• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Umum tentang Pembinaan Berdasarkan Sistem Pemasyarakatan Pemasyarakatan

commit to user

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan tentang Moral 1.Tinjauan tentang Moral

5. Tinjauan Umum tentang Pembinaan Berdasarkan Sistem Pemasyarakatan Pemasyarakatan

a.Pengertian Pembinaan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan tentang pengertian dan cara membina, 2) Pembaharuan dan penyempurnaan, dan 3) Usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya dan berhasil guna untuk memperoleh has

(Peter Sammy dan Yenny Salim, 2007: 205).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, pembinaan merupakan suatu usaha atau cara atau kegiatan dalam rangka meningkatkan kualitas ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani dari narapidana untuk memperoleh hasil yang lebih baik.

b. Pengertian Sistem Pemasyarakatan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

pendapat, peristiwa, kepercayaan dan sebagainya yang disusun dan diatur Peter Sammy dan Yenny Salim, 2007: 1442).

Menurut Romli Atmasasmita (1982: 44) disebutkan bahwa,

Menurut Dwidja Priyatno (2006: 162) disebutkan mengenai pengertian sistem pemasyarakatan berdasarkan UU No. 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan adalah sebagai berikut:

Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat berperan aktif dalam

pembangunan dan dapat hidup wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

Menurut Dwidja Priyatno (2006: 180) dinyatakan bahwa,

pemasyarakatan merupakan satu rangkaian kesatuan penegakan hukum pidana. Oleh karena itu, pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan dari pengembangan

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa, sistem pemasyarakatan merupakan rangkaian kesatuan penegakan hukum pidana yang tidak terlepas dari konsep pemidanaan dalam upaya memasyarakatkan kembali warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila untuk meningkatkan kualitas warga binaan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana serta dapat berperan aktif dalam pembangunan dan dapat hidup wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

Menurut Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M. 02-PK.04.10 tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana atau Tahanan Menteri Kehakiman Republik Indonesia disebutkan beberapa pengertian tentang:

Warga binaan pemasyarakatan, lembaga pemasyarakatan, Rumah Tahanan Negara, pembinaan narapidana, pembina pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP). Dimana, cakupan konsep tersebut merupakan komponen dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan

Penjelasan mengenai komponen tersebut, adalah sebagai berikut:

1) Warga binaan pemasyarakatan sebagai penghuni Rutan yang meliputi, narapidana, anak negara, dan tahanan Rutan.

2) Lembaga pemasyarakatan adalah unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang menampung, merawat, dan membina narapidana.

3) Rumah tahanan negara adalah unit pelaksana teknis tempat tersangka atau terdakwa ditahan selama proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.

4) Pembinaan narapidana ialah semua usaha yang ditujukan untuk memperbaiki dan meningkatkan akhlak (budi pekerti) para narapidana dan

anak didik yang berada di dalam lembaga pemasyarakatan atau Rumah tahanan (intramural treatment).

5) Pembina pemasyarakatan adalah pegawai pemasyarakatan yang melakukan pembinaan secara langsung terhadap narapidana, anak negara, dan tahanan

(intramural treatment) atau mereka yang terdiri dari perorangan, kelompok

atau organisasi yang secara langsung maupun tidak langsung ikut melakukan atau mendukung pembinaan narapidana, anak negara, dan tahanan

(intramural treatment).

6) Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) adalah tim yang bertugas memberi pertimbangan kepada pimpinan dalam rangka tugas pengamatan terhadap pelaksanaan pembinaan narapidana, anak negara atau sipil, dan klien pemasyarakatan.

c. Pembinaan berdasarkan Pemasyarakatan

Menurut Dwidja Priyatno (2006: 194) dinyatakan bahwa,

merupakan kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani

Menurut Bambang Poernomo (1986: 187) menyebutkan tentang pembinaan narapidana berdasarkan sistem pemasyarakatan adalah sebagai berikut:

Pembinaan narapidana mempunyai arti memperlakukan seseorang berstatus narapidana untuk dibangun agar bangkit menjadi seseorang yang baik. Atas dasar pengertian pembinaan yang demikian itu, sasaran yang perlu dibina adalah pribadi dan budi pekerti narapidana, yang didorong untuk membangkitkan rasa harga diri sendiri dan pada diri orang lain, serta mengembangkan rasa tanggung jawab untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan yang tenteram dan sejahtera dalam masyarakat dan selanjutnya berpotensi untuk menjadi manusia yang berpribadi luhur dan bermoral tinggi.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa, pembinaan berdasarkan sistem pemasyarakatan merupakan usaha melalui suatu kegiatan dalam rangka perbaikan terhadap seseorang yang terpidana dalam hal ini narapidana agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi

tindak pidana. Usaha pembinaan tersebut meliputi: peningkatan kualitas ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesionalisme, kesehatan jasmani dan rohani. Melalui pembinaan tersebut maka, narapidana akan diayomi dan diberikan bimbingan sebagai bekal hidupnya kelak setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat berperan aktif dalam pembangunan, dan dapat hidup wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

d.Tujuan Pembinaan Berdasarkan Pemasyarakatan

Tujuan pembinaan adalah pemasyarakatan yang dapat dibagi dalam tiga hal yaitu:

1) Setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan tidak lagi melakukan tindak pidana.

