• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGAJUAN HIPOTESIS

Bagan 2.3 Alur Kerangka Berpikir Masalah Pembelajaran IPA

C. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat dilihat bahwa hasil tes yang dilakukan sebelum pembelajaran (pretest) diketahui nilai rata-rata kelompok eksperimen sebesar 44,60 dan kelompok kontrol sebesar 50,32. Adapun hasil tes setelah pembelajaran (posttest) diketahui nilai rata-rata kelompok eksperimen

sebesar 75,60 dan nilai rata-rata kelompok kontrol sebesar 57,08. Dari perbandingan ini didapat peningkatan nilai rata-rata hasil pretest-posttest

kelompok eksperimen sebesar 31 sedangkan pada kelompok kontrol hanya 6,7. Jadi selisih peningkatan nilai rata-rata hasil pretest-posttest kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol sebesar 24,23. Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan nilai rata-rata hasil pretest-posttest yang lebih besar antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol dipengaruhi oleh adanya penerapan model pembelajaran CLIS (Children Learning in Science).

Kelompok eksperimen dan kontrol berada pada data distribusi normal, baik dari hasil uji pretest, maupun dari hasil uji posttestnya. Hal tersebut terbukti pada hasil uji persyaratan yang menyatakan bahwa Lhitung < Ltabel. Selain itu kedua kelompok ini bersifat homogen. Dari hasil perhitungan pengujian hipotesis juga menunjukkan adanya perbedaan hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan thitung sebesar 4,65 yang lebih besar dari ttabel sebesar 1,68. Berdasarkan perhitungan analisis data melalui uji hipotesis dengan uji-t, maka perbedaan skor hasil belajar IPA siswa dari kelompok tersebut signifikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran CLIS (Children Learning in Science) dapat berpengaruh positif terhadap hasil belajar IPA siswa.

Perbedaan hasil belajar siswa pada kelompok eksperimen dan kontrol disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, pembelajaran dengan menggunakan model CLIS (Children Learning in Science) mengarahkan kepada peran aktif siswa (Student centered), dimana siswa diberikan peluang untuk mengontruksi pengetahuannya sendiri dan terlibat langsung selama proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan perinsip belajar kontruktivisme, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa, akan tetapi siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya.1 Kedua, model pembelajaran CLIS sangat mengutamakan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki siswa bukan hasil dari mengingat seperangkat fakta- fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri,

1

Trianto, Model –model pembelajaran inovatif Berorientasi Kontruk tivistik,(Jakarta: Prestasi pustaka, 2007) hlm.13.

melalui kegiatan praktikum. Satu hal yang perlu diperhatikan dalam mengajar IPA dengan model pembelajaran CLIS (Children Learning in Science) adalah tugas guru hanya sebagai fasilitator dan mediator, yakni membantu siswa untuk belajar menemukan dan mengungkapkan gagasan yang dimiliki siswa dan menggunakan keterampilan proses mereka untuk memperoleh lebih banyak ilmu pengetahuan. Karenanya dalam proses pembelajaran dengan menggunakan model CLIS siswa terlihat lebih aktif. Dikutip dari suparno dalam trianto belajar merupakan kontruksi kognitif melalui kegiatan seseorang, pandangan ini memberikan penekanan bahwa pengetahuan kita adalah bentukan kita sendiri.2

Ketiga, karena siswa mengontruksi pengetahuannya sendiri dan melakukan kegiatan praktikum, ini akan menimbulkan pengalaman nyata bagi siswa sehingga belajar menjadi bermakna. Belajar melibatkan pembentukan “makna” oleh siswa dari apa yang mereka lakukan, lihat, dan dengar menurut West and pines dikutip dari nuryani.3 Keempat, siswa diberi kesempatan untuk bertukar gagasan melalui kegiatan diskusi, menurut Arends dalam Trianto, pembelajaran diskusi mempunyai arti suatu situasi dimana guru dengan siswa atau siswa dengan siswa yang lain saling bertukar pendapat secara lisan, saling berbagi gagasan dan pendapat.4

Kelima, siswa secara terbuka merasa model pembelajaran CLIS (Children Learning in Science) dapat melatih dirinya untuk mengontuksi pengetahuannya dengan cara melakukan kegiatan praktikum/eksperimen dan berdiskusi, sehingga siswa dapat mengemukakan gagasanya secara individu dalam kelompoknya, siswa dapat menerima perbedaan gagasan dengan siswa lain dalam kelompoknya, siswa memiliki kesempatan untuk berbicara dan mengembangkan gagasanya. Sehingga dapat mengembangkan daya kreativitasnya dalam menemukan hubungan baru mengenai konsep sifat dan perubahan wujud benda Dengan adanya LKS, siswa dapat melakukan kegiatan ilmiah mengenai konsep benda dan sifatnya yang tidak menghabiskan banyak waktu, sehingga memudahkan siswa dalam memahami konsep benda dan sifatnya melalui LKS.

2

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu.( Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 75. 3

Nuryani rustaman,dkk ,Materi Dan Pembelajaran IPA SD, (Jakarta; PDGK4503/3sks/UT. 2010), h.2.6.

