• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANGSA PASAR LAYANAN TELEKOMUNIKASI SELULER PERIODE 2001-

Dalam dokumen KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA Tahun 2007 (Halaman 88-120)

Pascabayar PSTN

PANGSA PASAR LAYANAN TELEKOMUNIKASI SELULER PERIODE 2001-

Tahun Pangsa Pasar Telkomsel dan Indosat Secara Bersama-Sama Gabungan Pendapatan Usaha Pendapatan Usaha XL Pangsa Pasar XL 2001 76.34% 6,688 2,073.03 23.66% 2002 83.58% 10,845 2,130.41 16.42% 2003 88.09% 16,264 2,198.06 11.91% 2004 89.74% 22,107 2,528.48 10.26% 2005 90.97% 29,778 2,956.38 9.03% Periode Cross- Ownership: 2003-2006 2006 89.64% 38,373 4,437.17 10.36% Rata-rata 2003-2006 89.61%

Sumber: Tabel III, data diolah

106. Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa secara bersama-sama Telkomsel dan Indosat menguasai pangsa pasar sebesar 88.09% pada tahun pertama cross-

ownership terjadi, dan pada tahun 2006 menjadi 89.64%. Nilai pangsa pasar pada

periode 2003-2006 (periode cross-ownership) selalu diatas pangsa pasar jumlah pangsa pasar Indosat dan Telkomsel pada periode 2001-2002--- 107. Secara rata-rata pangsa pasar Indosat-Telkomsel pada periode cross-ownership

adalah 89.61%. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan nilai pangsa pasar tertinggi keduanya pada periode sebelum terjadinya cross ownersip yaitu pada tahun 2002 dengan nilai pangsa pasar sebesar 83.58%;--- 108. Dengan demikian, secara nyata telah terjadi peningkatan pangsa pasar

bersama antara Telkomsel dan Indosat pada periode cross-ownership oleh Temasek dibandingkan sebelum terjadinya cross ownership;--- 109. Perhitungan HHI sebagai pengukuran ketimpangan penguasan pangsa pasar

menghasilkan nilai sebagaimana yang terlihat dalam tabel berikut:

Tabel: 8

Nilai HHI Periode 2001-2006

Telkomsel Indosat XL HHI Industri Delta HHI 2001 3151 408 560 4119 2002 3407 636 270 4312 193 2003 3645 768 142 4555 243 2004 3592 888 105 4586 30 2005 4168 697 82 4947 361 2006 4635 465 107 5207 260 Periode Cross- Ownership: 2003-2006

89 Rata-Rata Nilai Indeks Pada Periode Cross- Ownership 4010 704.5 109 4823.75

110. Berdasarkan nilai indeks tersebut, didapatkan informasi bahwa sejak terjadi cross-

ownership terjadi peningkatan nilai HHI yang cukup besar. Nilai HHI tersebut

berubah dari 4312 pada tahun 2002 menjadi 4555 pada tahun 2003. --- 111. Nilai HHI juga memberikan kecenderungan untuk terus meningkat tahun ke tahun.

Hal tersebut diindikasikan dengan nilai delta HHI yang tidak pernah negatif. --- 112. Rata-rata nilai HHI pada periode cross-ownership 2003-2006 berada pada kisaran

4823,73. Nilai tersebut cukup tinggi dibandingkan dengan batasan yang dijadikan indikasi dalam horizontal merger guideline yang diterbitkan US-FTC dan US DOJ72. Dan nilai HHI diatas 3000 dapat dinyatakan sebagai industri yang menyebabkan persaingan akan menjadi sangat terbatas73. --- 113. Nilai HHI tersebut akan semakin membesar dan menunjukan adanya konsentrasi yang sangat tinggi bila analisis memperhitungkan cross-ownerswhip sebagai faktor yang harus diperhatikan dalam mengukur konsentrasi. --- 114. Tingginya konsentrasi yang ditunjukan oleh HHI belum menggambarkan

sepenuhnya perubahan konsentrasi Industri akibat adanya cross-ownership. Akibat tersebut dapat diukur menggunakan metoda GHHI.--- 115. Adapun derajat kontrol yang digunakan dalam perhitungan GHHI didekati dengan tingkat kepemilikan saham yang disajikan sebagai berikut:---

