• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUB BAB KE EMPAT (Empat Unsur)

Dalam dokumen Sang Buddha Terjemahan baru (Halaman 170-176)

Khotbah Berkelompok tentang Unsur-unsur

IV. SUB BAB KE EMPAT (Empat Unsur)

30 (1) Empat Unsur

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika….

“Para bhikkhu, terdapat empat unsur ini. apakah empat ini? Unsur tanah, unsur air, unsur panas, unsur angin. Ini adalah empat unsur.”247

31 (2) Sebelum Penerangan-Ku

Di Sāvatthī. [170] “Para bhikkhu, sebelum penerangan-Ku, sewaktu

Aku masih seorang Bodhisatta, belum tercerahkan sempurna, Aku berpikir: ‘Apakah kepuasan, apakah bahayanya, apakah jalan untuk membebaskan diri dalam hal unsur tanah? Apakah kepuasan, apakah bahayanya, apakah jalan untuk membebaskan diri dalam hal unsur air … unsur panas … unsur angin?’

“Kemudian, para bhikkhu, Aku berpikir: ‘Kesenangan dan kegembiraan yang muncul dengan bergantung pada unsur tanah: ini adalah kepuasan di dalam unsur tanah. Bahwa unsur tanah adalah tidak kekal, penuh penderitaan, dan mengalami perubahan: ini adalah bahaya dalam unsur tanah. Melenyapkan dan meninggalkan keinginan dan nafsu terhadap unsur tanah: ini adalah jalan membebaskan diri dari unsur tanah.’ 248

“’Kesenangan dan kegembiaan yang muncul dengan bergantung pada unsur air … unsur panas … unsur angin: ini adalah kepuasan di dalam unsur angin. Bahwa unsur angin adalah tidak kekal, penuh penderitaan, dan mengalami perubahan: ini adalah bahaya dalam unsur angin. Melenyapkan dan meninggalkan keinginan dan nafsu terhadap unsur angin: ini adalah jalan membebaskan diri dari unsur angin.’249

“Selama, para bhikkhu, Aku belum mengetahui secara langsung sebagaimana adanya kepuasan, bahaya, dan jalan membebaskan diri dalam hal empat unsur ini, Aku tidak menyatakan telah tersadar hingga Penerangan Sempurna yang tiada bandingnya di dunia ini dengan

para deva, Māra, dan Brahma, dalam generasi ini dengan para petapa dan brahmana, para deva dan manusia. Tetapi ketika Aku mengetahui

secara langsung semua ini sebagaimana adanya, maka Aku menyatakan telah tersadar hingga Penerangan Sempurna yang tiada bandingnya di

dunia ini dengan … pada deva dan manusia. [171]

“Pengetahuan dan penglihatan muncul dalam diri-Ku: ‘Kebebasan batin-Ku tidak tergoyahkan:250 ini adalah kelahiran terakhir-Ku;

sekarang tidak ada lagi penjelmaan baru.” 32 (3) Aku Mencari

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, Aku mengembara mencari kepuasan dalam

unsur tanah. Kepuasan apa pun yang terdapat dalam unsur tanah – yang Ku-temukan. Aku telah jelas melihatnya dengan kebijaksanaan seberapa jauh kepuasan dalam unsur tanah itu.

“Para bhikkhu, Aku mengembara mencari bahaya dalam unsur tanah. Bahaya apa pun yang terdapat dalam unsur tanah – yang Ku- temukan. Aku telah jelas melihatnya dengan kebijaksanaan seberapa jauh bahaya dalam unsur tanah itu.

“Para bhikkhu, Aku mengembara mencari jalan membebaskan diri dari unsur tanah. Jalan membebaskan diri apa pun yang terdapat dalam unsur tanah – yang Ku-temukan. Aku telah jelas melihatnya dengan kebijaksanaan seberapa jauh jalan pembebasan diri unsur tanah itu.

“Para bhikkhu, Aku mengembara mencari kepuasan dalam … bahaya dalam … jalan membebaskan diri dari unsur air … unsur panas … unsur angin. Jalan membebaskan diri apa pun yang terdapat dalam unsur angin – yang Ku-temukan. Aku telah jelas melihatnya dengan kebijaksanaan seberapa jauh jalan pembebasan diri unsur angin itu.

“Selama, para bhikkhu, Aku belum mengetahui secara langsung sebagaimana adanya kepuasan, bahaya, dan jalan membebaskan diri dalam hal empat unsur ini … (seperti di atas) [172] … para deva dan

manusia.

