• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Pembinaan Moral terhadap Narapidana Residivis dalam Membentuk Good Citizen di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta Membentuk Good Citizen di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

commit to user

HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian

B. Deskripsi Permasalahan Penelitian

2. Pelaksanaan Pembinaan Moral terhadap Narapidana Residivis dalam Membentuk Good Citizen di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta Membentuk Good Citizen di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

Meskipun Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta bukanlah lembaga pemasyarakatan namun, dalam pelaksanaan pemidanaan bagi narapidana residivis menggunakan sistem pemasyarakatan yang lebih difokuskan pada pembinaan dan rehabilitasi dari pada sekedar sistem penjara yang lebih pada unsur balas dendam. Hal tersebut sesuai dengan Surat Instruksi Kepala Direktorat Pemasyarakatan Nomor J.H. G8/506, 17 Juni 1964 disebutkan bahwa,

anak pidana telah berubah secara mendasar yaitu sistem kepenjaraan menjadi sistem t diketahui bahwa sistem pemenjaraan tidaklah cukup memberikan manfaat yang baik. Perlu dilakukan perubahan sistem pemidanaan yang efektif dalam mengurangi diulanginya tindak kejahatan. Sebab melalui sistem pidana penjara saja, ternyata tidak mengurangi angka

138

kejahatan. Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta dalam melaksanakan pembinaan pun, tidak bisa lepas dari sistem pemenjaraan dimana melalui sistem tersebut bertujuan agar narapidana jera dan tidak mengulangi perbuatan tindak pidana.

Tujuan pembinaan yang diterapkan di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta adalah narapidana tidak melanggar hukum lagi, narapidana dapat berpartisipasi aktif dan positif dalam pembangunan (manusia mandiri) dan narapidana hidup bahagia dunia akherat. Dalam rangka mencapai tujuan pembinaan tersebut, Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta mengupayakan pelaksanaan pembinaan secara maksimal. Lebih dari pada itu, pembinaan yang dilaksanakan di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta diarahkan guna membentuk moral narapidana residivis sehingga akhirnya menjadi warga negara yang baik (good citizen). Pembinaan tersebut diperuntukkan bagi seluruh warga binaan pemasyarakatan, tidak terkecuali bagi narapidana residivis. Sesuai dengan kajian pustaka, peneliti akan mengkaji beberapa aspek yang terkait dengan pelaksanaan pembinaan moral bagi narapidana residivis. Aspek-aspek tersebut meliputi: a. Pola pembinaan narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta, b. Tahapan pelaksanaan pembinaan narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta, c. Metode pembinaan dan wujud program pembinaan bagi narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta, d. Keberhasilan pembinaan narapidana residivis terkait pembentukan good citizen di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta. Berikut ini penjabaran mengenai aspek-aspek tersebut:

a. Pola Pembinaan Narapidana Residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Agustiyar Ekantoro, Bc.IP.S.Sos M.M pada hari Sabtu tanggal 29 Juni 2011 mengatakan bahwa:

Pola pembinaan yang dilaksanakan bagi narapidana residivis adalah sama dengan narapidana lainnya. Pola pembinaan mengacu pada Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia M.02-PK.04 tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana atau Tahanan. Merujuk pada aturan tersebut maka kita terapkan pada narapidana residivis. Pola pembinaan terbagi atas pembinaan

139

yang dilakukan di dalam Rutan dan pembinaan di luar Rutan. (Catatan lapangan 11).

Bapak Drs. Haryana selaku Kepala Pengelolaan pada tanggal 29 Juni 2011 menambahkan bahwa:

Tidak ada pola pembinaan khusus bagi narapidana residivis. Semua narapidana atau warga binaan diperlakukan sama dan mendapat pembinaan yang sama. Pembedaannya hanya fungsi pengawasan yang lebih diperketat. Selain itu, narapidana residivis akan ditempatkan pada blok yang berbeda dengan narapidana lainnya. Hal ini dilakukan supaya tidak terjadi keributan antara narapidana residivis dengan narapidana bukan residivis. (Catatan lapangan 12).

Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas pemasyarakatan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pelaksanaan pembinaan bagi narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta mengacu kepada Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia M.02-PK.04 tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana atau Tahanan. Pola pembinaan yang diberikan kepada narapidana residivis adalah sama dengan narapidana lainnya (bukan residivis) karena belum ada pola pembinaan khusus bagi narapidana residivis.