Tahun 2001 Operator Seluler

Telkomsel Satelindo Exelcomindo

INDOSAT 35% 75%* 0

TELKOM 65% 0 0

Pelaku Usaha Pemegang

Saham: Pelaku Usaha Lainnya 25% 100%

*Terdiri dari 7,5% dimiliki sebelum tahun 2000, 22,5% berasal dari hasil swap saham milik Telkom, 40% melalui Bimagraha

Tahun 2002 Operator Seluler

Telkomsel Indosat

(Satelindo & IM3) Exelcomindo

INDOSAT 0 100% 0 TELKOM 65% 0 0 Kel. Temasek 35%* 0 0 Pelaku Usaha Pemegang Saham:

Pelaku Usaha Lainnya 0 0 100%

*Melalui Singtel

7272

Http:www.usdoj.gov/atr/public/guideline/horiz_book/toc.html 73

Gilbreto Vega, Javier Campos; Concentration Measurement under cross-ownership. An Application to the Spanish electricity sector; Documeeto De Trabajo 2002-06; Foot Note 2, Hal 3

90

Tahun 2003 Operator Seluler

Telkomsel Indosat

(Satelindo & IM3) Exelcomindo

Telkom 65.00% 0 0

Kel. Temasek 35.00%* 41.94%** 0

Pelaku Usaha Pemegang

Saham: Pelaku Usaha Lainnya 0.00% 43.06% 100%

*Melalui Singtel ** Melalui STT

Tahun 2004 Operator Seluler

Telkomsel Indosat

(Satelindo & IM3) Exelcomindo

Telkom 65.0% 0 0

Kel. Temasek 35%* 41.94%** 0

Pelaku Usaha Pemegang

Saham: Pelaku Usaha Lainnya 0 43.06% 100%

*Melalui Singtel ** Melalalui STT

Tahun 2005 Operator Seluler

Telkomsel Indosat

(Satelindo & IM3)

Exelcomindo

Telkom 65% 0 0

Kel. Temasek 35%* 41.07%** 0

Pelaku Usaha Pemegang

Saham: Pelaku Usaha Lainnya 0 44.26% 100%

*Melalui Singtel ** Melalalui STT

Tahun 2006 Operator Seluler

Telkomsel Indosat

(Satelindo & IM3) Exelcomindo

Telkom 65% 0 0

Kel. Temasek 35%* 40.37%** 0

Pelaku Usaha Pemegang

Saham: Pelaku Usaha Lainnya 0 45.19% 100%

*Melalui Singtel ** Melalalui STT

116. berdasarkan data pangsa pasar serta informasi tentang derajat kontrol diatas, perhitungan metoda GHHI menghasilkan nilai berikut: ---

Tabel 9

Perbandingan Nilai HHI dan GHHI

Tahun HHI Delta HHI GHHI Delta GHHI

2001 4120 5142 2002 4313 193 4313 -829 2003 4555 242 5484 1172 2004 4585 30 5577 93 2005 4947 362 5872 295 2006 5207 260 5987 115

Sumber: data hasil pengolahan.

117. Setiap tahun, nilai GHHI selalu menunjukan arah yang lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya. Hal tersebut memberikan indikasi bahwa struktur industri

91

seluler setiap tahun semakin terkonsentrasi dan penguasaan pangsa pasar semakin timpang.

118. Nilai GHHI setiap tahun selalu lebih besar dibandingkan dengan nilai HHI, dan memiliki kecenderungan untuk terus meningkat. Besarnya nilai GHHI dibandingkan nilai HHI menunjukan kepemilikan silang membuat industri lebih terkonsentrasi dibandingkan tanpa ada kepemilikan silang. ---

Gambar 2

Grafik Nilai HHI dan GHHI Setiap Tahun (Periode 2001-2006) 4313 4555 4585 4947 5207 5142 4313 5484 5577 5872 5987 4120 750 1750 2750 3750 4750 5750 6750 2001 2002 2003 2004 2005 2006 HHI GHHI Equal Size

