commit to user
HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian
B. Deskripsi Permasalahan Penelitian
3. Faktor Pendorong dan Penghambat Pelaksanaan Pembinaan Moral terhadap Narapidana Residivis dalam Membentuk Good Citizen di Rumah Tahanan
Negara Klas 1 Surakarta
a. Faktor Pendorong Pelaksanaan Pembinaan Moral terhadap Narapidana Residivis dalam Membentuk Good Citizen di Rumah Tahanan Klas 1 Surakarta
Keberhasilan pembinaan bagi narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta ternyata dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang mendorong keberhasilan pelaksanaan pembinaan moral terhadap narapidana residivis meliputi 1) Kesadaran narapidana residivis dalam mengikuti pembinaan, 2) Peraturan perundang-undangan yang mendukung, 3) Sarana dan prasarana yang menunjang, 4) Motivasi dan dukungan moril dari keluarga narapidana residivis atas stigma negatif masyarakat, dan 5) Pengawasan yang baik saat pembinaan berlangsung. Berikut ini penjabaran mengenai faktor tersebut:
a. Kesadaran narapidana residivis dalam mengikuti pembinaan
Narapidana residivis merupakan subyek utama dalam berlangsungnya proses pembinaan. Selama di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta, narapidana residivis akan diberikan program pembinaan baik pembinaan kepribadian maupun pembinaan keterampilan. Sifat dan tingkat intelegensi yang dimiliki oleh setiap narapidana residivis berbeda-beda sehingga menimbulkan tanggapan yang berbeda pula terhadap pembinaan yang diberikan. Oleh sebab itu, keberhasilan pembinaan sangat ditentukan oleh narapidana residivis itu sendiri.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Agustiyar Ekantoro, Bc.IP.S.Sos. M.M pada hari tanggal 29 Juni 2011 adalah sebagai berikut:
Narapidana merupakan faktor keberhasilan pembinaan di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta. Jika kesadaran narapidana telah mencapai high
consciousness (narapidana yang telah memiliki kesadaran penuh) yaitu
narapidana yang telah mengenal dirinya sendiri dan mampu memotivasi diri sendiri ke arah yang positif maka, pembina dalam memberikan materi
173
pembinaan juga menjadi ringan namun sebaliknya jika tingkat kesadaran rendah maka akan sulit bagi pembina untuk membina mereka. (Catatan lapangan 11).
Hal senada juga disampaikan berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Drs. Haryana pada tanggal 29 Juni 2011 adalah sebagai berikut:
Bagi narapidana residivis yang telah yang telah memiliki kesadaran yang penuh artinya konsisten dan berkesinambungan dalam bertindak secara moral misalnya rutin mengikuti setiap pembinaan, telah menunjukkan sikap yang baik, maka akan mempermudah pembina menyampaikan materi pembinaan. (Catatan lapangan 12).
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa, keberhasilan pembinaan ditentukan oleh narapidana itu sendiri. Narapidana yang memiliki kesadaran penuh (tinggi) akan mempermudah berlangsungnya proses pembinaan. Dalam kenyataan di lapangan menyebutkan, sebagian narapidana residivis telah memiliki kesadaran akan pentingnya pembinaan. Dari pembinaan yang diberikan Rutan, narapidana mampu menyerap nilai positif dengan harapan tidak mengulangi kembali tindak pidana. Lebih dari pada itu, melalui pembinaan akan mengubah narapidana residivis menjadi sosok pribadi yang bermoral.
Setelah peneliti melakukan pengamatan pada lembar absensi yang dipegang oleh pembina Rutan pada tanggal 25 Juli 2011 menyebutkan bahwa, beberapa narapidana residivis mengikuti pembinaan secara rutin khususnya pada pembinaan kesadaran agama. Sebanyak 16 narapidana residivis rutin mengikuti kegiatan baca tulis
Al-menjelang sholat dzuhur. Pada pembinaan intelektual, hanya 3 narapidana residivis yang rutin mengikuti kegiatan pemberantasan buta huruf. Kemudian pada pembinaan berbangsa dan bernegara 10 orang narapidana residivis rutin mengkuti kegiatan latihan baris-berbaris. Selanjutnya, pada pembinaan kesadaran hukum hanya 9 narapidana residivis yang rutin mengikuti kegiatan konseling. Kamudian pada pembinaan kemandirian, sebanyak 2 orang
174
narapidana residivis rutin mengikuti kegiatan usaha kemandirian misalnya kegiatan mebelair dan kegiatan las. Sedangkan pada pembinaan bentuk olah raga hanya 2 narapidana residivis yang mengikuti yaitu kegiatan olah raga volly.
