• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab IV Produksi dan Pemasaran Sumberdaya Laut

4.2. Pemanfaatan Hasil Laut

Dari berbagai potensi sumber daya laut yang ada diperairan Kampung Meosbekwan, hanya jenis ikan napoleon dan kerapu serta udang batu (lobster) yang semua hasil produksinya dijual ke pedagang penampung. Sebelum penduduk mengetahui bahwa jenis ikan dan udang tersebut mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, mereka mengkonsumsinya dalam bentuk ikan segar. Pada saat ini penduduk baru mengkonsumsi ikan tersebut apabila sudah tidak bisa diterima oleh pedagang pengumpul karena sudah rusak. Sementara itu jenis sumber daya laut yang umumnya dikonsumsi dalam bentuk ikan hidup adalah semua jenis ikan demersal, seperti ikan pari dan ikan merah dan berbagai jenis ikan permukaan seperti baronang, gutila, ekor kuning dan kakak tua.

Secara umum konsumsi ikan segar penduduk desa relatif cukup besar. Ikan ini biasanya dikonsumsi bersama dengan makanan pokok penduduk yaitu beras dan sagu. Proporsi konsumsi antara makan beras dan sagu hampir berimbang, meskipun masih lebih besar sagunya dibandingkan dengan beras. Besarnya konsumsi ikan penduduk di daerah ini antara lain disebabkan karena dari semua hasil produksi ikan hanya jenis

47 DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG INDONESIA

Napoleon dan Kerapu yang bisa dijual dalam bentuk ikan segar. Untuk jenis ikan lainnya karena belum ada pedagang pengumpul yang ada di desa yang menampung sehingga semua hasil tangkapan ikan selain Napoleon dan Kerapu semuanya dikonsumsi oleh masyarakat. Di desa ini sudah menjadi kebiasaan membagi-bagikan ikan kepada warga yang kebetulan tidak mempunyai persediaan ikan untuk dikonsumsi. Nelayan yang sedang tidak ‘mencari’ mendapatkan ikan secara cuma-cuma dari nelayan yang mandapatkan ikan. Sementara itu penduduk yang tidak bekerja sebagai nelayan mendapatkan ikan secara cuma-cuma dari nelayan secara bergiliran.

Penduduk juga mempunyai kebiasaan membuat ikan asin dengan memanfaatkan sisa-sisa ikan segar yang tidak habis dikonsumsi. Ikan yang dimanfaatkan sebagai bahan baku ikan asin diantaranya adalah ikan kakap, gutila, belanak, kakak tua dan kerapu yang telah mati. Hasil laut lain yang juga dimanfaatkan sebagai bahan baku ikan asin adalah gurita dan cacing laut.

4.3. Pemasaran

Seperti telah dijelaskan pada uraian terdahulu bahwa ada tiga jenis sumber daya laut di kampung Meosbekwan yang dominan, yaitu ikan napoleon, ikan kerapu dan rumput laut. Untuk ikan Napoleon dan ikan Kerapu hidup mempunyai sistem dan mata rantai pemasaran yang sama dengan orientasi pasar internasional. Sedangkan rumput laut dan berbagai jenis ikan hasil olahan (diasinkan dan dikeringkan) mempunyai sistem dan mata rantai pemasaran tersendiri dengan orientasi pasar domestik.

4.3.1. Ikan Napoleon dan Kerapu

• Rantai pemasaran

Pemasaran ikan Napoleon dan ikan Kerapu di Kawasan Kepulauan Ayau mempunyai pola yang sama (lihat bagan). Mata rantai pemasarannya adalah dari nelayan dijual ke pedagang pengumpul, kemudian dari pedagang pengumpul ke pedagang besar. Dari pedagang besar terus dijual (diekspor) ke pedagang besar di Hongkong yang kemudian meneruskan lagi ke distributor-distributor. Dari distributor di Hongkong dijual ke konsumen yang pada umumnya adalah restoran-restoran bertaraf internasional. Di Desa Meosbekwan terdapat satu pedagang pengumpul yang beroperasi mulai tahun 1998. Sebelum tahun 1998, nelayan di desa ini menjual hasil tangkapannya ke pedagang pengumpul yang ada di desa Dorehkar. Untuk ke desa ini memerlukan waktu sekitar satu jam perjalanan dengan memakai perahu 15 PK.

Hasil tangkapan dari nelayan biasanya tidak langsung dijual ke pedagang pengumpul, melainkan ditampung dulu dalam keramba selama dua sampai tujuh hari. Hal tersebut dikarenakan pada saat turun dari ‘mencari’ hari sudah terlalu malam sehingga tidak memungkinkan langsung dijual pedagang pengumpul. Selain itu, ada kalanya pedagang pengumpul kehabisan uang tunai sehingga tidak bisa menerima hasil tangkapan dari para nelayan. Alasan lain mengapa para nelayan menampung dahulu di keramba adalah ingin melihat perkembangan harga dengan membandingkan antara pedagang pengumpul yang ada di kampung dan pedagang pengumpul yang ada di kampung lain (Dorehkar). Dengan menampung dahulu hasil tangkapan di keramba milik bersama, para nelayan menanggung resiko rugi apabila ikan tersebut mati pada saat masih di keramba.

