• Tidak ada hasil yang ditemukan

RASIO SOLVABILITAS 3 Rasio total hutang terhadap

Dalam dokumen BUPATI LIMA PULUH KOTA (Halaman 196-200)

Belanja Daerah =

RASIO SOLVABILITAS 3 Rasio total hutang terhadap

total aset 0,17 0,21 0,19 0,33 0,10

4 Rasio hutang terhadap modal 0,17 0,21 0,19 0,33 0,10

Sumber: Badan Keuangan Kabupaten Lima Puluh Kota, Tahun 2021 3.2. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KEUANGAN MASA LALU

Dari seluruh proses pengelolaan keuangan daerah yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota secara umum telah dicapai hasil perbaikan tata kelola yang ditunjukkan dengan opini dari BPK RI terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah dengan prediket Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Pada bagian ini dijelaskan gambaran kebijakan pengelolaan keuangan masa lalu terkait proporsi penggunaan anggaran dan hasil analisis pembiayaan Pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota yang mencakup: Proporsi Penggunaan Anggaran, dan Analisis Pembiayaan.

3.2.1. Proporsi Penggunaan Anggaran

Proporsi penggunaan anggaran dapat ditinjau dari komponen belanja daerah Kabupaten Lima Puluh Kota. Proporsi belanja dapat menunjukkan perbandingan besaran anggaran operasional serta belanja program dan kegiatan. Semakin tinggi anggaran operasional maka semakin kecil anggaran yang akan digunakan untuk membiayai program dan kegiatan pembangunan atau seballiknya. Analisis ini bertujuan untuk melihat mengevaluasi kinerja belanja dan efektifitas dari penggunaan anggaran untuk pembangunan

Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa terjadi perubahan proporsi yang lebih besar antara Belanja Tidak Langsung dengan Belanja Langsung. Namun tahun 2020, proporsi Belanja Tidak Langsung jauh lebih besar dibandingkan Belanja Langsung, yaitu 68,24% berbanding 31,76%.

Analisis lebih rinci menunjukkan bahwa Belanja Pegawai Tidak Langsung dan Belanja Pegawai Langsung merupakan komponen paling besar dengan rata-rata dalam 5 tahun terakhir 47,99% dari total belanja daerah, dan kemudian diikuti oleh belanja barang dan jasa yang didalamnya termasuk belanja barang dan jasa untuk pemenuhan kebutuhan aparatur dan pelaksanaan program dan kegiatan

III-30 menyajikan Proporsi Penggunaan Anggaran Belanja Daerah.

Tabel 3.21

Proporsi Penggunaan Anggaran Tahun 2016-2020 (Rp juta)

Uraian 2016 2017 2018 2019 2020 Pertumbuhan

Rata-Rata per Tahun (%)

BELANJA DAERAH 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 -

BELANJA TIDAK LANGSUNG 61,02 58,69 59,94 58,61 68,24 2,83

Belanja Pegawai 52,58 45,68 47,26 45,91 48,51 (1,99)

Belanja Hibah 0,63 0,65 0,67 0,76 3,87 57,22

Belanja Bantuan Sosial 0,14 0,30 0,54 0,28 0,30 21,54

Belanja Bagi Hasil Kepada

Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintahan

Desa 0,07 0,15 0,14 0,19 0,22 33,54

Belanja Bantuan Keuangan Kepada

Provinsi/Kabupaten/Kota, Pemerintahan Desa

dan Partai Politik 7,24 11,73 11,32 11,43 12,37 14,32

Belanja Tidak Terduga 0,36 0,17 0,01 0,05 2,97 69,50

BELANJA LANGSUNG 38,98 41,31 40,06 41,39 31,76 (4,99)

Belanja Pegawai 2,42 2,15 1,59 1,68 1,98 (4,89)

Belanja Barang dan Jasa 16,23 20,63 19,80 21,14 17,23 1,51

Belanja Modal 20,32 18,53 18,67 18,57 12,55 (11,36)