Selama peneliti melakukan pengamatan dan analisis dokumen menunjukkan bahwa, pola pembinaan bagi narapidana residivis yang dilaksanakan di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta memang merujuk pada Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia M.02-PK.04 tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana atau Tahanan. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa, pola pembinaan terdiri dari pembinaan yang dilaksanakan di dalam Rutan dan pembinaan yang dilakukan di luar Rutan. Pola pembinaan yang dilaksanakan di dalam lembaga pemasyarakatan meliputi pemberian program-program pembinaan baik yang bersifat mengasah mental (psikis) maupun fisik (keterampilan). Sedangkan pembinaan di dalam maupun di luar Rutan misalnya belajar di sekolah-sekolah negeri, belajar di tempat latihan kerja milik industri atau dinas lain,

140

beribadah seperti sholat di masjid, gereja dan sebagainya, berolahraga bersama masyarakat, pemberian asimilasi, dan pengurangan masa pidana/remisi.

Bagi narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta, pola pembinaan dilaksanakan dalam Rutan saja. Tidak ada wujud program pembinaan yang secara khusus diberikan bagi narapidana residivis sehingga dalam pelaksanaannya sama dengan narapidana lainnya. Narapidana residivis memperoleh program pembinaan kepribadian dan program pembinaan kemandirian. Sedangkan untuk narapidana bukan residivis terkecuali kasus narkotika, korupsi, penipuan, dan terorisme tetap mendapatkan pembinaan di dalam maupun di luar Rutan. Hal tersebut menandakan adanya perbedaan mengenai pola pembinaan bagi narapidana residivis dan bukan residivis.

Perbedaan lainnya adalah dalam hal pengawasan. Selama pembinaan berlangsung, pengawasan lebih dioptimalkan terhadap narapidana residivis. Petugas Rutan sering memberikan hukuman disiplin terhadap narapidana residivis misalnya push up apabila narapidana residivis melakukan pelanggaran. Adapun maksud petugas bersikap demikian, agar narapidana residivis patuh dan disiplin dalam mengikuti pembinaan. Sebab bagi pembina, narapidana residivis adalah seseorang yang memiliki kepribadian buruk dan ndableg sehingga harus diberi hukuman yang tentunya tidak menyimpang dari prinsip-prinsip pemasyarakatan. Dengan demikian, diharapkan narapidana residivis jera atas perbuatan tindak pidana yang dilakukan sehingga tidak menjalani pemidanaan kembali di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta.

Di samping itu, mengenai penempatan blok kamar, bagi narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta dibedakan dengan narapidana bukan residivis. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari terjadinya perkelahian atau pengaruh buruk bagi narapidana lainnya. Bagi narapidana residivis yang melakukan pengulangan tindak pidana berkali-kali hingga 3 kali lebih akan diberikan rehabilitasi secara optimal yaitu mendatangkan psikiater dari

141

luar sebab dikhawatirkan narapidana residivis dihinggapi keluhan jiwa yang tidak dapat diatasi sendiri kelainannya sehingga tidak bertambah parah.

b. Tahapan Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

Tahapan pembinaan merupakan langkah-langkah yang diberikan kepada narapidana selama menjalani masa pidana di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta. Dalam tahapan pelaksanaan ini narapidana akan menjalani tahapan awal sampai tahap akhir. Tahapan pengalihan pembinaan dari satu tahap ke tahap berikutnya ditetapkan oleh TPP (Tim Pengamat Pemasyarakatan). TPP (Tim Pengamat Pemasyarakatan) dapat memutuskan pengalihan tahapan pembinaan adalah berdasarkan data dari hasil evaluasi dalam laporan perkembangan warga binaan pemasyarakatan yang diberikan oleh wali pemasyarakatan.

Tahapan pembinaan yang dilaksanakan oleh TPP (Tim Pengamat Pemasyarakatan) mempunyai fungsi sebagai berikut:

1) Memberikan saran mengenai bentuk dan program pembinaan serta bimbingan dalam melaksanakan sistem pemasyarakatan.

2) Membuat penilaian atas pelaksanaan program pembinaan dan pembimbingan. 3) Menerima keluhan dan pengaduan dari warga binaan pemasyarakatan.

