• Tidak ada hasil yang ditemukan

PARA BUDDHA 1 (1) Sebab Akibat yang Saling Bergantungan

Dalam dokumen Sang Buddha Terjemahan baru (Halaman 37-60)

Khotbah Berkelompok tentang Sebab-akibat

I. PARA BUDDHA 1 (1) Sebab Akibat yang Saling Bergantungan

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di Savatthi, di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Di sana, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu!”

“Yang Mulia!” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata

sebagai berikut:

“Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kalian tentang sebab-akibat yang saling bergantungan. Dengarkan dan perhatikanlah, Aku akan berbicara.” – “Baik, Yang Mulia,” para bhikkhu itu menjawab. Sang

Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Dan apakah, para bhikkhu, sebab-akibat yang saling bergantungan? Dengan kebodohan sebagai kondisi, bentukan-bentukan kehendak [muncul];1 dengan bentukan-bentukan kehendak sebagai kondisi,

kesadaran; dengan kesadaran sebagai kondisi, nama-dan-bentuk; dengan nama-dan-bentuk sebagai kondisi, enam landasan indria; dengan enam landasan indria sebagai kondisi, kontak; dengan kontak sebagai kondisi, perasaan; dengan perasaan sebagai kondisi, keinginan; dengan keinginan sebagai kondisi, kemelekatan; dengan

kemelekatan sebagai kondisi, penjelmaan; dengan penjelmaan sebagai kondisi, kelahiran; dengan kelahiran sebagai kondisi, penuaan-dan- kematian, kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan keputusasaan muncul. Demikianlah asal-mula dari keseluruhan kumpulan penderitaan. Ini, para bhikkhu, disebut sebab-akibat yang saling bergantungan.

“Tetapi dengan peluruhan tanpa sisa dan lenyapnya kebodohan maka lenyap pula bentukan-bentukan kehendak; [2] dengan lenyapnya bentukan-bentukan kehendak, lenyap pula kesadaran; dengan lenyapnya kesadaran, lenyap pula nama-dan-bentuk; dengan lenyapnya nama-dan-bentuk, lenyap pula enam landasan indria; dengan lenyapnya enam landasan indria, lenyap pula kontak; dengan lenyapnya kontak, lenyap pula perasaan; dengan lenyapnya perasaan, lenyap pula keinginan; dengan lenyapnya keinginan, lenyap pula kemelekatan; dengan lenyapnya kemelekatan, lenyap pula penjelmaan; dengan lenyapnya penjelmaan, lenyap pula kelahiran; dengan lenyapnya kelahiran, lenyap pula penuaan-dan-kematian, kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan keputusasaan. Demikianlah lenyapnya keseluruhan kumpulan penderitaan.”

Ini adalah apa yang dibabarkan oleh Sang Bhagavā. Gembira, para bhikkhu itu senang mendengar Ajaran Sang Bhagavā.

2 (2) Analisa Sebab-akibat yang Saling Bergantungan

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian

tentang sebab-akibat yang saling bergantungan dan Aku akan menganalisanya untuk kalian. Dengarkanlah dan perhatikanlah, Aku akan menjelaskan.”

“Baik, Yang Mulia,” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā

berkata sebagai berikut:

“Dan apakah, para bhikkhu, sebab-akibat yang saling bergantungan? Dengan kebodohan sebagai kondisi, bentukan-bentukan kehendak [muncul]; dengan bentukan-bentukan kehendak sebagai kondisi, kesadaran … (seperti sutta sebelumnya) … Demikianlah asal-mula dari keseluruhan kumpulan penderitaan.

“Dan apakah, para bhikkhu, penuaan-dan-kematian? Penuaan atas berbagai makhluk dalam berbagai golongan makhluk, bertambah tua,

gigi tanggal, rambut memutih, kulit keriput, vitalitas menurun, indria-

indria melemah: ini disebut penuaan. [3] Meninggal dunianya berbagai makhluk dari berbagai golongan makhluk, binasa, hancur, lenyap, mortalitas, kematian, berakhirnya waktu kehidupan, hancurnya kelompok-kelompok unsur kehidupan, terbaringnya jasad: ini disebut kematian.2 Demikianlah penuaan ini dan kematian ini bersama-sama

disebut penuaan-dan-kematian.