Narapidana residivis mengikuti pembinaan di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta atas kesadaran diri walaupun awalnya hanya ikut-ikutan dalam mengikuti pembinaan seperti narapidana lainnya. Namun, setelah mengikuti pembinaan ternyata tergerak hatinya untuk selalu mengikuti pembinaan tersebut. Dengan mengikuti pembinaan tersebut, mereka merasakan adanya perubahan yang lebih baik yaitu menjadi sosok pribadi yang ikhlas, peningkatan keimanan dan ketakwaan, tumbuhnya sikap disiplin, motivasi, dan sikap optimis dalam menjalani hidup.
Seperti yang diungkapkan oleh salah satu narapidana residivis yang
berikut:
Saya selalu Rutin mengikuti pembinaan yang dilaksanakan di Rutan. Sejak awal masuk Rutan, saya merasa tertarik pada pembinaan yang diberikan khususnya keagamaan dan kemandirian. Setelah mengikuti kegiatan keagamaan ceramah yang dilaksanakan menjelang dzuhur rasanya hati saya menjadi tenang sehingga rajin beribadah. Saya mengikuti pembinaan atas kemauan pribadi sebab dengan pembinaan dirasa sangat penting sebagai bekal hidup setelah keluar dari Rutan. (Catatan lapangan 20).
Hal senada disampaikan oleh narapidana residivis Afif Solikhin pada
Awalnya saya mengikuti pembinaan karena terpaksa dan ikut-ikutan saja.
Alhamdulilah saat ini rutin kegiatan pondok pesantren. Tidak hanya sebatas
pembinaan kesadaran agama islam, pembinaan lainnya seperti olah raga, intelektual dan kemandirian juga aktif mengikuti. Setelah saya mengikuti pembinaan-pembinaan di Rutan, saya merasa menjadi sosok yang penuh semangat. Awalnya sangat frustasi karena bolak-balik masuk Rutan. Keluar dari penjara mau kerja apa bingung. Berkat pembinaan kemandirian, saya mampu mengasah potensi keterampilan las. Petugas selalu memberikan motivasi dan kerap mengatakan bahwa manusia selalu bergelimang dosa.
175
Buat apa mengutuk diri, kalau kamu ingin berubah pasti Tuhan memberikan jalan . Kata-kata tersebut selalu teringat dan menjadikan diri untuk optimis dalam menjalani hidup. (Catatan lapangan 21).
b. Peraturan perundang-undangan yang mendukung
Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan merupakan hasil pemikiran secara mendasar dari sistem kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan. Di dalam pelaksanaannya dibuatlah peraturan perundang-undangan yang mendukung pelaksanaan pembinaan.
Adapun peraturan yang mendukung pelaksanaan pembinaan di antara Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta antara lain:
a) Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Dengan peraturan ini, akan mempermudah pihak Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta dalam menyusun program pembinaan bagi narapidana. b) Peraturan Pemerintah RI Nomor 57 tahun 1999 tentang Kerja Sama
Penyelenggaraan Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.
Peraturan Pemerintah ini, memberikan peluang bagi pihak Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta untuk menjalin kerja sama baik bersifat fungsional maupun kemitraan guna melaksanakan program pembinaan dan pembimbingan tertentu dengan instansi pemerintah, badan-badan kemasyarakatan, dan perorangan. Sebagai contoh bentuk kerja sama dalam mendukung pembinaan keagamaan islam antara Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta dengan Yayasan Wisata Hati dalam mendirikan Pondok Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta.
c) Surat Edaran Dirjen Pemasyarakatan No.E.PK.04.10-715 tahun 2004 perihal Asimilasi tidak Diberikan kepada Narapidana Penipuan, Psikotropika dan Kasus Terorisme.
176
Peraturan ini diterapkan oleh Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta guna mempermudah pelaksanaan pembinaan. Dengan peraturan ini, sebagai dasar peniadaan tahapan asimilasi bagi narapidana residivis dengan alasan keamanan yang dikhawatirkan terjadi pelarian dari narapidana residivis. c. Sarana dan prasarana yang menunjang
Sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang tidak kalah penting dalam memperlancar pelaksanaan pembinaan. Sarana dan prasarana yang terkait meliputi pembina pemasyarakatan (sarana personil) yang memadai, dana, dan fasilitas yang mendukung. Berikut ini penjabaran mengenai sarana dan prasarana yang menunjang pelaksanaan pembinaan moral di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta:
a) Pembina pemasyarakatan dan sarana personil yang memadai
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Agustiyar Ekantoro, Bc.IP.S.Sos. M.M, pada hari tanggal 29 Juni 2011 mengatakan bahwa: menunjang pelaksanaan pembinaan, sangat bergantung kepada pembina pemasyarakatan. Oleh karenanya, pembina harus dapat menjadi
(Catatan lapangan 11).