Sumber: Badan Keuangan Kabupaten Lima Puluh Kota, Tahun 2020

Untuk dapat melihat besaran anggaran belanja daerah yang sudah dibelanjakan untuk pemenuhan belanja program dan kegiatan dalam pencapaian target kinerja daerah maka perlu diketahui pengeluaran belanja untuk pemenuhan kebutuhan aparatur dalam menjalankan tupoksinya dan belanja wajib mengikat serta prioritas utama:

A. Belanja Pemenuhan Kebutuhan Aparatur

Pengeluaran belanja untuk pemenuhan kebutuhan aparatur dimaksudkan untuk mengetahui jumlah belanja daerah untuk aparatur, termasuk belanja untuk pimpinan dan anggota DPRD serta Kepala dan Wakil Kepala Daerah serta belanja modal yang diperuntukkan bagi aparatur. Semakin tinggi proporsi belanja untuk memenuhi kebutuhan aparatur berarti semakin terbatas dana yang dapat digunakan untuk melaksanakan fungsi pelayanan kepada masyarakat.

Sejalan dengan kebijakan belanja yang dibuat oleh Pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota dalam kurun waktu tahun 2016-2020, kebijakan belanja daerah untuk pemenuhan kebutuhan aparatur juga menunjukkan kebijakan yang relatif baik dengan rata-rata 56,88% dan cendrung mengalami peningkatan yaitu dari Rp695.207 juta (55,12% dari belanja daerah) tahun 2017 menjadi Rp701.877 juta (57,56% dari belanja daerah) tahun 2020. Dapat dilihat Realisasi Belanja Pemenuhan Aparatur pada Tabel 3.22 dan Tabel 3.23.

Tabel 3.22

Realisasi Belanja Pemenuhan Aparatur Tahun Anggaran 2016-2020 (Rp juta)

Uraian 2016 2017 2018 2019 2020 Pertumbuhan

Rata-Rata per Tahun (%) Belanja Tidak Langsung 654.237 574.794 588.766 625.295 590.399 (2,53) Belanja Gaji dan Tunjangan 621.805 545.201 546.516 568.968 533.565 (3,75) Belanja Tambahan Penghasilan 28.686 26.425 38.290 50.433 52.474 16,30 Belanja Penerimaan anggota dan

pimpinan DPRD serta operasional

KDh/WKdh 3.026 3.040 3.100 4.977 3.129 0,84

Belanja Pemungutan Pajak DAN

Retribusi Daerah 721 128 861 916 1.231 14,31

Belanja Langsung 128.994 120.413 91.903 124.907 111.478 (3,58)

Belanja Honorarium PNS 16.885 13.906 9.962 11.341 11.123 (9,91)

Belanja Uang Lembur 5.998 5.910 3.299 5.588 1.288 (31,93)

Belanja Beasiswa Pendidikan PNS 189 320 127 67 (100,00)

Belanja Kursus, Pelatihan, Sosialisasi

dan Bintek PNS 6.813 11.794 9.380 23.798 2.835 (19,68)

Belanja Premi Asuransi Kesehatan 3.312 3.960 3.307 6.919 12.078 38,19

III-31

Belanja Makanan dan Minuman

Pegawai 2.335 1.522 1.033 1.227 1.079 (17,55)

Jumlah Belanja Aparatur 783.231 695.207 680.669 750.202 701.877 (2,70) Sumber: Badan Keuangan Kabupaten Lima Puluh Kota, Tahun 2020

Tabel 3.23

Perbandingan Belanja Pemenuhan Aparatur Terhadap Belanja Daerah Tahun Anggaran 2016-2020 (Rp juta)

Tahun Belanja Aparatur Pengeluaran Daerah (Belanja +

Pengeluaran Pembiayaan) Persentase

2016 783.231 1.247.705 62,77

2017 695.207 1.261.249 55,12

2018 680.669 1.248.806 54,51

2019 750.202 1.377.475 54,46

2020 701.877 1.219.468 57,56

Sumber: Badan Keuangan Kabupaten Lima Puluh Kota, Tahun 2020 B. Belanja Wajib dan Mengikat serta Prioritas Utama

Perhitungan Belanja dan Pengeluaran Wajib, Mengikat, dan Prioritas Utama serta earmark dilakukan untuk menghitung kebutuhan pendanaan belanja dan pengeluaran pembiayaan yang tidak dapat dihindari atau harus dibayar dalam satu tahun anggaran. Belanja ini terdiri dari:

