Khotbah Berkelompok tentang Unsur-unsur
II. SUB BAB KE DUA (Tujuh Unsur)
11 (1) Tujuh Unsur
Di Sāvatthī. [150] “Para bhikkhu, Terdapat tujuh unsur ini. Apakah
tujuh ini? Unsur cahaya, unsur keindahan, unsur landasan ruang tanpa batas, unsur kesadaran tanpa batas, unsur landasan kekosongan, unsur landasan bukan-persepsi juga bukan bukan-persepsi, unsur lenyapnya persepsi dan perasaan. Ini adalah tujuh unsur.”231
Ketika hal ini dikatakan, seorang bhikkhu bertanya kepada Sang
Bhagavā:
“Yang Mulia, sehubungan dengan unsur cahaya … unsur lenyapnya persepsi dan perasaan; dengan bergantung pada apakah unsur-unsur ini terlihat?”
“Bhikkhu, unsur cahaya terlihat dengan bergantung pada kegelapan. Unsur keindahan terlihat dengan bergantung pada keburukan. Unsur landasan ruang tanpa batas terlihat dengan bergantung pada bentuk. Unsur landasan kesadaran tanpa batas terlihat dengan bergantung pada landasan ruang tanpa batas. Unsur landasan kekosongan terlihat dengan bergantung pada landasan kesadaran tanpa batas. Unsur landasan bukan-persepsi juga bukan bukan-persepsi terlihat dengan bergantung pada landasan kekosongan. Unsur lenyapnya persepsi dan perasaan terlihat dengan bergantung pada lenyapnya.”232
“Tetapi, Yang Mulia, sehubungan dengan unsur cahaya … unsur lenyapnya persepsi dan perasaan: bagaimanakah pencapaian unsur- unsur ini dicapai?”
“Unsur cahaya, unsur keindahan, unsur landasan ruang tanpa batas, unsur kesadaran tanpa batas, [151] dan unsur landasan kekosongan: unsur-unsur ini dicapai sebagai pencapaian dengan persepsi. unsur landasan bukan-persepsi juga bukan bukan-persepsi: unsur ini dicapai sebagai suatu pencapaian dengan sisa bentukan-bentukan.233
Unsur lenyapnya persepsi dan perasaan dicapai sebagai pencapaian lenyapnya.”
12 (2) Dengan Sumber
Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, pikiran indriawi muncul dengan sumber,
bukan tanpa sumber; pikiran memusuhi muncul dengan sumber, bukan tanpa sumber; pikiran mencelakai muncul dengan sumber, bukan tanpa sumber. Dan bagaimanakah hal ini terjadi demikian?
“Dengan bergantung pada unsur indriawi maka muncul persepsi indriawi;234 dengan bergantung pada persepsi indriawi maka muncul
kehendak indriawi; dengan bergantung pada kehendak indriawi maka muncul keinginan indriawi; dengan bergantung pada keinginan indriawi maka muncul nafsu indriawi; dengan bergantung pada nafsu indriawi maka muncul pencarian indriawi; kaum duniawi yang tidak terlatih berperilaku salah dalam tiga cara – melalui jasmani, ucapan, dan pikiran.
“Dengan bergantung pada unsur permusuhan maka muncul persepsi permusuhan;235 dengan bergantung pada persepsi permusuhan
maka muncul kehendak permusuhan; dengan bergantung pada kehendak permusuhan maka muncul keinginan [yang digerakkan oleh] permusuhan; dengan bergantung pada keinginan [yang digerakkan oleh] permusuhan maka muncul nafsu [yang digerakkan oleh] permusuhan; dengan bergantung pada nafsu [yang digerakkan oleh] permusuhan maka muncul pencarian [yang digerakkan oleh] permusuhan; dengan melakukan pencarian [yang digerakkan oleh] permusuhan, kaum duniawi yang tidak terlatih berperilaku salah dalam tiga cara – melalui jasmani, ucapan, dan pikiran.