Batas Highly Concentrated Batas Moderat Concentrated

119. Pengecualian terjadi pada tahun 2002 dimana nilai HHI sama dengan nilai GHHI yaitu sebesar 4313. Selain itu, pada tahun tersebut nilai GHHI mengalami penurunan sebesar -829 sehingga nilai GHHI sebesar 5142 pada tahun 2001 menjadi 4313 pada tahun 2001. --- 120. Pada tahun 2002, industri seluler berada pada struktur yang lebih baik dari sudut persaingan usaha sebagaimana yang diindikasikan dengan penurunan nilai GHHI dibandingkan pada tahun sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan kepemilikan silang [antara Telkom dan Indosat di Telkomsel dan Satelindo] di industri seluler dihilangkan sesuai dengan amanat dari Cetak Biru Kebijakan Pemerintah Tentang Telekomunikasi Indonesia. Secara formula, ketiadaan kepemilikan silang mengakibatkan nilai GHHI dengan HHI yang sama.--- 121. Pada tahun 2003 terjadi kenaikan nilai GHHI yang sangat besar dari 4313 pada

tahun 2002 meningkat menjadi 5484 pada tahun 2003. Peningkatan sebesar nilai GHHI 1172 diakibatkan oleh dimulainya periode cross-ownership oleh kelompok usaha Temasek dengan membeli Indosat melalui anak perusahaannya yaitu STT.

92

Pembelian tersebut mengakibatkan kelompok usaha Temasek menjadi menguasai 35% saham Telkomsel dan pada saat bersamaan menguasai 41,94% saham Indosat. 122. Nilai-nilai GHHI yang cenderung terus meningkat setiap tahun pada periode

cross ownership, dapat memberikan kesimpulan bahwa cross-ownership secara nyata telah membuat struktur industri seluler semakin terkonsentrasi. Hal tersebut tidak menguntungkan bagi persaingan usaha yang sehat. Konsentrasi yang meningkat pada struktur oligopolis akan meningkatkan kekuatan market power pada pelakunya atau pelaku usaha dominan. --- Analisis Derajat Kompetisi ---

123. Pengukuran derajat kompetisi yang dilakukan oleh tim pemeriksa menggunakan model yang dikembangkan oleh Parker & Roller (1997)74 yang mengadopsi model pengukuran market power yang dikembangkan oleh Bresnahan (1989)75. Ukuran derajat kompetisi merupakan fungsi permintaan dan biaya. Hasil pengukuran mengindikasikan bahwa perilaku perusahaan dalam industri seluler Indonesia adalah non kompetitif. (Vide: Analisis Derajat Kompetisi Industri Seluler Indonesia). ---

Analisis Persaingan Jaringan---

124. Penurunan derajat kompetisi dapat dilihat dari penurunan daya persaingan dalam pembangunan jaringan. Sebagai suatu industri yang berbasis jaringan, kompetisi dalam industri seluler akan terbagi ke dalam dua tahap. Yaitu tahap persaingan dalam pengembangan jaringan atau kapasitas dan tahap selanjutnya adalah persaingan di bidang harga.--- 125. Pelaku usaha yang dapat berfokus pada memenangkan kompetisi pada tahap

pertama akan memiliki market power untuk mengendalikan kompetisi pada tahap kedua yaitu harga. Keuntungan pemenang kompetisi tahap pertama tersebut disebut dengan first mover advantage yang dijelaskan dalam model oligopoly stackelberg. ---

126. Model Stackelberg menjelaskan bahwa terdapat keuntungan bagi first mover di dalam industri oligopoli. Misalnya permintaan dalam pasar tersebut dijelaskan oleh fungsi P=aQ, dimana P adalah harga dan Q merupakan kuantitas barang yang

74

Parker, P and L. Roller (1997), “Collusive Conduct in Duopolies: Multi-market Contact and Cross- Ownership in the Mobile Telephone Industry” : model ini digunakan oleh Parker dan Roller untuk menjelaskan tingkat kompetisi pada pasar jasa layanan seluler di Amerika Serikat. Model tersebut juga digunakan oleh Savari dan Nun (2002) untuk mengukur derajat kompetisi pada pasar oligopoli pada berbagai industri seluler di berbagai negara dunia dalam papernya yang berjudul “Pricing Practices and Firms’ Market Power In International Cellular Market, INSEAD R&D Working Paper”

75

Bresnahan, Timothy F. (1989), “Empirical Studies in Industries with Market Power” in Handbook of Industrial Organization, Vol. II. 1011-1058

93

diminta, dan a>0. Sesuai dengan kurva reaksi Cournot, maka kurva reaksi untuk perusahaan 2 adalah 2 1 2 1 2 Q a Q = − .