“Pengetahuan dan penglihatan muncul dalam diriKu: ‘Kebebasan batinKu tidak tergoyahkan: ini adalah kelahiran terakhirKu; sekarang tidak ada lagi penjelmaan baru.’”

33 (4) Jika Tidak Ada

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, jika tidak ada kepuasan dalam unsur tanah,

maka makhluk-makhluk tidak akan menjadi tertarik dengannya; tetapi karena ada kepuasan dalam unsur tanah, maka makhluk-makhluk menjadi tertarik dengannya. Jika tidak ada bahaya dalam unsur tanah, maka makhluk-makhluk tidak akan mengalami kejijikan terhadapnya; tetapi karena ada bahaya dalam unsur tanah, maka makhluk-makhluk mengalami kejijikan terhadapnya. Jika tidak ada jalan membebaskan diri dari unsur tanah, maka makhluk-makhluk tidak akan bebas darinya; tetapi karena ada jalan membebaskan diri dari unsur tanah, maka makhluk-makhluk terbebaskan darinya.

“Para bhikkhu, jika tidak ada kepuasan dalam unsur tanah … unsur panas … unsur angin, maka makhluk-makhluk tidak akan menjadi tertarik dengannya … [173] … tetapi karena ada jalan membebaskan diri dari unsur angin, maka makhluk-makhluk terbebaskan darinya.

“Selama, para bhikkhu, makhluk-makhluk belum mengetahui secara langsung sebagaimana adanya kepuasan sebagai kepuasan, bahaya sebagai bahaya, dan jalan membebaskan diri sebagai jalan membebaskan diri dalam hal empat unsur, mereka belum membebaskan

diri dari dunia ini dengan para deva, Māra, dan Brahmā, dari generasi ini dengan para petapa dan brahmana, para deva dan manusia; mereka

belum terlepas darinya, terbebas darinya, mereka juga tidak berdiam dengan batin bebas dari rintangan. Tetapi ketika makhluk-makhluk telah mengetahui secara langsung sebagaimana adanya, maka mereka

telah terbebas dari dunia ini dengan para deva dan manusia … mereka

telah terlepas darinya, terbebas darinya, dan mereka berdiam dengan batin bebas dari rintangan.”251

34 (5) Semata-mata Penderitaan

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, jika unsur tanah ini semata-mata

adalah penderitaan, tenggelam dalam penderitaan; curam menuju penderitaan, dan jika [juga] tidak curam menuju kesenangan, maka makhluk-makhluk tidak akan menyukainya. Tetapi karena unsur tanah adalah menyenangkan,252 tenggelam dalam kesenangan, curam

menuju kenikmatan, dan tidak [hanya] curam menuju penderitaan, maka makhluk-makhluk menyukainya. [174]

“Para bhikkhu, jika unsur air ini semata-mata adalah penderitaan … jika unsur panas ini semata-mata adalah penderitaan … jika unsur angin ini semata-mata adalah penderitaan, tenggelam dalam penderitaan; curam menuju penderitaan, dan jika [juga] tidak curam menuju kesenangan, maka makhluk-makhluk tidak akan menyukainya. Tetapi karena unsur angin adalah menyenangkan, tenggelam dalam kesenangan, curam menuju kenikmatan, dan tidak [hanya] curam menuju penderitaan, maka makhluk-makhluk menyukainya.

“Para bhikkhu, jika unsur tanah ini semata-mata adalah menyenangkan, tenggelam dalam kesenangan; curam menuju kesenangan, dan jika tidak [hanya] curam menuju penderitaan, maka makhluk-makhluk tidak akan mengalami kejijikan terhadapnya. Tetapi karena unsur tanah adalah penderitaan, tenggelam dalam penderitaan, curam menuju penderitaan, dan tidak [hanya] curam menuju kesenangan, maka makhluk-makhluk mengalami kejijikan terhadapnya.

“Para bhikkhu, jika unsur air ini semata-mata adalah menyenangkan … jika unsur panas ini semata-mata adalah menyenangkan … jika unsur angin ini semata-mata adalah menyenangkan, tenggelam dalam kesenangan; curam menuju kesenangan, dan jika tidak [hanya] curam menuju penderitaan, maka makhluk-makhluk tidak akan mengalami kejijikan terhadapnya. Tetapi karena unsur angin adalah penderitaan, tenggelam dalam penderitaan, curam menuju penderitaan, dan tidak [hanya] curam menuju kesenangan, maka makhluk-makhluk mengalami kejijikan terhadapnya.”

