Bab VIII Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
2.3 Aspek Pelayanan Umum
2.3.1 Fokus Layanan Urusan Pemerintahan Wajib Berkaitan dengan Pelayanan Dasar
2.3.1.1 Urusan Wajib Pendidikan a. Angka Partisipasi Kasar (APK)
Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah rasio jumlah siswa, berapapun usianya yang sedang bersekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tersebut. APK didapat dengan membagi jumlah penduduk yang sedang bersekolah tanpa
II - 56 memperhitungkan umur pada jenjang pendidikan tertentu dengan jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan.
Berdasarkan Permendikbud 137 tahun 2014 tentang Standar Nasional PAUD bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal, yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan 6 (enam) perkembangan: agama dan moral, fisik motorik, kognitif, bahasa, sosial-emosional, dan seni, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan sesuai kelompok usia yang dilalui oleh anak usia dini. Berikut ditampilkan APK PAUD Kabupaten Lima Puluh Kota dari tahun 2016–2020.
Grafik 2.15
APK PAUD Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2016-2020
Sumber : Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Lima Puluh Kota
Perkembangan APK PAUD Kabupaten Lima Puluh Kota dari tahun 2016-2020 mengalami penurunan yang sangat signifikan. Bila dilihat dari nilai persentasenya, maka angka 32,22 di tahun 2020 masih cukup rendah, artinya tingkat partisipasi penduduk untuk menyekolahkan anak di usia PAUD di Kabupaten Lima Puluh Kota masih rendah. Hal ini bisa saja disebabkan oleh kualitas, aksesibilitas, sarana dan prasarana PAUD yang belum memadai serta tingkat perekonomian penduduk.
Grafik 2.16
Angka Partisipasi Kasar (APK) 7-12 Th
Menurut Kabupaten, Provinsi Dan Nasional Tahun 2016 – 2020
Sumber: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Lima Puluh Kota, BPS RI dan BPS Provinsi Sumatera Barat
II - 57 Angka Partisipasi Kasar (APK) 7-12 tahun Kabupaten Lima Puluh Kota dari tahun 2016 sampai tahun 2020 mengalami tren menurun, dari 111,46 persen di tahun 2016 menjadi 102,27 persen di tahun 2020.
Namun demikian, angka tersebut menunjukkan tingkat partisipasi penduduk untuk bersekolah di usia 7-12 sudah tinggi dan Kabupaten Lima Puluh Kota telah mampu menampung penduduk usia sekolah tersebut lebih dari target yang sesungguhnya. Disamping itu, bila dibandingkan dengan provinsi dan nasional, sampai dengan tahun 2017 APK 7-12 tahun Kabupaten Lima Puluh Kota berada diatas nasional, akan tetapi sejak tahun 2018 APK 7-12 tahun Kabupaten Lima Puluh Kota berada di bawah pencapaian provinsi dan nasional.
Grafik 2.17
Angka Partisipasi Kasar (APK) 13-15 Tahun Menurut Kabupaten, Provinsi Dan Nasional Tahun 2016 – 2020
Sumber: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Lima Puluh Kota, BPS RI dan BPS Provinsi Sumatera Barat Angka Partisipasi Kasar (APK) 13-15 tahun Kabupaten Lima Puluh Kota dari tahun 2015 sampai tahun 2020 sangat tinggi berada di atas Provinsi dan Nasional, artinya semua penduduk berusia 13-15 tahun tertampung semuanya di sekolah yang ada di Kabupaten Lima Puluh Kota. Hal ini menandakan bahwa tingkat partisipasi penduduk untuk menyekolahkan anak di usia SMP di Kabupaten Lima Puluh Kota sudah baik.
Grafik 2.18
Angka Partisipasi Kasar (APK) 16-18 Th Menurut Kabupaten, Provinsi Dan Nasional Tahun 2016 – 2020
Sumber: BPS RI dan BPS Provinsi Sumatera Barat
Angka Partisipasi Kasar (APK) 16-18 tahun Kabupaten Lima Puluh Kota dari tahun 2017 sampai tahun 2020 cukup positif berada di atas Provinsi dan Nasional, dimana pada tahun 2020 nilai APK 16-18
II - 58 tahun Kabupaten Lima Puluh Kota sebesar 92,74, artinya tingkat partisipasi penduduk untuk menyekolahkan anak di usia SMA di Kabupaten Lima Puluh Kota cukup tinggi.
b. Angka Partisipasi Murni (APM)
Angka Partisipasi Murni (APM) adalah persentase siswa dengan usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikannya dari jumlah penduduk usia sekolah ditingkat pendidikan tertentu. Secara sederhana indikator ini juga merupakan ukuran daya serap penduduk usia sekolah di masing- masing jenjang pendidikan.
