• Tidak ada hasil yang ditemukan

P ENDAHULUAN A Identifikasi Masalah

Sosialisasi Peninggalan Sejarah

I. P ENDAHULUAN A Identifikasi Masalah

Di masa yang akan datang kemajuan teknologi tidak dapat dihindarkan karena ia akan membangun infrastrukturnya sendiri seiring pesatnya era industrialisasi, digital, dan media yang berkembang. Namun, tidak dapat terelakan juga dampak negatif yang mengiringi kemajuan teknologi yang tidak menutup kemungkinan menjadikan masyarakat kurang begitu mempedulikan lingkungannya. Salah satu yang menjadi contoh yakni, kecenderungan mereka untuk memilih berada di mall dalam rangka berbelanja daripada mengunjungi tempat-tempat bersejarah seperti cagar budaya yang saat ini terancam punah baik akibat bencana alam maupun ulah manusia.

Kepala DisPorabudpar Kabupaten Semarang Ghofar Ismail melalui Kasi Kesejarahan, Museum dan Purbakala, DisPorabudpar Kabupaten Semarang, Etty Dwi Lestari menyebutkan, kondisi cagar budaya yang ada saat ini posisinya 95 persen tidak terawat maksimal. [9]

Sejauh ini pemerintah kesulitan melakukan pembenahan dikarenakan masih terhalang oleh urusan status kepemilikan bangunan. Selain faktor urusan kepemilikan tanah, faktor yang mempengaruhinya juga adalah kurangnya pemahaman masyarakat akan pelestarian cagar budaya.

Peran serta masyarakat yang masih minim dalam ikut serta menjaga dan melestarikan benda cagar budaya. Sehingga hal seperti ini patut mendapat perhatian lebih lanjut dari instansi terkait ataupun masyarakat. Bahkan perlu

dipupuk kesadaran “rumangsa andharbeni” (rasa memiliki)

yang tinggi dari masyarakat.[10]

Padahal, kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat dalam peran pemahaman dan upaya pelestarian akan kebudayaan sejarah sangat perlu dilakukan, terutama dalam bentuk dasar seperti pengenalan sejak dini agar mereka mengetahui kebudayaan yang hidup dan berkembang di lingkungannya.

Pengenalan tersebut diharapkan pada gilirannya akan bermuara pada upaya untuk mencintai kebudayaannya sendiri tanpa terjebak pada etnosentrisme sempit. Memahami jati diri budaya sendiri dan menghargai etnik lain diharapkan akan memperkokoh ketahanan kebudayaan dalam menghadapi era globalisasi. Hal ini mungkin akan terasa sulit dengan langkanya panutan keteladanan yang menjadikan upaya pendidikan kebudayaan dan pengetahuan akan peninggalan sejarah menghadapi beberapa kendala, diantaranya kurangnya informasi mengenai kebudayaan dan peninggalan sejarah, banyak peristiwa kesejarahan dan cagar budaya yang terlupakan karena tidak terdokumentasikan akibat macetnya kendala terhadap dukungan pemerintah.

Dari 2010 lalu, kami telah mengusulkan alokasi anggaran untuk pembangunan museum. Namun hingga sekarang belum disetujui, imbasnya ada sekitar 95 persen benda cagar budaya menjadi tidak terawat maksimal," ujar Etty Dwi Lestari, Kasi Kesejarahan, Museum dan Purbaala, DisPorabudpar Kabupaten Semarang. [9]

Selain lemahnya pengetahuan dan kepedulian masyarakat akan pentingnya kebudayaan, generasi muda jaman sekarang juga semakin terbawa pada arus globalisasi yang menyeret mereka untuk semakin terlena dengan

kecanggihan tekhnologi. Salah satunya yakni, kecanduan akan permainan dalam game online yang mulai populer dan merambah pada kalangan anak kecil sampai orang dewasa.