1) Belanja periodik yang wajib dan mengikat adalah pengeluaran yang wajib dibayar serta tidak dapat ditunda pembayarannya da dibayar setiap tahunnya oleh pemerintah daerah seperti gaji dan tunjangan pegawai serta anggota DPRD, bunga atau belanja sejenisnya

2) Belanja periodik dan prioritas utama adalah pengeluaran yang harus dibayar secara periodik oleh Pemerintah Daerah dalam rangka keberlangsungan pelayanan dan prioritas daerah seperti operasional kantor, operasional pelayanan kesehatan, pendidikan dll

Hasil pengolahan data Belanja dan Pengeluaran Wajib, Mengikat, dan Prioritas Utama serta earmark menunjukkan bahwa terjadi peningkatan realisasi belanja ini dari Rp824.738,79 juta tahun 2016 menjadi Rp828.016,39 juta tahun 2020, atau mengalami peningkatan rata-rata 0,10%. Peningkatan ini terutama disebabkan oleh peningkatan dari Belanja Pegawai terutama kenaikan gaji ASN dan belanja tambahan penghasilan ASN seiring perubahan perhitungan dari Tunjangan Daerah menjadi Tambahan Penghasilan Pegawai yang perhitungannya mengarah ke berbasis kinerja. Selain itu dari sisi belanja barang dan jasa peningkatan terjadi pada belanja yang diperuntukan operasional kantor dan pelayanan masyarakat terutama pada pos belanja barang habis pakai, belanja jasa kantor, premi asuransi (jamkesda). Sedangkan untuk belanja transfer keuangan disebabkan oleh kebijakan pemerintah pusat untuk menaikkan anggaran dana desa setiap tahunnya serta kebijakan pemerintah untuk menganggarkan kewajiban pemerintah daerah untuk desa/nigari sebesar 10% dari dana transfer Dana Alkasi Umum dan Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak dan Bagi Hasil Sumber Daya Alam.

Realisasi Belanja dan Pengeluaran Wajib, Mengikat, dan Prioritas Utama serta earmark Pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota terhadap Belanja Daerah dalam 5 tahun terakhir rata-rata 64,92% dari Belanja Daerah. Belanja dan Pengeluaran Wajib, Mengikat, dan Prioritas Utama serta earmark yang harus dianggarkan setiap tahunnya. Semakin besar Belanja dan Pengeluaran Wajib, Mengikat, dan Prioritas Utama serta earmark ini maka semakin kecil kapasitas fiskal pemeritah daerah dalam membiayai program dan kegiatan pembangunan. Dapat dilihat pada Tabel 3.24.

Tabel 3.24

Realisasi Belanja dan Pengeluaran Wajib, Mengikat, dan Prioritas Utama, serta Earmark Tahun Anggaran 2016-2020 (Rp juta)

Uraian 2016 2017 2018 2019 2020 Pertumbuhan

Rata-Rata per Tahun (%) Belanja Gaji dan Tunjangan 621.804,68 545.200,93 546.515,84 568.968,47 533.565,61 2,16 Belanja Penerimaan lainnya

Pimpinan dan anggota DPRD

serta KDH/WKDH 3.025,83 3.039,70 3.099,60 4.976,90 3.129,63 0,85

Iuran Jaminan Kecelakanaan

Kerja dan Jaminan Kematian 2.510,98 1.477,13 3.123,94 2.664,24 2.579,13 0,67

III-32

Tahun (%) Belanja Bagi Hasil Kepada

Provinsi/Kabupaten/Kota dan

Pemerintahan Desa 873,31 1.922,67 1.733,62 2.560,88 2.715,54 32,79

Belanja Bantuan Keuangan Kepada

Provinsi/Kabupaten/Kota, Pemerintahan Desa dan Partai Politik

90.166,02 147.605,50 140.966,68 155.636,03 150.578,40 13,68

Belanja Premi Asuransi 3.311,66 3.959,62 3.307,21 6.919,01 12.078,00 38,19

Belanja BLUD - - 34.091,22 39.257,54 41.300,73 10,07

Belanja Dana Alokasi Khusus

Fisik 103.046,30 77.505,22 75.096,77 82.797,03 82.069,35 (5,53)