Di tingkat pedagang pengumpul ikan-ikan tersebut juga ditampung di keramba sampai ada kapal yang mengangkut untuk dikirim ke Hongkong. Kapal yang mengangkut ke Hongkong tersebut mengambil ikan ke pedagang pengumpul setelah kira-kira dapat memuat sekitar 5 ton ikan untuk seluruh kawasan Kepulauan Ayau. Tempat penampungan ikan hidup milik pedagang pengumpul di Kawasan Kepulaun Ayau terdapat di empat pulau, masing-masing di Pulau Dorehkar, Meosbekwan, Rutum dan Reni. Target muatan sekitar 5 ton tersebut pada umumnya dapat tercapai dalam satu bulan. Selama ditampung di dalam keramba ini tingkat kematian ikan rata-rata sekitar 20 persen.

Bagan 4.1 Rantai pemasaran ikan Napoleon dan Ikan Kerapu di Kawasan Kepulauan Ayau.

• Harga

Harga ikan napoleon dan ikan kerapu sangat bervariasi tergantung pada ukuran beratnya. Seperti telah dijelaskan sebelumnya ada empat golongan ikan napoleon berdasarkan ukuran beratnya yaitu baby, super, ekor kecil dan ekor besar. Sedangkan untuk ikan kerapu digolongkan menjadi tiga yaitu baby, super dan up. Harga di tingkat pedagang pengumpul (pembelian dari nelayan) per satu kg untuk masing-masing jenis ikan menurut ukuran beratnya dapat dilihat pada Tabel 4.2. Dari tabel terlihat bahwa harga ikan napoleon tertinggi adalah untuk golongan super dengan berat 0,6 kg sampai dengan 1,2 kg. Ukuran ini dianggap ideal disajikan menjadi 1 porsi untuk satu orang. Dari tabel ini juga dapat diketahui bahwa semakin besar ukuran ikan harga per kgnya semakin turun. Untuk golongan ekor kecil harganya Rp 130.000 per ekor, sedangkan untuk golongan ekor besar harganya Rp 160.000 per ekor. Hal ini dikarenakan ukuran diatas 1,3 kg dianggap kurang ideal untuk disajikan dan kalau ukurannya terlalu besar rasanya kurang enak dibandingkan dengan ikan dengan ukuran dibawah 1,3 kg per ekornya. Berbeda dengan ikan napoleon, harga ikan kerapu per kg semakin mahal dengan besarnya ukuran per ekornya. Untuk ukuran baby harga per ekor jenis GH Rp 6.000, ukuran super Rp 15.000 dan ukuran up harganya Rp 15.000. Untuk jenis Saiseng harga ukuran baby dan super sama dengan jenis GH, sedangkan ukuran up harganya Rp 17.000 per kg. Jenis ikan kerapu tongseng harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan kedua jenis ikann yang lain. Untuk ukuran baby harga per kgnya Rp 17.000, ukuran super Rp 27.000 per kg dan ukuran up harga per kgnya Rp 30.000. Perbedaan harga ini dikarenakan jenis ikan kerapu tongseng rasanya jauh lebih enak dibandingkan dengan jenis GH dan saiseng. Disamping itu, populasi jenis ikan kerapu tonseng ini lebih sedikit.

Nelayan (Napoleon/

Kerapu) PengumpulPedagang

Eksportir/ Pedagang besar Konsumen (restoran sea f ood bertaraf Internasional)

Distributor Hongkong & Importir di Singapora

49 DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG INDONESIA

Tabel 4.2.

Harga Ikan Napoleon dan Kerapu per Kg

Golongan Ikan Napoleon Ikan Kerapu GH Saiseng Tongseng Baby (0,3 kg – 0,5kg) Rp 50.000 Rp 6.000 Rp 5.000 Rp 17.000 Super (0,6 kg – 1,2 kg) Rp 120.000 Rp 15.000 Rp 15.000 Rp 27.000 Up (1,3 kg +) - Rp 15.000 Rp 20.000 Rp 30.000 Ekor kecil (1,3 kg – 3 kg) Rp 130.000* TB TB TB Ekor besar (3,1 kg – 5 kg) Rp 160.000* TB TB TB Di atas 5,1 kg (Up) Rp 30.000

Sumber: Hasil Wawancara Mendalam dengan Narasumber di Kepulauan Ayau. Catatan: TB: Ikan Kerapu tidak ada ukuran ekor kecil dan ekor besar

* : Harga per ekor

Informasi mengenai harga ikan Napoleon dan Kerapu di tingkat pedagang besar (dari pedagang pengumpul ke pedagang besar) agak sulit didapatkan. Akan tetapi sebagai gambarannya pedagang pengumpul paling sedikit mendapatkan keuntungan bersih sebesar 35 persen dari harga pembelian, dengan menanggung resiko kematian ikan antara 15 –20 persen. Dengan demikian adapat diperkirakan bahwa minimal harga ikan di tingkat pedagang besar tersebut dua kali lipat dari harga di tingkat nelayan.