“Dengan bergantung pada unsur mencelakai maka muncul persepsi mencelakai;236 dengan bergantung pada persepsi mencelakai
maka muncul kehendak untuk mencelakai; dengan bergantung pada kehendak untuk mencelakai maka muncul keinginan untuk mencelakai; dengan bergantung pada keinginan untuk mencelakai maka muncul nafsu untuk mencelakai; dengan bergantung pada nafsu untuk mencelakai maka muncul pencarian untuk mencelakai. Dengan melakukan pencarian untuk mencelakai, [152] kaum duniawi yang tidak terlatih berperilaku salah dalam tiga cara – melalui jasmani, ucapan, dan pikiran.
rumput yang menyala di atas rerumputan kering. Jika ia tidak segera memadamkannya dengan tangan dan kakinya, maka makhluk-makhluk yang hidup di rerumputan dan kayu itu akan menemui bencana dan malapetaka. Demikian pula, jika petapa dan brahmana mana pun tidak cepat meninggalkan, mengusir, menghapuskan, dan melenyapkan persepsi jahat yang telah muncul dalam dirinya, ia berdiam dalam penderitaan dalam kehidupan ini, dengan kegundahan, dengan keputusasaan, dan demam; dan dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, alam kelahiran yang buruk akan menghampirinya.
“Para bhikkhu, pikiran pelepasan muncul dengan sumber, bukan tanpa sumber; pikiran tidak-memusuhi muncul dengan sumber, bukan tanpa sumber; pikiran tidak-mencelakai muncul dengan sumber, bukan tanpa sumber. Dan bagaimanakah hal ini terjadi demikian?
“Dengan bergantung pada unsur pelepasan maka muncul persepsi pelepasan;237 dengan bergantung pada persepsi pelepasan maka
muncul kehendak pelepasan; dengan bergantung pada kehendak pelepasan maka muncul keinginan pelepasan; dengan bergantung pada keinginan pelepasan maka muncul nafsu pelepasan; dengan bergantung pada nafsu pelepasan maka muncul pencarian pelepasan; siswa mulia yang terlatih berperilaku benar dalam tiga cara – melalui jasmani, ucapan, dan pikiran.
“Dengan bergantung pada unsur tidak-bermusuhan maka muncul persepsi tidak-bermusuhan;238 dengan bergantung pada persepsi
tidak-bermusuhan maka muncul kehendak tidak-bermusuhan; dengan bergantung pada kehendak tidak-bermusuhan maka muncul keinginan [yang dituntun oleh] tidak-bermusuhan; dengan bergantung pada keinginan [yang dituntun oleh] tidak-bermusuhan maka muncul nafsu [yang dituntun oleh] tidak-bermusuhan; dengan bergantung pada nafsu [yang dituntun oleh] tidak-bermusuhan maka muncul pencarian [yang dituntun oleh] tidak-bermusuhan; dengan melakukan pencarian [yang dituntun oleh] tidak-bermusuhan, siswa mulia yang terlatih berperilaku benar dalam tiga cara – melalui jasmani, ucapan, dan pikiran.
“Dengan bergantung pada unsur tidak-mencelakai maka muncul persepsi tidak-mencelakai;239 [153] dengan bergantung pada persepsi
dengan bergantung pada kehendak untuk tidak-mencelakai maka muncul keinginan untuk tidak-mencelakai; dengan bergantung pada keinginan untuk tidak-mencelakai maka muncul nafsu untuk tidak- mencelakai; dengan bergantung pada nafsu untuk tidak-mencelakai maka muncul pencarian untuk tidak-mencelakai. Dengan melakukan pencarian untuk tidak-mencelakai, siswa mulia yang terlatih berperilaku benar dalam tiga cara – melalui jasmani, ucapan, dan pikiran.
“Misalnya, para bhikkhu, seseorang menjatuhkan sebuah obor rumput yang menyala ke atas rerumputan kering. Jika ia dengan segera memadamkannya dengan tangan dan kakinya, maka makhluk-makhluk yang hidup di rerumputan dan kayu itu tidak akan menemui bencana dan malapetaka. Demikian pula, jika petapa dan brahmana mana pun dengan segera meninggalkan, mengusir, menghapuskan, dan melenyapkan persepsi jahat yang telah muncul dalam dirinya, ia berdiam dalam kebahagiaan dalam kehidupan ini, tanpa kegundahan, dengan keputusasaan, dan demam; dan dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, alam kelahiran yang bahagia akan menghampirinya.”