127. Dengan mempertimbangkan kondisi maksimisasi profit, maka pendapatan perusahaan 1 adalah TR1 = PQ1 =aQ1Q12 −Q2Q1. Karena TR bergantung pada Q2, maka perusahaan 1 harus mengantisipasi kuantitas yang diproduksi oleh perusahaan 2. Perusahaan 1 mengetahui bahwa perusahaan 2 akan berproduksi sesuai dengan kondisi 2 1

2 1

2 Q

a

Q = − , maka pendapatan perusahaan 1 adalah

1 1 2 1 1 1 1 2 1 2 Q Q a Q aQ PQ TR ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − − − = = , atau 1 1 12 2 1 2Q Q a TR = − . Karena itu,

pendapatan marginal dari perusahaan 1 adalah 1 1

2 Q

a

MR = − .

128. Dengan kondisi MR1=0, maka

2 1 a Q = , dan 4 2 a

Q = . Dengan kata lain, kuantitas yang diproduksi oleh perusahaan 2 lebih kecil dibandingkan perusahaan 1 yang merupakan first mover. --- 129. Berdasarkan model stackelberg, perusahaan yang terlambat berproduksi harus

menganggap kuantitas yang diproduksi perusahaan pesaingnya adalah given dalam menentukan kuantitas produksinya sendiri. Bila perusahaan yang terlambat berproduksi tersebut menambah kuantitas produksi dari yang seharusnya, maka harga akan turun dan kedua perusahaan tersebut akan mengalami kerugian. --- 130. Bila dikaitkan dengan industri seluler Indonesia, Telkomsel merupakan first mover

dalam industri ini, karena merupakan pemain yang paling lama, memiliki posisi dominan, dan pembangunan infrastruktur yang paling luas. Hal ini diperjelas dengan data perbandingan jumlah BTS seluler, dimana Telkomsel memiliki BTS yang paling tinggi, jauh diatas pesaingnya.--- 131. Pembangunan BTS merupakan hal yang krusial didalam pasar seluler, karena

jumlah BTS akan mempengaruhi kualitas jasa seluler dan juga cakupan wilayah. Tanpa jumlah BTS yang bersaing, maka suatu operator akan tidak memiliki kekuatan untuk bersaing dengan operator lainnya. Pembangunan BTS sendiri merupakan pengeluaran modal yang dapat dikatakan signifikan, karena mempunyai biaya sekitar Rp. 1 Milyar untuk sebuah BTS yang lengkap. --- 132. Telkomsel merupakan first mover dalam pembangunan BTS, secara konsisten, Telkomsel juga menjadi perusahaan dominan di industri seluler. Sesuai dengan model Stackelberg, Indosat dan XL hanya berproduksi dengan kuantitas terbatas

94

sesuai dengan fungsi reaksinya dan nilai kuantitas produksi Telkomsel yang bersifat given. --- 133. Agar dapat mengurangi ketergantungan atas kuantitas yang diproduksi Telkomsel, sebagai perusahaan yang bukan first mover, Indosat dan XL harus lebih agresif khususnya dalam pembangunan BTS. Indosat dan XL harus mempunyai tambahan pembangunan BTS tiap tahun yang lebih tinggi dibandingkan Telkomsel, sehingga semakin lama jumlah BTS antar operator akan semakin berimbang. Dengan begini, akan terjadi kovergensi dalam industri seluler. Efek first-mover Stackelberg dapat berkurang dan persaingan akan dapat semakin mendekati pola Cournot. --- 134. Penjelasan model Stackelberg dan karakteristik kompetisi di pasar seluler yang sangat terkait dengan ketersediaan BTS dapat memberikan beberapa poin penting:-- • Perusahaan dominan dalam pasar oligopoli berperan dalam menentukan harga. - • Perusahaan follower menentukan kuantitas produksi dengan

