• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV AKIBAT HUKUM RESTRUKTURISASI PERSEROAN TERBATAS MELALUI PEMISAHAN PERSEROAN

PEMISAHAN DIGUNAKAN SEBAGAI SALAH SATU BENTUK RESTRUKTURISASI PERSEROAN TERBATAS

B. PEMISAHAN DIGUNAKAN SEBAGAI SALAH SATU BENTUK RESTRUKTURISASI PERSEROAN TERBATAS

2. Spin Off

Cara spin off dilakukan dengan apabila unit kegiatan tersebut kemudian dipisahkan dari sebuah perseroan dan berdiri sebagai suatu perseroan baru yang terpisah. Dengan demikian perseroan tersebut akan mempunyai direksi sendiri dan independen dalam mengambil keputusan, serta kepemilikan perseroan baru tersebut berada di tangan para pemegang saham. Pemisahan ini dimaksudkan agar unit tersebut dapat mengambil keputusan dengan lebih cepat, lebih efisien dan ada yang secara khusus bertanggung jawab.

Bentuk dari Restrukturisasi perseroan menurut Gunadi adalah sebagai berikut:62 1. Merger (penggabungan).

2. Konsulidasi (peleburan). 3. Likuidasi (pembubaran). 4. Kepailitan (kebangkrutan). 5. Split off (pemecahan). 6. Spin off ( pemekaran).

7. Revaluasi (penilaian kembali aktiva tetap). 8. Rekapitalisasi (penataan kembali permodalan). 9. Reorganisasi (perubahan struktur).

62

Gunadi, Beberapa Tinjauan Tentang Permasalahan Hukum Perseroan, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2005), hlm.83.

Adapun tujuan restrukturisasi sebagaimana di tetapkan dalam Pasal 72 ayat (2) Undang- Undang No 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah untuk kepentingan sebagai berikut:

1.Meningkatkan kinerja dan nilai perseroan.

2 Memberikan manfaat berupa deviden dan pajak kepada Negara.

3.Menghasilkan produk dan layanan dengan karya yang kompetitif kepada konsumen. 4.Memudahkan privatisasi.

Mendirikan suatu perusahaan atau perseroan dibutuhkan uang dan waktu dalam menciptakan bisnis yang sungguh-sungguh ada (secara khusus dengan membentuk badan usaha atau kemitraan) dalam mendapatkan perdanaan awal, untuk membeli atau menyewa aset yang diperlukan, untuk memadukan aset fisik secara bersamaan ke dalam perseroan yang produktif, untuk merekrut dan melatih tenaga kerja, untuk membangun hubungan dengan konsumen dan supplier, lalu yang lebih umum lagi adalah untuk membangun kemauan dan pengenalan nama.63

Pemisahan atau Spin off telah cukup lama dikenal sebagai satu bagian konstruksi yang banyak digunakan dalam merestrukturisasi hukum, akan tetapi hal ini baru dilegislasikan setelah diatur dalam UUPT Nomor 40 tahun 2007. Dalam Pasal 1 angka 12 UUPT, istilah Spin Off disebut dengan pemisahan. Dalam Pasal tersebut didefenisikan sebagai perbuatan hukum yang dilakukan perseroan untuk memisahkan usaha yang beralih karena hukum kepada 2(dua) perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada 1(satu) perseroan atau lebih. Dalam Pasal 135 UUPT, pemisahan dibedakan antara pemisahan murni dan pemisahan tidak murni. Pemisahan murni yang

63

M. Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Tentang Permasalahan Hukum, ( Bandung : Citra Aditya Bakti, 1997), hlm.83.

mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada 2(dua) atau lebih perseroan lain yang menerima peralihan dan perseroan yang melakukan pemisahan berakhir karena hukum, tanpa likuidasi terlebih dahulu. Pemisahan tidak murni mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada 2(dua) perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan dan perseroan yang melakukan pemishaan usaha tersebut berakhir karena hukum.