“Dan apakah, para bhikkhu, kelahiran? Lahirnya berbagai makhluk menjadi berbagai golongan makhluk, terlahirkan, masuk [ke dalam rahim], produksi, terwujudnya kelompok-kelompok unsur kehidupan, memperoleh landasan-landasan indria. Ini disebut kelahiran.3

“Dan apakah, para bhikkhu, penjelmaan? Ada tiga jenis penjelmaan: penjelmaan di alam indria, penjelmaan di alam berbentuk, penjelmaan di alam tanpa bentuk. Ini disebut penjelmaan.4

“Dan apakah para bhikkhu, kemelekatan? Ada empat jenis kemelekatan: kemelekatan pada kenikmatan indria, kemelekatan pada pandangan-pandangan, kemelekatan pada peraturan dan sumpah, kemelekatan pada doktrin diri. Ini disebut kemelekatan.5

“Dan apakah, para bhikkhu, keinginan? Ada enam kelompok keinginan: keinginan akan bentuk-bentuk, keinginan akan suara-suara, keinginan akan bau-bauan, keinginan akan rasa kecapan, keinginan akan objek-objek sentuhan, keinginan akan fenomena pikiran. Ini disebut keinginan.

“Dan apakah, para bhikkhu, perasaan? Ada enam kelompok perasaan: perasaan yang muncul dari kontak-mata, perasaan yang muncul dari kontak-telinga, perasaan yang muncul dari kontak-hidung, perasaan yang muncul dari kontak-lidah, perasaan yang muncul dari kontak-badan, perasaan yang muncul dari kontak-pikiran. Ini disebut perasaan.

“Dan apakah, para bhikkhu, kontak? Ada enam kelompok kontak: kontak-mata, kontak-hidung, kontak-lidah, kontak-badan, kontak- pikiran. Ini disebut kontak.

“Dan apakah, para bhikkhu, enam landasan indria? Landasan mata, landasan telinga, landasan hidung, landasan lidah, landasan badan, ladasan pikiran. Ini disebut enam landasan indria.

kehendak, kontak, perhatian: ini disebut nama. Empat [4] unsur utama dan bentuk yang diturunkan dari empat unsur utama: ini disebut bentuk. Demikianlah nama ini dan bentuk ini bersama-sama disebut nama-dan-bentuk.6

“Dan apakah, para bhikkhu, kesadaran? Ada enam kelompok kesadaran: kesadaran-mata, kesadaran-telinga, kesadaran-hidung, kesadaran-lidah, kesadaran-badan, kesadaran-pikiran. Ini disebut kesadaran.

“Dan apakah, para bhikkhu, bentukan-bentukan kehendak? Ada tiga jenis bentukan kehendak: bentukan kehendak jasmasni, bentukan kehendak ucapan, bentukan kehendak pikiran. Ini disebut bentukan kehendak.7

“Dan apakah, para bhikkhu, kebodohan? Tidak mengetahui penderitaan, tidak mengetahui asal-mula penderitaan, tidak mengetahui lenyapnya penderitaan, tidak mengetahui jalan menuju lenyapnya penderitaan. Ini disebut kebodohan.8

“Demikianlah, para bhikkhu, dengan kebodohan sebagai kondisi, bentukan kehendak [muncul]; dengan bentukan kehendak sebagai kondisi, kesadaran…. Demikianlah asal-mula dari keseluruhan kumpulan penderitaan. Tetapi dengan peluruhan tanpa sisa dan lenyapnya kebodohan maka lenyap pula bentukan-bentukan kehendak; dengan lenyapnya bentukan-bentukan kehendak, lenyap pula kesadaran…. Demikianlah lenyapnya keseluruhan kumpulan penderitaan.”9

3 (3) Dua Jalan

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian

tentang jalan yang salah dan jalan yang benar. Dengarkanlah dan perhatikanlah, Aku akan menjelaskan.”

