• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANA TESTAMENT DAN PENGURUS HARTA WARISAN

Dalam dokumen HUKUM WARISAN DI INDONESIA (Halaman 106-112)

Titel 14 dari B.W . Buku I (pasal-pasal 1005 s/d 1022) mengatur hal dua orang jang mungkin ada berhubung dengan adanja harta warisan, jaitu :

ke-1 Pelaksana testament (executeur testamentair),

ke-2 Pengurus harta warisan (bewindvoerder van een nalatenschap). Kalau tidak ada penentuan apa-apa dari si peninggal warisan, maka para ahliwaris bersama-samalah jang berwadjib melaksanakan testament dan mengurus harta warisan, sebelum dibagi-bagi antara mereka.

Mungkin sekali si peninggal warisan mengchawatirkan, djangan-dja- ngan akan ada kekatjauan, apabila pelaksanaan testament dan pengurusan harta warisan diserahkan begitu sadja kepada para ahliwaris bersama.

Sekiranja berhubung dengan inilah maka oleh Burgerlijk Wetboek dibuka kemungkinan bagi si peninggal warisan untuk menundjuk seorang pelaksana testament dan/atau seorang pengurus harta warisan.

Pelaksana testament (executeur testamentair)

Tjara menundjuk

Menurut pasal 1005 B.W . pelaksana testament dapat ditundjuk :

a. dalam testament,

b. dalam suatu akta dibawah tangan, jang ditulis, diberi tanggal dan

ditandatangani oleh si peninggal warisan, jang dimaksudkan dalam pasal 925 B.W . dan jang dinamakan codicil,

c. dalam suatu akta notaris istimewa.

Istilah „istimewa” ini tidak berarti, bahwa dalam akta-notaris itu tidak boleh dimuat hal lain dari pada penundjukan seorang pelaksana testament.

Menurut Meyers (halaman 408) istilah „istimewa" harus diartikan lebih luas, jaitu bahwa dalam akta-notaris djuga dapat dimuat lain-lain hal, tetapi terbatas pada hal-hal jang oleh si 'peninggal warisan ditentukan harus dikerdjakan setelah ia wafat (voorzieningen na dode).

Djadi misalnja tidak diperbolehkan penundjukan pelaksana testament dalam suatu perdjandjian djual-beli.

Menurut ajat 2 dari pasal 1005 B.W ., ada kemungkinan ditundjuk lebih dari seorang selaku pelaksana testament, dengan maksud, agar apa­ bila jang seorang berhalangan, ia dapat diganti oleh orang lain. Tetapi menurut pasal 10 16 B.W . si peninggal warisan dapat menentukan, bahwa para pelaksana testament itu bersama-sama bekerdja, jaitu masing-masing ada bagian sendiri dari testament untuk dilaksanakan.

Dari adanja pasal-pasal ini biasanja disimpulkan, bahwa seorang pe­ laksana testament tidak berkuasa untuk sendiri menundjuk seorang

ganti. Malahan Meyers (halaman 410) dan lain-lain penulis berpendapat, bahwa si peninggal warisan tidak boleh memberi kuasa kepada si pelaksana testament untuk, apabila ia berhalangan, menundjuk penggantinja.

Menurut Klaassen-Eggens (halaman 401) ini diperbolehkan, oleh karena tidak dilarang.

Ada kemungkinan selaku pelaksana testament ditundjuk seorang pe- djabat, dengan tidak disebutkan namanja, seperti misalnja Direktur dari suatu Bank.

Kalau ini terdjadi, maka dengan digantinja Direktur Bank itu, si pengganti akan menggantikan pula selaku pelaksana testament.

Siapakah dapat ditundjuk selaku pelaksana testament ?

Tentang hal ini dalam pasal 1006 B.W . ditentukan siapa jang tidak dapat menundjuk pelaksana testament, jaitu :

ke-1 orang perempuan jang bersuami, mungkin oleh karena seorang itu pada umumnja tidak dapat melakukan perbuatan-hukum tanpa ku­ asa atau bantuan dari suaminja.

ke-2 orang belum dewasa, djuga apabila ia setelah berumur 18 tahun dengan suatu putusan Pengadilan Negeri dïberi beberapa kekuasaan seperti orang dewasa menurut pasal 426 B.W . („handlichting”). Burgerlijk Wetboek Jianja menjebutkan „handlichting”, tetapi se­ mua penulis ahli-hukum Belanda sependapat, bahwa jang dimaksud ialah hanja „handlichting” jang baru saja sebutkan tadi, djadi tidak hal seorang belum dewasa, jang sudah berumur 20 tahun, mendapat surat-pernjataan-dewasa (meerderjarig-verklaring atau venia aetatis) dari Pemerintah Pusat setelah ada pertimbangan dari Mahkamah Agung menurut pasal 420 B.W .

