• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUMAH TANGGA 41 (1) Lima Permusuhan Menakutkan (1)

Dalam dokumen Sang Buddha Terjemahan baru (Halaman 90-110)

Khotbah Berkelompok tentang Sebab-akibat

V. PERUMAH TANGGA 41 (1) Lima Permusuhan Menakutkan (1)

Di Sāvatthī. Perumah tangga Anāthapiṇḍika mendekati Sang Bhagavā,

memberi hormat kepada Beliau, dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang

Bhagavā berkata kepadanya:

“Perumah tangga, ketika lima permusuhan menakutkan telah disingkirkan dalam diri seorang siswa mulia, dan ia memiliki empat faktor Memasuki-arus, dan ia telah melihat dengan jelas dan dengan sempurna menembus metode mulia dengan kebijaksanaan, jika ia menginginkan maka ia dapat menyatakan sehubungan dengan dirinya: ‘Aku adalah seorang yang telah selesai dengan alam neraka, selesai dengan alam binatang, selesai dengan alam setan, selesai dengan alam sengsara, alam tujuan yang buruk, alam rendah. Aku adalah seorang Pemasuk-arus, tidak lagi terikat oleh alam rendah, mantap dalam tujuan, dengan Penerangan sebagai tujuanku.’118

“Apakah lima permusuhan menakutkan yang telah disingkirkan? Perumah tangga, seorang yang membunuh, sehubungan dengan perilaku demikian, permusuhan menakutkan dalam kehidupan sekarang dan permusuhan menakutkan dalam kehidupan mendatang, dan ia mengalami kesakitan dan ketidaksenangan batin.119 Demikianlah

bagi seorang yang menghindari diri dari pembunuhan, permusuhan menakutkan ini disingkirkan.

“Seorang yang mengambil apa yang tidak diberikan … [69] … yang terlibat dalam perbuatan seksual yang salah … yang berkata- kata tidak benar … yang meminum anggur, alkohol, dan minuman keras yang menyebabkan kelengahan, sehubungan dengan perilaku demikian, permusuhan menakutkan dalam kehidupan sekarang dan permusuhan menakutkan dalam kehidupan mendatang, dan ia mengalami kesakitan dan ketidaksenangan batin. Demikianlah bagi seorang yang menghindari diri dari anggur, alkohol, dan minuman keras yang menyebabkan kelengahan, permusuhan menakutkan ini disingkirkan.

“Ini adalah lima permusuhan menakutkan yang telah disingkirkan.

“Apakah empat faktor Memasuki-arus yang ia miliki?120 Di sini,

perumah tangga, siswa mulia itu memiliki keyakinan kuat sebagai

berikut: ‘Sang Bhagavā adalah seorang Arahanta, tercerahkan

sempurna, sempurna dalam pengetahuan sejati dan perilaku, Yang Sempurna menempuh Sang Jalan, pengenal seluruh alam, pemimpin

terbaik bagi makhluk-makhluk yang harus dijinakkan, guru para deva dan manusia, Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā.’

“Ia memiliki keyakinan kuat dalam Dhamma sebagai berikut:

‘Dhamma telah dibabarkan dengan sempurna oleh Sang Bhagavā,

terlihat langsung, seketika, mengundang seseorang untuk datang dan melihat, dapat dipraktikkan, untuk dialami secara pribadi oleh para bijaksana.’

“Ia memiliki keyakinan kuat dalam Saṅgha sebagai berikut: ‘Saṅgha siswa Sang Bhagavā mempraktikkan jalan yang baik, mempraktikkan

jalan yang lurus, mempraktikkan jalan yang benar, mempraktikkan jalan yang seharusnya; yaitu, empat pasang makhluk, delapan jenis

individu – Saṅgha [70] siswa Sang Bhagavā ini layak menerima

pemberian, layak menerima keramahan, layak menerima persembahan, layak menerima penghormatan, ladang kebajikan yang terbaik di alam semesta.’

“Ia memiliki moralitas yang disukai oleh para mulia – tidak rusak, tidak robek, tanpa noda, tanpa bercak, membebaskan, dipuji oleh para

bijaksana, tidak mencengkeram, menuntun ke arah konsentrasi.”121

“Ini adalah empat faktor Memasuki-arus yang ia miliki.