Grafik 2.19
Angka Partisipasi Murni (APM) 7 – 12 Th Menurut Kabupaten, Provinsi Dan Nasional Tahun 2016 – 2020
Sumber: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Lima Puluh Kota, BPS RI dan BPS Provinsi Sumatera Barat Pada grafik diatas, APM 7-12 tahun Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2020 menunjukkan angka sebesar 90,95 persen, artinya sekitar 90,95 persen penduduk di Kabupaten Lima Puluh Kota yang berusia 7-12 tahun bersekolah tepat waktu dijenjang SD/sederajat.
Grafik 2.20
Angka Partisipasi Murni (APM) 13 – 15 Th Menurut Kabupaten, Provinsi Dan Nasional Tahun 2016 – 2020
Sumber: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Lima Puluh Kota, BPS RI dan BPS Provinsi Sumatera Barat Pada grafik diatas, Angka Partisipasi Murni (APM) 13-15 tahun Kabupaten Lima Puluh Kota dari tahun 2016 sampai tahun 2020 berfluktuatif. Terjadi lonjakan yang signifikan dari tahun 2019 ke tahun 2020. APM 13-15 tahun Kabupaten Lima Puluh Kota tahun 2020 mengalami penurunan sebesar 0.25
II - 59 menjadi 80.25 artinya hanya sekitar 80.25 penduduk kabupaten lima puluh kota 13-15 tahun bersekolah tepat waktu dijenjang SMP/sederajat.
Grafik 2.21
Angka Partisipasi Murni (APM) 16 – 18 Th Menurut Kabupaten, Provinsi Dan Nasional Tahun 2016 - 2020
Sumber BPS RI dan BPS Provinsi Sumatera Barat
Pada grafik diatas, Angka Partisipasi Murni (APM) 16-18 tahun Kabupaten Lima Puluh Kota dari tahun 2016 sampai tahun 2020 mengalami tren yang positif. APM 16-18 tahun Kabupaten Lima Puluh Kota tahun 2020 mengalami penurunan sebesar 0,27 menjadi 74,55, artinya hanya sekitar 74,55 persen penduduk di Kabupaten Lima Puluh Kota yang berusia 16-18 tahun bersekolah tepat waktu dijenjang SMA/sederajat.
c. Angka Partisipasi Sekolah
Untuk melihat tingkat perkembangan pendidikan kabupaten Lima Puluh kota dapat digambarkan dengan Persentase Angka partisipasi Sekolah (APS), Persentase Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Persentase Angka Partisipasi Murni (APM). Angka partisipasi Sekolah (APS) adalah jumlah penduduk yang masih sekolah pada masing-masing kelompok usia sekolah dibagi dengan jumlah penduduk di masing-masing kelompok usia sekolah yang bersangkutan. Angka partisipasi Sekolah (APS) dibagi dalam tiga kelompok umur yaitu 7-12 tahun untuk mewakili sekolah SD, 13-15 tahun mewakili SLTP dan 16-18 tahun mewakili SLTA
Grafik 2.22
Angka Partisipasi Sekolah (APS) 7-12 Th Menurut Kabupaten, Provinsi dan Nasional Tahun 2016 - 2020
Sumber: BPS RI dan BPS Provinsi Sumatera Barat
II - 60 Berdasarkan grafik diatas, Angka Partisipasi Sekolah (APS) 7-12 tahun Kabupaten Lima Puluh Kota dari tahun 2016-2020 mengalami tren positif, walaupun pada tahun 2020 mengalami penurunan. Pada tahun 2020, Angka Partisipasi Sekolah (APS) 7-12 tahun sebesar 99,12, hal ini menunjukkan bahwa hanya 1 orang dari 100 orang penduduk usia 7-12 tahun yang tidak tertampung pada pendidikan dasar di Kabupaten Lima Puluh Kota.