Games can be considered environmental narratives that allow the player to create associations, experience events, absorb information, or collectively construct meaning. [7]

Tidak seperti acara televisi yang sifatnya pasif, game di komputer atau video games bersifat interaktif. Ketika anak memainkan satu jenis permainan yang bermuatan kompetisi, maka ia perlu mengulang permainannya berkali-kali agar bisa mengalahkan lawan, melewati level demi level, dan akhirnya menyelesaikan permainan. Proses itulah yang menyebabkan anak kecanduan game.

Gambar 1 Tingkat prosentase kuesioner latar belakang perlunya dibuat game edukasi.

Di samping itu berdasarkan data survey penulis di SDN Muktiharjo Kidul Semarang kepada 89 muridnya yang terdiri dari kelas 4 dan 5 diperoleh kesimpulan bahwa sebagian anak menganggap penting keberadaan bangunan cagar budaya yang ada di Semarang akantetapi kepedulian dan pengetahuan mereka akan cagar budaya masih kurang dan mereka mengganggap perlunya dibuat game tentang cagar budaya guna menambah pengetahuan dan meningkatkan kecintaan mereka terhadap cagar budaya yang ada di Semarang.

Para penulis di Deakin University bekerjasama dengan tim lain dari University of Wollongong, melakukan studi percontohan pada 53 anak usia pra sekolah (3-6 tahun) dan hasilnya menunjukan bahwa kemampuan motorik kontrol seperti menendang, menangkap, melempar bola cenderung lebih baik pada anak-anak yang bermain game interaktif. [3] Menilik dari latar belakang pemilihan tema di atas, maka perlu dibuat suatu media pembelajaran interaktif berupa

game edukasi. Game edukasi ini diharapkan nantinya bisa membantu meningkatkan, melestarikan, dan menanamkan rasa kecintaan masyarakat terhadap cagar budaya yang dimiliki oleh negara sehingga masalah kepunahan dan kerusakannya baik karena gempa bumi ataupun ulah manusia diharapkan tidak lagi terdengar di telinga masyarakat karena pendidikan akan cagar budaya telah ditanamkan pada generasinya sejak dini.

B. Tinjauan Pustaka

1) Lawang Sewu: Lawang Sewu merupakan sebuah bangunan kuno peninggalan jaman Belanda yang dibangun pada 1904. Semula gedung ini untuk kantor pusat perusahaan kereta api (trem) penjajah Belanda atau Nederlandsch Indishe Spoorweg Naatschappij (NIS). Gedung tiga lantai bergasya art deco (1850-1940) ini karya arsitek Belanda ternama, Prof. Jacob F Klinkhamer dan BJ Queendag. Lawang Sewu terletak di sisi timur Tugu Muda, atau disudut jalan Pandanaran dan jalan Pemuda. Disebut Lawang Sewu (Seribu Pintu), ini dikarenakan bangunan tersebut memiliki pintu yang sangat banyak. Kenyataanya, pintu yang ada tidak sampai seribu. Bangunan ini memiliki banyak jendela yang tinggi dan lebar, sehingga masyarakat sering menganggapnya sebagai pintu.

2) Gereja Blenduk Semarang: Gereja Blenduk merupakan gereja yang dibangun pada 1753 ini merupakan salah satu landmark di kota lama. Berbeda dari bangunan lain di Kota Lama yang pada umumnya memagari jalan dan tidak menonjolkan bentuk, gedung yang bergaya Neo- Klasik ini justru tampil kontras. Bentuknya lebih menonjol. Lokasi bangunan ini berada di Jalan Letjen Suprapto No. 32 Kota Lama Semarang dan bernama Gereja GBIB Immanuel. Bangunan gereja yang sekarang merupakan bangunan setangkup dengan facade tunggal yang secara vertikal terbagi atas tiga bagian. Jumlah lantainya adalah dua buah. Bangunan ini menghadap ke Selatan. Gereja ini masih dipergunakan untuk peribadatan setiap hari Minggu. Di sekitar gereja ini juga terdapat sejumlah bangunan lain dari masa kolonial Belanda seperti gedung Marba. Bangunan kuno ini juga sering menjadi salah satu tempat untuk foto- foto Pre Wedding.