“Baik, Yang Mulia,” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā

berkata sebagai berikut:

“Dan apakah, para bhikkhu, jalan yang salah? Dengan kebodohan sebagai kondisi, bentukan kehendak [muncul]; dengan bentukan kehendak sebagai kondisi, kesadaran…. Demikianlah asal-mula dari keseluruhan kumpulan penderitaan. Ini, para bhikkhu, disebut jalan yang salah. [5]

“Dan apakah, para bhikkhu, jalan yang benar? Dengan peluruhan tanpa sisa dan lenyapnya kebodohan maka lenyap pula bentukan- bentukan kehendak; dengan lenyapnya bentukan-bentukan kehendak, lenyap pula kesadaran…. Demikianlah lenyapnya keseluruhan kumpulan penderitaan. Ini, para bhikkhu, disebut jalan yang benar.” 4 (4) Vipassī

Di Sāvatthī.10

“Para bhikkhu, sebelum peneranganNya, ketika Beliau masih seorang Bodhisatta,11 belum tercerahkan sempurna, Vipassī berpikir,

Sang Bhagavā, Sang Arahanta, Yang Tercerahkan Sempurna:12 ’Aduh,

dunia ini telah jatuh dalam masalah, dalam hal yang dilahirkan, menjadi tua, dan mati, meninggal dunia dan terlahir kembali, dan masih belum memahami pembebasan dari penderitaan [yang dipimpin oleh] penuaan-dan-kematian. Kapankah suatu pembebasan terlihat dari penderitaan [yang dipimpin] oleh penuaan-dan-kematian ini?’ … [6-9] …

“’Lenyapnya, lenyapnya’ – demikianlah, para bhikkhu, sehubungan dengan segala sesuatu yang belum pernah terdengar sebelumya

muncul dalam diri Bodhisatta Vipassī, penglihatan, pengetahuan,

kebijaksanaan, pengetahuan sejati, dan cahaya.” 5 (5) Sikhī 6 (6) Vessabhū 7 (7) Kakusandha 8 (8) Koṇāgamana 9 (9) Kassapa [10]

(i. Asal-mula)

“Para bhikkhu, sebelum peneranganKu, ketika Aku masih seorang Bodhisatta, belum tercerahkan sempurna, Aku berpikir, “Aduh, dunia ini telah jatuh dalam masalah, dalam hal yang dilahirkan, menjadi tua, dan mati, meninggal dunia dan terlahir kembali, dan masih belum memahami pembebasan dari penderitaan [yang dipimpin oleh] penuaan-dan-kematian. Kapankah suatu pembebasan terlihat dari penderitaan [yang dipimpin] oleh penuaan-dan-kematian ini?’

“Kemudian, para bhikkhu, Aku berpikir: ‘Ketika ada apakah maka penuaan-dan-kematian muncul? Oleh apakah penuaan-dan-kematian dikondisikan?’ Kemudian, para bhikkhu, melalui perhatian seksama, terjadi dalam diriKu penembusan oleh kebijaksanaan:13 ‘Ketika ada

kelahiran, maka penuaan-dan-kematian muncul; penuaan-dan- kematian memiliki kelahiran sebagai kondisinya.’14

“Kemudian, para bhikkhu, Aku berpikir: ‘Ketika ada apakah maka kelahiran muncul? Oleh apakah kelahiran dikondisikan?’ Kemudian, para bhikkhu, melalui perhatian seksama, terjadi dalam diriKu penembusan oleh kebijaksanaan: ‘Ketika ada penjelmaan, maka kelahiran muncul; kelahiran memiliki penjelmaan sebagai kondisinya.’

“Kemudian, para bhikkhu, Aku berpikir: ‘Ketika ada apakah maka penjelmaan muncul? Oleh apakah penjelmaan dikondisikan?’ Kemudian, para bhikkhu, melalui perhatian seksama, terjadi dalam diriKu penembusan oleh kebijaksanaan: ‘Ketika ada kemelekatan, maka penjelmaan muncul; penjelmaan memiliki kemelekatan sebagai kondisinya.’

“Kemudian, para bhikkhu, Aku berpikir: ‘Ketika ada apakah maka kemelekatan muncul? Oleh apakah kemelekatan dikondisikan?’ Kemudian, para bhikkhu, melalui perhatian seksama, terjadi dalam diriKu penembusan oleh kebijaksanaan: ‘Ketika ada keinginan, maka kemelekatan muncul; kemelekatan memiliki keinginan sebagai kondisinya.’

“Kemudian, para bhikkhu, Aku berpikir: ‘Ketika ada apakah maka keinginan muncul? Oleh apakah keinginan dikondisikan?’ Kemudian, para bhikkhu, melalui perhatian seksama, terjadi dalam diriKu penembusan oleh kebijaksanaan: ‘Ketika ada perasaan, maka keinginan muncul; keinginan memiliki perasaan sebagai kondisinya.’