Pendapat umum ini adalah lajak, oleh karena seorang belum de­ wasa jang termaksud belakangan ini, sudah disamakan dengan orang dewasa.

ke-3 orang jang berada dibawah pengawasan curatele,

ke-4 orang jang pada umumnja menurut Hukum tidak berkuasa untuk melakukan perbuatan-hukum jang sah. Orang-orang jang sematjam ini, jang belum masuk jang tersebut dalam ke-1, ke-2 dan ke-3, sekiranja tidak banjak lagi, bahkan hampir tidak ada. Para penulis ahli-hukum seperti Meyers (halaman 410) dan Klaassen-Eggens (halaman 403) hanja dapat menjebutkan orang jang dirawat dalam suatu rumah-sakit-gila, dengan tidak ditempatkan dibawah penga­ wasan 'curatole.

Harus diperhatikan, bahwa pasal 1006 B.W . tidak menjebutkan orang, jang tidak dapat mendjadi pelaksana testament. Tidaklah disebutkan, bah­ wa mereka tidak dapat ditundjuk selaku pelaksana testament.

Maka dari itu tidak dilarang seorang lelaki selaku peninggal warisan

menundjuk isterinja selaku pelaksana testament, oleh karena setelah ia wafat, isterinja dengan sendirinja tidak lagi mempunjai suami. Apabila

PELAKSANA TESTAMENT D A N PENGURUS HARTA-W ARISAN

HUKUM W ARISAN D I INDONESIA

djanda ini kemudian kawin lagi, maka sedjak saat itulah .ia tidak boleh bertindak lagi selaku pelaksana testament.

Demikian djuga seorang anak belum dewasa dapat ditundjuk selaku pelaksana testament, asal sadja pada saat testament harus dilaksanakan, orang itu sudah dewasa.

Lapangan kerdja dari pelaksana testanient

Melihat istilah „pelaksana”, maka dapat dikatakan, bahwa pekerdjaan- pokok dari seorang pelaksana testament ialah seperti jang dikatakan dalam pasal 1011 B.W . jang berbunji:

„Si pelaksana testament harus berusaha, agar testament dilaksanakan”.

Ditambahkan pula, apabila ada perselisihan, ia berkuasa untuk mema- djukan hai sesuatu didepan Hakim guna mempertahankan sahnja testament.

Kekuasaan jang diberikan oleh si peninggal warisan kepada si pelak­ sana testament ini sebetulnja tidak begitu berarti, apabila oleh si peninggal warisan dalam testament tidak disertai pemberian kekuasaan untuk, me­ nurut pasal 1007 B.W ., menguasai dan memegang semua atau sebagian dari barang-barang warisan (in bezitneming).

Kalau kekuasaan jang tersebut belakangan ini tidak diberikan, maka si pelaksana testament hanja berkuasa untuk memperingatkan para ahli- waris akan kewadjibannja selaku ahliwaris serta memperingatkan para legataris akan hak-haknja terhadap harta warisan.

Artinja : ia tidak dapat bertindak langsung.

Lain halnja apabila si pelaksana testament diberi kekuasaan menguasai barang-barang warisan.

Kalau ini terdjadi, maka dari pasal 1008 B.W . dapat disimpulkan, bahwa si pelaksana testament berkuasa untuk menjerahkan atau memenuhi legaat-legaat menurut bunji testament, serta untuk memberi tanda, bahwa legaat-legaat itu sudah dipenuhi.

Dan lagi dari pasal 10 12 B.W . dapat pula disimpulkan, bahwa, apa­ bila dari harta warisan tidak tersedia uang-tunai untuk memenuhi legaat- legaat, si pelaksana testament berkuasa mendjual barang-barang bergerak dari harta warisan, dan kalau perlu djuga barang-barang tak-bergerak, tetapi dalam hal belakangan ini harus dengan idzin dari para ahliwaris atau dari Hakim.

Pendjualan ini harus dilakukan dimuka Umum dan menurut tjara jang lazim diturut ditempat.

Selaku keketjualian, pendjualan ini dapat dilakukan dibawah tangan, tetapi harus dengan persetudjuan semtia ahliwaris. Dan dalam hal ini harus diperhatikan pasal2 Hukum tentang kekuasaan bertindak dari para ahliwa­ ris jang belum dewasa dan jang berada dibawah pengawasan curatele.

Menurut pasal 1013 B.W ., si pelaksana testament djuga dikuasakan untuk menagih hutang-hutang dari para debiteur dari si peninggal warisan, sekedar hutang-hutang itu sudah harus dibajar.

