kec. Sabangau Sabaru, Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian (Sabaru) Kab. Katingan Desa Tumbang

Kalemai, Kec. Katingan Tengah

Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian Kalemei

Sumber: Pengolahan data Puslitbang Kementerian ATR/BPN 2016

Responden penelitian yang akan dijadikan sebagai sumber data adalah:

1) Kepala Kantor Wilayah Provinsi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN c.q Kabid Penataan Agraria

2) Kantah Kabupaten/Kota Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN: Kepala Kantor Pertanahan dan Kasi Penataan Agraria, Kasi Hak Atas Tanah dan Pendaftaran Tanah, Kasi Pengukuran dan pemetaan serta Kasi Sengketa Konflik dan Perkara.

3) Balai Pemantapan Kawasan Hutan/Balai UPT dan atau Dinas Kehutanan. 12

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

1.1. Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan sebagai penelitian deskrifptif kualitatif. Pendekatan Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris. Pendekatan yuridis digunakan sebagai acuan dasar berupa peraturan-peraturan yang berhubungan dengan: (1) Perkembangan Perubahan Peraturan Menteri Kehutanan tentang Kawasan Hutan, (2) Riwayat penguasaan dan penggarapan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan di, (3) Penyelesaian penguasaan dan penggarapan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan di lokasi sampel penelitian.

Sedangkan pendekatan empiris digunakan untuk menganalisa bagaimana status penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan di lokasi sampel penelitian sesuai dengan: (1) peraturan perundang undangan Kementerian Kehutanan tentang Kawasan Hutan dan (2) peraturan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional tentang penguasaan tanah sebagai kenyataan data di lapangan dan penyelesaiannya.

1.2. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

a. Jenis Data

1) Data primer diperoleh melalui pengisian kuesioner dan wawancara dengan para pejabat di tingkat Kanwil BPN Provinsi, Pejabat Kantor Pertanahan Kabupaten, Pejabat Pemerintah Daerah, Pejabat Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi dan Kabupaten;

2) Data sekunder diperoleh melalui studi literatur, hasil-hasil penelitian ataupun dokumen yang terkait dengan penguasaan tanah dalam sebaran Desa-Desa yang masuk dalam Kawasan Hutan.

b. Teknik Pengumpulan Data

Observasi melalui melihat fakta penguasaan tanah yang sudah dikuasai masyarakat berupa bukti-bukti tertulis dan/atau fakta pengunaan tanah tidak tertulis berupa photo/gambar di lokasi penelitian.

1.3. Populasi, Sampel dan Lokasi Penelitian

a. Populasi

Populasi penelitian adalah masyarakat yang menguasai dan mengunakan/menggarap tanah dalam Kawasan Hutan di Desa/Kelurahan dalam kecamatan, di Kabupaten/kota di provinsi.

b. Sampel Penelitian

Dari populasi tersebut akan ditetapkan sampel penelitian melalui purposive sampling, yakni mempunyai sifat: (1) masyarakat lokal, (2) masyarakat yang tinggal menetap/establish.

Pendekatan penelitian Penguasaan Tanah masyarakat adalah Non Probibilitas, dengan menetapkan sampel masing-masing masyarakat yang berada di dalam 1 (satu) Desa/Kelurahan di 1 (satu) Kecamatan dalam 1 (satu) Kota/Kabupaten di dalam 1 (satu) Provinsi. Adapun Penggunaan tanah masyarakat di fokuskan pada penggunaan pemukiman dan atau tanah garapan yang digunakan untuk persawahan/perladangan yang masuk dalam Kawasan Hutan.

(26)

17

c. Lokasi Penelitian

Penelitian akan mengambil 6 provinsi sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan: Provinsi sampel tersebut mempunyai sebaran Desa/Kelurahan per Kecamatan Kabupaten yang masuk kedalam Kawasan Hutan.