“Dan apakah metode mulia yang telah ia lihat dengan jelas dan dengan sempurna ditembus dengan kebijaksanan?122 Di sini, perumah

tangga, siswa mulia itu memperhatikan dengan saksama dan sungguh- sungguh pada sebab-akibat yang saling bergantungan sebagai berikut: ‘Jika ini ada, maka itu juga ada; dengan munculnya ini, maka muncullah itu. Jika ini tidak ada, maka itu tidak ada, dengan lenyapnya ini, maka lenyap pula itu. Yaitu, dengan kebodohan sebagai kondisi, maka bentukan-bentukan kehendak [muncul]; dengan bentukan-bentukan kehendak sebagai kondisi, maka kesadaran…. Demikianlah asal-mula keseluruhan kumpulan penderitaan ini. Tetapi dengan peluruhan tanpa sisa dan lenyapnya kebodohan, maka lenyap pula bentukan- bentukan kehendak; dengan lenyapnya bentukan-bentukan kehendak, maka lenyap pula kesadaran…. Demikianlah lenyapnya keseluruhan kumpulan penderitaan ini.’

“Inilah metode mulia yang telah dengan jelas ia lihat dan dengan sempurna ditembus dengan kebijaksanaan.

“Jika, Perumah tangga, lima permusuhan menakutkan ini telah disingkirkan dalam diri seorang siswa mulia, dan ia memiliki empat faktor Memasuki-arus, dan ia telah melihat dengan jelas dan dengan sempurna menembus metode mulia dengan kebijaksanaan, jika ia menginginkan maka ia dapat menyatakan sehubungan dengan dirinya: ‘Aku adalah seorang telah selesai dengan alam neraka, selesai dengan alam binatang, selesai dengan alam setan, selesai dengan alam sengsara, alam tujuan yang buruk, alam rendah. Aku adalah seorang Pemasuk-arus, tidak lagi terikat oleh alam rendah, mantap dalam tujuan, dengan penerangan sebagai tujuanku.’”

42 (2) Lima Permusuhan Menakutkan (2)

(Sutta ini identik dengan sutta sebelumnya dengan pengecualian bahwa sutta ini ditujukan kepada “sekelompok bhikkhu”) [71]

43 (3) Penderitaan

tentang asal-mula dan lenyapnya penderitaan. Dengarkanlah dan perhatikanlah, Aku akan menjelaskan.”123

“Baik, Yang Mulia,” para bhikkhu menjawab. Sang Bhagavā berkata

sebagai berikut:

“Dan apakah, para bhikkhu, asal-mula penderitaan? Dengan bergantung pada mata dan bentuk, maka muncullah kesadaran-mata. Pertemuan dari ketiga ini adalah kontak. Dengan kontak sebagai kondisi, maka perasaan [muncul]; dengan perasaan sebagai kondisi, maka keinginan. Ini adalah asal-mula penderitaan.

“Dengan bergantung pada telinga dan suara-suara…. Dengan bergantung pada hidung dan bau-bauan…. Dengan bergantung pada lidah dan rasa-kecapan…. Dengan bergantung pada badan dan objek sentuhan…. Dengan bergantung pada pikiran dan fenomena pikiran, maka muncullah kesadaran-pikiran. Pertemuan dari ketiga ini adalah kontak. Dengan kontak sebagai kondisi, maka perasaan [muncul]; dengan perasaan sebagai kondisi, maka keinginan. Ini adalah asal- mula penderitaan.

“Dan apakah, para bhikkhu, lenyapnya penderitaan? Dengan bergantung pada mata dan bentuk, maka muncullah kesadaran- mata. Pertemuan dari ketiga ini adalah kontak. Dengan kontak sebagai kondisi, maka perasaan [muncul]; dengan perasaan sebagai kondisi, maka keinginan. Tetapi dengan peluruhan tanpa sisa dan lenyapnya keinginan yang sama itu, maka lenyap pula kemelekatan; dengan lenyapnya kemelekatan, maka lenyap pula penjelmaan; dengan lenyapnya penjelmaan, maka lenyap pula kelahiran; dengan lenyapnya kelahiran, maka penuaan-dan-kematian, kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan keputusasaan juga lenyap. Demikianlah lenyapnya keseluruhan kumpulan penderitaan ini. Ini adalah lenyapnya penderitaan.