Lain-lain pekerdjaan dari pelaksana testament jang terlepas dari ke­ kuasaan menguasai barang-barang warisan, adalah sebagai berikut:

a. menurut pasal 1009 B.W ., menjuruh mensegel (verzegelen) barang- barang warisan, apabila diantara para ahliwaris ada jang belum dewasa atau berada dibawah pengawasan curatele dan mereka pada waktu wafatnja si peninggal warisan tidak mempunjai wali atau cura- tor, atau apabila diantara para ahliwaris ada jang tidak hadir pada waktu wafatnja si peninggal warisan,

b. menurut pasal 1010 B.W., menjuruh membikin perintjian atau in­ ventarisasi dari barang-barang warisan, dengan dihadiri oleh para ahliwaris jang berada di Indonesia, atau setelah mereka dipanggil setjara pantas untuk hadir,

c. menurut pasal 1007 ajat 3 B.W ., menghentikan menguasai barang-barang warisan setelah lampau satu tahun dihitung dari saat si pelak­ sana testament dapat mulai menguasai barang-barang itu,

d. menurut pasal 1014 B.W ., memberi pertanggungan djawab kepada para ahliwaris, apabila hal mengurus harta warisan sudah selesai, an­ tara lain setelah lampau waktu satu tahun tersebut diatas.

Pasal 1018 B.W . mengatakan, apabila si peninggal warisan dalam testament membebaskan si pelaksana testament dari kewadjiban untuk mengadakan perintjian barang-barang warisan atau untuk memberi per­ tanggungan djawab, maka penetapan dalam testament ini adalah batal.

Ini berarti bahwa si pelaksana testament dapat dibebaskan dari pe- kerdjaan-pekerdjaan jang lain.

Pasal 1015 B.W . menegaskan (menurut hemat saja tidak begitu per­ lu ), bahwa apabila si pelaksana testament meninggal dunia, kekuasaannja

tidak beralih kepada ahliwarisnja. Dan djuga tidak mungkin oleh Hakim ditundjuk seorang lain selaku pelaksana testament. Ini dapat dalam hal

pengurus harta warisan.

Pada achirnja dapat dikatakan lajak, apabila dalam pasal 1017 B.W . ditentukan, bahwa biaja-biaja untuk segel, perintjian barang-barang, per­ tanggungan djawab dan lain-lain jang berhubungan dengan pelaksanaan testament, dapat diambil dari barangJbarang warisan.

Para penulis ahli-hukum Belanda memeras pikirannja tentang soal apakah kedudukan si pelaksana testament adalah seperti kedudukan seorang

wakil dari para ahliwaris atau dari harta warisan (pendapat Meyers hala­ man 418 dst. dan Klaassen-Eggens halaman 404), ataukah kedudukannja adalah seperti orang jang mempunjai hak-perbendaan (zakelijk recht) atas barang-barang ;warisan (pendaipat Suyling-Dubois halaman 591), jaitu dua- duanja untuk menentukan, bahwa akibat dari segala perbuatan jang sah dari si pelaksana testament daipat dipikulkan pada barang-barang warisan.

Bagi saja tidak begitu nampak gunanja untuk menentukan, pendapat mana dari dua pendapat ini jang benar, oleh karena dari pasal-pasal B .W . jang bersangkutan sudah terang benderang, bahwa akibat dari segala per­ buatan jang sah dari si pelaksana testament, harus dipikulkan pada barang- barang warisan, dan kalau harta warisan itu diterima tanpa sjarat, djuga dipikulkan pada barang-barang milik pribadi dari para ahliwaris.

PELAKSANA TESTAMENT D A N PENGURUS H ARTA-W ARISAN

HUKUM W ARISAN D I INDONESIA

Pengurus Harta Warisan (Bewindvoerder)

Hal ini oleh Burgerlijk Wetboek diatur dalam pasal-pasal 1019 s|d 1022.

Pasal 1019 B.W . menentukan, bahwa seorang peninggal warisan ber­ kuasa menundjuk seorang pengurus harta warisan untuk selama hidupnja si ahlhvaris atau untuk waktu tertentu.

Dalam pasal itu diperingatkan pada hak si peninggal warisan untuk menundjuk seorang pengurus itu dalam hal lianja hak-memetik-hasil (vruchtgebruik) diberikan kepada ahliwaris, atau dalam hal para ahliwaris ada jang belum dewasa atau berada dibawah pengawasan curatele, atau dalam hal fidei-commis, jaitu apabila seorang ahliwaris diberi kewadjiban untuk kemudian menjerahkan barang-barang warisan kepada orang lain.