Grafik 2.23
Angka Partisipasi Sekolah (APS) 13-15 Th Menurut Kabupaten, Provinsi dan Nasional Tahun 2016 – 2020
Sumber: BPS RI dan BPS Provinsi Sumatera Barat
Berdasarkan grafik diatas, Angka Partisipasi Sekolah (APS) 13-15 tahun Kabupaten Lima Puluh Kota dari tahun 2016-2020 mengalami tren positif, walaupun pada tahun 2020 mengalami penurunan. Pada tahun 2020, Angka Partisipasi Sekolah (APS) 13-15 sebesar 96.83, hal ini menunjukkan bahwa hanya 4 orang dari 100 orang penduduk usia 13-15 tahun yang tidak tertampung pada pendidikan menengah di Kabupaten Lima Puluh Kota.
Grafik 2.24
Angka Partisipasi Sekolah (APS) 16-18 Th Menurut Kabupaten, Provinsi dan Nasional Tahun 2016 – 2020
Sumber: BPS RI dan BPS Provinsi Sumatera Barat
Berdasarkan grafik diatas, Angka Partisipasi Sekolah (APS) 16-18 tahun Kabupaten Lima Puluh Kota dari tahun 2016-2019 mengalami fluktuatif cenderung mengalami peningkatan, Pada tahun2020, Angka Partisipasi Sekolah (APS) 16-18 tahun sebesar 76.25, hal ini menunjukkan bahwa hanya 76 orang dari 100
II - 61 orang penduduk usia 16-18 tahun yang sudah tertampung pada pendidikan menengah di Kabupaten Lima Puluh Kota.
d. Ketersediaan sekolah/ Penduduk usia sekolah pendidikan dasar dan menengah
Dengan mengetahui rasio ketersediaan sekolah baik tingkat pendidikan dasar maupun menengah, maka akan diketahui tingkat kemampuan sekolah untuk menampung semua penduduk baik diusia pendidikaan dasar maupun menengah. Rasio ini diperoleh dengan membandingkan jumlah sekolah baik di tingkat dasar maupun menengah dengan jumlah penduduk pada usia pendidikan dasar maupun menenggah dalam sepuluh 10.000 penduduk.
Jumlah sekolah di kabupaten lima puluh kota dari tahun 2016-2020 cenderung terus bertambah sebagaimana tabel di bawah ini.
Tabel 2.68
Jumlah Sekolah Menurut Jenis nya di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2016-2020
Jenis Sekolah 2016 2017 2018 2019 2020
TK 215 231 225 224 223
SD/ Sederajat 374 375 378 378 378
SMP/ Sederajat 78 79 82 83 84
SMA/ Sederajat 30 30 34 34 34
D1 s/d Universitas 1 1 1 1 1
Sumber BPS, Inkesra Kab. Lima Puluh Kota Tahun 2015-2019, Lima Puluh Kota dalam Angka 2021
Berdasarkan data jumlah sekolah diatas bila dibandingkan dengan jumlah penduduk pada usia 7-15 tahun dan 16-19 tahun, maka diketahui rasio ketersediaan sekolah terhadap penduduk usia sekolah pendidikan dasar pada tahun 2020 adalah sebesar 72,49. Hal ini mengindikasikan bahwa tersedia 72 sekolah pendidikan dasar untuk 10.000 penduduk usia sekolah pendidikan dasar. Sedangkan rasio ketersediaan sekolah terhadap penduduk usia sekolah pendidikan menengah pada tahun 2020 adalah sebesar 37,92. Hal ini mengindikasikan bahwa tersedia 38 sekolah pendidikan menengah untuk 10.000 penduduk usia sekolah pendidikan menengah. Dapat disimpulkan juga bahwa jumlah sekolah sudah cukup memadai, tinggal meningkatkan pemerataan dan kualitas dari sekolah itu sendiri.
e. Angka Pendidikan Yang Ditamatkan
Tinggi rendahnya tingkat pendidikan yang ditamatkan oleh penduduk berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat baik langsung maupun tidak langsung. Artinya semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin besar peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan sudah barang tentu akan membawa pengaruh langsung terhadap peningkatan kesejahteraan penduduk yang bersangkutan. Sedangkan pengaruh tidak langsung akan terlihat dari pola pikir masyarakat, karena semakin tinggi jenjang pendidikan yang ditamatkannya, maka cara berpikir mereka akan lebih maju sehingga lebih mudah menerima perubahan dan kemajuan, berikut dapat digambarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan atau Ijazah tertinggi yang dimiliki oleh penduduk Kabupaten Lima Puluh Kota yang berusia 15 tahun keatas.