“Dengan bergantung pada telinga dan suara-suara…. Dengan bergantung pada pikiran dan fenomena pikiran, maka muncullah kesadaran-pikiran. Pertemuan dari ketiga ini adalah kontak. Dengan kontak sebagai kondisi, maka perasaan [muncul]; dengan perasaan sebagai kondisi, maka keinginan. Tetapi dengan peluruhan tanpa sisa dan lenyapnya keinginan yang sama itu, maka lenyap pula kemelekatan … lenyap pula penjelmaan … lenyap pula kelahiran; dengan

lenyapnya kelahiran, maka penuaan-dan-kematian, [73] kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan keputusasaan juga lenyap. Demikianlah lenyapnya keseluruhan kumpulan penderitaan ini. Ini adalah lenyapnya penderitaan.”

44 (4) Dunia

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian

tentang asal-mula dan lenyapnya dunia. Dengarkanlah dan perhatikanlah, Aku akan menjelaskan.”124

“Baik, Yang Mulia,” para bhikkhu menjawab. Sang Bhagavā berkata

sebagai berikut:

“Dan apakah, para bhikkhu, asal-mula dunia? Dengan bergantung pada mata dan bentuk, maka muncullah kesadaran-mata. Pertemuan dari ketiga ini adalah kontak. Dengan kontak sebagai kondisi, maka perasaan [muncul]; dengan perasaan sebagai kondisi, maka keinginan; dengan keinginan sebagai kondisi, maka kemelekatan; dengan kemelekatan sebagai kondisi, maka penjelmaan; dengan penjelmaan sebagai kondisi, maka kelahiran; dengan kelahiran sebagai kondisi, maka penuaan-dan-kematian, kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan keputusasaan muncul. Ini, para bhikkhu, adalah asal-mula dunia.

“Dengan bergantung pada telinga dan suara-suara…. Dengan bergantung pada hidung dan bau-bauan…. Dengan bergantung pada lidah dan rasa-kecapan…. Dengan bergantung pada badan dan objek sentuhan…. Dengan bergantung pada pikiran dan fenomena pikiran, maka muncullah kesadaran-pikiran. Pertemuan dari ketiga ini adalah kontak. Dengan kontak sebagai kondisi, maka perasaan [muncul]; dengan perasaan sebagai kondisi, maka keinginan; dengan keinginan sebagai kondisi, maka kemelekatan … penjelmaan … kelahiran; dengan kelahiran sebagai kondisi, maka penuaan-dan-kematian, kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan keputusasaan muncul. Ini, para bhikkhu, adalah asal-mula dunia.

“Dan apakah, para bhikkhu, lenyapnya dunia? Dengan bergantung pada mata dan bentuk, maka muncullah kesadaran-mata. Pertemuan dari ketiga ini adalah kontak. Dengan kontak sebagai kondisi, maka perasaan [muncul]; dengan perasaan sebagai kondisi, maka keinginan.

Tetapi dengan peluruhan tanpa sisa dan lenyapnya keinginan yang sama itu, maka lenyap pula kemelekatan; dengan lanyapnya kemelekatan, maka lenyap pula penjelmaan; dengan lenyapnya penjelmaan, maka lenyap pula kelahiran; dengan lenyapnya kelahiran, maka penuaan- dan-kematian, kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan keputusasaan juga lenyap. Demikianlah lenyapnya keseluruhan kumpulan penderitaan ini. Ini adalah lenyapnya penderitaan.