Setelah diuraikan mengenai Spin off perseroan, ada beberapa pihak yang harus mendapatkan perlindungan hukum antara lain, kreditur, karyawan dan para pemegang saham minoritas yang melakukan pemisahan. Spin Off merupakan bentuk pembebasan perseroan dimana sebuah bagian dari perseroan menjadi mandiri dan saham perseroan yang baru dibagikan kepada para pemegang saham. Dalam perseroan mekanisme spin off atau pemisahan belum diakomodir sebagai salah satu alternatif dalam penguatan struktur perseroan terbatas di Indonesia. Hal ini dapat dimengerti mengingat UU No.1 tahun 1995 tidak mengatur konsep spin off.

UUPT menggunakan istilah “Pemisahan” sebagai pengganti terminologi “Spin Off”. UUPT memberikan pengertian pemisahan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu perseroan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada perseroan yang menerima pemisahan dan selanjutnya status badan hukum

perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum. Secara yuridis, yang merupakan dasar hukum bagi tindakan Spin Off tersebut adalah sebagai berikut:64

a) Dasar Hukum Utama (Undang-Undang Perseroan Terbatas). b) Dasar Hukum Kontraktual.

c) Dasar Hukum Status Perseroan (Pasar Modal, PMA,BUMN). d) Dasar Hukum Konsekuensi Spin Off.

e) Dasar Hukum Pembidangan Usaha.

Yang menjadi dasar hukum Spin Off adalah UUPT dan Peraturan pelaksanaannya. UUPT mengatur tentang merger, akuisisi, konsolidasi, dan spin off mulai dari Pasal 26, 62, 122, 123, 126, 127, 128, 129, 132, 133, 135, dan 152. Sebagaimana diketahui bahwa UUPT menggunakan istilah “pemisahan” untuk spin off, “penggabungan” untuk merger, “pengambilalihan” untuk akuisisi, dan “peleburan” untuk konsolidasi.

Pemisahan perseroan dikenal ada 2(dua) macam pemisahan, kedua jenis pemisahan tersebut dipengaruhi oleh cara pemisahan dengan memperhatikan kuantitas usaha yang dipisahkan oleh perseroan. Hal ini diatur dalam Pasal 135 UU Nomor 40 tahun 2007 yaitu :

1. Pemisahan murni (absolute division)

Pemisahan yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva perseroan yang beralih karena hukum kepada 2 (dua) perseroan atau lebih yang menerima peralihan dan akibatnya perseroan yang melakukan pemisahan tersebut menjadi berakhit karena hukum.65

64

Bahari Adib,Prosedur cepat mendirikan Perseroan Terbatas (Yogyakarta: Pustaka Yustisia,2010), hlm.24.

65

Pemisahan ini perseroan mengalihkan seluruh harta kekayaan, sehingga akan berakibat perseroan harus tutup demi hukum karena sudah tidak ada lagi usaha yang dijalankan. Pada umumnya perseroan melakukan pemisahan murni karena dilatarbelakangi oleh beberapa faktor :66

a) Usaha kurang menguntungkan

Usaha yang kurang menguntungkan menjadi latar belakang untuk menjual usaha tersebut. Hal ini dialami oleh perseroan yang mempunyai hanya satu badan usaha.

b) Kurang mampu mengelola usaha

Faktor lain yang melatarbelakangi perseroan melakukan pemisahan murni adalah kurang mampunya untuk mengelola usaha. Perseroan memiliki management yang tidak baik, tidak mempunyai tenaga yang cerdas, cekatan dan terampil untuk mengurus usaha.

c) Perseroan sudah hampir berakhir

Jika waktu perseroan sudah mendekati akhir, keputusan RUPS tidak akan memperpanjang jangka waktu perndirian perseroan sedangkan usaha masih berjalan dengan keuntungan yang biasa-biasa saja. Dengan pemisahan tersebut berakibat perseroan berakhir lebih cepat dari waktunya dan tanpa perlu melakukan likuidasi karena kewajiban terhadap pihak ketiga menjadi tanggung dan perseroan yang menerima pemisahan usaha. 2. Pemisahan tidak murni (Spin off)

Pemisahan tidak murni mengakibatkan sebagian aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada 1(satu) perseroan lain atau lebih yang