Jumlah 824.738,79 780.710,77 807.934,87 863.780,09 828.016,39 (0,10) Sumber: Badan Keuangan Kabupaten Lima Puluh Kota, Tahun 2020

3.2.2. Analisis Pembiayaan

A. Analisis Sumber Penutup Defisit Rill

Analisis ini bertujuan untuk melihat gambaran masa lalu tentang kebijakan untuk menutup defisit rill anggaran pemerintah daerah. Pada Tabel 3.22 dan Tabel 3.23, bahwa dari realisasi anggaran Kabupaten Lima Puluh Kota pada periode tahun 2016-2020, defisit anggaran hanya terjadi tahun 2016 dan 2017 dengan defisit anggaran sebesar 35.369,60 juta dan Rp28.776,79 namun defisit ini bisa tertutupi oleh SILPA Anggaran tahun sebelumnya dan penerimaan piutang daerah. Sedangkan tahun 2018 dan 2019 realisasi antara pendapatan dengan belanja daerah sudah surplus, hal ini disebabkan karena terdapatnya kegiatan yang optimal terealisasi secara keseluruhan atau karena penghematan belanja maupun kelebihan dari realisasi pendapatan daerah. Surplus anggaran ini akan menjadi SILPA anggaran tahun berkenaan dan bisa digunakan untuk penutup defisit penganggaran tahun berikutnya. Hal ini dapat diartikan bahwa kinerja keuangan daerah cukup baik terutama tahun 2018-2020 dimana realisasi pendapatan sudah dapat menutupi realisasi belanja daerah, dapat dilihat pada Tabel 3.25.

Tabel 3.25

Defisit Rill Anggaran Tahun Anggaran 2016-2020 (Rp juta)

No Uraian 2.016 2.017 2.018 2.019 2.020

1 Realisasi Pendapatan Daerah 1.178.893,53 1.275.862,31 1.257.168,41 1.336.485,51 1.209.471,40 Dikurangi realisasi:

2 Belanja Daerah 1.244.704,81 1.258.249,16 1.245.812,18 1.362.116,35 1.217.117,59 3 Pengeluaran Pembiayaan Daerah 3.000,00 3.000,00 2.994,00 15.359,00 2.350,00

DEFISIT RIIL (68.811,28) 14.613,15 8.362,23 (40.989,84) (9.996,19) Ditutup oleh realisasi Penerimaan

Pembiayaan:

1 Sisa Lebih Perhitungan Anggaran

Tahun Anggaran sebelumnya 126.710,63 57.899,35 72.512,50 80.874,73 38.843,99 2 Pencairan Dana Cadangan

3 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah Yang di Pisahkan

4 Penerimaan Pinjaman Daerah 5 Penerimaan Kembali Pemberian

Pinjaman Daerah

6 Penerimaan Piutang Daerah - - - -

Total Realisasi Penerimaan

Pembiayaan Daerah 126.710,63 57.899,35 72.512,50 80.874,73 38.843,99 Sisa lebih pembiayaan anggaran

tahun berkenaan 57.899,35 72.512,50 80.874,73 39.884,89 28.847,80 Sumber: Badan Keuangan Kabupaten Lima Puluh Kota, Tahun 2020

Analisis ini dilakukan untuk memberikan komposisi pembentuk sisa lebih perhitungan anggaran.

Pada Tabel 3.25 dapat dilihat bahwa komposisi utama pembentuk Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) tahun berkenaan periode tahun 2016-2020. Penyebab utamanya SiLPA adalah karena terdapatnya kegiatan yang tidak terealisasi secara keseluruhan atau karena penghematan belanja dan pembiayaan daerah serta kelebihan dari realisasi pendapatan daerah. Jika dibandingkan dengan realisasi SILPA tahun berkenaan dengan besaran belanja daerah Kabupaten Lima Puluh Kota, maka besaran SILPA tahun berkenaan Pemerintahan Kabupaten Lima Puluh Kota dapat dikatakan cukup baik, dapat dilihat pada Tabel 3.26.