“Dengan bergantung pada telinga dan suara-suara … [74] …. Dengan bergantung pada pikiran dan fenomena pikiran, maka muncullah kesadaran-pikiran. Pertemuan dari ketiga ini adalah kontak. Dengan kontak sebagai kondisi, maka perasaan [muncul]; dengan perasaan sebagai kondisi, maka keinginan. Tetapi dengan peluruhan tanpa sisa dan lenyapnya keinginan yang sama itu, maka lenyap pula kemelekatan … lenyap pula penjelmaan … lenyap pula kelahiran; dengan lenyapnya kelahiran, maka penuaan-dan-kematian, kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan keputusasaan juga lenyap. Demikianlah lenyapnya keseluruhan kumpulan penderitaan ini. Ini, para bhikkhu, adalah lenyapnya penderitaan.”

45 (5) Di Ñātika

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang berdiam di Ñātika, di Aula Batu Bata. Kemudian, ketika Sang Bhagavā

sedang sendirian dalam keheningan, Beliau mengucapkan pembabaran Dhamma ini:125

“Dengan bergantung pada mata dan bentuk-bentuk, maka kesadaran-mata muncul. Pertemuan ketiga ini adalah kontak. Dengan kontak sebagai kondisi, perasaan [muncul]; dengan perasaan sebagai kondisi, maka keinginan; dengan keinginan sebagai kondisi, maka kemelekatan…. Demikianlah asal-mula keseluruhan kumpulan penderitaan ini.

“Dengan bergantung pada telinga dan suara-suara…. Dengan bergantung pada pikiran dan fenomena pikiran, maka kesadaran- pikiran muncul. Pertemuan ketiga ini adalah kontak. Dengan kontak sebagai kondisi, maka perasaan [muncul]; dengan perasaan sebagai kondisi, maka keinginan; dengan keinginan sebagai kondisi, maka kemelekatan…. Demikianlah asal-mula keseluruhan kumpulan

penderitaan ini.

“Dengan bergantung pada mata dan bentuk-bentuk, maka kesadaran-mata muncul. Pertemuan ketiga ini adalah kontak. Dengan kontak sebagai kondisi, maka perasaan [muncul]; dengan perasaan sebagai kondisi, maka keinginan. Tetapi dengan peluruhan tanpa sisa dan lenyapnya keinginan yang sama ini, maka lenyap pula kemelekatan; dengan lenyapnya kemelekatan, maka lenyap pula penjelmaan…. Demikianlah lenyapnya keseluruhan kumpulan penderitaan ini. [75]

“Dengan bergantung pada telinga dan suara-suara…. Dengan bergantung pada pikiran dan fenomena pikiran, maka kesadaran- pikiran muncul. Pertemuan ketiga ini adalah kontak. Dengan kontak sebagai kondisi, maka perasaan [muncul]; dengan perasaan sebagai kondisi, maka keinginan. Tetapi dengan peluruhan tanpa sisa dan lenyapnya keinginan yang sama ini, maka lenyap pula kemelekatan; dengan lenyapnya kemelekatan, maka lenyap pula penjelmaan…. Demikianlah lenyapnya keseluruhan kumpulan penderitaan ini.

Pada saat itu seorang bhikkhu berdiri mendengarkan Sang Bhagavā. Sang Bhagavā melihatnya berdiri di sana sambil mendengarkan dan

berkata kepadanya: “Apakah engkau mendengarkan pembabaran Dhamma itu, bhikkhu?”

“Ya, Yang Mulia.”

“Pelajarilah pembabaran Dhamma itu, bhikkhu, kuasai dan ingatlah. Pembabaran Dhamma itu bermanfaat dan berhubungan dengan landasan kehidupan suci.”

46 (6) Seorang Brahmana

Di Sāvatthī. Seorang brahmana mendekati Sang Bhagavā dan saling

bertukar sapa dengan Beliau. Ketika mereka mengakhiri ucapan ramah-tamah, ia duduk di satu sisi dan berkata kepada Beliau:

“Bagaimanakah, Guru Gotama: apakah seorang yang melakukan sama dengan orang yang mengalami [akibatnya]?126

“’Seorang yang melakukan sama dengan orang yang mengalami [akibatnya]’: ini, brahmana, adalah satu ekstrim.” [76]

“Kalau begitu, Guru Gotama, apakah orang yang melakukan adalah satu hal, dan orang yang mengalami [akibatnya] adalah hal lainnya?”

