• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pajak Hotel

Dalam dokumen Dengan ini menyatakan: (Halaman 47-51)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.5 Pajak Hotel

32 Bupati atau kepala daerah. Setelah menerima SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan dengan itu, wajib pajak dapat melakukan pembayaran di Kantor Pos atau Bank Persepsi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD). Apabila wajib pajak tidak melakukan pembayaran, maka dikenakan biaya dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD). Pajak yang termasuk sistem pemungutan ini antara lain Pajak Kendaraan Bermotor; Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; Pajak Air Tanah; Pajak Reklame dan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2).

2. Sistem Penilaian Diri (Self Assesment System)

Kegiatan pada sistem pemungutan pajak ini wajib pajak melakukan secara mandiri dari kegiatan menghitung, membayar dan melaporkan sendiri pajak daerah yang terutang dilakukan dengan sendiri. Sistem ini menggunakan dokumen Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTD).

SPTD ialah formulir yang digunakan untuk menghitung, membayar dan melaporkan pajak yang terutang. Apabila wajib pajak tidak melakukan pembayaran ataupun salah menghitung dalam SPTD, maka akan dilakukan penagihan yang menggunakan Surat Tagihan Pajak Daerah (SPTD). Pajak yang termasuk dalam sistem pemungutan ini antara lain Pajak Hotel; Pajak Restoran; Pajak Hiburan; Pajak Parkir; Pajak Penerangan Jalan; Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan dan Pajak Rokok.

33 tersebut harus telah diterbitkan. Peraturan tersebut dijadikan sebagai landasan hukum dalam pelaksanaan dan pemungutan pajak hotel di kabupaten dan kota.

Salah satu sumber penerimaan PAD yang potensial dari sektor pajak seiring dengan berkembangnya sektor perdagangan dan industri jasa adalah pajak hotel.

Semula menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 pajak atas hotel disamakan dengan pajak restoran dengan nama pajak hotel dan restoran, namun dengan adanya kebijakan pembaharuan Undang-Undang, maka dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 yang mengatur tentang pajak daerah dan retribusi daerah, dimana pajak Hotel dan pajak Restoran dipisahkan menjadi pajak yang berdiri sendiri. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 dijelaskan bahwa pajak hotel merupakan pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel.

Siahaan (2016) mendefinisikan pajak hotel yakni pajak yang dikenakan atas layanan yang diberikan oleh hotel, definisi hotel juga mencakup tempat penginapan yang mengenakan biaya. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, pajak hotel didefinisikan sebagai pajak yang dipungut atas layanan yang disediakan oleh hotel. Istilah dalam pajak hotel yakni :

1. Pengusaha hotel dan/atau restoran ialah orang perseorangan atau badan yang melakukan usaha di bidang jasa akomodasi dan/atau restoran dalam suatu perusahaan atau lingkungan kerja;

2. Hotel mengacu pada fasilitas pengisian yang menyediakan layanan akomodasi/peristirahatan dan layanan terkait lainnya, termasuk motel, pondok wisata, hotel wisata, wisma serta apartemen kos dengan banyaknya kamar lebih dari 10 orang.

Berdasarkan penjelasan diatas disimpulkan, pajak hotel ialah pajak dalam pemungutannya dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota dikenakan atas layanan yang disediakan oleh hotel serta hotel yang menerima hasil pembayaran.

Namun pemungutan atas pajak tersebut tidak ditetapkan di semua daerah, karena

34 pemerintah kabupaten/kota lah yang memiliki wewenang atas ketentuan daerah tersebut dikenakan pungutan atau tidaknya serta dengan terlebih dahulu harus menerbitkan peraturan daerah mengenai hal itu.

A. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Hotel

Dalam pemungutan dan pengelolaan pajak hotel saat ini, tentunya harus ada dasar hukum yang jelas dan kuat, sehingga masyarakat dan pihak terkait harus mematuhinya. Berikut ialah dasar hukum pengenaan pajak hotel di kabupaten/kota :

a. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.

b. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.

c. Peraturan pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang pajak daerah.