Apa perlunja penundjukan pengurus harta warisan ini dilakukan, tidak begitu terang.

Suyling-Dubois dalam bukunja halaman 606 menundjukkan suatu perbedaan-pokok perihal maksud si peninggal warisan untuk mengangkat seorang pelaksana testament atau untuk menundjuk seorang pengurus harta warisan.

Menurut Suyling-Dubois pengangkatan seorang pelaksana testament ada maksud lebih terbatas, sedang maksud penundjukan seorang pengurus harta warisan ialah lebih luas jaitu untuk menghindarkan penghamburan

harta warisan oleh para ahliwaris, maka dapat djuga dilangsungkan seumur hidup si ahliwaris.

Sekiranja berhubung dengan perbedaan inilah maka dalam pasal 1020

B.W . ditentukan (lain dari pada dalam hal pelaksana testament), bahwa apabila si pengurus berhalangan atau terpaksa menghentikan menguras barang-barang warisan, dan oleh si peninggal warisan tidak ditundjuk penggantinja, maka oleh Hakim harus ditundjuk seorang pengganti-pengu-rus, setelah mendengarkan pendapat Penuntut Umum.

Tjara menundjuk pengurus harta warisan

Menurut pasal 1019 B.W . diperbolehkan dua tjara, jaitu a. dalam testament atau b. dalam suatu akta-notaris chusus.

Djadi tidak diperbolehkaji penundjukan pengurus harta warisan de­ ngan suatu akta dibawah tangan, hal mana diperbolehkan dalam hal menundjuk pelaksana testament.

Menurut pasal 10 2 1 B/W. seorang jang oleh si peninggal warisan ditundjuk selaku pengurus harta warisan, adalah berhak untuk menolak

penundjukan itu. Tetapi kalau ia sudah mulai menerima baik penundjukan itu, ia wadjib menjelesaikan pengurusan harta warisan itu.

Oleh Burgerlijk Wetboek tidak ditegaskan, sampai dimana meluas kekuasaan si pengurus harta warisan. Maka harus diturut apa jang biasanja ditentukan bagi seorang pengurus barang pada umumnja.

Artinja : ia dapat menjewakan dan menarik segala hasil dari barang- barang warisan, tetapi pada umumnja ia tidak dapat mendjual barang-ba­ rang itu tanpa idzin para ahliwaris.

PELAKSANA TESTAMENT DA N PENGURUS HARTA-W ARISAN

Djuga lajak, apabila si pengurus harta warisan dianggap berwadjib mengadakan perintjian barang-barang warisan serta memberi pertanggungan djawab.

Sebaliknja .bagaimanakah halnja dengan kekuasaan si ahliwaris untuk

mendjual barang-barang warisan.

Kalau diingat, bahwa maksud dari penundjukan pengurus harta warisan ialah djangan sampai barang-barang warisan itu dihambur-hambur­ kan oleh si ahliwaris, maka mudah dapat dimengerti, bahwa selajaknja si ahliwaris dibatasi dalam kekuasaan mendjual tadi. Artinja : ia hanja dapat melakukan pendjualan itu dengan idzin pengurus harta warisan.

Upah

Menurut pasal 1021 B.W ., apabila si peninggal warisan tidak me­ nentukan upah bagi pengurus harta warisan atau djuga kepadanja tidak diberi suatu legaat jang dapat dianggap upah baginja, maka si pengurus harta warisan dapat memperhitungkan upah, seperti jang ditentukan dalam pasal 411 B.W . bagi wali (voogd) dari orang belum dewasa, jaitu 3% dari hasil, 2% dari uang-keluaran, dan l)/2% dari modal (kapital) jang diterima olehnja untuk harta warisan.

Pada achirnja pasal 1022 B.W . menentukan, bahwa pelaksana testament dan pengurus harta warisan dapat dipetjat dengan alasan-alasan jang dapat dipergunakan untuk memetjat wali (voogd) dari seorang be­ lum dewasa (pasal 373 dan pasal 380 B.W .) jaitu :

a. kalau tidak memberi pertanggungan 'djawab,

b. apabila mereka berkelakuan djelek,

c. apabila mereka menandakan tidak mampu melakukan kewadjibannja setjara baik, atau mengabaikan kewadjibannja,

d. apabila mereka djatuh pailit,

e. apabila mereka atau keturunannja atau leluhurnia atau suami atau iste-rinja mempunjai perkara dimuka Hakim, jang didalamnja terlipat ke- kajaan dari harta warisan jang harus diurus itu,

f. apabila mereka dihukum pendjara selama dua tahun atau lebih.

BA G IA N X V I

Dalam dokumen HUKUM WARISAN DI INDONESIA (Halaman 106-112)