[akibatnya] adalah hal lainnya’: ini, brahmana, adalah ekstrim yang ke dua. Tanpa berbelok ke arah salah satu dari ekstrim-ekstrim ini, Sang

Tathāgata mengajarkan Dhamma di tengah: ‘Dengan kebodohan sebagai

kondisi, bentukan-bentukan kehendak [muncul]; dengan bentukan- bentukan kehendak sebagai kondisi, kesadaran…. Demikianlah asal- mula dari keseluruhan kumpulan penderitaan ini. Tetapi dengan peluruhan tanpa sisa dan lenyapnya kebodohan, maka lenyap pula bentukan-bentukan kehendak; dengan lenyapnya bentukan-bentukan kehendak, maka lenyap pula kesadaran…. Demikianlah lenyapnya keseluruhan kumpulan penderitaan ini.’”

Ketika hal ini dikatakan, brahmana itu berkata kepada Sang

Bhagavā: “Menakjubkan, Guru Gotama! … Aku berlindung pada Guru Gotama, dan Dhamma, dan Bhikkhu Saṅgha. Mulai hari ini sudilah

Guru Gotama mengingatku sebagai umat awam yang telah menyatakan berlindung seumur hidupku.”

47 (7) Jāṇussoṇi

Di Sāvatthī. Brahmana Jaṇussoṇi mendekati Sang Bhagavā dan saling

bertukar sapa dengan Beliau. Ketika mereka mengakhiri ucapan ramah-tamah, ia duduk di satu sisi dan berkata kepada Beliau:127

“Bagaimanakah, Guru Gotama: apakah semuanya ada?” “’Semua ada’: ini, brahmana, adalah satu ekstrim.”

“Kalau begitu, Guru Gotama, apakah semuanya tidak ada?”

“’Semuanya tidak ada’: ini, brahmana adalah ekstrim ke dua. Tanpa

berbelok ke arah salah satu dari ekstrim-ekstrim ini, Sang Tathāgata

mengajarkan Dhamma di tengah….”

Ketika hal ini dikatakan, Brahmana Jāṇussoṇi berkata kepada Sang Bhagavā: [77] “Menakjubkan, Guru Gotama! … Mulai hari ini sudilah

Guru Gotama mengingatku sebagai umat awam yang telah menyatakan berlindung seumur hidupku.”

48 (8) Seorang Kosmologis

Di Sāvatthī. Seorang brahmana yang adalah juga seorang kosmologis128

mendekati Sang Bhagavā … dan berkata kepada Beliau:

“Bagaimanakah, Guru Gotama: apakah semuanya ada?” “’Semua ada’: ini, brahmana, adalah kosmologi tertua.”129

“Kalau begitu, Guru Gotama, apakah semuanya tidak ada?” “’Semuanya tidak ada’: ini, brahmana adalah kosmologi ke dua.” “Bagaimanakah, Guru Gotama, apakah segalanya adalah satu kesatuan?”130

“’Segalanya adalah satu kesatuan’: ini, brahmana adalah kosmologi ke tiga.”

“Kalau begitu, Guru Gotama, apakah segalanya adalah banyak?”131

“’Segalanya adalah banyak’: ini, brahmana adalah kosmologi ke empat.” Tanpa berbelok ke arah salah satu dari ekstrim-ekstrim ini,

Sang Tathāgata mengajarkan Dhamma di tengah….”

Ketika hal ini dikatakan, Brahmana itu berkata kepada Sang

Bhagavā: “Menakjubkan, Guru Gotama! … Mulai hari ini sudilah Guru

Gotama mengingatku sebagai umat awam yang telah menyatakan berlindung seumur hidupku.”

49 (9) Siswa Mulia (1)

Di Sāvatthī. [78] “Para bhikkhu, seorang siswa mulia terlatih tidak

berpikir: ‘Jika ada apakah maka sesuatu ada? Dengan munculnya apakah maka sesuatu muncul? [Jika ada apakah maka bentukan-bentukan kehendak muncul? Jika ada apakah maka kesadaran muncul?]132 Jika

ada apakah maka nama-dan-bentuk muncul? … Jika ada apakah maka penuaan-dan-kematian terjadi?’