mempertimbangkan kuantitas perusahaan dominan sebagai variabel given. • Operator yang memiliki BTS lebih banyak secara signifikan mempunyai

kekuatan sebagai first mover sesuai dengan model Stackelberg.--- • Operator yang merupakan follower harus sangat agresif dalam pembangunan BTS, sehingga pangsa pasar akan mengalami konvergensi. --- • Bila operator follower tidak agresif dalam pembangunan BTS, maka

perusahaan dominan akan mempunyai posisi yang semakin kuat di pasar. --- 135. Pola investasi Indosat dalam pembangunan BTS dapat dikatakan tidak agresif. Bila Indosat terus berlaku seperti ini, maka industri akan selalu didominasi oleh Telkomsel, dan bahkan akan terjadi divergensi pangsa pasar antar operator dalam beberapa tahun ke depan. --- 136. Hal tersebut dapat dilihat dari perebutan pangsa pasar Telkomsel, Indosat dan XL dalam 3 aspek: Pendapatan, Pelanggan, dan BTS ---

Gambar 3

Pangsa Telkomsel berdasarkan Pendapatan, Pelanggan, dan BTS

Pangsa Pasar Telkomsel

40% 45% 50% 55% 60% 65% 70% 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Telkomsel Pendpt Telkomsel Pelangg. Telkomsel BTS

95

Gambar 4

Pangsa Indosat berdasarkan Pendapatan, Pelanggan, dan BTS

Pangsa Pasar Indosat (2001-2006)

20% 25% 30% 35% 40% 45% 50% 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Indosat Pendpt Indosat Pelangg. Indosat BTS Gambar 5

Pangsa Indosat berdasarkan Pendapatan, Pelanggan, dan BTS Pangsa Pasar XL 2001-2006 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35% 2001 2002 2003 2004 2005 2006 XL Pendpt XL Pelangg. XL BTS

137. Dari gambaran grafis diatas dapat terlihat bahwa Telkomsel selalu konsisten menjaga pangsa pasar BTS pada periode cross-ownership pada kisaran 50-55%. Pada periode yang sama Indosat justru mengalami penurunan yang terlihat turun drastis dimulai pada tahun 2004. Konsuekuensi dari penurunan tersebut, pangsa pasar Indosat dari sisi pendapatan dan jumlah pelanggan terus mengalami penurunan. Sedangkan XL mencoba terus meningkatkan pangsa pasar BTSnya. Konsekuensi dari peningkatan pangsa pasar BTS tersebut, pangsa pasar berdasarkan pendapatan dan jumlah pelanggan XL menjadi ikut tertarik ke atas. ---- 138. Melemahnya kinerja Indosat dalam mempertahan pangsa pasar BTS, dinikmati

lebih banyak oleh firts mover yakni Telkomsel dibandingkan oleh XL. first mover

cukup menjaga nilai pangsa pasar BTSnya pada kisaran yang sama namun dapat menikmati peningkatan pangsa pasar pendapatan yang semakin meningkat. XL yang lebih agresif meningkatkan pangsa pasar BTSnya sejak tahun 2003, baru dapat menikmati peningkatan pangsa pasar pendapatannya pada tahun 2006. ---

96

139. Hal ini menunjukan bahwa agresivitas follower sulit mengejar first mover secara langsung. Dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat menciptakan kondisi

head to head competition antara first mover dan follower yang menjadi penentu

kompetisi yang sehat.---

140. Perlunya investasi yang cukup besar serta waktu yang lama untuk dapat menyaingi

firts mover, menjadi entry barier yang cukup signifikan dalam industri seluler.