Secara garis besar, tahapan pelaksanaan pembinaan bagi narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta adalah sebagai berikut: 1) Tahap Awal atau Orientasi

Pada tahap awal, semua narapidana didata untuk mengetahui identitas dan latar belakang kehidupannya. Kemudian diberikan pengarahan tentang tata tertib, hak dan kewajibannya. Tahap ini berlangsung 0 sampai 1/3 masa pidana.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Agustiyar Ekantoro, Bc.IP.S.Sos.M.M, pada hari Sabtu tanggal 29 Juni 2011 mengatakan bahwa:

Tahapan awal pembinaan untuk narapidana residivis hanya dilakukan pendataan ulang yang terkait dengan identitas, perkara pidana dan masa pidana. Narapidana tidak perlu diperkenalkan kembali pada tata tertib Rutan serta hak dan kewajiban yang harus dipatuhi sebab narapidana sudah

142

mengetahui sebelumnya karena pernah masuk Rutan. Selanjutnya, narapidana residivis akan ditempatkan dalam blok kamar tersendiri dimana kita bedakan dengan narapidana bukan residivis dengan maksud untuk menghindari adanya keributan. (Catatan lapangan 11).

Menurut Bapak Drs. Haryana .pada tanggal 29 Juni 2011 menambahkan bahwa:

an pembinaan yaitu orientasi, tahapan lanjutan, dan tahap akhir sehingga pembinaan diberikan di dalam Rutan. Mereka tidak memperoleh pembinaan di luar Rutan seperti

(Catatan lapangan 12).

Berdasarkan hasil wawancara dengannarapidana residivis Bayu Waluyo

Awal masuk Rutan ini, oleh petugas pendaftaran dilakukan pendataan mengenai identitas diri dan keluarga pada buku register B, kemudian pemeriksaan kesehatan oleh petugas medis Rutan, selanjutnya ditempatkan dalam blok penerimaan. Karena dahulu saya pernah terdaftar sebagai mantan narapidana sehingga tidak dilakukan kegiatan pengenalan lingkungan ataupun penjelasan mengenai tata tertib serta hak dan kewajiban narapidana. Namun mewajibkan saya mengikuti kegiatan program pembinaan agama islam dan pembinaan lainnya kecuali pembinaan kemandirian. (Catatan lapangan 20).

Berdasarkan hasil wawancara di atas peneliti menyimpulkan bahwa, tahapan awal pembinaan untuk narapidana residivis hanya dilakukan pendataan ulang. Pendataan ulang dilakukan untuk mengetahui kasus baru apa yang dilakukannya dan berapa lama masa pidananya dengan tujuan sebagai bahan pertimbangan untuk pembinaannya. Selanjutnya, narapidana residivis akan ditempatkan dalam blok yang berbeda dengan narapidana bukan residivis artinya narapidana residivis ditempatkan dalam blok kamar tersendiri dengan maksud uttuk menghindari adanya keributan. Narapidana tidak perlu diperkenalkan kembali mengenai tata tertib Rutan serta hak dan kewajiban sebagai narapidana. Hal tersebut dikarenakan narapidana residivis telah mengetahui sebelumnya karena pernah menjalani pemidanaan di Rutan Klas 1

143

Surakarta. Setelah masa orientasi berlangsung selama 1/3 masa pidana, maka narapidana residivis dapat mengikuti program pembinaan berupa pembinaan kepribadian. Pembinaan kepribadian di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta meliputi pembinaan kesadaran agama, pembinaan intelektual, pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara, dan pembinaan kesadaran hukum serta pembinaan bentuk olah raga.

2) Tahap Lanjutan

Tahap ini berlangsung 1/3 sampai 1/2 masa pidana. Dengan berakhirnya tahap awal maka, setiap narapidana mengikuti tahap lanjutan dengan pemberian program pembinaan kemandirian. Program pembinaan yang diberikan, disesuaikan dengan minat dan bakat atau bahkan bagi narapidana yang belum memiliki potensi dalam dirinya. Pembinaan kemandirian dilaksanakan dengan memberikan keterampilan sebagai bekal bagi narapidana setelah keluar dari Rutan. Dalam tahapan lanjutan, juga sebagai bahan pertimbangan apakah seorang narapidana dapat melanjutkan tahap asimilasi.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Agustiyar Ekantoro, Bc.IP.S.Sos.M.M, pada hari Sabtu tanggal 29 Juni 2011 mengatakan bahwa:

Meskipun narapidana residivis pernah mengikuti kegiatan pembinaan terdahulu namun, ketika masuk kembali tetap ia wajib mengikuti program pembinaan bahkan sangat dianjurkan sebab dapat mengasah minat dan bakat serta keterampilan mereka sehingga setelah keluar dari Rutan, mereka dapat hidup mandiri. (Catatan lapangan 11).