“Melainkan, para bhikkhu, seorang siswa mulia terlatih telah memiliki pengetahuan mengenai bahwa ini bergantung pada hal lain: ‘Jika ini ada, maka itu terjadi; dengan munculnya ini, maka muncul pula itu. [Jika ada kebodohan, maka bentukan-bentukan kehendak terjadi. Jika ada bentukan-bentukan kehendak, maka kesadaran muncul.] jika ada kesadaran, maka nama-dan-bentuk muncul…. Jika ada kelahiran, maka penuaan-dan-kematian terjadi.’ Ia memahami sebagai berikut: ‘Dengan cara demikianlah dunia berasal-mula.’

“Para bhikkhu, seorang siswa mulia terlatih tidak berpikir: ‘Jika tidak ada apakah maka sesuatu tidak terjadi? Dengan lenyapnya apakah maka sesuatu lenyap? [Jika tidak ada apakah maka bentukan-bentukan kehendak tidak terjadi? Jika tidak ada apakah maka kesadaran tidak muncul?] Jika tidak ada apakah maka nama-dan-bentuk tidak muncul? … Jika tidak ada apakah maka penuaan-dan-kematian tidak terjadi?’

“Melainkan, para bhikkhu, seorang siswa mulia terlatih telah memiliki pengetahuan mengenai bahwa ini bergantung pada hal lain: ‘Jika ini tidak ada, maka itu tidak terjadi; dengan lenyapnya ini, maka itu juga lenyap. [jika tidak ada kebodohan, maka bentukan-bentukan kehendak tidak terjadi. Jika tidak ada bentukan-bentukan kehendak, maka kesadaran tidak muncul.] Jika tidak ada kesadaran, maka nama- dan-bentuk tidak muncul…. Jika tidak ada kelahiran, maka penuaan- dan-kematian tidak terjadi.’ Ia memahami sebagai berikut: ‘Dengan cara demikianlah dunia lenyap.’ [79]

“Para bhikkhu, ketika seorang siswa mulia memahami demikian sebagaimana adanya asal-mula dan lenyapnya dunia, maka ia disebut seorang siswa mulia yang sempurna dalam pandangan, sempurna dalam penglihatan, yang telah sampai pada Dhamma sejati, yang melihat Dhamma sejati ini, yang memiliki pengetahuan seorang pelajar, pengetahuan sejati seorang pelajar, yang telah memasuki arus Dhamma, seorang mulia dengan kebijaksanaan penembusan, yang berdiri tegak di depan pintu Keabadian.”

50 (10) Siswa Mulia (2)

(Sutta ini identik dengan sutta sebelumnya dengan pengecualian bahwa kalimat yang berada dalam kurung yang tidak terdapat dalam beberapa edisi di sini jelas dimasukkan dalam semua edisi.) [80]

VI. PENDERITAAN (ATAU POHON)133

51 (1) Penyelidikan Menyeluruh

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: “Para bhikkhu!”

“Yang Mulia!” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata

sebagai berikut:

“Para bhikkhu, ketika seorang bhikkhu melakukan penyelidikan menyeluruh, dalam cara bagaimanakah ia menyelidiki secara menyeluruh untuk menghancurkan penderitaan secara total?”134

“Yang Mulia, ajaran kita berakar dalam Sang Bhagavā, dituntun oleh Sang Bhagavā, [81] dilindungi oleh Sang Bhagavā. Baik sekali jika Sang Bhagavā sudi menjelaskan makna dari pernyataan ini. Setelah

mendengarkan dari Beliau, para bhikkhu akan mengingatnya.”

“Maka, dengarkanlah dan perhatikanlah, para bhikkhu, Aku akan menjelaskan.”

“Baik, Yang Mulia,” para bhikkhu menjawab. Sang Bhagavā berkata

sebagai berikut:

“Di sini, para bhikkhu, ketika ia melakukan penyelidikan menyeluruh, seorang bhikkhu menyelidiki secara menyeluruh sebagai berikut: ‘Berbagai jenis penderitaan yang muncul di dunia [dipimpin oleh] penuaan-dan-kematian: apakah sumber penderitaan ini, apakah asal-mulanya, darimanakah ia timbul dan dihasilkan? Jika ada apakah maka penuaan-dan-kematian terjadi? Jika tidak ada apakah maka penuaan-dan-kematian tidak terjadi?’