Dari data yang disajikan pada tabel dibawah ini dapat dilihat dari tingkat partisipasi sekolah pada tahun, sekitar 15,35 persen penduduk masih sekolah di jenjang pendidikan dasar, 4,70 persen penduduk masih sekolah di jenjang pendidikan menengah pertama dan 6,55 persen penduduk masih sekolah di jenjang pendidikan menengah atas dan perguruan tinggi. Sedangkan penduduk yang tidak/ belum sekolah baik laki-laki maupun perempuan mencapai 2,20 persen dan penduduk yang tidak lagi sekolah sebesar 71,20 persen.
Tabel 2.69
Persentase Penduduk usia 5 tahun ke atas
menurut tingkat partisipasi Sekolah dan jenis kelamin Tahun 2019
No Tingkat Pendidikan Banyaknya
Laki-laki (%) Perempuan (%) L + P (%)
1 Tidak/ Belum pernah sekolah 2,30 2,10 2,20
2 Masih sekolah SD 17,04 13,66 15,35
3 Masih sekolah SMP 4,30 5,11 4,70
II - 62
No Tingkat Pendidikan Banyaknya
Laki-laki (%) Perempuan (%) L + P (%)
4 Masih sekolah > SMA 6,19 6,91 6,55
5 Tidak sekolah lagi 70,17 72,22 71,20
Jumlah 100 100 100
Sumber BPS, Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2019
Apabila dikelompokkan lebih focus kepada penduduk berusia 25 tahun ke atas berdasarkan tingkat pendidikan, maka pada tahun2020 sebanyak 76.720 jiwa belum menamatkan pendidikan dasar / sederajat. Hal ini tentu berpengaruh terhadap kondisi rata-rata lama sekolah di Kabupaten Lima Puluh Kota.
Tabel 2.70
Jumlah Penduduk Berusia 25 Tahun ke atas Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2020
Pendidikan Jenis kelamin (jiwa)
Total (jiwa)
Pria Wanita
Tidak/Belum sekolah 1.521 1.636 3.157
Belum tamat SD/sederajat 37.691 39.029 76.720
Tamat SD/sederajat 22.978 22.626 45.604
SLTP/sederajat 14.446 13.915 28.361
SLTA/sederajat 24.092 23.503 47.595
Diploma I/II 398 1.346 1.744
Akademi/Diploma III/Sarjana Muda 1.669 2.944 4.613
Diploma IV/Strata I 5.135 9.140 14.275
Strata II 258 277 535
Strata III 8 4 12
Jumlah 108.196 114.420 222.616
Sumber Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Lima Puluh Kota f. Pendidikan Kesetaraan
Pendidikan kesetaraan adalah pendidikan non formal yang ditujukan kepada warga negara yang tidak berkesempatan mengenyam pendidikan formal di sekolah. Pendidikan non formal sendiri menurut UU dan Peraturan Pemerintah RI tentang pendidikan menyatakan bahwa pendidikan non formal adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang yang dapat diselenggarakan melalui Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), Pusat kegiatan belajar Masyarakat (PKBM), atau satuan sejenis lainnya.