4

Dengan model pembelajaran CLIS (Children Learning in Science) guru sangat terbantu dalam melaksanakan proses belajar dan begitu pula dengan siswa khususnya dalam memahami konsep sifat dan perubahan wujud benda dengan lebih mudah sehingga hasil belajar IPA siswa menjadi lebih baik.

Hasil belajar IPA tersebut didapat dari kemampuan siswa dalam memahami suatu konsep sifat dan perubahan wujud benda setelah melakukan proses belajar IPA dengan model pembelajaran CLIS (Children Learning in Science). Proses belajar IPA ditandai dengan adanya perubahaan pemahaman, kecakapan, dan tingkah laku pada diri siswa itu sendiri. Hal ini dikarenakan melalui kegiatan pembelajaran yang mengaitkan antara materi dengan kehidupan nyata siswa dan lingkungan, maka siswa akan lebih mudah untuk memahami materi yang sedang dipelajari selain itu materi yang diperoleh langsung dipraktekan sendiri oleh siswa.

Secara terbuka siswa lainnya merasa model pembelajaran CLIS (Children Learning in Science) ini sangat tepat jika digunakan pada proses belajar IPA dengan konsep yang lain. dimana konsep tersebut harus banyak memberikan kegiatan ilmiah sama seperti pada konsep sifat dan perubahan wujud benda, yaitu yang berkaitan dengan dunia nyata, agar siswa dapat lebih mudah memahami konsep tertentu.

Sementara itu, kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan pembelajaran konvensional lebih terasa membosankan. Karena siswa pasif dan tidak terlibat langsung dalam kegiatan praktikum karena guru yang mendemonstrasikan pada siswa, karenanya siswa hanya menerima materi pembelajaran, tanpa memberikan kontribusi ide dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa metode adalah suatu cara yang memiliki nilai strategis dalam kegiatan belajar mengajar. Dikatakan demikian karena metode dapat mempengaruhi jalannya kegiatan belajar mengajar.5

Berdasarkan hasil pengamatan, terlihat bahwa pembelajaran IPA dengan pembelajaran konvensional tidak mampu menumbuhkan kemampuan siswa secara menyeluruh tentang konsep pelajaran. Kondisi seperti ini membuat suasana kelas

5 Pupuh Fathurrahman dan M. Sobri Sutikno, Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islam, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2009), h.59

menjadi membosankan dan terkesan kelas hanya menjadi milik guru, karena kegiatan pembelajaran yang terjadi adalah guru aktif memberikan informasi, sedangkan siswa hanya pendengar pasif yang harus menerima informasi dari guru. Hal ini menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dan belajar menjadi tidak bermakna, belajar bermakna tidak akan terwujud dengan mendengarkan ceramah atau membaca buku tentang pengalaman orang lain.6

Berdasarkan uraian di atas dan hasil penelitian dengan menggunakan data berupa hasil belajar IPA pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran CLIS (Children Learning in Science) terhadap hasil belajar IPA siswa.

6

61

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Children Learning In Science (CLIS) berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada konsep sifat dan perubahan wujud benda. Hal ini terlihat pada rata-rata hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran

Children Learning In Science (CLIS) lebih baik dari pada rata-rata hasil belajar siswa yang tidak menggunakan model pembelajaran Children Learning In Science

(CLIS) atau demonstrasi. Dengan demikian pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Children Learning In Science (CLIS) dapat mempengaruhi hasil belajar siswa pada konsep sifat dan perubahan wujud benda.

B. Saran

Dalam penggunaan model pembelajaran Children Learning In Science

(CLIS) untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA materi Sifat dan perubahan wujud benda di kelas IV, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan demi keberhasilan proses pembelajaran yang akan dilaksanakan, yaitu:

1. Guru diharapkan menerapkan model pembelajaran Children Learning In Science (CLIS) sebab model Clis dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar siswa.

2. Guru hendaknya memilih materi yang dapat dikaitkan dengan dunia nyata siswa dan lingkungan. Serta alat dan bahan yang digunakan untuk melakukan praktikum bisa dengan mudah dan terjangkau didapatkan oleh siswa, sehingga tidak menyulitkan siswa baik sarana dan dana.

3. Sekolah hendaknya memberikan jadwal pembelajaran untuk mata pelajaran IPA tidak dipenggal oleh jam istirahat maupun dilakukan pada jam terakhir.

4. Pada penelitian ini instrumen soal tidak secara merata terdistribusi pada setiap indikatornya, sehingga disarankan pada penelitian berikutnya diperlukan memperhatikan hal tersebut.

5. Untuk peneliti selanjutnya hendaknya menggunakan bentuk pertanyaan uraian terbuka untuk memunculkan gagasan-gagasan dari siswa di setiap kegiatan pembelajaran.

6. Dengan adanya berbagai keterbatasan dalam penelitian ini, maka hendaknya dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui apakah pembelajaran dengan menggunakan model CLIS dapat diterapkan dan memberikan hasil yang lebih baik pada semua materi pelajaran IPA.