Adapun 6 (enam) provinsi, sebagai lokasi penelitian yakni: 1) Kalimantan Selatan 2) Kalimantan Tengah 3) Kalimantan Barat 4) Jambi 5) Kepulauan Riau 6) Banten

Tabel 4: Lokasi Penelitian Dan Penggunaan Tanah Dalam Kawasan Hutan

PROVINSI KAB./KOTA KECAMATAN DAN

KELURAHAN MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN PENGGUNAAN TANAH YANG DIKUASAI

Banten

Kab.

Pandeglang Desa: Ujung Jaya, Taman Jaya, Cigorondong, dan Tunggal Jaya, Kec. Sumur

Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian

Kab. Lebak Desa: Tanjung Wangi, Sukanagara dan Girijagabaya, Kec. Muncang

Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian

Kalimantan Selatan

Kab. Banjar Desa Tambak Padi,

Kec. Baruntung Baru Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian Kab. Hulu

Sungai Selatan

Desa Batu Laki, Kecamatan Padang Batung.

Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian

Jambi

Kab. Kerinci Desa sungai kuning,

Kec. Siulak Mukai Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian Kab. Muaro

Jambi Desa Tanjung Lanjut, Kec. Sakernan Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian Kepulauan

Riau

Kab. Bintan Desa Lancang Kuning,

Kec. Bintan Utara Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian Kota Batam Kelurahan Bulian

Kelurahan Sekupang dan Batu Ampar

Permukiman dan Jasa Buliang

Kalimantan Barat

Kab. Sekadau Desa Sebetung, Kec.

Belitang Hulu Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian Kab. Kubu

Raya Desa Kec.Sungai Raya Limbung, Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian Kalimantan

Tengah

Kota

Palangkaraya Kelurahan Kec. Sabangau Sabaru, Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian (Sabaru) Kab. Katingan Desa Tumbang

Kalemai, Kec. Katingan Tengah

Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian Kalemei

Sumber: Pengolahan data Puslitbang Kementerian ATR/BPN 2016

Responden penelitian yang akan dijadikan sebagai sumber data adalah:

1) Kepala Kantor Wilayah Provinsi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN c.q Kabid Penataan Agraria

2) Kantah Kabupaten/Kota Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN: Kepala Kantor Pertanahan dan Kasi Penataan Agraria, Kasi Hak Atas Tanah dan Pendaftaran Tanah, Kasi Pengukuran dan pemetaan serta Kasi Sengketa Konflik dan Perkara.

(27)

18

4) Pemeritahan Desa/Kelurahan sampel

1.4. Metode Pengolahan dan Analisa Data

a. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan cara:

1) Mengidentifikasi Perkembangan Peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Hutan di lokasi penelitian;

2) Mengidentifikasi riwayat penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan di lokasi penelitian;

3) Mengidentifikasi penyelesaian penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan dan hambatannya di lokasi penelitian.

b. Analisa Data

Hasil dari pengolahan data tersebut selanjutnya dilakukan analisa yang dihubungkan dengan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku, baik dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan maupun Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional serta peraturan lain yang terkait dengan tujuan penelitian.

(28)

19

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

4

Bab IV

Sebaran Konflik

Pertanahan di Wilayah

Perkebunan di Lokasi

Sampel Penelitian

(29)

20

negara baru mencapai 208.161,27 ha dan sebagian besar Kawasan Hutan tersebut merupakan Kawasan Hutan Konservasi.

4.1.1. Kabupaten Pandeglang 1). Profil Kabupaten Pandeglang

Secara geografis Kaupaten Pandeglang terletak pada 6º21’-7º10’ Lintang Selatan dan 104º48’- 106º11’ Bujur Timur, dengan memiliki luas wilayah 2.747 Km2 (274.689,91

ha), atau sebesar 29,98% dari luas Provinsi Banten. Garis pantai Kabupaten Pandeglang memiliki panjang 307 km, mulai dari sisi barat dan selatan serta beberapa pulau kecil.