Tabel 2.71
Jumlah Sasaran Penduduk Pendidikan Kesetaraan dan Jumlah PKBM di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2020
No Uraian Jumlah
1. Jumlah PKBM 24
2. Jumlah Sasaran Penduduk Usia 7-21 Tahun yang belum menyelesaikan Pendidikan dasar dan atau menengah yang berpartisipasi dalam Pendidikan
kesetaraan 2.226
3. Jumlah Sasaran Penduduk Usia 7-21 Tahun yang belum menyelesaikan
Pendidikan dasar dan atau menengah yang telah di layani/ diintervensi 1.068 4. Jumlah Sasaran Penduduk Usia 25 Tahun ke atas yang belum menyelesaikan
Pendidikan dasar dan atau menengah yang telah terdata 725 Sumber Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Lima Puluh Kota
Dari tabel diatas, baru 48 persen penduduk sasaran pendidikan kesetaraan berumur 7-21 tahun yang sudah terlayani untuk menamatkan pendidikan dasar dan menengah ditambah dengan 725 yang berumur 25 tahun yang sudah terdata, jumlah ini dapat saja makin bertambah setelah dilakukan pendataan yang lebih baik. Disamping itu, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di Kabupaten Lima Puluh Kota yang tersebar di 13 Kecamatan belum dapat memenuhi kebutuhan di seluruh Nagari, masih ada penduduk sasaran yang belum terlayani karena jarak PKBM dari tempat tinggalnya tidak mudah dijangkau, disamping tingkat kesadaran penduduk terhadap pentingnya menamatkan pendidikan dasar dan menengah yang masih cukup rendah.
II - 63 2.3.1.2 Urusan Wajib Kesehatan
a. Persentase Balita Wasting (Gizi Kurang dan Gizi Buruk) dan Prevalensi Balita Berat Badan Kurang / Underweight (Berat Badan Kurang dan Sangat Kurang)
Wasting adalah suatu keadaan kekurangan gizi akut yang banyak terdapat di daerah dengan sosial- ekonomi rendah yang dapat disebabkan oleh asupan nutrisi yang tidak memadai dan adanya penyakit.
Wasting diukur pada anak umur 0 sampai 59 bulan dengan kategori status gizi berdasarkan Indeks Berat Badan menurut Panjang Badan (BB/PB) atau Berat Badan menurut Tinggi Badan menurut umur (BB/TB) memiliki Z-score kurang dari -2 SD.
Sedangkan Underweight (berat badan kurang) adalah keadaan dimana seseorang memiliki berat badan yang indeks massa tubuhnya berada di bawah normal yaitu dibawah 18. Faktor yang berhubungan dengan underweight pada balita yaitu pola asuh pemberian makan balita, tingkat konsumsi energi, dan protein balita. Underweight merupakan gabungan berat badan kurang dan sangat kurang yang diukur pada anak umur 0 sampai 59 bulan dengan kategori status gizi berdasarkan indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) memiliki Z-score kurang dari -2 SD
Perkembangan persentase balita wasting dan underweight di Kabupaten Lima Puluh Kota tahun 2015-2020 dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.72
Persentase Balita Wasting (Gizi Kurang dan Gizi Buruk) dan Balita Underweight (Berat Badan Kurang dan Sangat Kurang) di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2016-2020
No. Tahun Jumlah Balita Ditimbang
Persentase Balita Wasting (Gizi Kurang dan Gizi
Buruk)
Prevalensi Balita Underweight (Berat Badan Kurang dan Sangat Kurang)
1. 2016 25.774 2,7 8,6
2. 2017 27.455 3,2 7,7
3. 2018 26.000 2,9 7,3
4. 2019 24.242 4,1 7,8
5. 2020 23.674 4,9 7,8
Sumber Dinas Kesehatan Kab. Lima Puluh Kota
Perkembangan persentase Balita Wasting dari tahun 2016 sampai dengan 2020 terus meningkat lebih 80 %. Hal ini dapat disebabkan oleh pola asuh yang belum dilakukan dengan baik oleh orang tua terhadap balita sehingga menyebabkan balita tidak menerima asupan gizi yang memadai. Jumlah balita Wasting dapat diturunkan melalui intervensi penanganan yang baik melalui pemberian makanan tambahan serta melalui konseling dan pemantauan pertumbuhan tiap bulan.