“Ketika ia menyelidiki secara menyeluruh ia memahami sebagai berikut: ‘Berbagai jenis penderitaan yang muncul di dunia [dipimpin oleh] penuaan-dan-kematian: penderitaan ini memiliki kelahiran sebagai sumbernya, kelahiran sebagai asal-mulanya, timbul dan dihasilkan dari kelahiran. Jika ada kelahiran, maka penuaan-dan- kematian terjadi; jika tidak ada kelahiran, maka penuaan-dan-kematian tidak terjadi.’

“Ia memahami penuaan-dan-kematian, asal-mulanya, lenyapnya, dan jalan menuju pada itu adalah dalam keselarasan dengan lenyapnya.135

Ia mempraktikkan jalan itu dan berperilaku sepantasnya. Ini adalah yang disebut seorang bhikkhu yang berlatih demi penghancuran penderitaan secara total, demi lenyapnya penuaan-dan-kematian.

“Kemudian, menyelidiki lebih jauh, ia secara menyeluruh menyelidiki sebagai berikut: ‘Apakah sumber kelahiran ini, apakah asal-mulanya, dari manakah ia timbul dan dihasilkan? … apakah sumber penjelmaan ini? … kemelekatan ini? … keinginan ini? … perasaan ini? … kontak ini? … enam landasan indria ini? … nama-dan-bentuk ini? … kesadaran ini? … Apakah sumber dari bentukan-bentukan kehendak ini? apakah asal-mulanya? Dari manakah ia timbul dan dihasilkan? Jika ada apakah maka bentukan-bentukan kehendak muncul? Jika tidak ada apakah maka bentukan-bentukan kehendak tidak muncul?’

“Ketika ia menyelidiki secara menyeluruh ia memahami sebagai berikut: ‘bentukan-bentukan kehendak ini memiliki kebodohan sebagai sumbernya, kelahiran sebagai asal-mulanya, timbul dan dihasilkan dari kebodohan. [82] Jika ada kebodohan, maka bentukan-bentukan kehendak terjadi; jika tidak ada kebodohan, maka bentukan-bentukan kehendak tidak terjadi.’

“Ia memahami bentukan-bentukan kehendak, asal-mulanya, lenyapnya, dan jalan menuju pada itu adalah dalam keselarasan dengan lenyapnya. Ia mempraktikkan jalan itu dan berperilaku sepantasnya. Ini adalah yang disebut seorang bhikkhu yang berlatih demi penghancuran penderitaan secara total, demi lenyapnya bentukan- bentukan kehendak.

“Para bhikkhu, jika seseorang yang tenggelam dalam kebodohan menghasilkan bentukan kehendak yang baik, maka kesadaran bergerak ke arah yang baik; jika ia menghasilkan bentukan kehendak yang buruk, maka kesadaran bergerak ke arah yang buruk; jika ia menghasilkan bentukan kehendak yang netral, maka kesadaran bergerak ke arah yang netral.136 Tetapi jika seorang bhikkhu telah

meninggalkan kebodohan dan membangkitkan pengetahuan sejati, ia tidak menghasilkan bentukan kehendak yang baik, atau bentukan kehendak yang buruk, atau bentukan kehendak yang netral. Karena ia tidak menghasilkan atau membentuk bentukan-bentukan kehendak, maka ia tidak melekat pada apa pun di dunia. Karena tidak melekat, ia tidak terganggu.137 Karena tidak terganggu, ia secara pribadi mencapai

Nibbāna. Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci

telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi untuk kondisi makhluk ini.’

“Jika ia merasakan perasaan menyenangkan,138 ia memahami: ‘Ini

tidak kekal’; ia memahami: ‘Ini tidak dapat dijadikan pegangan’; ia

Dalam dokumen Sang Buddha Terjemahan baru (Halaman 90-110)