13 (3) Aula Bata
Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang berdiam di Ñātika, di Aula Bata. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: “Para bhikkhu!”
“Yang Mulia!” para bhikkhu menjawab. Sang Bhagavā berkata
sebagai berikut:
“Para bhikkhu, dengan bergantung pada suatu unsur maka muncul persepsi, di sana muncul pandangan, di sana muncul pikiran.”240
Ketika hal ini dikatakan, Yang Mulia Saddha Kaccāyana berkata kepada Sang Bhagavā: “Yang Mulia, sehubungan dengan mereka yang
belum tercerahkan sempurna, ketika pandangan muncul, ‘Mereka ini adalah Yang Tercerahkan Sempurna,’ dengan bergantung pada apakah pandangan ini terlihat?”241
“Sungguh kuat, Kaccāyana, unsur ini, unsur kebodohan. [154] Dengan bergantung pada suatu unsur rendah, Kaccāyana, maka
kehendak rendah, kerinduan rendah, pengharapan rendah, orang rendah, ucapan rendah. Ia menjelaskan, mengajarkan, menyatakan, membentuk, mengungkapkan, menganalisa, dan membabarkan yang rendah. Kelahiran kembalinya, Aku mengatakan, adalah rendah.
“Dengan bergantung pada suatu unsur menengah, Kaccāyana, maka
muncul persepsi menengah, pandangan menengah, pikiran menengah, kehendak menengah, kerinduan menengah, pengharapan menengah, orang menengah, ucapan menengah. Ia menjelaskan, mengajarkan, menyatakan, membentuk, mengungkapkan, menganalisa, dan membabarkan yang menengah. Kelahiran kembalinya, Aku mengatakan, adalah menengah.
“Dengan bergantung pada suatu unsur mulia, Kaccāyana, maka
muncul persepsi mulia, pandangan mulia, pikiran mulia, kehendak mulia, kerinduan mulia, pengharapan mulia, orang mulia, ucapan mulia. Ia menjelaskan, mengajarkan, menyatakan, membentuk, mengungkapkan, menganalisa, dan membabarkan yang mulia. Kelahiran kembalinya, Aku mengatakan, adalah mulia.”
14 (4) Watak Rendah
Di Sāvatthī, “Para bhikkhu, adalah melalui unsur-unsur maka
makhluk-makhluk berkumpul dan bersatu. Mereka yang berwatak rendah berkumpul dan bersatu dengan mereka yang berwatak rendah; mereka yang berwatak baik berkumpul dan bersatu dengan mereka yang berwatak baik.242 Di masa lalu, melalui unsur-unsur maka
makhluk-makhluk berkumpul dan bersatu…. Di masa depan juga, melalui unsur-unsur maka makhluk-makhluk akan berkumpul dan bersatu…. [155] Sekarang juga, di masa kini, melalui unsur-unsur maka makhluk-makhluk berkumpul dan bersatu. Mereka yang berwatak rendah berkumpul dan bersatu dengan mereka yang berwatak rendah; mereka yang berwatak baik berkumpul dan bersatu dengan mereka yang berwatak baik.”
15 (5) Berjalan Mondar-mandir
Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di Rājagaha, di Puncak Gunung Nasar. Pada saat itu, tidak jauh dari Sang Bhagavā, Yang Mulia
Sāriputta sedang berjalan mondar-mandir bersama dengan sejumlah bhikkhu; Yang Mulia Mahāmoggallāna … Yang Mulia Mahākassapa … Yang Mulia Anuruddha … Yang Mulia Puṇṇa Mantāniputta … Yang Mulia Upāli … Yang Mulia Ānanda sedang berjalan mondar-mandir bersama dengan sejumlah bhikkhu. Dan tidak jauh dari Sang Bhagavā, Devadatta juga sedang berjalan mondar-mandir bersama dengan
sejumlah bhikkhu.”
Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: “Para bhikkhu, apakah kalian melihat Sāriputta berjalan
mondar-mandir bersama dengan sejumlah bhikkhu?”243
“Ya, Yang Mulia.”
“Semua bhikkhu itu memiliki kebijaksanaan tinggi. Apakah
kalian melihat Moggallāna berjalan mondar-mandir bersama dengan
sejumlah bhikkhu?” “Ya, Yang Mulia.”
“Semua bhikkhu itu memiliki kekuatan batin tinggi. Apakah kalian melihat Kassapa berjalan mondar-mandir bersama dengan sejumlah bhikkhu?” [156]
“Ya, Yang Mulia.”
“Semua bhikkhu itu adalah pendukung praktik petapaan. Apakah kalian melihat Anuruddha berjalan mondar-mandir bersama dengan sejumlah bhikkhu?”
“Ya, Yang Mulia.”
“Semua bhikkhu itu memiliki mata dewa. Apakah kalian melihat
Puṇṇa Mantāniputta berjalan mondar-mandir bersama dengan
sejumlah bhikkhu?” “Ya, Yang Mulia.”
“Semua bhikkhu itu adalah pembabar Dhamma. Apakah kalian
melihat Upāli berjalan mondar-mandir bersama dengan sejumlah
bhikkhu?”
“Ya, Yang Mulia.”
“Semua bhikkhu itu adalah penjunjung Disiplin. Apakah kalian
melihat Ānanda berjalan mondar-mandir bersama dengan sejumlah
bhikkhu?”
“Ya, Yang Mulia.”
melihat Devadatta berjalan mondar-mandir bersama dengan sejumlah
bhikkhu?”
“Ya, Yang Mulia.”
“Semua bhikkhu itu memiliki keinginan jahat.
“Para bhikkhu, adalah melalui unsur-unsur maka makhluk-makhluk berkumpul dan bersatu. Mereka yang berwatak rendah berkumpul dan bersatu dengan mereka yang berwatak rendah; mereka yang berwatak baik berkumpul dan bersatu dengan mereka yang berwatak baik. Di masa lalu mereka demikian, di masa depan mereka demikian, [157] dan sekarang di masa kini mereka juga demikian.”
16 (6) Dengan Syair
Di Sāvatthī.244 “Para bhikkhu, adalah melalui unsur-unsur maka
makhluk-makhluk berkumpul dan bersatu. Mereka yang berwatak rendah berkumpul dan bersatu dengan mereka yang berwatak rendah. Di masa lalu mereka demikian, di masa depan mereka demikian, dan sekarang di masa kini mereka juga demikian.
“Bagaikan kotoran badan berkumpul dan bersatu dengan kotoran badan, air seni dengan air seni, air ludah dengan air ludah, nanah dengan nanah, dan darah dengan darah, demikian pula, para bhikkhu, adalah melalui unsur-unsur maka makhluk-makhluk berkumpul dan bersatu. Mereka yang berwatak rendah berkumpul dan bersatu dengan mereka yang berwatak rendah Di masa lalu mereka demikian, di masa depan mereka demikian, dan sekarang di masa kini mereka juga demikian. [158]
“Para bhikkhu, adalah melalui unsur-unsur maka makhluk-makhluk berkumpul dan bersatu. Mereka yang berwatak baik berkumpul dan bersatu dengan mereka yang berwatak baik. Di masa lalu mereka demikian, di masa depan mereka demikian, dan sekarang di masa kini mereka juga demikian.
“Bagaikan susu berkumpul dan bersatu dengan susu, minyak dengan minyak, ghee dengan ghee, madu dengan madu, dan sirop dengan sirop, demikian pula, para bhikkhu, adalah melalui unsur- unsur maka makhluk-makhluk berkumpul dan bersatu. Mereka yang berwatak baik berkumpul dan bersatu dengan mereka yang berwatak baik Di masa lalu mereka demikian, di masa depan mereka demikian, dan sekarang di masa kini mereka juga demikian.
Ini adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Setelah
mengatakan ini, Yang Sempurna, lebih lanjut mengatakan: “Dari pergaulan maka hutan nafsu muncul,245
Oleh tanpa-pergaulan hutan ditebang.