“Kemudian, para bhikkhu, Aku berpikir: ‘Ketika ada apakah maka perasaan muncul? Oleh apakah perasaan dikondisikan?’ Kemudian, para bhikkhu, melalui perhatian seksama, terjadi dalam diriKu penembusan oleh kebijaksanaan: ‘Ketika ada kontak, maka perasaan muncul; perasaan memiliki kontak sebagai kondisinya.’

“Kemudian, para bhikkhu, Aku berpikir: ‘Ketika ada apakah maka kontak muncul? Oleh apakah kontak dikondisikan?’ Kemudian, para bhikkhu, melalui perhatian seksama, terjadi dalam diriKu penembusan oleh kebijaksanaan: ‘Ketika ada enam landasan indria, maka kontak muncul; kontak memiliki enam landasan indria sebagai kondisinya.’

“Kemudian, para bhikkhu, Aku berpikir: ‘Ketika ada apakah maka enam landasan indria muncul? Oleh apakah enam landasan indria dikondisikan?’ Kemudian, para bhikkhu, melalui perhatian seksama, terjadi dalam diriKu penembusan oleh kebijaksanaan: ‘Ketika ada nama-dan-bentuk, maka enam landasan indria muncul; enam landasan indria memiliki nama-dan-bentuk sebagai kondisinya.’

“Kemudian, para bhikkhu, Aku berpikir: ‘Ketika ada apakah maka nama-dan-bentuk muncul? Oleh apakah nama-dan-bentuk dikondisikan?’ Kemudian, para bhikkhu, melalui perhatian seksama, terjadi dalam diriKu penembusan oleh kebijaksanaan: ‘Ketika ada kesadaran, maka nama-dan-bentuk muncul; nama-dan-bentuk memiliki kesadaran sebagai kondisinya.’

“Kemudian, para bhikkhu, Aku berpikir: ‘Ketika ada apakah maka kesadaran muncul? Oleh apakah kesadaran dikondisikan?’ Kemudian, para bhikkhu, melalui perhatian seksama, terjadi dalam diriKu penembusan oleh kebijaksanaan: ‘Ketika ada bentukan-bentukan kehendak, maka kesadaran muncul; kesadaran memiliki bentukan- bentukan kehendak sebagai kondisinya.’15

“Kemudian, para bhikkhu, Aku berpikir: ‘Ketika ada apakah maka bentukan-bentukan kehendak muncul? Oleh apakah bentukan- bentukan kehendak dikondisikan?’ Kemudian, para bhikkhu, melalui perhatian seksama, terjadi dalam diriKu penembusan oleh kebijaksanaan: ‘Ketika ada kebodohan, maka bentukan-bentukan kehendak muncul; bentukan-bentukan kehendak memiliki kebodohan sebagai kondisinya.’

bentukan kehendak [muncul; dengan bentukan-bentukan kehendak sebagai kondisi, kesadaran…. Demikianlah asal-mula keseluruhan kumpulan penderitaan ini.

“’Asal-mula, asal-mula’ – demikianlah, para bhikkhu, sehubungan dengan segala sesuatu yang belum pernah terdengar sebelumya muncul dalam diriKu, penglihatan, pengetahuan, kebijaksanaan, pengetahuan sejati, dan cahaya.16

(ii. Lenyapnya)

“Kemudian, para bhikkhu, Aku berpikir: ‘Ketika tidak ada apakah maka penuaan-dan-kematian tidak muncul? Dengan lenyapnya apakah maka lenyapnya penuaan-dan-kematian tercapai?’ Kemudian, para bhikkhu, melalui perhatian seksama, terjadi dalam diriKu penembusan oleh kebijaksanaan: ‘Ketika tidak ada kelahiran, maka penuaan-dan- kematian tidak terjadi; dengan lenyapnya kelahiran maka tercapailah lenyapnya penuaan-dan-kematian.’

