• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN PEMISAHAN USAHA YANG DILAKUKAN OLEH PERSEROAN TERBATAS

BAB IV AKIBAT HUKUM RESTRUKTURISASI PERSEROAN TERBATAS MELALUI PEMISAHAN PERSEROAN

PEMISAHAN USAHA PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG- UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007

D. PELAKSANAAN PEMISAHAN USAHA YANG DILAKUKAN OLEH PERSEROAN TERBATAS

Setelah memahami dan mengetahui pihak-pihak yang berperan dalam pemisahan usaha perseroan, yang terdiri dari RUPS, direksi dan dewan komisaris dan telah diuraikan tugas, wewenang dan kewajibannya. Pemisahan atau spin-off dikenal sebagai salah satu bagian konstruksi yang bayak digunakan dalam merestrukturisasi usaha. Tetapi baru dilegalisasi setelah diatur dalam UUPT Nomor 40 Tahun 2007. Di dalam hukum, terdapat konstruksi hukum lain yang dikenal dan mirip dengan spin-off yaitu penggabungan atau merger. Bentuk kemiripannya adalah beralihnya secara hukum seluruh hak dan kewajiban perseroan yang melakukan pemisahan, sebagaimana haknya dalam konstruksi hukum penggabungan. Dalam Pasal 1 angka 12 UUPT istilah spin-off disebut

dengan pemisahan, yang didefinisikan sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh perseroan untuk memisahkan usaha yang beralih karena hukum kepada 2 (dua) perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada 1 (satu) perseroan atau lebih.

Pemisahan dalam Pasal 135 UUPT dibedakan menjadi pemisahan murni dan pemisahan tidak murni.45 Pemisahan murni (absolute division) yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada 2 (dua) atau lebih perserooan lain yang meneriman peralihan dan perseroan yang melakukan pemisahan berakhir karena hukum, tanpa dilakukan likuidasi terlebih dahulu. Sedangkan pemisahan tidak murni mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada 2 (dua) perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan dan perseroan yang melakukan pemisahan usaha dan berakhir karena hukum.

Berdasarkan spin off perseroan beberapa pihak yang harus mendapatkan perlindungan hukum anatara lain kreditur, karyawan dan para pemegang saham minoritas yang melakukan pemisahan. Pemegang saham dalam hal ini perlu mendapatkan perlindungan mengingat proses spin off untuk perseroan bisa terjadi bukan atas kehendak pemegang saham, namun karena adanya ketentuan undang-undang yang mewajibkan pemisahan. Spin off merupakan bentuk pembebasan perseroan dimana sebuah bagian dari perseroan menjadi mandiri dan saham perseroan yang baru dibagikan kepada para pemegang saham. Dalam perseroan mekanisme spin off atau pemisahan belum diakomodir sebagai salah satu alternatif dalam penguatan struktur perseroan di Indonesia. Undang-Undang

45

Nomor 40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT) menggunakan istilah “Pemisahan” sebagai pengganti terminologi “Spin off”. UUPT memberikan pengertian pemisahan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu perseroan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada perseroan yang menerima pemisahan dan selanjutnya status badan hukum perseroan yang menggabungkan diri berakir karena hukum. Secara yuridis, yang merupakan dasar hukum bagi tindakan spin off tersebut adalah :

1. Dasar Hukum Utama (UUPT) 2. Dasar Hukum Kontraktual

3. Dasar Hukum Status Perseroan (Pasar Modal, PMA, BUMN) 4. Dasar Hukum Konsekuensi Spin 0ff

5. Dasar Hukum Pembidangan Usaha46

Yang menjadi dasar hukum utama bagi spin off perseroan adalah UUPT dan akuisisi, konsolidasi, dan spin off mulai dari Pasal 26, 62, 122, 123, 126, 127, 128, 129,132,133,135 dan 152. Dalam pemisahan perseroan dikenal 2(dua) macam pemisahan. Hal ini diatur dalam Pasal 135 UU No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yaitu ;

1. Pemisahan murni (absolute division)

Adalah pemisahan usaha perseroan terbatas yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada 2(dua) perseroan

46

Bahari Adib, Prosedur Cepat Mendirikan Perseroan Terbatas dan Penerapan Dalam Akta Notaris (Yogyakarta: Rajawali Press,1996), hlm.69.

atau lebih yang menerima peralihan dan akibatnya perseroan yang melakukan pemisahan menjadi berakhir karena hukum. Dalam pemisahan jenis ini yang menjadi ciri pokok perseroan, mengalihkan seluruh harta kekayaannya, sehingga akan berakibat perseroan harus berakhir demi hukum. 47