Perkembangan balita underweight dari tahun 2016 sampai dengan 2020 mengalami sedikit penurunan. Hal ini dapat disebabkan oleh pola asuh yang belum dilakukan dengan baik oleh orang tua terhadap balita sehingga menyebabkan balita tidak menerima asupan gizi yang memadai. Jumlah balita underweight dapat diturunkan melalui intervensi penanganan yang baik melalui pemberian makanan tambahan serta melalui konseling dan pemantauan pertumbuhan tiap bulan.
b. Prevalensi Stunting (Pendek dan Sangat Pendek)
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya. Stunting merupakan ancaman utama terhadap kualitas manusia Indonesia, juga ancaman terhadap kemampuan daya saing bangsa. Hal ini dikarenakan balita Stunting, bukan hanya terganggu pertumbuhan fisiknya (bertubuh pendek/kerdil) saja, melainkan juga terganggu perkembangan otaknya, yang mana tentu akan sangat mempengaruhi kemampuan dan prestasi di sekolah, produktivitas dan kreativitas di usia produktif.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, 2013 dan 2018, angka balita Stunting di Kabupaten Lima Puluh Kota mengalami kenaikan dari 29,8 % menjadi 40,1 %. Dengan ambang batas prevalensi nasional adalah 14 %, maka Kabupaten Lima Puluh Kota ditetapkan menjadi lokus penanganan Stunting tahun 2020-2024, secara lengkap dapat dilihat pada grafik di samping ini :
II - 64 Grafik 2.25
Persentase Balita Stunting di Kabupaten Lima Puluh Kota tahun 2007, 2013, 2018
Sumber : Riset Kesehatan Dasar, Kementerian Kesehatan RI
Berdasarkan Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2019 yang merupakan hasil integrasi data Badan Pusat Statistik dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, maka angka prevalensi Stunting sebesar 28,94 %. Sementara itu, angka prevalensi Stunting di Kabupaten Lima Puluh Kota setiap tahunnya ditentukan melalui data hasil penimbangan massal yang dilaksanakan 2 kali dalam setahun dan dituangkan ke dalam e-PPGBM (Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat secara elektronik).
Perkembangan angka balita Stunting sejak tahun 2015-2020 dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 2.73
Prevalensi Stunting Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2016-2020
No. Tahun Jumlah Balita Ditimbang Prevalensi Stunting
1. 2016 25.774 15,5
2. 2017 27.455 14
3. 2018 26.000 12,3
4. 2019 24.242 10,9
5. 2020 23.674 8,29
Sumber e-PPGBM, Dinas Kesehatan Kab. Lima Puluh Kota
Berdasarkan data diatas, sejak tahun 2016 sampai dengan 2020, prevalensi Stunting di Kabupaten Lima Puluh Kota mengalami penurunan dari 15,25% menjadi 8,29%, artinya rata-rata penurunan per tahun sebesar 1,16%.
Penggunaan 3 (tiga) sumber data diatas perlu dilakukan mengingat fungsi dari masing-masing data yang dihasilkan bagi pembangunan daerah. Terkait dengan digunakannya data e-PPGBM sebagai acuan dalam penanganan stunting, sudah sesuai dengan batasan kewenangan Kabupaten dan tidak tersedianya data tahunan Riskesdas maupun SSGBI oleh Pemerintah Pusat dan Provinsi. Dikarenakan Stunting tidak terjadi dalam waktu yang singkat sehingga pengaruh pandemi covid 19 terhadap angka prevalensi Stunting belum dapat dilihat pada tahun 2020, baru dapat dilihat minimal 2 (dua) tahun kemudian di tahun 2022.
c. Angka Kematian Bayi (AKB)
Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan angka yang menunjukkan banyaknya kematian bayi usia 0 tahun dari setiap 1000 kelahiran hidup pada tahun tertentu atau dapat dikatakan juga sebagai probabilitas bayi meninggal sebelum mencapai usia satu tahun (dinyatakan dengan per seribu kelahiran hidup). Perkembangan Angka Kematian Bayi dapat dilihat pada grafik dibawah ini :
II - 65 Grafik 2.26
Angka Kematian Bayi (AKB) Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2016-2020
Sumber BPS Lima Puluh Kota Dalam Angka 2020-2021
Penurunan Angka Kematian Bayi dari tahun 2016 ke 2020 menunjukkan bahwa derajat kesehatan masyarakat di Kabupaten Lima Puluh Kota semakin meningkat. Bila dibandingkan secara nasional, Angka Kematian Bayi pada tahun 2020 sebesar 9,58, sudah jauh di bawah target nasional tahun 2024 sebesar 16 per 1000 kelahiran. Beberapa penyebab kematian bayi terbesar adalah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), asfiksia, kelainan bawaan, pneumonia, diare dan beberapa penyebab lainnya.