66

http://ideapahlevi.blogspot.com/2013/08/pemisahan-sebagai-salah-satu-metode.html (diakses tanggal 24 April).

menerima peralihan dan perseroan yang melakukan pemisahan masih tetap ada. Dalam pemisahan ini tidak sampai mengakibatkan perseroan menjadi bubar karena harta kekayaan yang dialihkan hanya sebagaian saja. Perseroan masih mempunyai harta kekayaan sehingga masih dapat menjalankan usaha.67

Latar belakang sebuah perseroan melakukan pemisahan tidak murni antara lain karena usaha perseroan kurang menguntungkan atau karena perseroan kurang mampun mengelola usaha. Dengan pertimbangan daripada usaha ditutup lebih baik dijual kepada perseroan lain. Setelah pemisahan, perseroan yang melakukan pemisahan tetap ada yang menjadi pemegang saham dari perseroan lain yang didirikannya. Pemisahan ini disebut “pemisahan hibrida” karena sekalipun terjadi peralihan dari seluruh aktiva dan pasiva kepada perseroan lain. Seperti halnya dengan pemisahan murni yang mengakibatkan berakhirnya perseroan yang melakukan pemisahan murni, yang melakukan pemisahan dimaksud tetap ada dan tidak berakhir.

Kaedah pokok dalam hal pemisahan adalah bahwa para pemegang saham perseroan yang melakukan pemisahan karena hukum menjadi pemegang saham dari perseroan yang menerima peralihan aktiva dan pasiva. Dalam hak pemisahan hibrida tersebut, kaedah yang dimaksud tidak berlaku karena yang menjadi pemegang saham perseroan yang menerima peralihan aktiva dan pasiva adalah perseroan yang melakukan pemisahan.68

Pemisahan hanya terjadi antara 2 (dua) atau lebih badan hukum yang sejenis di dalam perseroan terbatas, sebagaimana diatur dalam UUPT. Perseroan yang berada dalam likuidasi setelah mengalami pembubaran tidak dapat menjadi

67

Deni Damay, Loc.Cit, hlm. 79.

68

Anisitus, Amanat, Pembahasan Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Penerapan Dalam Akta Notaris (Jakarta: Rajawali Press,1996), hlm.69.

pihak dalam pemisahan. Pemangku kepentingan (stakeholders) seperti para kreditor perseroan yang melakukan pemisahan berhak untuk memperoleh informasi lengkap tentang perseroan yang akan menerima peralihan aktiva dan pasiva sebagai akibat pemisahan.69 Untuk dapat melakukan pemisahan prosedur yang harus ditempuh di perseroan adalah harus ada persetujuan RUPS. Direksi membuat rancangan tentang pemisahan usaha perseroan dengan ditelaah Komisaris, baru mengajukan persertujuan kepada RUPS. RUPS menyetujui pemisahan tersebut berlaku Pasal 89 UUPT 2007.

Berdasarkan RUPS korum yang dicapai dengan perbandingan minimal 2/3 : 3/4. Korum ini tergolong tinggi karena minimal 2/3 pemegang saham harus hadir dalam RUPS, sedangkan dalam RUPS pertama hanya minimal ¾ pemegang saham yang harus hadir, jika korum tersebut tidak tercapai juga, maka dapat diajukan RUPS ketiga.70 Untuk RUPS ketiga perseroan yang akan melakukan pemisahan mengajukan permohonan kepada pengadilan agar ditetapkan korum untuk kepentingan tersebut. Penetapan ini bersifat final dan berkekuatan hukum tetap, sehingga RUPS menjadi terikat dan melaksanakannya.

Kedua jenis pemisahan ini sama-sama berakibat bukan saja yang beralih berupa aktiva, tetapi juga pasiva nya. Pengumuman merupakan itikad baik dari perseroan terhadap pihak ketiga yang berkepentingan. Pihak ketiga perlu mengetahui perseroan mana yang dapat dihubungi untuk menagih kewajiban yang harus dipenuhi. Sehubungan dengan aktiva dan pasiva perseroan yang melakukan pemisahan perlu diperhatikan bahwa peralihan aktiva dan pasiva milik perseroan yang terletak di luar Indonesia tunduk kepada hukum negara dimana aktiva dan

69

R.Soemitro, Op.cit., hlm.23.