Hal senada disampaikan berdasarkan hasil wawancara dengan narapidana residivis yang bernama Bayu Waluyo

2011 mengatakan bahwa: telah satu bulan mengikuti pembinaan keagamaan dan pembinaan lainnya, untuk mengasah keterampilan menjahit saya disarankan

20).

144

Berdasarkan hasil wawancara di atas peneliti menyimpulkan bahwa, narapidana residivis dianjurkan untuk mengikuti tahapan lanjutan. Tahapan lanjutan berupa pemberian program pembinaan kemandirian. Meskipun narapidana residivis pernah mengikuti kegiatan pembinaan terdahulu karena pernah mengikuti tahapan pelaksanaan pembinaan, namun melalui program pembinaan kemandirian akan mengasah kembali minat dan bakat yang mereka miliki sehingga nantinya setelah keluar dari Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta narapidana residivis memperoleh bekal keterampilan sehingga dapat hidup mandiri.

3) Tahap Asimilasi

Tahap ini berlangsung 1/2 sampai 2/3 masa pidana. Asimilasi merupakan proses pembinaan yang dilaksanakan di luar lembaga pemasyarakatan dengan membaurkan narapidana dalam kehidupan masyarakat. Sesuai dengan hasil evaluasi narapidana pada sidang TPP (Tim Pengamat Pemasyarakatan) yang didasarkan pada laporan hasil perkembangan warga binaan pemasyarakatan telah dinyatakan bahwa narapidana menunjukkan perilaku yang baik dan telah memperoleh keterampilan maka, mereka dapat mengusulkan diri untuk menjalani tahap pembinaan ketiga yaitu asimilasi. Pengajuan asimilasi ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah Kehakiman dan HAM Provinsi Jawa Tengah melalui Kepala Rutan yang bersangkutan sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Bagi narapidana yang dikabulkan permohonannya maka, dapat melakukan asimilasi dengan cara kepadanya dipekerjakan diluar tembok namun masih dalam pengawasan yang ringan. Bentuk program asimilasi misalnya narapidana bekerja di pabrik dimana pabrik tersebut membutuhkan tenaganya maka, ia pergi ke pabrik pagi hari dan sore pulang ke Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Agustiyar Ekantoro, Bc.IP.S.Sos. M.M, pada hari Sabtu tanggal 29 Juni 2011 mengatakan bahwa:

145

Khusus untuk kegiatan asimilasi, narapidana residivis tidak kita berikan seperti halnya narapidana kasus narkoba, teroris dan kasus penipuan. Kalau narapidana narkoba, teroris dan kasus penipuan memang ada surat edarannya untuk supaya tidak diberikan asimilasi, tetapi kalau narapidana residivis merupakan kebijakan kita sendiri karena kita tidak mau menanggung resiko keamanan bila narapidana residivis diijinkan melaksanakan pembinaan di luar tembok Rutan. Secara hukum, Kepala Rutan mengacu pada Surat Edaran Dirjen Pemasyarakatan No.E.PK.04.10-715 tahun 2004 perihal asimilasi tidak diberikan kepada narapidana penipuan, psikotropika dan kasus terorisme. (Catatan lapangan 11).

Berdasarkan hasil wawancara di atas peneliti menyimpulkan bahwa tahap asimilasi bagi narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta tidak diberikan. Kebijakan ini dimaksudkan mengingat pengalaman pahit petugas atas kaburnya narapidana dari Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta. Pihak Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta tidak mau menanggung resiko sebab bila narapidana residivis diijinkan melaksanakan pembinaan di luar tembok Rutan, dikhawatirkan melarikan diri. Peniadaan asimilasi Kepala Rutan mengacu pada Surat Edaran Dirjen Pemasyarakatan No.E.PK.04.10-715 tahun 2004 perihal

penafsiran peraturan tersebut diterapkan pada narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta dengan alasan keamanan.

4) Tahap akhir (minimum security)

Tahap ini berlangsung 2/3 masa pidana hingga bebas. Tahap ini narapidana tidak lagi diberikan pembinaan melainkan pembimbingan. Pembimbingan tidak dilakukan oleh petugas Rutan, tetapi dilakukan oleh petugas Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Surakarta. Tahap ini juga disebut sebagai tahap integrasi yang dilakukan di luar Rutan dapat berupa PB (Pembebasan Bersyarat) dan remisi (pengurangan masa pidana). Bagi narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta tidak

146

memperoleh PB (Pembebasan Bersyarat) dan remisi (pengurangan masa pidana).