2) Menjadi manusia yang berguna, berperan aktif dan kreatif membangun bangsa dan negaranya.

3) Mampu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akherat (C. I. Harsono, 1995: 47).

Menurut Dwidja Priyatno (2006: 10) dijelaskan bahwa:

Tujuan dari pembinaan dalam sistem pemasyarakatan adalah membentuk warga binaan agar menjadi manusia seutuhnya menyadari kesalahan memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat berperan aktif dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, tujuan pembinaan pemasyarakatan dimaksudkan membentuk warga binaan agar memperbaiki diri, tidak mengulangi tindak pidana dan berperan aktif dalam pembangunan sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab.

e. Tahap-Tahap Pembinaan dalam Lembaga Pemasayarakatan

Menurut Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M. 02-PK.04.10 tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana atau Tahanan, menyebutkan tentang tahapan pembinaan dalam lembaga pemasyarakatan adalah sebagai berikut:

1) Tahap pertama adalah pembinaan awal yang didahului dengan masa pengamatan, penelitian dan pengenalan lingkungan (mapenaling), sejak diterima sampai sekurang-kurangnya 1/3 dari masa pidana yang sebenarnya.

2) Tahap kedua adalah pembinaan lanjutan di atas 1/3 sampai sekurang-kurangnya 1/2 dari masa pidana yang sebenarnya.

3) Tahap ketiga adalah pembinaan lanjutan di atas 1/2 sampai sekurang-kurangnya 2/3 dari masa pidana yang sebenarnya.

4) Tahap keempat adalah pembinaan lanjutan/bimbingan di atas 2/3 sampai selesai masa pidananya (Ismail Saleh, 1990: 16)

Menurut Surat Edaran K.P.10.13/3/1 tanggal 8 Februari 1965 tentang pemasyarakatan di Indonesia dalam Dwidja Piyatno (2006:

99-pembinaan dalam lembaga pemasyarakatan meliputi tahap pertama, tahap

Penjabaran tahapan pembinaan dalam lembaga pemasyarakatan adalah sebagai berikut:

1) Tahap pertama

Setiap narapidana yang masuk di lembaga pemasyarakatan dilakukan penelitian untuk segala hal ikhwal perihal dirinya, termasuk sebab-sebab ia melakukan kejahatan, dimana ia tinggal, bagaimana keadaan ekonominya, latar belakang pendidikan dan sebagainya.

2) Tahap kedua

Jika proses pembinaan narapidana yang bersangkutan telah berlangsung selama-lamanya 1/3 dari masa pidana, dan menurut Dewan Pembina Pemasyarakatan sudah mencapai kemajuan antara lain menunjukkan keinsyafan, disiplin dan patuh pada peraturan tata tertib yang berlaku di lembaga pemasyarakatan maka, kepada narapidana yang bersangkutan diberikan kebebasan lebih banyak.

3) Tahap lanjutan

Bilamana proses pembinaan terhadap narapidana yang bersangkutan telah menjalani 1/2 dari masa pidana, dan menurut Dewan Pembinaan Pemasyarakatan telah dicapai kemajuan yang baik secara fisik maupun mental dan dari segi keterampilan telah baik, maka dapat diperluas dengan

mengadakan asimilasi dengan masyarakat luar tetapi masih dengan pengawasan dari lembaga pemasyarakatan.

4) Tahap akhir

Jika proses pembinaan telah dijalani 2/3 masa pidana dan dinyatakan oleh Dewan Pembinaan Pemasyarakatan telah mencapai cukup kemajuan dalam proses pembinaan antara lain bahwa, narapidana telah cukup menunjukkan perbaikan-perbaikan dalam tingkah laku, kecakapan dan lain-lain. Maka, tempat atau wadah utama dari proses pembinaanya ialah Balai Pemasyarakatan (BAPAS). Di tempat baru ini, narapidana diberi akan memperoleh pembimbingan sehingga prosesnya bukan lagi pembinaan. Di tempat baru ini, bersamaan dengan ini dipupuk rasa harga diri, tata krama, sehingga dalam masyarakat luas timbul kepercayaannya dan berubah sikapnya terhadap narapidana.

Berikut ini, secara ringkas dapat dilihat dalam bagan tentang alur tahapan pelaksanaan pembinaan di lembaga pemasyarakatan.