Perseroan melakukan pemisahan murni karena dilatarbelakangi oleh beberapa faktor antara lain adalah ;

a. Usaha kurang menguntungkan

Usaha yang kurang mendatangkan keuntungan menjadi faktor perseroan untuk menjual usaha tersebut. Biasanya hal ini dialami oleh perseroan yang mempunyai hanya satu usaha. Sudah dilakukan berbagai cara, tetapi tetap saja tidak dapat menghasilkan keuntungan. Sebuah perseroan tidak akan mempertahankan usaha yang terus merugi, dan tidak seimbang dengan besarnya pengeluaran biaya oprasi. Jika usaha itu permodalannya dibiayai oleh pihak ketiga kemudian menjadi macet pengembaliannya, dapat berakibat akan terjadi kepailitan apabila mempunyai utang lebih dari satu kreditur. b. Kurang mampu mengelola usaha

Faktor lain yang menjadikan perseroan melakukan pemisahan murni adalah karena kurang mampu mengelola usahanya. Perseroan tidak mungkin memiliki management yang tidak baik, tidak mempunyai tenaga yang cerdas, cekatan, dan terampil untuk mengurus usaha. Karena usaha tidak diurus secara profesional mengakibatkan usaha tidak dapat berjalan dengan lancar dan kurang menghasilkan keuntungan. Dengan usaha yang tidak

47

menguntungkan lebih baik dialihkan daripada dipertahankan karena akan mengakibatkan keuangan perseroan menjadi tidak sehat.

c. Perseroan hampir berakhir

Apabila perseroan sudah mendekati akhir, keputusan RUPS tidak akan memperpanjang jangka waktu pendirian perseroan, sedangkan usaha masih berjalan dengan keuntungan yang biasa-biasa saja. Dengan pertimbangan perseroan akan bubar karena jangka waktunya telah habis dan harus menempuh proses likuidasi, lebih baik perseroan berakhir lebih cepat dari waktunya dan tanpa perlu melakukan likuidasi karena kewajiban terhadap pihak ketiga menjadi tanggung dan perseroan yang menerima pemisahan usaha.48

2. Pemisahan tidak murni (Spin off)

Pemisahan tidak murni mengakibatkan sebagian aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada 1(satu) perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan dan perseroan yang melakukan pemisahan tersebut tetap ada. Dalam pemisahan ini tidak sampai mengakibatkan perseroan yang melakukan pemisahan menjadi bubar, karena harta kekayaan yang dialihkan hanya sebagian saja. Perseroan tersebut masih mempunyai harta kekayaan sehingga masih dapat menjalankan usaha, berbeda dengan pemisahan murni yang berakibat perseroan yang melakukan pemisahan menjadi bubar karena harta kekayaannya dialihkan seluruhnya.49

48

Bahari Adib, Prosedur Cepat Mendirikan Perseroan Terbatas dan Penerapan Dalam Akta Notaris, Loc.cit., hlm.66.

49

Tim redaksi, Undang-Undang Republik Indonesia nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Loc.cit.,hlm.69.

Pada Spin off penerima pengalihan minimal satu perseroan, sedangkan untuk pemisahan umum sedikitnya dua perseroan, sedangkan untuk pemisahan murni sedikitnya dua perseroan sebagai penerima pengalihan harta kekayaan.

Latar belakang sebuah perseroan melakukan pemisahan tidak murni antara lain karena usaha perseroan kurang menguntungkan atau karena perseroan kurang mampu mengelolas usaha. Dengan pertimbangan usaha ditutup lebih baik dijual kepada perseroan lain. Pemisahan hanya mungkin terjadi antara 2(dua) atau lebih badan hukum yang sejenis dalam perseroan, sebagaimana diatur dalam UUPT. Para kreditur perseroan yang melakukan pemisahan berhak untuk memperoleh informasi lengkap tentang perseroan yang akan menerima peralihan aktiva dan pasiva sebagai akibat dari pemisahan. Untuk dapat melakukan pemisahan usaha, prosedur yang harus ditempuh di dalam perseroan adalah harus ada persetujuan RUPS. Direksi membuat rancangan tentang pemisahan usaha perseroan dengan ditelaah oleh Dewan Komisaris, lalu mengajukan persertujuan kepada RUPS. RUPS untuk menyetujui pemisahan tersebut berlaku Pasal 89 UUPT tahun 2007, Korum rapat dihadiri minimal ¾ pemegang saham dengan hak suara dan keputusan diambil dengan persetujuan minimal ¾ suara dari pemegang saham yang hadir.

BAB III

PEMISAHAN DIGUNAKAN SEBAGAI SALAH SATU BENTUK