• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDRB Per kapita

Dalam dokumen BUPATI LIMA PULUH KOTA (Halaman 69-73)

Bab VIII Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

2.2 Aspek Kesejahteraan Masyarakat .1 Pertumbuhan Ekonomi

2.2.2 PDRB Per kapita

Salah satu indikator tingkat kemakmuran penduduk di suatu daerah/wilayah dapat dilihat dari nilai PDRB per kapita yang merupakan hasil bagi antara nilai tambah yang dihasilakan oleh seluruh kegiatan ekonomi terhadap jumlah penduduk. Besar kecilnya jumlah penduduk akan mempengaruhi nilai PDRB per kapita, sedangkan besar kecilnya nilai PDRB sangat tergantung pada potensi sumber daya alam dan faktor–faktor produksi yang terdapat di daerah tersebut. Untuk menghitung PDRB per kapita ini digunakan PDRB per kapita atas dasar harga berlaku terhadap jumlah penduduk, yang artinya menggambarkan nilai PDRB per kepala atau per satu orang penduduk. PDRB per kapita Kabupaten Lima Puluh Kota selama kurun waktu 5 (lima) tahun dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.41

PDRB per Kapita (ADHB) Kabupaten Lima Puluh Kota Dan Provinsi Tahun 2016-2020 (juta rupiah)

Wilayah 2016 2017 2018 2019 2020

Lima Puluh Kota 34,03 35,98 38,27 40,79 40,53

SUMATERA BARAT (Provinsi) 37,28 40,19 42,80 45,21 43,75

Sumber BPS Provinsi Sumatera Barat

II - 46 Tren Nilai PDRB per kapita Kabupaten Lima Puluh Kota Atas Dasar Harga Berlaku sejak tahun 2016 hingga tahun 2020 mengalami kenaikan. Pada tahun 2016 PDRB per kapita (ADHB) tercatat sebesar 34,03 juta rupiah. Secara nominal terus mengalami kenaikan hingga tahun 2019 mencapai 40,79 juta rupiah dan pada tahun 2020 mengalami penurunan sebesar 260 ribu rupiah. Namun jika di bandingkan dengan PDRB per kapita Provinsi Sumatera Barat, PDRB per Kapita Kabupaten Lima Puluh Kota masih di bawah PDRB per kapita Provinsi Sumatera Barat.

Selanjutnya terhadap PDRB per kapita Atas Dasar Harga Konstan selama kurun waktu 2016-2020 dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.42

PDRB per Kapita (ADHK) Kabupaten Lima Puluh Kota dan Provinsi Tahun 2016-2020 (ribu rupiah)

Wilayah 2016 2017 2018 2019 2020

Lima Puluh Kota 25.797,34 26.920,49 28.077,73 29.254,02 28.843,78 SUMATERA BARAT

(Provinsi) 28.164,93 29.310,69 30.477,76 31.669,59 30.618,67 Sumber BPS Provinsi Sumatera Barat

Dari tabel diatas, nilai PDRB per kapita Kabupaten Lima Puluh Kota Atas Dasar Harga Konstan sejak tahun 2016 hingga tahun 2019 mengalami kenaikan dan pada tahun 2020 mengalami penurunan. Pada tahun 2016 PDRB per kapita (ADHK) tercatat sebesar 25,797 juta rupiah dan naik pada tahun 2019 sebesar 29,25 juta rupiah. Pada tahun 2020 mengalami penurunan sebesar 410 ribu rupiah. PDRB per kapita ADHK Kabupaten Lima Puluh Kota selama kurun waktu 5 (lima) tahun masih dibawah PDRB per kapita Provinsi Sumatera Barat.

2.2.3 Kemiskinan

Kemiskinan merupakan masalah global yaitu keadaan saat ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuhan kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan.

Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan.

Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.

Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin. Gambaran garis kemiskinan di Lima Puluh Kota, Provinsi dan Nasional dapat di lihat pada tabel di bawah.