Bagaikan seseorang yang telah menaiki sebilah papan Akan tenggelam di lautan yang bergelora,
Demikian pula seorang yang hidup bermoral tenggelam Dengan berkumpul bersama orang malas.”
“Demikianlah seseorang seharusnya menghindari orang yang demikian –
Orang malas; tanpa semangat,
Hanya bergaul dengan para bijaksana, Dengan para meditator yang tekun,
Dengan para mulia yang berdiam dalam keheningan, Semangat mereka meningkat secara konstan.” [159] 17 (7) Tidak Berkeyakinan
Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, adalah melalui unsur-unsur maka makhluk-
makhluk berkumpul dan bersatu. Mereka yang tidak berkeyakinan berkumpul dan bersatu dengan mereka yang tidak berkeyakinan; mereka yang tidak memiliki rasa malu berkumpul dan bersatu dengan mereka yang tidak memiliki rasa malu; mereka yang tidak takut melakukan pelanggaran berkumpul dan bersatu dengan mereka yang tidak takut melakukan pelanggaran; mereka yang tidak terpelajar berkumpul dan bersatu dengan mereka yang tidak terpelajar; mereka yang malas berkumpul dan bersatu dengan mereka yang malas; mereka yang berpikiran kacau berkumpul dan bersatu dengan mereka yang berpikiran kacau; mereka yang tidak bijaksana berkumpul dan bersatu dengan mereka yang tidak bijaksana. Di masa lalu mereka demikian, di masa depan mereka demikian, [160] dan sekarang di masa kini mereka juga demikian.
“Para bhikkhu, adalah melalui unsur-unsur maka makhluk-makhluk berkumpul dan bersatu. Mereka yang berkeyakinan berkumpul dan bersatu dengan mereka yang berkeyakinan; mereka yang memiliki rasa
malu berkumpul dan bersatu dengan mereka yang memiliki rasa malu; mereka yang takut melakukan pelanggaran berkumpul dan bersatu dengan mereka yang takut melakukan pelanggaran; mereka yang terpelajar berkumpul dan bersatu dengan mereka yang terpelajar; mereka yang bersemangat berkumpul dan bersatu dengan mereka yang bersemangat; mereka yang penuh perhatian berkumpul dan bersatu dengan mereka yang penuh perhatian; mereka yang bijaksana berkumpul dan bersatu dengan mereka yang bijaksana. Di masa lalu mereka demikian, di masa depan mereka demikian, dan sekarang di masa kini mereka juga demikian.”
18 (8) Berakar pada Mereka yang Tidak Berkeyakinan (i)
“Para bhikkhu, adalah melalui unsur-unsur maka makhluk-makhluk berkumpul dan bersatu. [161] Mereka yang tidak berkeyakinan berkumpul dan bersatu dengan mereka yang tidak berkeyakinan; mereka yang tidak memiliki rasa malu dengan mereka yang tidak memiliki rasa malu; mereka yang tidak bijaksana dengan mereka yang tidak bijaksana. Mereka yang berkeyakinan berkumpul dan bersatu dengan mereka yang berkeyakinan; mereka yang memiliki rasa malu dengan mereka yang memiliki rasa malu; mereka yang bijaksana dengan mereka yang bijaksana. Di masa lalu mereka demikian, di masa depan mereka demikian, dan sekarang di masa kini mereka juga demikian.”
(Empat bagian selanjutnya dari sutta ini menggantikan berikut ini dengan yang ke dua, “tidak memiliki rasa malu” menjadi “memiliki rasa malu”:)
(ii) mereka yang tidak takut melakukan pelanggaran, mereka yang takut melakukan pelanggaran;
(iii) mereka yang tidak terpelajar, mereka yang terpelajar; [162]
(iv) mereka yang malas, mereka yang bersemangat;
(v) mereka yang berpikiran kacau, mereka yang penuh perhatian.