“Kemudian, para bhikkhu, Aku berpikir: [11] ‘Ketika tidak ada apakah maka kelahiran tidak muncul? Dengan lenyapnya apakah maka lenyapnya kelahiran tercapai?’ Kemudian, para bhikkhu, melalui perhatian seksama, terjadi dalam diriKu penembusan oleh kebijaksanaan: ‘Ketika tidak ada penjelmaan, maka kelahiran tidak terjadi; dengan lenyapnya penjelmaan maka tercapailah lenyapnya kelahiran.’ … ‘Ketika tidak ada kemelekatan, maka penjelmaan tidak terjadi; dengan lenyapnya kemelekatan maka tercapailah lenyapnya penjelmaan.’ … ‘ ‘Ketika tidak ada keinginan, maka kemelekatan tidak terjadi; dengan lenyapnya keinginan, maka tercapailah lenyapnya kemelekatan’ … ‘Ketika tidak ada perasaan, maka keinginan tidak terjadi; dengan lenyapnya perasaan, maka tercapailah lenyapnya keinginan’ … ‘Ketika tidak ada kontak, maka perasaan tidak terjadi; dengan lenyapnya kontak, maka tercapailah lenyapnya perasaan’ … ‘Ketika tidak ada enam landasan indria, maka kontak tidak terjadi; dengan lenyapnya enam landasan indria, maka tercapailah lenyapnya kontak’ … ‘Ketika tidak ada nama-dan-bentuk, maka enam-landasan- indria tidak terjadi; dengan lenyapnya nama-dan-bentuk, maka tercapailah lenyapnya enam-landasan-indria’ … ‘Ketika tidak ada kesadaran, maka nama-dan-bentuk tidak terjadi; dengan lenyapnya

kesadaran, maka tercapailah lenyapnya nama-dan-bentuk’ … ‘Ketika tidak ada bentukan-bentukan kehendak, maka kesadaran tidak terjadi; dengan lenyapnya bentukan-bentukan kehendak, maka tercapailah lenyapnya kesadaran’ … ‘Ketika tidak ada kebodohan, maka bentukan- bentukan kehendak tidak terjadi; dengan lenyapnya kebodohan, maka tercapailah lenyapnya bentukan-bentukan kehendak.’

“Demikianlah dengan peluruhan tanpa sisa dan lenyapnya kebodohan maka lenyap pula bentukan-bentukan kehendak; dengan lenyapnya bentukan-bentukan kehendak, lenyap pula kesadaran…. Demikianlah lenyapnya keseluruhan kumpulan penderitaan.

“’Lenyapnya, lenyapnya’ – demikianlah, para bhikkhu, sehubungan dengan segala sesuatu yang belum pernah terdengar sebelumya muncul dalam diriKu, penglihatan, pengetahuan, kebijaksanaan, pengetahuan sejati, dan cahaya.”

II. MAKANAN 11 (1) Makanan

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika….

“Para bhikkhu, terdapat empat jenis makanan untuk memelihara makhluk-makhluk yang telah terlahir dan untuk membantu mereka yang akan terlahir.17 Apakah empat ini? Makanan yang dapat dimakan,

kasar atau halus; ke dua, kontak; ke tiga, kehendak batin, ke empat, kesadaran. Ini adalah empat jenis makanan untuk memelihara makhluk-makhluk yang telah terlahir dan untuk membantu mereka yang akan terlahir.18

“Para bhikkhu, empat jenis makanan ini memiliki apakah sebagai sumbernya, [12] apakah sebagai asal-mulanya, muncul dan dihasilkan dari apakah? Empat jenis makanan ini memiliki keinginan sebagai sumbernya, keinginan sebagai asal-mulanya; muncul dan dihasilkan dari keinginan.19

“Dan keinginan ini memiliki apakah sebagai sumbernya, apakah sebagai asal-mulanya, muncul dan dihasilkan dari apakah? Keinginan memiliki perasaan sebagai sumbernya; perasaan sebagai asal-mula; muncul dan dihasilkan dari perasaan.

“Dan perasaan ini memiliki apakah sebagai sumbernya…? Perasaan memiliki kontak sebagai sumbernya…. Dan kontak ini memiliki apakah sebagai sumbernya…? Kontak memiliki enam landasan indria sebagai sumbernya …. Dan enam landasan indria ini memiliki apakah sebagai sumbernya…? Enam landasan indria memiliki nama-dan- bentuk sebagai sumbernya…. Dan nama-dan-bentuk ini memiliki apakah sebagai sumbernya…? Nama-dan-bentuk memiliki kesadaran sebagai sumbernya…. Dan kesadaran ini memiliki apakah sebagai sumbernya…? Kesadaran memiliki bentukan-bentukan kehendak sebagai sumbernya…. Dan bentukan-bentukan kehendak ini memiliki apakah sebagai sumbernya, apakah sebagai asal-mulanya, muncul dan dihasilkan dari apakah? Bentukan-bentukan kehendak memiliki kebodohan sebagai sumbernya; kebodohan sebagai asal-mula; muncul dan dihasilkan dari kebodohan.