Melihat dari sisi administrasi pemerintahan, Kabupaten Pandeglang memiliki 322 Desa, 13 Kelurahan dan 35 Kecamatan, dengan batas-batas administrasi :

Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Serang; Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Sunda;

Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia; Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Lebak.

Topografi wilayah Kabupaten Pandeglang memiliki variasi dengan ketinggian antara 0 – 1.778 m di atas permukaan laut (dpl). Namun begitu, sebagian besar wilayah Kabupaten Pandeglang merupakan dataran rendah, khususnya dibagian tengah dan selatan dengan luasan sekitara 85,07% dari luas Kabupaten Pandeglang. Jenis tanah yang berada di Kabupaten Pandeglang cukup bervariasi dengan sebaran pada kecamatan bisa berbeda-beda, diantararanya adalah:

(a). Alluvial, terdapat di Kecamatan Panimbang, Sumur, Cikeusik, Pagelaran, Picung, Labuan dan Munjul;

(b). Grumosol, yang tersebar di Kecamatan Sumur dan Cimanggu;

(c). Regosol, terdapat di Kecamatan Sumur, Labuan, Pagelaran, Cikeusik dan Cimanggu;

(d). Latosol, terdapat di sekitar Gunung Karang, Kecamatan Pandeglang, Saketi, Cadasari, Banjar, Cimanuk, Mandalawangi, Bojong, Menes, Jiput, Labuan dan Sumur;

(e). Podsolik, terdapat di Kecamatan Labuan, Menes, Saketi, Bojong, Munjul, Cikeusik, Cibaliung, Cimanggu, Cigeulis, Sumur, Panimbang dan Angsana.

Tingkat kesuburan tanah yang bervariasi dan keadaan geologi ikut berpengaruh pada jenis tanaman yang tumbuh diatasnya dan lebih jauh adalah keterlibatan penduduknya dalam budidaya usaha pemanfaatan tanah.

Wilayah Kabupaten Pandeglang bagian selatan dan sekitar Gunung Karang (utara) didominasi oleh tanaman keras dan masuk kedalam Kawasan Hutan. Dibagian selatan, khususnya yang masuk kedalam Taman Nasional Ujung Kulon kerapatan tanamannya masih cukup baik dan tidak terjadi aktivitas pemanfaatan tanah untuk budidaya seperti Hutan Produksi.

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN TENTANG PROFIL DAN SEBARAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM

KAWASAN HUTAN DI LOKASI PENELITIAN

Adapun profil dan sebaran penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan di Desa, Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi Sampel penelitian adalah sebagai berikut:

4.1. Provinsi Banten

Provinsi Banten merupakan daerah Tingkat I yang terbentuk pada tanggal 17 Oktober 2014 setelah terjadi pemekaran dari Provinsi Jawa Barat. Provinsi Banten beribukota di Serang dan terbagi kedalam 4 Kabupaten dan 4 Kota administratif. Berdasarakn data publikasi BPS Provinsi Banten tahun 2015, jumlah penduduk di provinsi tersebut sebanyak 11.955.243 jiwa yang terbagi 6.097.184 jiwa adalah laki-laki dan 5.858.059 bejenis kelamin perempuan. Kabupaten Tangerang merupakan wilayah dengan jumlah penduduk tertinggi (3.370.594 jiwa) dibandingkan dengan Kabupaten/kota lainnya. Dilihat dari letak astronomi, Provinsi Banten berada pada batas 5º 7’ 50” – 7º 1’ 11” Lintang Selatan dan 105º 1’ 11” – 106º 7’ 12” Bujur Timur, sedangkan pada letak geografis memiliki batasan:

Sebelah Utara : Laut Jawa

Sebelah Timur : Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat Sebelah Selatan : Samudra Hindia

Sebelah Barat : Selat Sunda

Kondisi topografi Provinsi Banten sangat bervariasi, antara 0 hingga 2.000 m dpl. Wilayah Provinsi Banten bagian utara mulai dari sebagian Kota Cilegon, sebgaian besar Kabupaten Serang, sebagian Kabupaten Pandeglang, Kota/Kab. Tangerang dan Kota Tangerang Selatan merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0 – 200 m dpl. Adapun untuk daerah Lebak Tengah dan sebagian Kabupaten Pandeglang memiliki ketinggian 201 – 2.000 m dpl. Kondisi morfologi berupa permukaan wilayah Provinsi Banten setidaknya terbagi kedalam 3 kelompok, yaitu morfologi dataran, perbukitan landai-sedang dan perbukitan terjal.