Strategi pemerintah untuk menciptakan persaingan dengan meminimalisir entry

barier dengan memberikan kemudahan izin bagi new entrant tidak akan terlalu

berarti. Karena new entrant tidak dapat mengejar first mover dalam waktu terlalu lama. Banyaknya kompetitor dalam industri tersebut justru tidak dapat diartikan adanya kompetisi. Karena faktor waktu menjadi sangat krusial. --- 141. Adanya jangka waktu lama upaya new entrant tersebut akan membuat first mover

memiliki posisi dominan dengan market power yang mudah digunakan untuk mengakumulasi monopolis profit. --- 142. Hal tersebut sesuai dengan penelitian empirik yang dilakukan Nunn dan Savari

2002 terhadap berbagai industri seluler di dunia. Dimana keduanya menyatakan hal berikut: ---

…..We examine and test the effect of four market factors: (i) number of competing firms in the country, (ii) severity of the country;s anti-trust policy, (iii) monopolist’s lead-time before competition has been introduced and (iv) market growth rates. The results indicate that the average price for cellular services across international markets significantly exceeds competitive level and may

even exceed cournot-nash oligopolistic prices. Suprisingly, we find tha the

number of competitors in the market does not seem to affect firms’ market power….76--- 143. Strategi yang paling tepat untuk menciptakan persaingan dalam kondisi tersebut

adalah dengan menjaga agar closest rival bagi first mover tetap bersaing dalam memperebutkan penguasaan jaringan. Dalam hal ini closest rival tersebut adalah Indosat. --- 144. closest rival harus dijaga agar tidak mengalami penurunan kinerja persaingan

terhadap first mover. Adanya cross-ownership antara first mover dan closest rival akan menurunkan insentif bagi pemilik untuk menjaga agar closest rival tetap dalam kondisi yang agresif dalam kondisi kompetitif.77--- 145. Indikasi-indikasi turunya agresifitas Indosat sebagai closest rival terhadap

Telkomsel adalah sebagaimana yang terlihat dalam grafik turunnya penguasaan pangsa BTS. ---

76

Savari and Nun, 2002, ibid

77 Lihat David Gilo, “The Anticompetitive Effect of Passive Investment”; Michigan Law Review, Vol. 99, No. 1. (Oct., 2000)

97

146. Sebagai bukti cross ownership Temasek telah melemahkan kinerja persaingan Indosat adalah bahwa pada bulan Desember 2006, empat direksi Indosat melaporkan ketidakcakapan Kaizeed, Wakil Direktur Utama (sebagai pimpinan tertinggi Indosat saat itu) kepada Komisaris Lee Teng Kiat di Singapore. Namun laporan tersebut tidak ditindaklanjuti dengan menggantikan Kaizeed atau melakukan tindakan apapun atas keterlamatan pembangunan BTS selama 9 bulan di Tahun 2006.--- 147. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa cross-ownership yang terjadi

pada industri jasa seluler semakin menjauhkan industri tersebut sehat dan kompetitif karena melemahkan persaingan Indosat sebagai closest rival terhadap Telkomsel sebagai dominan player. --- Analisis Pola Tarif ---

Pola Tarif Mengindikasikan Adanya Price Leadership. --- 148. Pola tarif digunakan untuk menguji konsistensi kesimpulan, bahwa telah terjadi

price leadership dalam industri seluler. Adanya price leadership pada industri yang

bersifat oligopolistik merugikan konsumen meskipun industri tersebut menunjukan adanya permintaan yang elastis. Price leadership akan menyebabkan konsumen yang pindah dari operator yang menaikan harga ke operator lain tetap dihadapkan pada harga yang relatif lebih tinggi dibandingkan harga yang dapat ia terima di pasar yang kompetitif; --- 149. Pengujian adanya price leadership dilakukan dengan Pengujian rata-rata perubahan tarif prabayar Indosat dengan Telkomsel dari tahun 2002 sampai dengan 2006 adalah sebagai berikut: --- 150. Pengujian rata-rata perubahan tarif pascabayar Indosat dengan Telkomsel setiap

hari dari 2 April 2002 sampai dengan 31 Desember 2006 adalah sebagai berikut: Ho:µΔI = µΔT

Ha:µΔI ≠ µΔT --- ,014E-05 ,1828 ,389E-03 8,58E-03 ,639E-03 ,007 1734 ,995 INDOSAT - TELKMSEL Pair 1 Mean Std. Deviation Std. Error

Mean Lower Upper 95% Confidence terval of the Differenc Paired Differences

t df

Sig. (2-tailed)

98

,0000 ,1045 509E-03 4,92E-03 920E-03 ,000 1734 1,000 INDOSAT TELKMSE Pair 1 Mean Std. Deviation Std. Error