Hasil wawancara berikutnya dengan Bapak Drs. Haryana selaku Kepala Pengelolaan Rutan pada tanggal 29 Juni 2011 mengatakan bahwa:
Pembina menjadi faktor yang penting dalam proses pelaksanaan pembinaan. Penyampaikan materi pembinaan oleh pembina sangat mempengaruhi pemahaman narapidana residivis sehingga dibutuhkan pembina yang berkompeten. Dengan demikian perlu ditingkatkan profesionalismenya dengan menempuh pendidikan yang tinggi. (Catatan lapangan 12).
Berdasarkan hasil wawancara di atas peneliti menyimpulkan bahwa, pembina pemasyarakatan menjadi faktor yang penting dalam pelaksanaan pembinaan moral bagi narapidana residivis. Sebagai seorang pendidik, pembina pemasyarakatan harus memiliki pengetahuan yang luas untuk meningkatkan profesionalisme yang tentu saja disesuaikan dengan bidang
177
pembinaannya. Hal tersebut disebabkan pembina sebagai fasilitator dalam menyampaikan materi pembinaan dan sekaligus sebagai teladan yang baik bagi narapidana residivis untuk mewujudkan pribadi narapidana yang terdidik secara moral.
Setelah peneliti melakukan pengamatan di lapangan, ternyata melihat komposisi personalia di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta sekarang ini belum menunjukkan adanya kualitas dan kuantitas tenaga yang dibutuhkan untuk menjamin pelaksanaan pembinaan secara berdaya guna dan berhasil guna. Untuk mengatasi keterbatasan personil tersebut, maka diadakan usaha-usaha pendidikan, penataran, kursus, dan penambahan personil yang secara khusus didatangkan dari luar. Oleh sebab itu, Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta berusaha menambah personil yang mampu memperlancar jalannya proses pembinaan seperti ustad untuk pembinaan kesadaran agama islam, pastur yang didatangkan dari luar dalam menunjang kegiatan pembinaan kesadaran agama nasrani, dan seorang tamping yang bertugas menggantikan pembina apabila tidak dapat hadir mengisi kegiatan pembinaan.
b) Dana atau keuangan yang menunjang kegiatan program pembinaan
Dana atau keuangan merupakan salah satu faktor pendukung dalam pelaksanaan pembinaan. dana tersebut dipergunakan untuk membiayai sarana dan fasilitas pembinaan misalnya pembiayaan peralatan pembinaan, pembiayaan gedung dan biaya kantor-kantor yang diperlukan. Yang menonjol disini adalah pembiayaan peralatan pembinaan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Agustiyar Ekantoro, Bc.IP.S.Sos.M.M, pada hari tanggal 29 Juni 2011 mengatakan bahwa: laksanaan pembinaan di
178
Rutan. Sebab dana tersebut dipergunakan untuk membeli fasilitas yang terkait dengan . (Catatan lapangan 11).
Hal tersebut dibenarkan oleh Bapak Drs. Haryana selaku Kepala Pengelolaan Rutan pada tanggal 29 Juni 2011 mengatakan bahwa
Dana untuk pelaksanaan pembinaan dapat menunjang keberhasilan pembinaan. Dana yang diperoleh Rutan selama ini dari DIPA atau eks narapidana yang telah sukses. Selama ini, dana dipergunakan untuk kegiatan pembinaan seperti pembinaan kesadaran keagamaan dan pembinaan kemandirian. Dana tersebut diperoleh dari DIPA sehingga sangat membantu sekali bagi keberhasilan pembinaan. (Catatan lapangan 12).
Berdasarkan hasil wawancara di atas peneliti menyimpulkan bahwa, dana mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan pembinaan. Dana tersebut dipergunakan untuk membiayai sarana dan prasarana khususnya terkait dengan fasilitas pembinaan. Untuk program pembinaan fisik seperti program pembinaan kemandirian, biaya diperoleh dari DIPA (Daftar Isian Penunjang Anggaran). Begitu pula pada program pembinaan kepribadian, dana juga diperoleh dari DIPA (Daftar Isian Penunjang Anggaran).