Kondisi hidrologi wilayah Provinsi Banten dengan ciri potensi sumber daya air yang cukup banyak berada di Kabupaten Lebak dengan sebagian besar wilayahnya merupakan Kawasan Hutan Lindung dan produksi. Daerah Aliran Sungai di provinsi ini terbagi menjadi 6 (enam) DAS, yaitu:

1) DAS Ujung Kulon, meliputi wilayah bagian barat Kabupaten Pandeglang (Taman Naional Ujung Kulon dan sekitarnya);

2) DAS Cibaliung-Cibareno, meliputi bagian Selatan wilayah Kabupaten Pandeglang dan bagian selatan wilayah Kabupaten Lebak;

3) DAS Ciujung-Cidurian, meliputi bagian barat wilayah Kabupaten Pandeglang;

4) DAS Rawadano, meliputi sebagian besar wilayah Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang;

5) AS Teluklada, meliputi bagian barat wilayah Kabupaten Serang dan Kota Cilegon; 6) DAS Cisadane-Ciliwung, meliputi bagian Timur wilayah Kabupaten Tangerang dan

Kota Tangerang.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten, luas wilayah Provinsi Banten seluas 865.120 ha, sedangkan luas Kawasan Hutan

(30)

21

negara baru mencapai 208.161,27 ha dan sebagian besar Kawasan Hutan tersebut

merupakan Kawasan Hutan Konservasi. 4.1.1. Kabupaten Pandeglang

1). Profil Kabupaten Pandeglang

Secara geografis Kaupaten Pandeglang terletak pada 6º21’-7º10’ Lintang Selatan dan 104º48’- 106º11’ Bujur Timur, dengan memiliki luas wilayah 2.747 Km2 (274.689,91

ha), atau sebesar 29,98% dari luas Provinsi Banten. Garis pantai Kabupaten Pandeglang memiliki panjang 307 km, mulai dari sisi barat dan selatan serta beberapa pulau kecil.

Melihat dari sisi administrasi pemerintahan, Kabupaten Pandeglang memiliki 322 Desa, 13 Kelurahan dan 35 Kecamatan, dengan batas-batas administrasi :

Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Serang; Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Sunda;

Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia; Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Lebak.

Topografi wilayah Kabupaten Pandeglang memiliki variasi dengan ketinggian antara 0 – 1.778 m di atas permukaan laut (dpl). Namun begitu, sebagian besar wilayah Kabupaten Pandeglang merupakan dataran rendah, khususnya dibagian tengah dan selatan dengan luasan sekitara 85,07% dari luas Kabupaten Pandeglang. Jenis tanah yang berada di Kabupaten Pandeglang cukup bervariasi dengan sebaran pada kecamatan bisa berbeda-beda, diantararanya adalah:

(a). Alluvial, terdapat di Kecamatan Panimbang, Sumur, Cikeusik, Pagelaran, Picung, Labuan dan Munjul;

(b). Grumosol, yang tersebar di Kecamatan Sumur dan Cimanggu;

(c). Regosol, terdapat di Kecamatan Sumur, Labuan, Pagelaran, Cikeusik dan Cimanggu;

(d). Latosol, terdapat di sekitar Gunung Karang, Kecamatan Pandeglang, Saketi, Cadasari, Banjar, Cimanuk, Mandalawangi, Bojong, Menes, Jiput, Labuan dan Sumur;

(e). Podsolik, terdapat di Kecamatan Labuan, Menes, Saketi, Bojong, Munjul, Cikeusik, Cibaliung, Cimanggu, Cigeulis, Sumur, Panimbang dan Angsana.