Berdasarkan penjabaran mengenai tahapan pelaksanaan pembinaan kepada narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta yaitu menjalani menjalani tahap awal atau orientasi, tahap lanjutan, dan tahapan akhir (bebas). Dalam menjalani tahapan tersebut, narapidana residivis tidak memperoleh asimilasi, PB (Pembebasan Bersyarat), dan remisi (pengurangan masa pidana). Narapidana residivis tidak memperoleh hak asimilasi karena Rutan membuat kebijakan tentang peniadaan asimilasi khususnya bagi kasus penipuan, narkoba, teorisme dan juga narapidana residivis. Pertimbangan peniadaan asimilasi bagi narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta merujuk pada Surat Edaran Dirjen Pemasyarakatan No.E.PK.04.10-715 tahun 2004 tentang, Asimilasi tidak diberikan kepada narapidana penipuan, psikotropika dan kasus terorisme . Kemudian dari penafsiran peraturan tersebut, diterapkan pada narapidana residivis dengan alasan keamanan.

Jika dikaitkan dengan tahapan perkembangan menurut Kohlberg dalam K. Bertens (2007: 80-84) mengemukakan enam tahap perkembangan moral yang dikaitkan satu sama lain dalam tiga tingkat (levels)

berturut-prakonvensional, tingkat konvensional dan tingkat pascakonvensional

Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta belum mengarahkan pada perkembangan akhir yaitu pembentukan pribadi yang bermoral dalam diri setiap narapidana, namun ketika narapidana residivis menjalani pembinaan kepribadian nampaknya diarahkan kepada perkembangan moralnya yaitu dengan penyadaran moral melalui peningkatan keimanan dan ketakwaan yaitu pembinaan kesadaran agama.

c. Metode Pembinaan dan Wujud Program Pembinaan Narapidana Residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

Metode pembinaan merupakan cara untuk menyampaikan materi pembinaan agar dapat secara efektif dan efisien diterima oleh narapidana sehingga

147

dapat menghasilkan perubahan dalam diri narapidana baik perubahan dalam berfikir, bertindak atau bertingkah laku. Melalui metode yang tepat maka materi pembinaan dapat tersampaikan secara maksimal. Penyampaian materi pembinaan tidak dapat dilakukan asal saja atau dengan kata lain berdasar kemauan penyampai materi, tetapi harus memperhatikan sampai seberapa jauh kesiapan narapidana dalam menerima materi pembinaan. Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta melaksanakan program pembinaan yaitu pembinaan kepribadian dan kemandirian.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Agustiyar Ekantoro, Bc.IP.S.Sos. M.M, pada hari Sabtu tanggal 29 Juni 2011 mengatakan bahwa:

Program pembinaan yang bersifat kepribadian diarahkan agar narapidana membentuk watak mampu meningkatkan ketakwaan dan intelektual, sehingga diharapkan nantinya menjadi warga negara yang baik, patuh pada peraturan, taat hukum, memiliki jiwa yang bermoral, serta hidup secara produktif. Sedangkan untuk pembinaan yang bersifat kemandirian lebih menitikberatkan pada pembentukan pribadi manusia yang mandiri dan lebih produktif dalam pembangunan. (Catatan lapangan 11).

Berdasarkan hasil wawancara di atas peneliti menyimpulkan bahwa, secara garis besar program pembinaan di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta terbagi atas 2 (dua) macam yaitu :

1) Pembinaan yang bersifat kepribadian.

Pembinaan yang bersifat kepribadian bertujuan membentuk watak narapidana sehingga mampu meningkatkan ketakwaan dan intelektual yang diharapkan nantinya menjadi warga negara yang baik, patuh pada peraturan, taat hukum memiliki jiwa yang bermoral, serta hidup secara produktif.

2) Program pembinaan yang bersifat kemandirian.

Pembinaan yang bersifat kemandirian lebih menitikberatkan pada pembentukan pribadi manusia yang mandiri dan lebih produktif dalam pembangunan.

148

Untuk melaksanakan kedua program pembinaan di atas, Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta menentukan metode pembinaan yang sesuai dengan pemasyarakatan. Adapun metode yang digunakan pihak Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta dalam melaksanakan program pembinaan adalah sebagai berikut: 1) Metode pembinaan berdasarkan situasi sesuai dengan kebutuhan dengan

pendekatan dari atas ke bawah (top down approach).