Tabel 2.43

Perbandingan Garis Kemiskinan di Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi dan Nasional Tahun 2016 – 2020

Daerah Garis Kemiskinan

2016 2017 2018 2019 2020

Lima Puluh Kota 357.824,00 370.506,00 388.689,00 403.030,00 451.295,00 Provinsi 425.141,00 453.612,00 476.554,00 503.652,00 544.315,00 Nasional 354.386,00 374.478,00 401.220,00 425.250,00 454.652,00

Sumber BPS RI; BPS Provinsi Sumatera Barat

Semenjak tahun 2016-2020, Garis Kemiskinan selalu mengalami kenaikan setiap tahun. Kenaikan ini dipengaruhi oleh inflasi yang terjadi di Sumatera Barat. Dengan meningkatnya garis kemiskinan, maka akan mempengaruhi jumlah penduduk miskin di Kabupaten Lima Puluh Kota. Jumlah penduduk miskin

II - 47 Kabupaten Lima Puluh Kota dan perbandingan dengan jumlah penduduk miskin Provinsi Sumatera Barat dan Nasional selama kurun waktu 5 (lima) tahun dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.44

Jumlah Penduduk Miskin di Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi dan Nasional (ribu jiwa) Tahun 2016 – 2020

Wilayah 2016 2017 2018 2019 2020

Lima Puluh Kota 28,57 26,93 26,47 26,64 26,43

Sumatera Barat 371,55 364,51 357,13 348,22 344,23

Nasional 28.005,39 27.771,22 25.949,80 25.144,72 26.424,02

Sumber BPS RI; BPS Provinsi Sumatera Barat

Dari tabel di atas, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Lima Puluh Kota dari tahun 2016-2020 mengalami fluktuasi cenderung turun sampai tahun 2018, namun pada tahun 2019 jumlah penduduk miskin naik kembali sebanyak 170 jiwa menjadi 26.640 jiwa. Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh peningkatan garis kemiskinan serta perubahan mekanisme penetapan data kemiskinan dari kementerian sosial.

Terhadap persentase penduduk miskin Kabupaten Lima Puluh Kota dan perbandingan dengan persentase penduduk miskin Privinsi Sumatare Barat dan nasional selama kurun waktu 5 (lima) tahun dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.45

Persentase Penduduk Miskin Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi dan Nasional Tahun 2016 - 2020

Wilayah 2016 2017 2018 2019 2020

Lima Puluh Kota 7,59 7,15 6,99 6,97 6,86

Sumatera Barat 7,09 6,87 6,65 6,42 6,28

Nasional 10,86 10,64 9,82 9,41 9,78

Sumber BPS RI; BPS Provinsi Sumatera Barat

Secara persentase, penduduk miskin di Kabupaten Lima Puluh Kota sejak tahun 2016 terus turun sampai tahun 2020 menjadi 6,86 persen. Bila dihubungkan dengan target penurunan kemiskinan pada RPJMD periode 2016-2021, persentase penduduk miskin pada tahun 2018 sebesar 6,99 telah melampaui target yang telah ditetapkan pada tahun 2021 sebesar 7,01 persen namun persentase penduduk miskin

Tahun 2020 merupakan tahun pandemi covid, secara umum kondisi ini mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat namun hal ini ternyata tidak berpengaruh terhadap penambahan jumlah penduduk miskin di Kabupaten Lima Puluh Kota, bahkan penduduk miskin dari tahun 2019 turun jumlahnya sebanyak 120 jiwa menjadi 26.430 jiwa. Hal ini salah satunya dipengaruhi karena adanya program pemerintah untuk menurunkan beban pengeluaran masyarakat seperti melalui Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Indonesia Pintar serta pemberian Bantuan Langsung Tunai dan Non Tunai kepada masyarakat yang miskin dan masyarakat yang terdampak pandemic Covid. Untuk memastikan bahwa dalam 5 tahun kedepan, jumlah penduduk miskin tidak bertambah, maka pemerintah daerah Kabupaten Lima Puluh Kota perlu mempertahankan program-program yang pro masyarakat miskin yang bertujuan untuk menurunkan beban pengeluaran maupun meningkatkan daya beli masyarakat. Disamping itu, tidak saja jumlah atau persentase penduduk miskin yang harus dikendalikan, tetapi Indeks Kedalam dan Keparahan Kemiskinan juga harus diperhatikan.

Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index-P1), merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. Indeks kedalaman Kemiskinan (P1) tahun 2020 Kabupaten Lima Puluh Kota adalah 0,78, lebih rendah dari Provinsi yang P1 nya 0,92 dan Nasional yang P1 nya adalah 1,61. Disini dapat dilihat bahwa Kabupaten Lima Puluh Kota mempunyai rata- rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan lebih pendek dibandingkan dengan Provinsi dan Nasional. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

II - 48 Tabel 2.46

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)

Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi dan Nasional Tahun 2016 – 2020

Daerah Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)

2016 2017 2018 2019 2020

Lima Puluh Kota 1,06 1,09 1,09 0,51 0,78

Provinsi 1,10 1,00 1,04 0,94 0,92

Nasional 1,94 1,83 1,71 1,55 1,61

Sumber BPS RI; BPS Provinsi Sumatera Barat

Indeks Keparahan Kemiskinan (Proverty Severity Index-P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin. Pada tahun 2020, Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) adalah 0,14 lebih rendah dari P2 Provinsi sebesar 0,2 dan Nasional sebesar 0,38. Dari sini dapat dilihat bahwa penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin di Kabupaten Lima Puluh Kota lebih baik dari pada Provinsi dan Nasional.