Mean Lower Upper 95% Confidence erval of the Differen Paired Differences

t df

Sig. (2-tailed)

Paired Samples Test

151. Berdasarkan hasil penghitungan di atas, menunjukkan bahwa uji t-Statistic terhadap rata-rata perubahan tarif pascabayar antara Indosat dengan Telkomsel dengan tujuan ke PSTN, intra-operator dan antar operator masing-masing adalah 0.007, 1.0, dan 1.0 serta tingkat signifikansi masing-masing 0.995, 0.317, dan 1.00 (tidak signifikan) dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen. Sehingga kita tidak menolak hipotesis (Ho) artinya secara statistik kita menyimpulkan bahwa rata-rata perubahan tarif pascabayar Indosat sama dengan rata-rata perubahan tarif pascabayar Telkomsel pada periode tersebut. --- 152. Sedangkan pengujian rata-rata perubahan tarif prabayar Indosat dengan Telkomsel dari 2 April 2002 sampai dengan 31 Desember 2006 adalah sebagai berikut: ---

Ho:µΔI = µΔT

-8,42E-03 ,4247 1,020E-02 -2,84E-02 1,158E-02 -,826 1734 ,409 INDOSAT - TELKMSEL Pair 1 Mean Std. Deviation Std. Error

Mean Lower Upper

95% Confidence Interval of the Difference Paired Differences

t df

Sig. (2-tailed)

Paired Samples Test

Ha:µΔI ≠ µΔT

,547E-05 ,477E-03 ,547E-05 3,41E-05 ,050E-04 1,000 1734 ,317 INDOSAT - TELKMSEL Pair 1 Mean Std. Deviation Std. Error

Mean Lower Upper 95% Confidence terval of the Differenc Paired Differences

t df

Sig. (2-tailed)

99

3,845E-05 1,602E-03 3,845E-05 -3,70E-05 1,139E-04 1,000 1734 ,317

INDOSAT - TELKMSEL Pair 1 Mean Std. Deviation Std. Error

Mean Lower Upper

95% Confidence Interval of the Difference Paired Differences

t df

Sig. (2-tailed)

Paired Samples Test

153. Berdasarkan hasil penghitungan di atas, menunjukkan bahwa uji t-Statistic terhadap rata-rata perubahan tarif prabayar antara Indosat dengan Telkomsel dengan tujuan ke PSTN, intra-operator dan antar operator masing-masing adalah -0.826, 1.0 dan - 1.014 serta tingkat signifikansi masing-masing 0.409, 0.317, dan 0.311 (tidak signifikan) dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen. Sehingga kita tidak menolak hipotesis (Ho) artinya secara statistik kita menyimpulkan bahwa rata-rata perubahan tarif prabayar Indosat sama dengan rata-rata perubahan tarif prabayar Telkomsel pada periode tersebut. ---

Analisis Peningkatan Market Power: --- 154. Tingginya market power yang diduga diakibatkan oleh struktur yang terkonsentrasi akibat adanya cross-ownership dapat ditunjukan dengan beberapa indikasi. Diantaranya adalah tingginya tingkat margin profit yang diukur dengan EBITDA, Harga jual yang relatif tinggi dibandingkan dengan negara lain, dan tingginya selisih antara harga jual dengan biaya yang digunakan. --- 155. Berdasarkan data yang dikumpulkan dari laporan keuangan diketahui nilai

EBITDA masing-masing perusahaan adalah sebagai berikut: ---

Tabel 11

Angka EBITDA dan Pertumbuhan Nominalnya Masing-masing Operator

TELKOMSEL INDOSAT XL Tahun Nilai (Rp.Juta) % pertumbuhan Nilai (Rp.Juta) % pertumbuhan Nilai (Rp.Juta) % pertumbuhan 2001 3,499,000 2,842,400 1,202,205 2002 5,110,000 46.04% 3,661,700 28.82% 1,442,463 19.98% 2003 8,026,000 57.06% 4,385,900 19.78% 1,456,157 0.95% 2004 10,672,000 32.97% 6,016,700 37.18% 1,624,753 11.58% 2005 15,408,000 44.38% 6,732,100 11.89% 1,733,668 6.70% 2006 20,737,000 34.59% 7,051,900 4.75% 2,535,881 46.27%