Selama peneliti melakukan pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa, selain dana diperoleh dari DIPA (Daftar Isian Penunjang Anggaran), pihak Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta telah menjalin kerjasama dengan pihak luar dalam bentuk kemitraan seperti kerja sama dengan pondok pesantren Al-Bukhori, Yayasan Wisata Hati, MTA (Majelis Tafsir Al- Selain itu, dana juga diperoleh dari eks narapidana yang telah sukses misalnya Bapak Sugondo. Dana tersebut dipergunakan oleh Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta untuk membeli peralatan yang terkait dengan pembinaan kemandirian misalnya mesin jahit, bahan baku mebelair, dan bahan baku pembuatan kanopi. Selain itu, dana tersebut juga dipergunakan untuk membiayai pembina yang didatangkan dari luar misalnya pastur, ustad, dan psikiater.
179
c) Fasilitas yang menunjang pelaksanaan pembinaan
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Agustiyar Ekantoro, Bc.IP.S.Sos.M.M, pada hari tanggal 29 Juni 2011 mengatakan bahwa: pembinaan di Rutan ini. Dengan fasilitas tersebut akan mempermudah dan memperlancar (Catatan lapangan 11). Hal tersebut dibenarkan oleh Bapak Drs. Haryana selaku Kepala Pengelolaan Rutan pada tanggal 29 Juni 2011 mengatakan bahwa: itas yang mendukung jalannya proses pembinaan meliputi tempat dan peralatan untuk pembinaan. Fasilitas di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta memang cukup memadai. Dimana (Catatan lapangan 12).
Berdasarkan hasil wawancara di atas peneliti menyimpulkan fasilitas yang disedikan oleh Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta memperlancar proses pembinaan. Fasilitas tersebut berupa peralatan maupun tempat untuk berlangsungnya pembinaan. Ternyata fasilitas yang diberikan selama ini dirasa telah cukup memadai.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan yang dilakukan peneliti pada tanggal 30 Juni 2011 diketahui bahwa, terdapat beberapa fasilitas yang diberikan oleh Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta guna mendukung keberhasilan proses kegiatan pembinaan. Fasilitas tersebut antara lain sebagai berikut:
(1) Pembinaan kesadaran agama meliputi: masjid An-Nur, Al-tenda.
(2) Pembinaan kesadaran agama nasrani meliputi: gereja dan alat musik drum.
(3) Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara meliputi: lapangan sebagai latihan baris-berbaris.
(4) Pembinaan intelektual meliputi: perpustakaan dan buku-buku bacaan.
180
(5) Pembinaan kesadaran hukum berupa ruang konseling
(6) Pembinaan usaha mandiri meliputi: bahan baku keterampilan yang meliputi kain untuk membuat keset, mesin jahit, alat-alat cukur, dan las. (7) Pembinaan bentuk olah raga meliputi: lapangan dekat aula untuk
kegiatan olah raga dan tape untuk senam pagi.
d. Motivasi dan dukungan moril dari keluarga narapidana residivis atas stigma negatif masyarakat
Adanya asumsi dari sebagian besar masyarakat yang belum memberikan kepercayaan kepada narapidana residivis dan memberikan stigma negatif kepada mereka menyebabkan hilangnya rasa percaya diri. Selain itu, narapidana residivis cenderung dikucilkan sebab mereka dicap sebagai orang jahat. Apalagi bagi seorang narapidana residivis yang kerap keluar masuk penjara sehingga citra buruk sebagai mantan penjahat semakin melekat dalam diri mereka dan sukar untuk dihilangkan. Oleh sebab itu, keluarga memiliki peran dalam memberikan motivasi dan dukungan moril untuk mengembalikan rasa percaya diri narapidana residivis ketika keluar dari Rutan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Agustiyar Ekantoro, Bc.IP.S.Sos.M.M, pada hari tanggal 29 Juni 2011 adalah sebagai berikut:
Salah satu faktor yang menunjang keberhasilan pembinaan khususnya mengembalikan moral narapidana adalah keluarga. Apabila keluarga dari narapidana residivis kerap memberikan motivasi maka mereka tidak akan stres selama berada di Rutan. Stres yang berkepanjangan mengakibatkan ketidakefektifan proses pembinaan. Oleh sebab itu, hendaknya keluarga secara rutin melihat kondisi narapidana dengan melakukan kunjungan untuk mengetahui perkembangan pribadi narapidana. Sehingga setelah keluar dari Rutan ia mampu beradaptasi dan tegar atas stigma negatif yang akan mempengaruhi kehidupannya. (Catatan lapangan 11).