Tingkat kesuburan tanah yang bervariasi dan keadaan geologi ikut berpengaruh pada jenis tanaman yang tumbuh diatasnya dan lebih jauh adalah keterlibatan penduduknya dalam budidaya usaha pemanfaatan tanah.

Wilayah Kabupaten Pandeglang bagian selatan dan sekitar Gunung Karang (utara) didominasi oleh tanaman keras dan masuk kedalam Kawasan Hutan. Dibagian selatan, khususnya yang masuk kedalam Taman Nasional Ujung Kulon kerapatan tanamannya masih cukup baik dan tidak terjadi aktivitas pemanfaatan tanah untuk budidaya seperti Hutan Produksi.

(31)

22

(b). Desa Taman Jaya

Gambar 6: Peta Penguasaan Tanah Desa Taman Jaya

(c). Desa Tunggal Jaya

Gambar 7: Peta Penguasaan Tanah Desa Tunggal Jaya

Gambar 4: Peta Administrasi Kabupaten Pandeglang 2). Sampel Desa Dalam Taman Nasional Ujung Kulon

Lokasi sampel Desa dalam Taman Nasional Ujung Kulon meliputi Desa Cigorondong, Desa Taman Jaya, Desa Tunggal Jaya dan Desa Ujung Jaya yang keseluruhannya masuk Kecamatan Sumur, yang masuk dalam Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon.

(a). Desa Cigorondong

(32)

23

(b). Desa Taman Jaya

Gambar 6: Peta Penguasaan Tanah Desa Taman Jaya

(c). Desa Tunggal Jaya

(33)

24

d. Sebelah Timur : Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi

Dilihat dari ciri geografis, Kabupaten Lebak memiliki posisi letak astronomi 6º18’ -7º00’ Lintang Selatan dan 105º25’-106º30’ Bujur Timur, dengan ciri fisiografis lahannya adalah kecenderungan datar dan landai seluas 90.033 Ha, lahan bergelombang, lahan berbukit 104.792 Ha dan lahan pegunungan/curam 91.171 Ha. Begitu juga dengan kondisi topografinya, Kabupaten Lebak memiliki variasi topografi. Pada daerah selatan khususnya disekitar pantai yang memanjang dari barat ke timur memiliki ketinggian 0-200 meter di atas permukaan laut (dpl), bagian Lebak Tengah 201-500 meter dpl dan daerah Lebak Timur dengan puncaknya yaitu Gunung Sanggabuana dan Gunung Halimun 501-1.000 meter dpl. Temperatur di sepanjang pantai dan perbukitan berkisar antara 200C - 320C sedangkan suhu di pegunungan dengan ketinggian di atas 400 m

dpl antara 180C - 290C.

Berkaitan dengan kehutanan (RPJPD Kab. Lebak 2005-2025), di Kabupaten Lebak setidaknya terdapat 3 (tiga) fungsi hutan yaitu berfungsi sebagai konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi. Fungsi konservasi pada Kabupaten ini dikelola oleh Taman Nasional Gunung Halimun seluas 16.380 Ha dengan rencana pengembangan kawasan konservasi sesuai peraturan perUndang-Undangan yang berlaku. Sedangkan hutan yang berfungsi sebagai fungsi lindung berada pada hutan yang dibebani hak milik antara lain terdapat pada:

1) Lahan dengan kemiringan > 40 %; 2) 100 meter dari kiri kanan tepi sungai; 3) 50 meter dari kiri kanan tepi anak sungai; 4) Radius 200 meter dari tepi mata air; 5) 500 meter dari tepi waduk/situ/danau; 6) 2 kali kedalaman jurang dari tepi jurang;

7) 130 kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai.