Sumber: Laporan Keuangan Telkomsel, Indosat, XL

-7,18E-03 ,2949 7,079E-03 -2,11E-02 6,705E-03 -1,014 1734 ,311 INDOSAT - TELKMSEL Pair 1 Mean Std. Deviation Std. Error

Mean Lower Upper

95% Confidence Interval of the Difference Paired Differences

t df

Sig. (2-tailed)

100

156. Sedangkan Margin EBITDA masing-masing perusahaan dapat terlihat sebagaimana tabel berikut: ---

Tabel 12

EBITDA Margin Masing-Masing Operator Ebitda Margin

TELKOMSEL INDOSAT XL

Nilai Nilai Nilai

2001 71.14% 55.32% 67.40% 2002 67.48% 54.11% 67.44% 2003 72.01% 53.29% 65.34% 2004 72.28% 57.69% 62.71% 2005 72.91% 58.09% 56.67% 2006 71.15% 57.62% 54.17% Periode Cross-Ownership Rata-Rata Pada Periode Cross-Ownership 72.09% 56.67% 59.72%

Sumber: Laporan Keuangan Telkomsel, Indosat, XL, Data Diolah

Tabel 13 EBITDA Industri

Total Industri Total Industri

Nilai Revenue (Rp. 000) Ebitda (Rp. 000) Ebitda Margin 2001 11,839,990,340 7,543,605,000 63.71% 2002 16,478,718,136 10,214,163,000 61.98% 2003 21,604,441,548 13,868,057,000 64.19% 2004 27,785,881,759 18,313,453,000 65.91% 2005 35,781,844,531 23,873,768,000 66.72% 2006 46,066,260,578 30,324,781,000 65.83% Periode Cross-Ownership Rata-Rata Pada Periode Cross-Ownership 32,809,607,104 21,595,014,750 65.66% Sumber: Laporan Keuangan Telkomsel, Indosat, XL: data diolah

157. Berdasarkan kedua tabel diatas, diketahui bahwa EBITDA operator jasa telekomunikasi seluler selalu berada diatas 50% persen. Hal tersebut mengindikasikan bahwa operasional perusahaan-perusahaan mampu menciptakan

cash perusahaan 100% lebih dari biaya yang harus mereka keluarkan untuk menciptakan layanan jasa seluler.--- 158. EBITDA margin industri jasa telekomunikasi seluler memiliki nilai berkisar 64-

66% pada periode cross-ownership. Rata-rata pada periode tersebut memberikan nilai sebesar 65.66%; --- 159. Berdasarkan tabel diatas, Telkomsel merupakan operator yang mampu menciptakan

EBITDA margin terbesar pada periode terjadinya cross-ownership dengan rata-rata EBITDA margin 72.09%. ---

101

160. Secara rata-rata EBITDA margin pada periode yang sama, XL menempati urutan kedua dengan kemampuan menciptakan EBITDA margin rata-rata tahunan sebesar 59.72%;--- 161. Indosat menempati urutan terakhir dalam menciptkaan EBITDA margin rata-rata

pada periode terjadinya cross-ownership yaitu sebesar 56.67%; --- 162. Tingginya nilai EBITDA pada periode cross-ownership yang selalu berada diatas 50% menunjukan bahwa pelaku usaha di industri jasa telekomunikasi tersebut memiliki market power yang cukup besar. Market power yang dimiliki oleh operator tersebut digunakan untuk menciptakan keuntungan monopolis yang jumlahnya melebihi dua kali lipat dari biaya yang ditimbulkan.--- 163. Indikator keuangan EBITDA yang terlalu tinggi mengindikasikan adanya excessive

pricing atas tarif seluler. EBITDA yang tinggi pada dasarnya memberikan ruang

penurunan harga yang masih relatif besar pada operator seluler. --- 164. Untuk membuktikan ada atau tidaknya excessive pricing, dapat dilakukan beberapa cara seperti perbandingan dengan tarif yang berlaku untuk produk yang sama di pasar yang lain, seperti tarif seluler di negara-negara yang lain. Kemudian,

Dalam dokumen KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA Tahun 2007 (Halaman 88-120)