B. Objek, Subjek dan Wajib Pajak Hotel

Berlandaskan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dijelaskan bahwa objek pajak yakni hotel yang dikenakan atas pelayanan yang dibayar, termasuk pelayanan penunjang, termasuk fasilitas olahraga dan rekreasi, yang melengkapi hotel untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan. Yang disebut layanan tambahan mengacu pada telepon, faks, teleks, fotokopi, jaringan internet, mencuci, menyetrika, transportasi, dan fasilitas serupa lainnya yang disediakan atau dikelola oleh hotel.

Pada pungutan pajak hotel bahwa tidak semua jasa penginapan dikenakan pajak. Dalam (Samudra, A. A, 2016) dijelaskan bahwa terdapat jasa penginapan tidak termasuk sebagai objek pajak, antara lain :

a. Penyewaan rumah atau kamar, apartemen dan fasilitas hunian lainnya yang tidak bergabung dengan hotel.

b. Pelayanan tinggal di asrama dan pondok pesantren.

c. Fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan oleh hotel untuk digunakan oleh bukan tamu hotel dengan dikenakan biaya.

35 d. Toko, kantor, bank dan salon yang digunakan oleh umum di hotel.

e. Jasa perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel dan tersedia untuk umum.

Yang dikatakan sebagai subjek pajak hotel ialah orang atau badan yang mengoperasikan hotel. Sedangkan wajib pajak ialah orang pribadi atau badan yang mengoperasikan hotel, termasuk perusahaan seperti wisma tamu, hotel wisata, dan gedung konferensi dan bertanggung jawab penuh untuk membayar pajak yang terutang (Samudra, A. A, 2016).

C. Dasar Pengenaan, Tarif, dan Masa Pajak Hotel

Pungutan atas pajak hotel sesuai dengan dasar pengenaan pajak dan pembayaran pajak terutang tersebut dilakukan oleh subjek pajak hotel. Adapun telah ditetapkan besaran tarif pajak yakni sebesar sepuluh persen (10%) yang dihitung dari total pajak yang dibayarkan ke hotel. Besaran pokok dari pajak dihitung dengan mengalikan dasar pengenaan pajak dengan tarif pajak atau jumlah pembayaran x 10%. Masa pajak ialah jangka waktu tertentu dalam satu bulan kalender. Pajak yang terutang selama masa pajak terjadi selama masa pelayanan hotel dan/atau kos-kosan, losmen, hotel wisata dan gedung pertemuan ( Samudra, A. A, 2016).

Dengan menggunakan rumus berikut dapat dilakukan perhitungan pajak hotel terutang yakni :

Pajak Hotel Terutang=Tarif Pajak x Dasar Pajak (Jumlah total yang dibayarkan) D. Penetapan Pajak Hotel dan Cara Pemungutan Pajak Hotel

Para pengusaha yang mempunyai industri perhotelan yang juga sebagai wajib pajak, tentu diharuskan menggunakan SPTPD agar bisa melakukan kegiatan menghitung, memperhitungkan, membayar, serta melaporkan sendiri pajak hotel yang terutang. Peraturan ini menyatakan bahwa sistem pemungutan dan pengelolaan pajak hotel pada dasarnya menganut sistem self-assessment, dan wajib pajak sepenuhnya diberi kepercayaan dalam proses perhitungan,

36 pertimbangan dan pelaporan sendiri pajak hotel yang terutang. Dengan diterapkannya sistem pemungutan ini, petugas pelayanan pajak kabupaten/kota yang ditunjuk oleh bupati atau walikota sebagai petugas pajak bertanggung jawab penuh untuk mengawasi kepatuhan wajib pajak terhadap kewajiban perpajakannya.

Pajak hotel tidak bisa sekaligus. Dengan arti bahwa mengenai keseluruhan tahapan kegiatan dalam pemungutan pajak hotel bahwa tidak sepenuhnya diserahkan kepada pihak ketiga. Namun, tidak tertutup kemungkinan untuk bekerja sama dengan pihak ketiga dalam melakukan tahapan pemungutan pajak, yakni : mencetak formulir pajak, mengirim surat kepada wajib pajak, atau mengumpulkan data tentang siapa serta siapa yang dikenakan pajak. Tetapi saat tahap penghitungan besaran pajak yang terutang, pengawasan dan penagihan pajak tidak dapat dilakukan atas kerjasama dengan pihak ketiga (Siahaan, 2016).

Dalam dokumen Dengan ini menyatakan: (Halaman 47-51)