70

pasiva tersebut berada. Tujuan Spin off yang diatur dalam UU Perseroan Terbatas lebih ditujukan untuk mengakomodasi kepentingan pengembangan perseroan dalam hal pemisahan perseroan dari perseroan induk menjadi anak perseroan. Sebenarnya pengertian spin-off dalam UU Perseroan Terbatas memberikan fleksibilitas yang lebih luas kepada perseroan untuk melakukan penguatan restruktur usahanya. Dalam penguatan struktur usahanya, mekanisme spin off dapat dimanfaatkan oleh perseroan sebagai sarana untuk mempertajam segmentasi pasar, khususnya melalui penguatan bisnis yang lebih fokus dan spesialis. Selain itu dengan mekanisme spiin off sebuah perseroan dapat juga melakukan pemisahan aset permasalahannya (bad asets) menjadi badan usaha yang baru yang bukan merupakan perseroan (menjadi semacam perseroan pengelola aset). Dalam hal ini keuntungan perseroan adalah memiliki perseroan baru yang menjadi kendaraan pengelola aset bermasalahnya yang tetap dapat dikontrolnya, juga menjadi sarana yang efektif bagi perseroan dalam melakukan pembersihan aset bermasalahnya.

C.HAMBATAN-HAMBATAN PEMISAHAN USAHA PERSEROAN

TERBATAS

Restrukturisasi dilakukan dengan wajib memperhatikan kepentingan perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan PT dan kreditor. PT yang melakukan restrukturisasi wajib mengumumkan ringkasan rancangan restrukturisasi paling sedikit dalam surat kabar dan mengumumkan secara tertulis kepada karyawan PT yang akan melakukan restrukturisasi dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Dalam melakukan restrukturisasi perseroan dapat

diperkirakan akan timbul dampak yang mungkin merugikan pihal lain. Dampak yang merugikan tersebut dapat dicegah melalui pengaturan penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan dengan peraturan pemerintah. Dalam melakukan restrukturisasi perseroan terbatas ada beberapa hambatan yang dilalui oleh suatu perseroan. Hambatan-hambatan yang terjadi dalam melakukan restrukturisasi perseroan antara lain :

1. Modal

Modal merupakan hal yang paling penting dalam menjalankan suatu kegiatan usaha, yang mana ini akan menjadi sumber dana awal dalam melakukan kegiatan produktif dalam mendapatkan keuntungan suatu perseroan. Modal perseroan terdiri atas modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor. Pada umumnya penyetoran atas saham adalah dalam bentuk uang. Namun demikian tidak tertutup kemungkinan penyetoran atas saham dilakukan dalam bentuk lain. Penyetoran atas saham dilakukan pada saat pendirian atau sesudah perseroan melakukan pengesahan sebagai badan hukum. Penyetoran atas saham dalam bentuk lain selain uang harus disertakan rincian yang menerangkan nilai atau harga, jenis atau macam. status, tempat kedudukan dan lain-lain yang dianggap perlu demi kejelasan mengenai penyetoran tersbut. Penyetoran atas saham dalam bentuk benda tidak bergerak harus diumumkan dalam dua surat kabar harian, maksudnya ialah agar diketahui oleh umum dan memberi kesempatan kepada pihak yang berkepentingan untuk dapat mengajukan keberatan atas penyerahan benda tidak bergerak tersebut sebagai setoran saham. Pengumuman tersebut

memuat jumlah penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak serta rinciannya sebagaimana dimaksudkan.71

Pemegang saham yang mempunyai tagihan terhadap perseroan, tidak dapat menggunakan hak tagihannya sebagai kompensasi kewajiban penyetoran atas harga sahamnya. Perseroan dilarang mengeluarkan saham untuk dimiliki sendiri. Larangan tersebut berlaku juga bagi anak perusahaan terhadap saham yang dikeluarkan oleh induk perusahaannya. Pada prinsipnya pengeluaran saham adalah suatu upaya pengumpulan modal. Oleh karena itu kewajiban penyetoran dibebankan kepada pihak lain. Untuk kepastian, maka undang-undang menentukan bahwa perseroan tidak boleh mengeluarkan saham untuk dimiliki sendiri. Larangan bagi anak perusahaan memilki saham yang dikeluarkan oleh induk perusahaan didasarkan pada pertimbangan bahwa pemilikan saham oleh anak perusahaan tidak dapat dipisahkan dari pemilikan saham oleh induk perusahaannya.