Hal tersebut dibenarkan oleh Bapak Drs. Haryana selaku Kepala Pengelolaan Rutan, pada tanggal 29 Juni 2011 mengatakan bahwa:
Selain pembina pemasyarakatan, dana dan fasilitas yang memadai, peran keluarga menjadi pendorong keberhasilan pembinaan. Sebab merekalah yang paling mengetahui kondisi narapidana sebab pembina kadang tidak
181
mengetahui kebutuhan mereka. Oleh sebab itulah keluarga hendaknya rutin melakukan kunjungan paling tidak seminggu sekali untuk memberikan dorongan atau motivasi kepada narapidana residivis dalam memberikan pesan moral. (Catatan lapangan 12).
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa, keluarga merupakan salah satu faktor yang mendorong keberhasilan pembinaan. Keluarga memilliki peran yang besar dalam memberikan motivasi dan rasa percaya diri kepada narapidana residivis agar tidak stres ketika mereka berhadapan dengan masyarakat luar. Stres berkepanjangan yang dialami oleh narapidana residivis, mengakibatkan ketidakefektifan proses pembinaan. Sebab, pembina Rutan harus berusaha ekstra dalam mengembalikan rasa percaya diri mereka dimana hal tersebut pasti membutuhkan waktu yang cukup lama. Disisi lain, pembina Rutan kurang begitu mengetahui kondisi yang dialami narapidana residivis, sebab yang paling mengetahui kondisi narapidana residivis adalah keluarga yang bersangkutan. Kedekatan diantara keduanya mempengaruhi kondisi kejiwaan narapidana residivis. Oleh sebab itu, hendaknya keluarga secara rutin melihat kondisi narapidana dengan melakukan kunjungan untuk mengetahui perkembangan pribadi narapidana sehingga setelah keluar dari Rutan, narapidana residivis mampu beradaptasi dan tegar atas stigma negatif yang akan mempengaruhi kehidupannya.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan pada tanggal 1 September 2011 peneliti melihat beberapa keluarga dari narapidana residivis kerap mengunjungi Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta, walaupun hanya sekedar memberikan makanan, pakaian atau keperluan lainnya. Dalam aula besukan di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta tampak ramai keluarga duduk-duduk bercengkrama dengan narapidana. Terlihat hubungan yang harmonis dan akrab diantara anak-anak, isteri, atau orang tua dari narapidana. Peneliti sempat bergabung dengan salah satu keluarga dari narapidana residivis yang bernama Triyadi. Peneliti mengamati bahwa, nampaknya narapidana
182
residivis tersebut, berusaha menumpahkan keluh kesah mereka kepada keluarga. Dibalik ekspresi wajahnya yang gembira karena dikunjungi oleh keluarga, terlihat jelas narapidana residivis tersebut mengalami stres. Dia mengungkapkan bahwa:
memberikan nasehat-nasehat atau pesan moral kepada narapidana residivis agar sabar dan ikhlas selama menjalani pemidanaan di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta.
e. Pengawasan yang baik saat proses pembinaan berlangsung.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Agustiyar Ekantoro, Bc.IP.S.Sos. M.M, pada Hari tanggal 29 Juni 2011 adalah sebagai berikut:
Meskipun Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta memiliki petugas tersendiri yaitu petugas pengamanan, namun tidak dapat dipungkiri bahwa pembina juga turut serta dalam menjaga keamanan. Pembina akan melakukan pengawasan khususnya kepada narapidana residivis. Hal ini disebabkan pengalaman pahit Rutan atas pelarian narapidana residivis. (Catatan lapangan 11).
Kemudian berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Drs. Haryana selaku kepala pengelolaan Rutan pada tanggal 29 Juni 2011 mengatakan bahwa: Keberhasilan pembinaan moral, juga didorong oleh pengawasan pembina terhadap narapidana residivis. Selama proses pembinaan berlangsung, pembina akan memantau ketat aktivitas narapidana residivis. Usaha ini sebagai bentuk upaya Rutan untuk menghindari adanya hal-hal yang tidak diinginkan seperti perkelahian antara naripada residivis dan bukan residivis dan percobaan perlarian narapidana residivis. Jika tidak dilakukan pengawasan ektra, tidak akan timbul kesadaran diri dari narapidana untuk berubah. (Catatan lapangan 22).
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa pembina pemasyarakatan di atas dapat diketahui bahwa, pengawasan yang baik saat proses pembinaan berlangsung sangat mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan pembinaan. Pengalaman pahit yang dirasakan oleh pihak Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta atas pelarian narapidana residivis agaknya menjadi