Namun demikian, indeks kedalaman maupun indeks keparahan kemiskinan pada tahun 2020 mengalami peningkatan dari tahun 2019, yaitu sebesar 0,07 untuk P1 dan 0,27 untuk P2. Hal ini merupakan salah satu dampak dari terjadinya pandemic Covid 19 yang memukul perekonomian masyarakat. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.47

Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi dan Nasional Tahun 2016 – 2020

Daerah Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

2016 2017 2018 2019 2020

Lima Puluh Kota 0,21 0,31 0,24 0,07 0,14

Provinsi 0,24 0,23 0,24 0,21 0,2

Nasional 0,53 0,48 0,44 0,38 0,38

Sumber BPS RI; BPS Provinsi Sumatera Barat 2.2.4 Indeks Gini

Pendapatan merupakan salah satu ukuran kesejahteraan penduduk, walaupun besarannya relatif.

Data pendapatan penduduk didekati dengan data pengeluaran/konsumsi rumah tangga, dengan asumsi pendapatan sama dengan pengeluaran.Data pengeluaran biasanya dikumpulkan tiap tahun lewat Susenas Kor dan Susenas Modul Konsumsi.

Gini ratio adalah salah satu ukuran ketimpangan pendapatan penduduk secara menyeluruh. Gini Ratio didasarkan pada kurva Lorenz yang merupakan kurva 2 dimensi antara distribusi penduduk (persentase kumulatif penduduk) dan distribusi pengeluaran perkapita (persentase kumulatif pengeluaran perkapita).

Nilai Gini ratio berkisar antara 0 dan 1. Jika G< 0,3 berarti memiliki ketimpangan yang rendah, 0,3<G<0,5 berarti memilki ketimpangan yang sedang dan jika G>0,5 berarti memilki ketimpangan yang tinggi. Selain itu tingkat kemerataan menurut Bank Dunia yang dilihat dari sebaran atau distribusi pendapatan pada kelompok penduduk dapat dibagi menjadi 3 yaitu :

 40 % Terendah : kelompok kurang beruntung

 40 % Menengah : kelompok menengah

 20 % Teratas : kelompok kaya

Ketimpangan pendapatan diukur dengan menghitung kategori ketimpangan yang ditentukan dengan menggunakan kriteria seperti berikut :

 Jika proporsi jumlah pendapatan dari penduduk yang masuk kategori 40% terendah terhadap total pendapatan seluruh penduduk kurang dari 12% dikategorikan ketimpangan pendapatan tinggi.

 2. Jika proporsi jumlah pendapatan dari penduduk yang masuk kategori 40% terendah terhadap total pendapatan seluruh penduduk antara 12-17 % dikategorikan ketimpangan pendapatan sedang/menengah.

 Jika proporsi jumlah pendapatan dari penduduk yangmasuk kategori 40% terendah terhadap total pendapatan seluruh penduduk lebih dari 17% dikategorikan ketimpangan pendapatan rendah.

II - 49 Gini ratio Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2016 adalah sebesar 0,270 kemudian turun menjadi 0,222 persen di tahun 2020. Dengan nilai 0,222 berarti bahwa ketimpangan distribusi pendapatan relatif rendah di Kabupaten Lima Puluh Kota. Semakin kecil nilai Gini Rationya semakin kecil ketimpangannya.

Jika dibandingkan dengan Gini Ratio Provinsi, Gini Ratio Kabupaten Lima Puluh Kota selama kurun waktu 5 (lima) tahun selalu lebih kecil dari nilai Gini Ratio Provinsi Sumatera Barat. Gini ratio Kabupaten Lima Puluh Kota selama kurun waktu 5 (lima) tahun dan perbandingan dengan gini ratio Provinsi Sumatera Barat dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.48

Gini Ratio Kabupaten Lima Puluh Kota dan Provinsi Sumbar Tahun 2016-2020

Wilayah 2016 2017 2018 2019 2020

Sumatera Barat 0,330 0,318 0,321 0,306 0,305

Kab.Lima Puluh Kota 0,270 0,262 0,283 0,238 0,222

Sumber BPS Provinsi Sumatera Barat

Dalam dokumen BUPATI LIMA PULUH KOTA (Halaman 69-73)