Jumlah kematian bayi berdasarkan penyebab di Kabupaten Lima Puluh Kota tahun 2016 sampai 2020 dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.74
Kematian Bayi Berdasarkan Penyebab di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2016 – 2020
Penyebab Kematian Bayi Tahun
2016 2017 2018 2019 2020
Berat Badan Lahir Rendah 5 18 16 7 16
Asfiksia 12 7 21 15 11
Kelainan Bawaan 2 3 5 6 3
Pneumonia 5 6 5 3 2
Diare 1 1 0 0 1
Lain-lain 52 21 14 26 27
Total 83 55 61 60 60
Sumber Dinas Kesehatan Kabupaten Lima Puluh Kota
Kematian bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya status kesehatan ibu yang tidak baik yaitu pada saat kehamilan ibu mengalami Kurang Energi Kronis (KEK), anemia, dan penyakit penyerta lainnya. Kematian bayi dengan penyebab asfiksia, faktor yang dapat mengakibatkan pada kasus ini karena faktor komplikasi pada ibu hamil, faktor keterampilan dan sikap tenaga kesehatan penolong persalinan kurang baik. Kondisi pandemi Covid-19 yang masih berlangsung sampai saat ini, dikhawatirkan akan mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, sehingga perlu intervensi yang tepat untuk 5 tahun yang akan datang.
d. Angka Kematian Balita (AKBa)
Jumlah kematian anak berusia 0-4 tahun selama satu tahun tertentu per 1000 anak umur yang sama pada pertengahan tahun itu (termasuk kematian bayi). AKBa Kabupaten Lima Puluh Kota tahun 2015 sampai 2020 dapat dilihat pada grafik berikut :
II - 66 Grafik 2.27
Angka Kematian Balita dari Tahun 2016-2020 Di Kabupaten Lima Puluh Kota
Sumber Dinas Kesehatan Kabupaten Lima Puluh Kota
Dari grafik diatas, terlihat bahwa Angka Kematian Balita sejak tahun 2016 sampai 2020 sangat terjadi penurunan, dimana terjadi penurunan yang tajam dari tahun 2016 ke tahun 2017 sebesar 5,40. Tahun 2018 terjadi sedikit kenaikan sebesar 0,7, namun selanjutnya terjadi penurunan yang kecil. Hal ini mengindikasikan terjadinya peningkatan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan tempat tinggal termasuk peningkatan pemeliharaan kesehatan terhadap balita walau belum terlalu signifikan. Peningkatan pelayanan kesehatan kepada balita perlu menjadi prioritas terutama dalam kondisi pandemi Covid-19 agar Angka Kematian Balita tidak terus mengalami peningkatan.
e. Angka Kematian Ibu (AKI)
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya kematian perempuan pada saat hamil atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan, yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab lain, per 100.000 kelahiran hidup.
Angka Kematian Ibu di Kabupaten Lima Puluh Kota sejak tahun 2016 sampai 2020 dapat dilihat pada grafik berikut :
Grafik 2.28
Angka Kematian Ibu (AKI) Tahun 2016-2020 Di Kabupaten Lima Puluh Kota
Sumber Dinas Kesehatan Kabupaten Lima Puluh Kota
Berdasarkan grafik diatas, dalam 5 tahun terakhir terjadi lonjakan jumlah kematian ibu dari tahun 2018 ke 2019 sebanyak 11 kasus (170,5) dan tahun 2020 terjadi penurunan AKI menjadi 97,4. Semua kejadian kematian ibu di Kabupaten Lima Puluh Kota telah dilakukan Audit Maternal Perinatal (AMP) baik
II - 67 tingkat puskesmas maupun oleh Tim AMP tingkat kabupaten. Namun tahun 2020 tidak dilaksanakan pengkajian kematian ibu oleh Tim AMP tingkat kabupaten, karena adanya recofusing anggaran dipengaruhi oleh kondisi pandemi Covid-19.
Upaya percepatan penurunan AKI dapat dilakukan dengan menjamin agar setiap ibu mampu mengakses pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, seperti pelayanan kesehatan ibu hamil, pertolongan
Upaya percepatan penurunan AKI dapat dilakukan dengan menjamin agar setiap ibu mampu mengakses pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, seperti pelayanan kesehatan ibu hamil, pertolongan