35 (6) Kenikmatan

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, seseorang yang mencari kenikmatan dalam

unsur tanah, mencari kenikmatan dalam penderitaan. Seseorang yang mencari kenikmatan dalam penderitaan, Aku katakan, adalah tidak terbebas dari penderitaan. seseorang yang mencari kenikmatan dalam unsur air … dalam unsur panas … dalam unsur angin, mencari kenikmatan dalam penderitaan. Seseorang yang mencari kenikmatan dalam penderitaan, Aku katakan, adalah tidak terbebas dari penderitaan. [175]

dalam unsur angin, tidak mencari kenikmatan dalam penderitaan. Seseorang yang tidak mencari kenikmatan dalam penderitaan, Aku katakan, adalah terbebas dari penderitaan.”

36 (7) Kemunculan

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, kemunculan, keberlangsungan, produksi,

dan manifestasi dari unsur tanah adalah kemunculan, keberlangsungan penyakit, manifestasi penuaan-dan-kematian.253 Kemunculan,

keberlangsungan, produksi, dan manifestasi dari unsur air … unsur panas … unsur angin adalah kemunculan, keberlangsungan penyakit, manifestasi penuaan-dan-kematian.

“Lenyapnya, meredanya, dan menghilangnya unsur tanah, … unsur angin adalah lenyapnya penderitaan, meredanya penyakit, menghilangnya penuaan-dan-kematian.”

37 (8) Petapa dan Brahmana (1)

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, terdapat empat unsur ini. Apakah empat

ini? unsur tanah, unsur air, unsur panas, unsur angin.

“Para petapa dan brahmana itu, para bhikkhu, yang tidak memahami sebagaimana adanya kepuasan, bahaya dan jalan membebaskan diri dari empat unsur ini: [176] mereka ini tidak Kuanggap sebagai petapa di antara para petapa atau brahmana di antara para brahmana, dan para mulia ini tidak, dengan menembusnya untuk diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini masuk dan berdiam dalam tujuan petapaan atau tujuan kebrahmanaan.

“Tetapi, para bhikkhu, para petapa dan brahmana yang memahami sebagaimana adanya kepuasan, bahaya dan jalan membebaskan diri dari empat unsur ini: mereka ini Kuanggap sebagai petapa di antara para petapa atau brahmana di antara para brahmana, dan para mulia ini, dengan menembusnya untuk diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini masuk dan berdiam dalam tujuan petapaan atau tujuan kebrahmanaan.”

38 (9) Petapa dan Brahmana (2)

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, terdapat empat unsur ini. Apakah empat

ini? unsur tanah, unsur air, unsur panas, unsur angin.

“Para petapa dan brahmana itu, para bhikkhu, yang tidak memahami sebagaimana adanya asal-mula dan lenyapnya, kepuasan, bahaya dan jalan membebaskan diri dari empat unsur ini: mereka ini tidak Kuanggap sebagai petapa di antara para petapa….

“Tetapi, para bhikkhu, para petapa dan brahmana itu yang memahami sebagaimana adanya asal-mula dan lenyapnya, kepuasan, bahaya dan jalan membebaskan diri dari empat unsur ini: mereka ini Kuanggap sebagai petapa di antara para petapa atau brahmana di antara para brahmana, dan para mulia ini, dengan menembusnya untuk diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini masuk dan berdiam dalam tujuan petapaan atau tujuan kebrahmanaan.”

39 (10) Petapa dan Brahmana (3)

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, para petapa dan brahmana itu yang tidak

memahami unsur tanah, asal-mulanya, lenyapnya, dan jalan menuju lenyapnya; [177] yang tidak memahami unsur air … unsur panas … unsur angin, asal-mulanya, lenyapnya, dan jalan menuju lenyapnya: mereka ini tidak Kuanggap sebagai petapa di antara para petapa….

“Tetapi, para bhikkhu, para petapa dan brahmana itu yang memahami hal-hal ini mereka ini tidak Kuanggap sebagai petapa di antara para petapa dan brahmana di antara para brahmana, dan para mulia ini, dengan menembusnya untuk diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini masuk dan berdiam dalam tujuan petapaan atau tujuan kebrahmanaan.”

~ 702 ~

BAB IV

15. Anamataggasaṃyutta

Dalam dokumen Sang Buddha Terjemahan baru (Halaman 170-176)