“Demikianlah, para bhikkhu dengan kebodohan sebagai kondisi, bentukan-bentukan kehendak [muncul]; dengan bentukan-bentukan kehendak sebagai kondisi, kesadaran…. Demikianlah asal-mula keseluruhan kumpulan penderitaan ini. Tetapi dengan peluruhan tanpa sisa dan lenyapnya kebodohan maka lenyap pula bentukan-bentukan kehendak; dengan lenyapnya bentukan-bentukan kehendak, lenyap pula kesadaran…. Demikianlah lenyapnya keseluruhan kumpulan penderitaan.”

12 (2) Moḷiyaphagguna

Di Sāvatthī. [13] “Para bhikkhu, terdapat empat jenis makanan untuk

memelihara makhluk-makhluk yang telah terlahir dan untuk membantu mereka yang akan terlahir. Apakah empat ini? Makanan yang dapat dimakan, kasar atau halus; ke dua, kontak; ke tiga, kehendak batin, ke empat, kesadaran. Ini adalah empat jenis makanan untuk memelihara makhluk-makhluk yang telah terlahir dan untuk membantu mereka yang akan terlahir.”20

Ketika hal ini dikatakan, Yang Mulia Moḷiyaphagguna berkata kepada Sang Bhagavā: “Yang Mulia, siapakah yang mengonsumsi

makanan kesadaran?”21

“Bukan pertanyaan yang benar,” Sang Bhagavā menjawab. “Aku

‘Seseorang mengonsumsi,’ maka dalam hal ini pertanyaan yang benar adalah: ‘Yang Mulia, siapakah yang mengonsumsi?’ Tetapi Aku tidak mengatakan demikian. Karena Aku tidak mengatakan demikian, jika seseorang bertanya kepadaKu, ‘Yang Mulia, untuk [kondisi] apakah makanan kesadaran?’23 ini adalah pertanyaan yang benar. Atas

pertanyaan yang benar ini jawabannya adalah: ’Makanan kesadaran adalah kondisi untuk menghasilkan penjelmaan mendatang.24 Ketika

apa yang menjelma muncul, enam landasan indria [juga muncul];25

dengan enam landasan indria sebagai kondisi, kontak.’” “Yang Mulia, siapakah yang membuat kontak?”

“Bukan pertanyaan yang benar,” Sang Bhagavā menjawab. “Aku

tidak mengatakan ‘Seseorang membuat kontak.’ Jika Aku mengatakan, ‘Seseorang membuat kontak,’ maka dalam hal ini pertanyaan yang benar adalah: ‘Yang Mulia, siapakah yang membuat kontak?’ Tetapi Aku tidak mengatakan demikian. Karena Aku tidak mengatakan demikian, jika seseorang bertanya kepadaKu, ‘Yang Mulia, Dengan kondisi apakah maka kontak [terjadi]?’ ini adalah pertanyaan yang benar. Atas pertanyaan yang benar ini jawaban yang benar adalah: ‘Dengan enam landasan indria sebagai kondisi, kontak [muncul]; dengan kontak sebagai kondisi, perasaan.’”

“Yang Mulia, siapakah yang merasakan?”

“Bukan pertanyaan yang benar,” Sang Bhagavā menjawab. “Aku

tidak mengatakan ‘Seseorang merasakan.’ Jika Aku mengatakan, ‘Seseorang merasakan,’ maka dalam hal ini pertanyaan yang benar adalah: ‘Yang Mulia, siapakah yang merasakan?’ Tetapi Aku tidak mengatakan demikian. Karena Aku tidak mengatakan demikian, jika seseorang bertanya kepadaKu, ‘Yang Mulia, Dengan kondisi apakah maka perasaan [muncul]?’ ini adalah pertanyaan yang benar. Atas pertanyaan yang benar ini jawabannya yang benar adalah: ‘Dengan kontak sebagai kondisi, perasaan [muncul]; dengan perasaan sebagai kondisi, keinginan.’”

“Yang Mulia, siapakah yang menginginkan?”