Praktik pengelolaan perseroan dalam menghadapi masalah krisis dan/atau mengembangkan usahanya melalui upaya restrukturisasi usaha memerlukan sistem permodalan yang cukup. Modal yang optimal akan mempengaruhi jalannya perseroan setelah pemisahan usaha yang dilakukan. Pemisahan usaha yang dilakukan berdampak pada sistem permodalan pada perusahaan induk, oleh karena itu faktor yang dapat menghambat dilakukannya pemisahan usaha ialah modal. Dimana perusahaan yang tidak memiliki modal yang cukup maka perseroan tersebut dimungkinkan tidak terjadinya pemisahan usaha bahkan mungkin terjadi pailit atas perseroan tersebut.

71

http://sandi-suwardi.blogspot.com/2009/02/pemisahan-usaha-dalam-kerangka-uu-pt.html (diakses tanggal 05 Mei 2015).

2. Memperoleh kesepakatan para pemegang saham

Proses restrukturisasi dapat terjadi apabila Dalam melakukan pemisahan suatu perseroan maka hal ini akan terlebih dahulu dibahas dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dimana dalam RUPS tindakan pemisahan usaha perseroan akan dibahas dan memperoleh kesepakatan diantara pemegang saham atas suatu perseroan.72

Untuk mencapai kesepakatan diantara pemegang saham sangat sulit diperoleh karena dalam pengambilan keputusan apabila kata mufakat tidak dicapai maka akan diambil dengan suara terbanyak. Diantara pemegang saham memiliki persepsi yang berbeda dalam upaya pemisahan usaha perseroan. Oleh karena itu dalam memperoleh kesepakatan antara pemegang saham dapat menjadi penghambat dalam melakukan pemisahan usaha suatu perseroan.

3. Struktur perusahaan yang tidak sehat

Pada waktu terjadi krisis ekonomi global yang ikut melanda Indonesia, terjadi pertumbuhan ekonomi yang tidak sehat yang mengakibatkan krisis ekonomi yang berkepanjangan.73 Krisis ini mengakibatkan berbagai upaya dilakukan para pelaku usaha dalam mempertahankan kelangsungan usaha perseroan. Hal ini memaksa para pelaku usaha untuk melakukan berbagai upaya dalam mempertahankan kelangsungan perseroan termasuk menggunakan persaingan yang tidak sehat yang merugikan para pelaku usaha lainnya.

Persaingan usaha yang tidak sehat disebabkan oleh struktur organisasi perseroan yang tidak sehat. Dalam menghadapi hal demikian, banyak stakeholder yang memutuskan hubungan dengan perseroan sehingga terjadi struktur

72

http://detikfinance.com/read/2007/03/14/163517/754191/6 (diakses tanggal 15 Mei 2015).

73

keorganisasian perseroan yang tidak sehat. Pemutusan hubungan stakeholder dengan perusahaan memicu rusaknya struktur organisasi perusahaan.

Struktur perusahaan yang tidak sehat dapat menghambat terlaksananya pemisahan usaha suatu perseroan. Struktur yang tidak sehat pada perusahaan induk akan menimbulkan permasalahan pada struktur keorganisasian perusahaan yang baru (anak perusahaan). Hal ini karena dengan struktur perusahaan induk yang tidak sehat menyulitkan penyusunan struktur anak perusahaan yang dibentuk. Oleh karena itu, sulit memisahkan suatu perusahaan yang strukturnya tidak sehat.

BAB IV

AKIBAT HUKUM RESTRUKTURISASI PERSEROAN TERBATAS