3) Klenteng Sam Po Kong: Klenteng Sam Po Kong selain merupakan tempat beribadah dan berziarah, juga merupakan tempat wisata yang menarik untuk dikunjungi. Temapt ini dikenal juga dengan sebutan Gedong Batu. Ada yang mengatakan nama ini dipakai karena asal mula tempat ini adalah sebuah goa batu besar yang terletak pada sebuah bukit batu. Tetapi ada sebagian orang yang mengatakan bahwa sebenarnya asal kata yang benar adalah Kedong Batu, alias tumpukan batu-batu alam yang digunakan untuk membendung aliran sungai. Komplek Klenteng Sam Po Kong terdiri atas sejumlah anjungan, yaitu klenteng besar dan goa Sam Po Kong, klenteng Tho Tii Kong, dan empat te,pat pemujaan (kyai juru mudi, kyai jangkar, kyai cundrik bumi, dan mbah kyai Tumpeng).

4) Stasiun Tawang: Stasiun Tawang merupakan pengganti stasiun pertama milik Nederlandsche Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), Tambak Sari. Pembangunan stasiun Tambak Sasri ditandai dengan upacara pencangkulan tanah oleh Gubernur Jendral Mr. Baron Sloet Van De Beele, bersamaan dengan pembentukan sistim perangkutan kereta api pada tanggal 16 Juni 1864, NIS melayani jalur Semarang/ Yogya/ Solo. Setelah mengalami proses pembangunan yang tersendat-sendat, akhirnya jalur

Rancang Bangun Desain Game Cagar Budaya Kota Semarang bagi Anak Usia 9-10 Tahun sebagai Bagian dari Media Edukatif Nasional dan Wujud Sosialisasi Peninggalan Sejarah Dzuha Hening Yanuarsari

pelayanan kereta api ini terselesaikan pada 10 Februari 1870. Berkembangnya kegiatan perdagangan menyebabkan Stasiun Tambak Sari tidak memenuhi syarat lagi. Maka direncanakanlah stasiun baru dengan arsitek JP De Bordes yang kemudian hari lebih dikenal dengan nama Stasiun Tawang. Stasiun Tawang dibangun padqa bulan Mei 1914. Sejak pertama kali dibangun, tak banyak perubahan terjadi di Stasiun Tawang., hampir seluruh bagian di Stasiun ini tetap sama. Lapangan didepan stasiun Tawang (sekarang menjadi Folder) juga mempunyai nilai historis yang tinggi yaitu sebagai ruang terbuka di Kota Lama yang difungsikan sebagai tempat upacara, olahraga, pertandingan, dan sebagainya.

5) Monumen Tugu Muda: Tugu Muda merupakan sebuah Monumen bersejarah kota Semarang yang dibangun untuk mengenang pertempuran lima hari di Semarang melawan penjajah Jepang. Tugu Muda didirikan atas prakarsa koordinasi pemuda Indonesia. Namun, karena mengalami sebuah kendala dalam pendanaan, akhirnya rencana inipun gagal. Pada tahun 1951 dibentuklah panitia Tugu Muda yang diketuai Subeno Sosrowardoyo (walikota Semarang pada saat itu). Desain Tugu Muda itu sendiri dirancang oleh Salim, sedangkan pada bagian relief dikerjakan oleh seniman yang bernama Hondro.

6) Masjid Besar Kauman: Masjid ini terletak di Jl. Alun alun barat No.11Semarang di satu sisi, sedangkan sisi samping adallah jalan Kauman. Masjid Kauman merupakan serangkaian perkembangan dari sejarah pembangunan masjid di Semarang. Masjid pertama di Semarang dahulu terletak di daerah Mugas yang didirikan oleh Kyai Ageng Pandan Arang. Ketika beliau hijrah ke kota Semarang bagian bawahan dan mendirikan kabupaten Bubakan dan mendirikan masjid sebagai tempat ibadah. Pembangunan masjid yang terletak di kompleks alun-alun Semarang itu merupakan suatu masjid paling besar di Semarang yang akhirnya mengabadikan nama Kyai Adipati Surohadimenggola II sebagai pendiri pertama Masjid Besar Kauman Semarang.