Hutan dengan fungsi produksi dari Kawasan Hutan negara sepenuhnya dikelola oleh Perum Perhutani KPH Banten yang luasnya mencapai 62.384,85 Ha. Sementara itu hutan dengan fungsi produksi milik rakyat dan disebut sebagai hutan rakyat saat ini tercatat 25.240 Ha. Di Kabupaten Lebak juga terdapat Kawasan Hutan titipan Baduy yang merupakan Hak Ulayat masyarakat Badui dengan luas lebih kurang 5.101,85 Ha yang dapat dikategorikan sebagai Hutan Adat. Untuk menjaga tetap terpeliharanya fungsi hak ulayat masyarakat Baduy maka Pemerintah Kabupaten Lebak telah mengambil langkah-langkah diantaranya, yaitu dengan memberikan perlindungan atas hak ulayat masyarakat Badui melalui Peraturan Daerah Nomor 32 Tahun 2001. (d). Desa Ujung Jaya

Gambar 8: Peta Penguasaan Tanah Desa Ujung Jaya

Adapun struktur Penguasaan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah adalah sebagai berikut:

(a). Struktur Penguasaan Tanah:

Dari pendataan yang dilakukan walaupun tidak penuh dalam satu Kecamatan Sumur didapati kenyataan bahwa semua bidang tanah yang didata melalui kegiatan IP4T dikuasai dan digarap oleh para petani setempat, dan semuanya tinggal dalam Wilayah Kecamatan Sumur sehingga penguasaan tanah yang bersifat Absentee tidak ada.

(b). Struktur Penggunaan Tanah:

Pengunaan Tanah di Kecamatan Sumur khusus Lokasi kegiatan IP4T sebagian besar digunakan untuk Pertanian baik pertanian basah (sawah) maupun pertanian tanah kering (kebun campuran dan tegalan) juga digunakan untuk perkampungan serta sarana lainnya (seperti Masjid, Mushala juga ada kuburan yang bersifat umum terbatas) kontur tanah Kecamatan Sumur relatif datar dan bertesktur agak halus dengan ketinggian dari permukaan laut berkisar antara 25 sampai dengan 100 m. (c). Struktur Pemanfaatan Tanah:

Pemanfaatan tanah yang dominan didalam kawasan kegiatan IP4T Kecamatan Sumur dimanfaatkan secara terus sepanjang tahun, sedangkan bidang-bidang tanah yang digunakan untuk pertanian basah khusunya sawah digarap 3 kali dalam 14 bulan.

4.1.2. Kabupaten Lebak 1). Profil Kabupaten Lebak

Luas wilayah Kabupaten Lebak sebesar 304.472 Ha (3.044,72 Km2) dan memiliki

batas administrasi sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Kabupaten Serang dan Tangerang b. Sebelah Selatan : Samudera Indonesia

(34)

25

d. Sebelah Timur : Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi

Dilihat dari ciri geografis, Kabupaten Lebak memiliki posisi letak astronomi 6º18’ -7º00’ Lintang Selatan dan 105º25’-106º30’ Bujur Timur, dengan ciri fisiografis lahannya adalah kecenderungan datar dan landai seluas 90.033 Ha, lahan bergelombang, lahan berbukit 104.792 Ha dan lahan pegunungan/curam 91.171 Ha. Begitu juga dengan kondisi topografinya, Kabupaten Lebak memiliki variasi topografi. Pada daerah selatan khususnya disekitar pantai yang memanjang dari barat ke timur memiliki ketinggian 0-200 meter di atas permukaan laut (dpl), bagian Lebak Tengah 201-500 meter dpl dan daerah Lebak Timur dengan puncaknya yaitu Gunung Sanggabuana dan Gunung Halimun 501-1.000 meter dpl. Temperatur di sepanjang pantai dan perbukitan berkisar antara 200C - 320C sedangkan suhu di pegunungan dengan ketinggian di atas 400 m

dpl antara 180C - 290C.