Metode ini dimaksudkan bahwa pembinaan yang diberikan harus disesuaikan dengan latar belakang kehidupan dan tingkat kebutuhan narapidana. Selain itu, pembina juga harus mempertimbangkan sarana dan prasarana serta anggaran yang dimiliki Rutan. Dalam metode ini, materi pembinaan berasal dari pembina yang disesuaikan dengan kebutuhan narapidana sehingga narapidana tinggal menerima wujud program pembinaan. Melalui metode ini, narapidana akan terikat dalam situasi pembinaan sehingga ia tidak bisa lepas dari situasi tersebut. Adapun wujud program pembinaan yang dilaksanakan di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta yang sesuai dengan metode ini yaitu pembinaan kesadaran agama islam, pembinaan kesadaran agama nasrani, dan pembinaan bentuk olah raga. Berikut ini penjelasan mengenai ketiga wujud pembinaan tersebut.

a) Pembinaan Kesadaran Agama Islam.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Suramto mengenai metode pembinaan pada pembinaan agama Islam pada hari Senin tanggal 4 Juli 2011 adalah sebagai berikut:

disesuaikan dengan kebutuhan narapidana. Mereka tinggal menerima materi sehingga sifatnya terikat dan wajib diikuti. Setiap narapidana membutuhkan siraman rohani sehingga membentuk perilaku yang baik ).

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa, metode yang disampaikan dalam pembinaan kesadaran agama adalah sesuai dengan kebutuhan narapidana sebab setiap narapidana berhak untuk memperoleh

149

pendidikan dalam hal ini pendidikan agama. Program pembinaan ini wajib diikuti oleh narapidana sebagai bentuk perbaikan moral narapidana.

Selama peneliti melakukan pengamatan di lapangan ternyata benar bahwa metode pembinaan berdasarkan situasi sesuai dengan kebutuhan dengan pendekatan dari atas ke bawah (top down approach) yang dilaksanakan dalam pembinaan kesadaran agama Islam disesuaikan dengan kebutuhan narapidana. Setiap narapidana berhak mendapatkan pendidikan agama. Tujuan pembinaan kesadaran agama Islam sifatnya lebih kepada psikis narapidana dengan maksud meningkatkan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebab jika iman mereka kuat maka, mereka mengenal Tuhan dan takut dosa sehingga dapat mengendalikan perbuatan yang tidak baik. Narapidana disadarkan agar insyaf dan tidak mengulangi perbuatan jahat lagi. Pembinaan kesadaran agama Islam merupakan wujud program pembinaan yang paling utama dan wajib diikuti oleh narapidana. Ketua program pembinaan kesadaran islam adalah Bapak Suramto. Bentuk kegiatan yang dilaksanakan dalam pembinaan kesadaran agama Islam sebagai upaya perbaikan moral meliputi pendidikan agama Islam oleh MTA

(Majelis Tafsir Al- serta sholat

maghrib dan subuh berjamaah.

Adapun jadual pelaksanaan kegiatan pembinaan kesadaran agama Islam di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta adalah sebagai berikut: Tabel 9. Jadual Pelaksanaan Kegiatan Pembinaan Kesadaran Agama Islam di

Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta

No. Jenis Kegiatan Waktu Kegiatan 1. Pendidikan agama islam dari

MTA (Majelis Tafsir Al- .

Hari senin pukul 15.30-16.30 WIB.

2. Pengajian menjelang sholat dzuhur.

Setiap hari kecuali hari minggu pukul 11.00-12.00 WIB.

3. Sholat maghrib dan subuh berjamaah dalam kamar

masing-Setiap hari.

150

masing.

Sumber Data: Bagian Sub seksi Bantuan hukum dan Penyuluhan Tanggal 4 Juli 2011.

Dari kegiatan pembinaan kesadaran agama Islam di atas ternyata merupakan salah satu bentuk pembinaan moral. Narapidana residivis diberikan bekal pendidikan agama yang diarahkan pada penyadaran moral yaitu mengasah keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tujuan pembinaan tersebut adalah agar narapidana residivis insyaf dan tidak mengulangi kembali tindak pidana.

Selain kegiatan pembinaan kesadaran Islam di atas, hal menarik adalah Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta mengadakan kegiatan keagamaan islam berbasis pesantren. Awal tahun 2009, sebuah pondok