7) Game sebagai Media Pembelajaran: Menurut Munir dalam bukunya yang berjudul Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi mengatakan bahwa media pembelajaran dapat diartikan sebagai perantara sampainya pesan belajar (message learning) dari sumber pesan (message resource) kepada penerima pesan (message receive) sehingga terjadi interaksi belajar mengajar. Sumber pesan atau disebut juga komunikator biasanya pengajar/guru, sedangkan penerima pesan atau komunikan biasanya peserta didik. Media pembelajaran meliputi segala sesuatu yang dapat membantu pengajar dalam menyampaikan materi pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan motivasi, daya pikir dan pemahaman peserta didik terhadap materi pembelajaran yang sedang dibahas atau mempertahankan perhatian peserta terhadap materi yang sedang dibahas. Banyak sekali jenis game yang bisa dipakai sebagai media pendidikan dan pembelajaran. Yaitu jenis-jenis game yang bersifat interaktif seperti Adventure

games (petualangan) disini pemain bisa merasa terlibat dalam permainan. Berbagai simulator Games. Music games, .Puzzle games dan lain-lain. Yang menarik dari puzzle games ini adalah hidden objects games, dimana pemain harus menemukan benda-benda yang tersembunyi dalam sebuah interface, sesuai daftar soal yang diajukan.

8) Tahap Pengembangan Multimedia: Menurut Sutopo (2003), yang berpendapat bahwa metodologi pengembangan multimedia terdiri dari 6 tahapan, yaitu

concept, design, material collecting, assembly, testing dan

distribution seperti gambar di bawah ini: a. Concept:Tahap

concept (konsep) adalah tahap untuk menentukan tujuan dan

siapa pengguna program (identifikasi audience). Selain itu menentukan macam aplikasi (presentasi, interaktif, dll) dan tujuan aplikasi (hiburan, pelatihan, pembelajaran, dll), b. Design: Design (perancangan) adalah tahap membuat

spesifikasi mengenai arsitektur program, gaya, tampilan dan kebutuhan material/bahan untuk program, c. Material Collecting: Material Collecting adalah tahap dimana pengumpulan bahan yang sesuai dengan kebutuhan dilakukan. Tahap ini dapat dikerjakan paralel dengan tahap

assembly. Pada beberapa kasus, tahap Material Collecting

dan tahap Assembly akan dikerjakan secara linear tidak paralel, d. Assembly: Tahap assembly (pembuatan) adalah

tahap dimana semua objek atau bahan multimedia dibuat. Pembuatan aplikasi didasarkan pada tahap design, e. Testing: Dilakukan setelah selesai tahap pembuatan (assembly) dengan menjalankan aplikasi/program dan

dilihat apakah ada kesalahan atau tidak. Tahap ini disebut juga sebagai tahap pengujian alpha (alpha test) dimana pengujian dilakukan oleh pembuat atau lingkungan pembuatnya sendiri, f. Distribution: Tahapan dimana

aplikasi disimpan dalam suatu media penyimpanan. Pada tahap ini jika media penyimpanan tidak cukup untuk menampung aplikasinya, maka dilakukan kompresi terhadap aplikasi tersebut.

Gambar 2 Metodologi pengembangan multimedia C. Tujuan Penulisan

1. Mengenalkan sejak dini dan menyadarkan anak-anak akan arti pentingnya cagar budaya yang ada di kota. 2. Mengurangi dampak negatif yang ada pada anak yang

3. Membuat sarana atau media perantara berupa game

edukasi untuk mensosialisasikan kembali cagar budaya yang terlupakan dan kurang diperhatikan.

D. Manfaat Penulisan

1. Membuat anak-anak untuk akhirnya lebih mencintai untuk menjaga dan melestarikan cagar budaya. 2. Mengajak anak untuk belajar sekaligus bermain

sehingga daya kemampuan psikomotorik mereka meningkat.

II. METODE PENGEMBANGAN SISTEM