Berkaitan dengan kehutanan (RPJPD Kab. Lebak 2005-2025), di Kabupaten Lebak setidaknya terdapat 3 (tiga) fungsi hutan yaitu berfungsi sebagai konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi. Fungsi konservasi pada Kabupaten ini dikelola oleh Taman Nasional Gunung Halimun seluas 16.380 Ha dengan rencana pengembangan kawasan konservasi sesuai peraturan perUndang-Undangan yang berlaku. Sedangkan hutan yang berfungsi sebagai fungsi lindung berada pada hutan yang dibebani hak milik antara lain terdapat pada:

1) Lahan dengan kemiringan > 40 %; 2) 100 meter dari kiri kanan tepi sungai; 3) 50 meter dari kiri kanan tepi anak sungai; 4) Radius 200 meter dari tepi mata air; 5) 500 meter dari tepi waduk/situ/danau; 6) 2 kali kedalaman jurang dari tepi jurang;

7) 130 kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai.

Hutan dengan fungsi produksi dari Kawasan Hutan negara sepenuhnya dikelola oleh Perum Perhutani KPH Banten yang luasnya mencapai 62.384,85 Ha. Sementara itu hutan dengan fungsi produksi milik rakyat dan disebut sebagai hutan rakyat saat ini tercatat 25.240 Ha. Di Kabupaten Lebak juga terdapat Kawasan Hutan titipan Baduy yang merupakan Hak Ulayat masyarakat Badui dengan luas lebih kurang 5.101,85 Ha yang dapat dikategorikan sebagai Hutan Adat. Untuk menjaga tetap terpeliharanya fungsi hak ulayat masyarakat Baduy maka Pemerintah Kabupaten Lebak telah mengambil langkah-langkah diantaranya, yaitu dengan memberikan perlindungan atas hak ulayat masyarakat Badui melalui Peraturan Daerah Nomor 32 Tahun 2001.

Gambar

Tabel 2: Jumlah dan Sebaran Desa Menurut Fungsi Pokok Kawasan Hutan Tahun 2008
Tabel 2: Jumlah dan Sebaran Desa Menurut Fungsi Pokok Kawasan Hutan Tahun 2008
Gambar 2. Penggunaan Tanah didalam dan diluar Kawasan Hutan
Tabel 4: Lokasi Penelitian Dan Penggunaan Tanah Dalam Kawasan Hutan
+7

Referensi

Dokumen terkait

(1) Seksi Jalan dan Jembatan Lingkungan dipimpin oleh Seorang Kepala Seksi yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bidang mempunyai tugas pokok menyusun

Senyawa dari fraksi aktif yang telah dimurnikan dengan teknik KLT preparatif kemudian diuji aktivitas antimikrobnya menggunakan metode difusi pada kertas saring terhadap EPEC

Elemen-elemen ini akan bereaksi selama proses fiksasi dan akan tergantung pada jenis fiksasi yang digunakan, baik itu akan bereaksi secara kimia dengan fiksatif, distabilisasi

Dayo, A.I., dan Adeniji A. Transactional Leadership Style and Employee Job Satisfaction among Universities' Guest Houses in South-West Nigeria. The Interpersonal

Melihat problem tersebut penulis mencoba memberikan solusi yaitu dengan desain kaos yang berbeda, desain kaos ini bertemakan social atau yang disingkat dengan KATES yaitu “Kaos

Perbedaan jenis tepung ubi jalar secara signifikan berbeda nyata terhadap nilai pH, total asam, total BAL, gula reduksi sedangkan perbedaan jenis bakteri

Definisi Pajak menurut Undang-Undang No.6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir menjadi Undang-Undang No.28 Tahun 2007 Pasal 1 angka (1) adalah “

Bahwa akan tetapi Pasal 32 ayat (1) huruf c UU 30/2002 tersebut yang dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 adalah ketentuan untuk memberhentikan Pimpinan KPK