III-33 Tahun Anggaran 2016-2020 (Rp juta)

No Uraian 2.016 2.017 2.018 2.019 2.020

1 Jumlah SiLPA 57.899,35 72.512,50 80.874,73 39.884,89 28.847,80

2 Pelampauan penerimaan PAD (5.041,95) (4.902,89) (13.875,22) (11.898,71) (9.236,55) 3 Pelampauan penerimaan Dana

Perimbangan (31.424,45) (13.971,66) (6.648,41) (35.848,80) (27.532,97) 4 Pelampauan penerimaan lain-lain

pendapatan daerah yang sah (2.596,09) 5.862,00 3.032,01 (15.287,98) (13.928,74) 5 Sisa penghematan belanja atau

akibat lainnya 96.961,84 85.525,04 98.366,35 102.920,38 79.546,06 6 Kewajiban kepada pihak ketiga

sampai dengan akhir tahun belum terselesaikan

7 Kegiatan lanjutan

Sumber: Badan Keuangan Kabupaten Lima Puluh Kota, Tahun 2020 3.3. KERANGKA PENDANAAN

Analisis kerangka pendanaan bertujuan untuk menghitung kapasitas total keuangan yang akan dialokasikan untuk mendanai belanja/pengeluaran periodik wajib dan mengikat serta prioritas utama dan program-program pembangunan jangka menengah daerah selama 5 (lima) tahun ke depan serta alokasi untuk belanja daerah dan pengeluaran lainnya. Ketersediaan dana dan pemaksimalan penggunaan dan yang tersedia berkaitan dengan kebijakan yang akan diambil berkaitan dengan pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah serta kebijakan pengelolaan aset daerah. Kebijakan-kebijakan keuangan sendiri diambil berdasarkan kondisi perekonomian dan keuangan daerah sebelum dan pada saat kebijakan tersebut diambil sebagai dasar untuk memproyeksikan kondisi di masa depan.

3.3.1. Kondisi Perekonomian dan Keuangan Daerah Tahun 2020

Pandemi covid-19 memberikan dampak yang luar biasa bagi perekonomian nasional dan daerah.

Pandemi yang mewabah sejak bulan Februari 2020 ini mengakibatkan pertumbuhan ekonomi nasional mengalami kontraksi 2,07% secara year to year, atau denga kata lain pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2020 sebesar -2,07%. Hal ini menyebabkan secara ekonomi dan keuangan negara mengalami tekanan yang luar biasa.

Hal yang sama terjadi pada Kabupaten Lima Puluh Kota. Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diikuti dengan New Normal sangat berpengaruh terhadap kegiatan dan ekonomi masyarakat. Meskipun tidak terkontraksi sebesar perekonomian nasional, perekonomian Kabupaten Lima Puluh Kota juga mengalami penurunan dengan pertumbuhan ekonomi sebesar minus 1,16%.

Pertumbuhan ekonomi dihitung dari laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berdasarkan harga konstan. Berikut disajikan Tabel 3.27 tentang Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2016-2020.

Tabel 3.27

Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2016-2020 (%)

Lapangan Usaha 2016 2017 2018 2019 2020

A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1,95 3,30 2,92 2,20 0,22

B Pertambangan dan Penggalian 5,59 3,09 3,07 3,16 (2,14)

C Industri Pengolahan 5,77 0,74 2,01 0,08 (2,00)

D Pengadaan Listrik dan Gas 10,01 6,15 6,15 3,65 (6,77)

E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah

dan Daur Ulang 6,78 8,47 4,79 4,06 3,62

F Konstruksi 6,91 9,24 7,28 7,85 (5,37)

G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi

Mobil dan Sepeda Motor 7,16 6,73 7,26 7,43 (0,42)

H Transportasi dan Pergudangan 9,00 9,82 9,17 9,30 (9,46)

I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 10,77 9,61 7,43 6,41 (10,69)

J Informasi dan Komunikasi 9,83 10,88 9,11 9,42 7,74

Dalam dokumen BUPATI LIMA PULUH KOTA (Halaman 196-200)