Tahap pertama

Tahap kedua (pembinaan)

Tahap ketiga( lanjutan)

Tahap akhir

Gambar 1. Alur Tahapan Pelaksanaan Pembinaan f. Metode Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan

Menurut C.I. Harsono (1995: 431) disebutkan bahwa:

agar dapat secara efektif dan efisien diterima oleh narapidana sehingga dapat menghasilkan perubahan dalam diri narapidana baik perubahan dalam berfikir,

Beberapa hal tentang metode pembinaan di lembaga pemasyarakatan menurut C.I.Harsono (1995: 342-385) meliputi, dalam lembaga pemasyarakatan meliputi: metode pembinaan berdasarkan situasi sesuai dengan kebutuhan pembinaan narapidana, metode pembinaan perorangan (individual treatment), dan metode pembinaan secara kelompok

(classical treatment)

Penjelasan mengenai metode pembinaan di lembaga pemasyarakatan adalah sebagai berikut:

1) Metode pembinaan berdasarkan situasi sesuai dengan kebutuhan pembinaan narapidana. Metode ini dibagi menjadi dua pendekatan yaitu:

a) Pendekatan dari atas kebawah (top down approach).

Dalam metode ini, materi pembinaan berasal dari pembina atau paket pembinaan dari narapidana yang telah disediakan dari atas. Warga binaan tidak ikut menentukan jenis pembinaan yang akan dijalaninya, tetapi langsung saja menerima pembinaan dari para pembina. Paket pembinaan narapidana dengan pendekatan dari atas, dipilihkan materi-materi umum yang harus diketahui setiap narapidana dalam rangka pembinaan bagi diri sendiri, pendekatan kepada Tuhan Yang Maha, bagi persatuan dan kesatuan bangsa dan untuk kehidupan di masa mendatang setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan. Metode pembinaan dengan pendekatan dari atas ke bawah harus memperhatikan faktor situasi artinya pembina harus memiliki kemampuan untuk mengubah situasi yang berbeda dalam sebuah pembinaan, menjadi sebuah situasi yang disukai dan disepakati oleh narapidana sehingga mampu menghilangkan kendala dalam situasi pribadi. Semua narapidana yang ikut dalam pembinaan tersebut akan terikat dalam situasi pembinaan, sehingga tidak seorangpun yang mampu melepaskan diri dari situasi tersebut.

b) Pendekatan dari bawah ke atas (botton up approach)

Suatu cara pembinaan narapidana dengan memperhatikan kebutuhan pembinaan atau kebutuhan belajar narapidana. Tidak setiap narapidana

mempunyai kebutuhan belajar dan minat belajar yang sama. Semua sangat tergantung pada diri pribadi narapidana dan fasilitas pembinaan yang dimiliki oleh lembaga pemasyarakatan setempat. Seringkali seorang narapidana tidak tahu atas kebutuhan pembinaan bagi dirinya atau kebutuhan belajarnya. Hal ini dikarenakan narapidana tersebut tidak tahu apa kebutuhan pembinaan narapidana bagi dirinya atau kebutuhan belajarnya.

2) Pembinaan perorangan (individual treatment)

Pembinaan perorangan (individual treatment) adalah pembinaan yang diberikan kepada narapidana secara perseorangan oleh petugas pembina. Diterapkannya pembinaan secara perorangan ini dikarenakan tingkat kematangan intelektual, emosi dan logika dari tiap narapidana tidak sama. Namun, pembinaan secara perorangan sangat bermanfaat jika narapidana juga mempunyai kemauan untuk merubah dirinya sendiri. Pembinaan secara perorangan juga akan mendekatkan diri antara petugas dengan narapidana, sehingga tidak timbul rasa takut yang berlebihan dari narapidana terhadap petugas.

3) Pembinaan secara kelompok (classical treatment)

Pembinaan secara kelompok dapat dilakukan dengan metode tanya jawab, simulasi, permainan atau pembentukan tim. Dalam pembinaan kelompok, pembina harus mampu mengajak narapidana untuk memahami nilai-nilai positif yang tumbuh di masyarakat atau di kelompok untuk dijadikan bahan pembinaan secara kelompok. Hal ini dikarenakan, setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan narapidana akan berbaur lagi dengan masyarakat atau kelompok (keluarga) sehingga nilai positif yang tumbuh dalam kelompok, keluarga, dan masyarakat akan sangat berguna bagi pemahaman hidup masyarakat untuk hidup yang saling bergantungan.

Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa, metode pembinaan digunakan sebagai sarana bagi warga binaan untuk menyampaikan materi binaan dengan harapan agar pelaksanaan pembinaan terhadap warga binaan akan lebih efektif dan efisien. Berhasil tidaknya pelaksanaan metode

pembinaan sangat bergantung pada materi pembinaan, warga binaan, dan pembina. Jika metode yang digunakan tepat maka, proses pembinaan akan dikatakan berhasil yang dapat dilihat dari perubahan sikap atau perilaku warga binaan ke arah yang lebih baik.

g.Faktor Pendorong dan Penghambat Pembinaan Narapidana di Lembaga