“Bukan pertanyaan yang benar,” Sang Bhagavā menjawab. “Aku

tidak mengatakan ‘Seseorang menginginkan.’ [14] Jika Aku mengatakan, ‘Seseorang menginginkan,’ maka dalam hal ini pertanyaan yang benar adalah: ‘Yang Mulia, siapakah yang menginginkan?’ Tetapi Aku tidak

mengatakan demikian. Karena Aku tidak mengatakan demikian, jika seseorang bertanya kepadaKu, ‘Yang Mulia, Dengan kondisi apakah maka keinginan [muncul]?’ ini adalah pertanyaan yang benar. Atas pertanyaan yang benar ini jawabannya yang benar adalah: ‘Dengan perasaan sebagai kondisi, keinginan [muncul]; dengan keinginan sebagai kondisi, kemelekatan; dengan kemelekatan sebagai kondisi, penjelmaan….26 Demikianlah asal-mula keseluruhan kumpulan

penderitaan ini.’

“Tetapi, Phagguna, dengan peluruhan tanpa sisa dan lenyapnya enam landasan kontak maka lenyap pula kontak; dengan lenyapnya kontak, maka lenyap pula perasaan; dengan lenyapnya perasaan, maka lenyap pula keinginan; dengan lenyapnya keinginan, maka lenyap pula kemelekatan; dengan lenyapnya kemelekatan, maka lenyap pula penjelmaan; dengan lenyapnya penjelmaan, maka lenyap pula kelahiran; dengan lenyapnya kelahiran, maka lenyap pula penuaan- dan-kematian, kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan keputusasaan. Demikianlah lenyapnya keseluruhan kumpulan penderitaan ini.”

13 (3) Petapa dan Brahmana (1)

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, para petapa dan brahmana yang tidak

memahami penuaan-dan-kematian, asal-mulanya, lenyapnya, dan jalan menuju lenyapnya;27 yang tidak memahami kelahiran … penjelmaan

… kemelekatan … keinginan … perasaan … kontak … enam landasan indria … nama-dan-bentuk … kesadaran … bentukan-bentukan kehendak, asal-mulanya, lenyapnya, dan jalan menuju lenyapnya: [15] mereka ini tidak Ku-anggap sebagai petapa di antara para petapa atau brahmana di antara para brahmana dan para mulia ini tidak, dengan mengalami oleh mereka sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini juga masuk dan berdiam dalam tujuan petapaan atau tujuan kebrahmanaan.28

“Tetapi, para bhikkhu, para petapa dan brahmana yang memahami penuaan-dan-kematian, asal-mulanya, lenyapnya, dan jalan menuju lenyapnya; yang tidak memahami kelahiran … bentukan-bentukan kehendak, asal-mulanya, lenyapnya, dan jalan menuju lenyapnya: mereka ini Ku-anggap sebagai petapa di antara para petapa atau

brahmana di antara para brahmana dan para mulia ini, dengan mengalami oleh mereka sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini juga masuk dan berdiam dalam tujuan petapaan atau tujuan kebrahmanaan.”

14 (4) Petapa dan Brahmana (2)

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, sehubungan dengan para petapa dan

brahmana yang tidak memahami hal-hal ini, asal-mula dari hal-hal ini, lenyapnya hal-hal ini, dan jalan menuju lenyapnya hal-hal ini: apakah hal-hal tersebut yang tidak mereka pahami, asal-mula apakah yang mereka tidak pahami, lenyapnya apakah yang tidak mereka pahami, dan jalan menuju lenyapnya apakah yang tidak mereka pahami?

“Mereka tidak memahami penuaan-dan-kematian, asal mulanya, lenyapnya, dan jalan menuju lenyapnya. Mereka tidak memahami kelahiran … penjelmaan … kemelekatan … keinginan … perasaan … kontak … enam landasan indria … nama-dan-bentuk … kesadaran … bentukan-bentukan kehendak, asal mulanya, lenyapnya, dan jalan menuju lenyapnya. Ini adalah hal-hal yang tidak mereka pahami, yang asal-mulanya tidak mereka pahami, [16] yang lenyapnya tidak mereka pahami, dan yang jalan menuju lenyapnya tidak mereka pahami.

“Mereka ini tidak Ku-anggap sebagai petapa di antara para petapa

Dalam dokumen Sang Buddha Terjemahan baru (Halaman 37-60)