Bab VIII Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
KETAHANAN DIMENSI PERANGKAT
2.3.2.11 Urusan Wajib Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah
Sesuai dengan UUD Tahun 1945, Pasal 33 ayat 1 yang berbunyi “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan”, maka dapat dipahami bahwa sistem perekonomian yang dianut oleh Indonesia adalah sistem ekonomi kerakyatan yang ditujukan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam bidang ekonomi. Dalam pemahaman ini maka koperasi dan usaha kecil menengah merupakan urat nadi dari perekonomian tersebut.Pengembangan koperasi dan usaha mikro,
II - 86 kecil, menengah sebagai tonggak penggerak perekonomian sangat diperlukan sehingga amanat UUD 1945 tersebut dapat diwujudkan.
Dari data jumlah koperasi yang ada di Kabupaten Lima Puluh kota dalam rentang tahun 2016 sampai dengan 2020 terjadi penurunan jumlah koperasi. Jika di tahun 2016 jumlah koperasi adalah sebanyak 217 maka pada akhir tahun 2020 jumlah koperasi yang ada hanya sebanyak 212 koperasi. Dengan kata lain terjadi penurunan jumlah koperasi sebanyak 5 koperasi atau sekitar 3% dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Penurunan jumlah koperasi di tahun 2017 terjadi karena adanya program revitalisasi koperasi berdasarkan Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 25/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Revitalisasi Koperasi. Sehingga koperasi-koperasi yang tidak aktif dilakukan pembubaran lebih kurang sebanyak 30 koperasi. Jumlah koperasi di Kabupaten Lima Puluh Kota tahun 2016-2020 dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.101
Jumlah Koperasi di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2016-2020
No Uraian Tahun
2016 2017 2018 2019 2020
1 Jumlah Koperasi 217 188 196 212 212
2 Koperasi Aktif 137 138 120 123 125
3 Koperasi Tidak Aktif 80 50 76 89 87
Sumber : Dinas Perdagangan, Koperasi dan UKM Kab. Lima Puluh Kota Grafik 2.36
Persentase Koperasi Aktif Di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2016-2020
Sumber Dinas Perdagangan, Koperasi dan UKM Kab.Lima Puluh Kota
Jika dilihat dari sisi jumlah koperasi aktif per tahunnya dalam rentang waktu yang sama maka terjadi penurunan yang cukup signifikan. Jika pada tahun 2016 persentase koperasi aktif mencapai 63,13 persen maka diakhir tahun 2020 persentase yang aktif tinggal 58,96 persen. Hal ini dapat diartikan bahwa hanya setengah dari jumlah koperasi yang aktif pada akhir tahun 2020. Penyebab dari rendahnya koperasi aktif yang ada di Kabupaten Lima Puluh Kota karena banyak koperasi-koperasi tersebut tidak memiliki bussiness plan yang jelas ditambah dengan masih rendahnya kualitas sumber daya pengurus koperasi tersebut. Sehingga koperasi-koperasi yang tersebut tidak bertahan lama dalam menjalankan usahanya.Untuk itu peran aktif dari Dinas Perdagangan, Koperasi dan UKM dalam melakukan pembinaan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia koperasi mutlak diperlukan. Persentase koperasi aktif di Kabupaten Lima Puluh Kota selama kurun waktu 5 (lima) tahun dapat dilihat pada grafik disamping.
Indikator lain yang bisa dijadikan sebagai tolok ukur kinerja pengembangan koperasi di daerah adalah seberapa banyak dari koperasi yang aktif tersebut dalam kategori sehat. Indikator ini baru muncul pada Rencana Strategis Dinas Perdagangan, Koperasi dan UKM Kabupaten Lima Puluh Kota pada tahun 2018. Jadi data yang bisa dikumpulkan baru mulai dari tahun 2018. Berdasarkan tabel dibawah dapat
II - 87
dilihat pada tahun 2018 target koperasi sehat sebanyak 2% dari jumlah koperasi aktif (120 koperasi) atau sekitar 3 koperasi dimana realisasi hanya 1.71% atau sekitar 2 koperasi. Sementara di tahun 2019 target koperasi yang akan disehatkan sebanyak 33% atau sekitar 41 koperasi. Namun realiasinya hanya sebesar 27.90% atau sekitar 33 koperasi. Tantangan dalam penyehatan koperasi ini bersumber dari tidak adanya anggaran yang disediakan untuk melakukan audit keuangan terhadap koperasi tersebut. Banyak koperasi-koperasi aktif tersebut tidak memiliki laporan keuangan yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP). Sehingga karakteristik laporan keuangan dari koperasi-koperasi tersebut tidak bisa diukur secara profesional. Sementara untuk saat sekarang, koperasi-koperasi tersebut menanggulangi sendiri biaya fee konsultan untuk menilai laporan keuangan masing-masingnya. Kondisi ini tentu menjadi tantangan di masa depan bagi pemerintah daerah dalam memberikan layanan audit laporan keuangan bagi koperasi-koperasi yang ada di Kabupaten Lima Puluh Kota sehingga data koperasi yang sehat dapat lebih kredibel.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah, maka usaha yang diklasifikasikan sebagai usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah adalah sebagai berikut :
1. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
2. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
3. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
Berdasarkan undang-undang tersebut, maka dalam kurun waktu empat tahun terakhir tingkat pertumbuhan usaha mikro kecil menengah cenderung lambat. Dari tabel dibawah, terlihat bahwa pada akhir tahun 2016 jumlah UMKM yang ada di Kabupaten Lima Puluh Kota sebanyak 2.622 unit. Sementara pada akhir tahun 2019 tercatat jumlah UMKM yang ada sebanyak 2.760 unit. Dalam kurun waktu 4 tahun tersebut jumlah UMKM tumbuh sebesar 5% dengan memakai tahun dasar di tahun 2016. Pertumbuhan usaha mikro, kecil dan menengah selama kurun waktu 5 (lima) tahun dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.102
Pertumbuhan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang ada Di kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2016-2020
No Tahun Skala Usaha
Jumlah
Mikro Kecil Menengah
1 2016 1899 687 36 2622
2 2017 1903 683 36 2622
3 2018 1941 683 36 2660
4 2019 2041 680 39 2760
5 2020 7308 763 40 8111
Sumber Dinas Perdagangan, Koperasi dan UKM Kab. Lima Puluh Kota
Skala usaha UMKM yang ada tersebut didominasi oleh usaha mikro dimana pada tahun 2016 sebanyak 1.899 unit, sementara pada akhir tahun 2020 menjadi 7.308 unit. Usaha kecil punbertambah dari 687 di tahun 2016 menjadi 763 pada tahun 2020, begitu pun dengan usaha menengah juga bertambah. Pertumbuhan usaha kecil ini didominasi oleh jenis usaha barang harian dan makanan.
Dari tabel terlihat bahwa upaya dalam mengembangkan skala usaha UMKM di Kabupaten Lima Puluh Kota masih jauh dari harapan. Persentase usaha mikro potensial menjadi usaha kecil tidak mencapai
II - 88 target yang ditetapkan. Hal ini disebabkan karena program yang ada di APBD belum bisa menjadikan ukm potensial menjadi Kecil, baru bisa mendorong UKM potensial ke arah Kecil. Covid-19 sangat berdampak pada pelaku UKM, rata-rata omset mereka turun mencapai 75%, ini disebabkan adanya PSBB sehingga pengiriman barang agak terhalang akibatnya adanya penumpukan barang, sementara biaya operasional masih tetap dikeluarkan.
Rendahnya Ketersediaan data dan anggaran serta kualitas sumber daya manusia sangat mempengaruhi pencapaian program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh Dinas Perdagangan, Koperasi dan UKM dalam upaya membantu perkembangan UMKM di Kabupaten Lima Puluh kota. Ditambah dengan adanya ketakutan dari masyarakat tentang transparansi skala usahanya. Karena ukuran untuk melihat skala usaha tersebut adalah dari aset yang dimiliki dan atau omzet usaha secara tahunan, membuat Dinas Perdagangan, Koperasi dan UKM sulit untuk melakukan klasifikasi usaha mana saja yang sudah mengalami perkembangan dan mana yang tidak. Ketakutan dari masyarakat untuk transparan tentang omzet dan aset dipengaruhi oleh ketakutan terhadap kewajiban pajak. Untuk itu perlu adanya koordinasi dengan dirjen Perpajakan untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang kriteria usaha yang dikenakan pajak dan mana yang tidak sehingga masyarakat tidak lagi takut untuk memberikan data yang akurat terhadap perkembangan usahanya. Dan pada akhirnya Dinas Perdagangan, Koperasi dan UKM dapat mengetahui dan memberikan bantuan baik dalam pengembangan usaha maupun penyelamatan usahanya.
Disamping permasalahan diatas, permasalahan lainnya terkait dengan perdagangan, koperasi dan UMKM adalah masih rendahnya kerjasama dan kemitraan dalam investasi baik dengan masyarakat dan dunia usaha, mutu dan harga barang yang belum terjaga, dan daya promosi produk yang masih rendah serta pemanfaatan informasi dan teknologi yang rendah, dan belum optimalnya pertumbuhan wirausahawan baru.
Pandemi Covid 19 yang terjadi saat ini mau tidak mau memberikan dampak terhadap berbagai sektor pada tatanan ekonomi lokal juga memberikan dampak terhadap keberadaan UMKM. Pada aspek UMKM adanya pandemic ini menyebabkan turunnya daya beli ,terjadinya pemutusan hubungan kerja dan ancaman macetnya pembayaran kredit.Dalm situasi pandemic ini UMKM yang terdampak sangat serius ditandai dengan penurunan penjualan,permasalahan pada aspek pembiayaa, masalah pada distribusi barang dan kesulitan mendapatkan bahan baku.
2.3.2.12 Urusan Wajib Penanaman Modal