4.3.2. Rumput Laut dan berbagai jenis ikan asin/ikan kering

• Rantai Pemasaran

Rantai pemasaran rumput laut dan ikan asin atau ikan kering lebih sederhana dibandingkan dengan pemasaran ikan hidup (lihat Bagan). Rumput laut dan ikan asin/ikan kering oleh penduduk dipasarkan ke pasar Sorong setiap bulan sekali. Penjualan ini selalu dilakukan secara bersama-sama seluruh warga dengan menggunakan kapal milik desa (body susun). Rumah tangga yang mempunyai persediaan rumput laut, tetapi tidak bisa pergi menjual ke Sorong dapat menitipkan kepada tetangganya untuk dijualkan. Di pasar Sorong rumput laut tersebut dibeli oleh pedagang pengumpul yang kemudian menjualnya kembali kepada pedagang besar untuk diantarpulaukan ke konsumen di luar pulau. Konsumen rumput laut ini pada umumnya adalah perusahaan makanan dan obat-obatan. Di samping konsum en di luar pulau, terdapat juga beberapa perusahaan makanan dan obat-obatan lokal (di Kota Sorong).

Sebelum memasarkan rumput laut sendiri ke pasar Sorong pernah ada pengusaha yang bersedia menampung hasil rumput laut dari para nelayan kampung Meosbekwan. Pengusaha tersebut adalah yang memperkenalkan budidaya rumput laut dan memberikan benih serta tali secara cuma-cuma kepada penduduk. Pada waktu diperkenalkan (tahun 1999) ada semacam perjanjian antara penduduk dan pengusaha yang isinya adanya kewajiban penduduk untuk menjual hasil rumput lautnya selama dua tahun berturut – turut kepada pengusaha. Akan tetapi belum ada dua tahun penduduk sudah berani menjualnya sendiri ke Sorong karena perbedaan harga yang terlalu tinggi. Pengusaha tersebut memberikan harga yang terlalu rendah dibandingkan dengan harga di Pasar Sorong. Perbedaan harga tersebut berkisar antara Rp 500 sampai dengan Rp 1000 per kg. Sampai saat ini tidak ada satupun penduduk yang menjual hasil panennya ke pengusaha. Beralihnya pemasaran dari dijual ke pengusaha menjadi dijual sendiri ke

pasar Sorong tidak menjadi masalah buat si pengusaha. Hal tersebut dikarenakan pengusaha telah mengalihkan usahanya dari menampung rumput laut beralih menjadi menampung ikan Napoleon dan Kerapu yang lebih memberikan keuntungan besar.

Pemasaran ikan asin dan ikan kering dilakukan melalui dua jalur. Jalur pertama dipasarkan langsung kepada konsumen dan jalur kedua dipasarkan melalui pedagang yang kemudian menjualnya lagi ke konsumen. Pada jalur pertama penduduk membawa ikan tersebut ke pasar. Di pasar, mereka menggelar tikar dan menjajakannya langsung kepada pembeli. Sementara itu jalur kedua ikan asin/ikan kering tersebut dijual kepada pedagang yang kemudian menjualnya lagi ke konsumen.

Selain itu adakalanya ikan asin tersebut juga ditukar dengan beberapa kebutuhan pokok lain, seperti sagu atau beras. Pemasaran secara barter ini umumnya terjadi di pasar Kabare (ibukota Kecamatan Waigeo Utara). Penjualan secara barter ini dilakukan karena penduduk di sekitar Kabare memang membutuhkan hasil laut seperti ikan asin atau cacing dan gurita untuk lauk pauk, sementara penduduk desa Meosbekwan membutuhkan sagu yang tidak dapat diproduksi di desa.

• Harga

Harga rumput laut sangat berfluktuasi, tergantung pada pasokan dan permintaan pasar. Fluktuasi tersebut berkisar antara Rp 2000 sampai dengan Rp 3500 per kg. Pada penjualan bulan Agustus 2001 harga per kg Rp 3.500 dan untuk seluruh desa dapat terjual sekitar 1,2 ton rumput laut. Sementara itu harga ikan asin satu ikat yang terdiri dari dua potong dengan berat sekitar 1 kg sekitar Rp 5000.

Bagan 4.2 Rantai pemasaran rumput laut di Kepulauan Ayau