19 (9) Berakar pada Mereka yang Tidak Memiliki Rasa Malu (i)
berkumpul dan bersatu. Mereka yang tidak memiliki rasa malu berkumpul dan bersatu dengan mereka yang tidak memiliki rasa malu; [163] mereka yang tidak takut melakukan pelanggaran dengan mereka yang tidak takut melakukan pelanggaran; mereka yang tidak bijaksana dengan mereka yang tidak bijaksana. Mereka yang memiliki rasa malu berkumpul dan bersatu dengan mereka yang memiliki rasa malu; mereka yang takut melakukan pelanggaran dengan mereka yang takut melakukan pelanggaran; mereka yang bijaksana dengan mereka yang bijaksana. [Di masa lalu mereka demikian, di masa depan mereka demikian, dan sekarang di masa kini mereka juga demikian.]”
(Tiga bagian selanjutnya dari sutta ini menggantikan berikut ini dengan yang ke dua, “tidak takut melakukan pelanggaran” menjadi “takut melakukan pelanggaran”:)
(ii) mereka yang tidak terpelajar, mereka yang terpelajar; (iii) mereka yang malas, mereka yang bersemangat;
(iv) mereka yang berpikiran kacau, mereka yang penuh perhatian.
20 (10) Berakar pada Mereka yang Tidak Takut Melakukan pelanggaran (i)
[164] “Para bhikkhu, adalah melalui unsur-unsur maka makhluk- makhluk berkumpul dan bersatu. Mereka yang tidak takut melakukan pelanggaran berkumpul dan bersatu dengan mereka yang tidak takut melakukan pelanggaran; mereka yang tidak terpelajar dengan mereka yang tidak terpelajar; mereka yang tidak bijaksana berkumpul dan bersatu dengan mereka yang tidak bijaksana. Mereka yang takut melakukan pelanggaran berkumpul dan bersatu dengan mereka yang takut melakukan pelanggaran; mereka yang terpelajar dengan mereka yang terpelajar; mereka yang bijaksana dengan mereka yang bijaksana. Di masa lalu mereka demikian, di masa depan mereka demikian, dan sekarang di masa kini mereka juga demikian.”
(Dua bagian selanjutnya dari sutta ini menggantikan berikut ini dengan yang ke dua, “tidak terpelajar” menjadi “terpelajar”:)
(ii) mereka yang malas, mereka yang bersemangat;
21 (11) Berakar pada Mereka yang Tidak Terpelajar (i)
“Para bhikkhu, adalah melalui unsur-unsur maka makhluk-makhluk berkumpul dan bersatu. Mereka yang tidak terpelajar berkumpul dan bersatu dengan mereka yang tidak terpelajar; mereka yang malas dengan mereka yang malas; mereka yang tidak bijaksana berkumpul dan bersatu dengan mereka yang tidak bijaksana. Mereka yang terpelajar berkumpul dan bersatu dengan mereka yang terpelajar; mereka yang bersemangat [165] dengan mereka yang bersemangat; mereka yang bijaksana dengan mereka yang bijaksana. Di masa lalu mereka demikian, di masa depan mereka demikian, dan sekarang di masa kini mereka juga demikian.”
(ii)
“Mereka yang tidak terpelajar berkumpul dan bersatu dengan mereka yang tidak terpelajar; mereka yang tidak bijaksana berkumpul dan bersatu dengan mereka yang tidak bijaksana. Mereka yang terpelajar berkumpul dan bersatu dengan mereka yang terpelajar; mereka yang bijaksana berkumpul dan bersatu dengan mereka yang bijaksana. Di masa lalu mereka demikian, di masa depan mereka demikian, dan sekarang di masa kini mereka juga demikian.”
22 (12) Berakar pada Mereka yang Malas (i)
“Para bhikkhu, adalah melalui unsur-unsur maka makhluk-makhluk berkumpul dan bersatu. Mereka yang malas berkumpul dan bersatu dengan mereka yang malas; mereka yang berpikiran kacau dengan mereka yang berpikiran kacau; mereka yang tidak bijaksana dengan mereka yang tidak bijaksana. Mereka yang bersemangat berkumpul dan bersatu dengan mereka yang bersemangat; mereka yang penuh perhatian dengan mereka yang penuh perhatian; mereka yang bijaksana dengan mereka yang bijaksana.”
[166]
III. HUKUM KAMMA