• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Pembahasan

1. Kemampuan Memahami

Berdasarkan wawancara dengan guru mitra hari Kamis tanggal 16

Januari 2014, guru mengaku bahwa kemampuan memahami siswa kelas

V B SD Kanisius Ganjuran rendah. Terbukti ketika mempelajari salah

satu materi, sebagian besar siswa susah untuk mengerti meskipun sudah

dijelaskan berkali-kali. Contoh lain terlihat ketika menjelang ulangan

akhir semester. Guru berkata, “biasanya materi ulangan akhir semester kan kumpulan dari materi-materi selama semester itu kan mbak, nah ketika medekati hari pelaksanaan ulang akhir semester biasanya saya mengadakan pengayaan mulai dari materi awal sampai materi akhir yang akan diujikan. Tapi sebagian besar siswa sudah lupa dengan materi-materi awal jadi saya harus mengulang lagi menjelaskan lagi

mbak”. Guru mengakui nilai akademik siswa sejak guru tersebut mulai mengajar di SD Kanisius Ganjuran untuk materi pecahan selalu rendah.

Guru berkata, “materi yang sering anjlok untuk matematika adalah

pecahan. Sampai saya sendiri juga bingung mau bagaimana lagi

menjelaskan kepada siswa tentang pecahan”.

Ketika peneliti mengadakan wawancara dengan salah satu siswa di

SD Kanisius Ganjuran, siswa tersebut juga mengakui jika materi pecahan

memang materi yang sulit dan siswa mengakui ketidaksukaannya dengan

pelajaran matematika karena membuat pusing. Siswa tersebut mengakui

Berdasarkan observasi di kelas V B SD Kanisius Ganjuran pada hari

yang sama, peneliti melihat kemampuan memahami siswa terhadap

materi yang disampaikan guru rendah. Biasanya setelah menjelaskan

guru akan bertanya kepada siswa tentang apa yang baru saja

disampaikan, tetapi tidak ada satupun siswa yang dapat mengulangi

penjelasan guru tersebut.

Peneliti melihat nilai-nilai siswa untuk materi penjumlahan dan

pengurangan pecahan kelas V tahun ajaran 2012/ 2013. Berdasarkan

hasil dokumentasi terlihat pencapaian siswa tidak merata. Ada siswa

yang mencapai nilai tinggi dan ada pula siswa yang mencapai nilai yang

rendah. Selain itu juga terlihat nilai harian dan PR jika dibandingkan

dengan nilai ulangan harian sangat berbeda jauh.

Berdasarkan data yang terkumpul akhirnya peneliti melaksanakan

penelitian untuk materi penjumlahan dan pengurangan berbagai bentuk

pecahan di kelas V B SD Kanisius Ganjuran. Penelitian ini berangsung

selama dua siklus. Siklus I terdiri dari tiga pertemuan dan setiap

pertemuan dilaksanakan selama 2 jam pertemuan (2 X 35 menit). Begitu

juga pada pelaksanaan siklus II. Setelah mengalami tindakan maka

terjadi perubahan kondisi kemampuan memahami siswa seperti pada

Tabel 1.1 Peningkatan Kemampuan Memahami Akhir Siklus Indikator Kondisi Awal Target Capaian Capaian siklus I Capaian siklus II Keterangan Memberika n contoh dari suatu konsep 50% 75% 63, 7% 76% Target tercapai Menyatakan ulang sebuah konsep 45% 70% 81,8% 80% Target tercapai Mengubah suatu bentuk ke bentuk lain 40% 65% 59% 80% Target tercapai Melakukan operasi hitung dalam berbagai bentuk 40% 70% 86% 76% Target tercapai

Tabel 1.1 menunjukkan persentase kondisi kemampuan memahami

siswa dari kondisi awal hingga kondisi akhir siklus. Kondisi awal untuk

indikator 1 yaitu memberikan contoh dari suatu konsep mencapai 50%,

setelah mengalami tindakan pada siklus I, kondisi kemampuan memahami

siswa mengalami peningkatan menjadi 63, 7%. Presentase tersebut

menunjukkan peningkatan untuk indikator memberikan contoh dari suatu

konsep, tetapi belum mencapai target yang ditetapkan peneliti sebesar 75%.

Setelah mengalami tindakan pada siklus II presentase kamampuan memahami

untuk indikator memberikan contoh dari suatu konsep meningkat menjadi

76% dan dinyatakan target indikator 1 yaitu memberikan contoh dari suatu

konsep tercapai.

Kondisi awal untuk indikator 2 yaitu menyatakan ulang sebuah konsep

memahami siswa untuk indikator tersebut mengalami peningkatan menjadi

81, 8%. Presentase tersebut menunjukkan peningkatan untuk indikator

menyatakan ulang sebuah konsep dan sudah mencapai target yang ditetapkan

peneliti sebesar 70%. Setelah mengalami tindakan pada siklus II presentase

kamampuan memahami untuk indikator 2 mengalami penurunan menjadi

80% tetapi tetap dinyatakan target tercapai karena kondisi akhir siklus tetap

mencapai target yang ditetapkan meskipun mengalami penurunan dari siklus

sebelumnya.

Kondisi awal untuk indikator 3 yaitu mengubah suatu bentuk ke bentuk

lain sebesar 40% setelah mengalami tindakan pada siklus I, kondisi

kemampuan memahami siswa untuk indikator tersebut meningkat menjadi

59%. Presentase tersebut menunjukkan peningkatan untuk indikator

mengubah suatu bentuk ke bentuk lain tetapi belum mencapai target yang

ditetapkan peneliti sebesar 65%. Setelah mengalami tindakan pada siklus II

presentase kamampuan memahami untuk indikator 3 mengalami peningkatan

menjadi 80% dan dinyatakan target tercapai karena kondisi akhir siklus

mencapai target yang ditetapkan.

Kondisi awal untuk indikator 4 yaitu melakukan operasi hitung dalam

berbagai bentuk sebesar 40% setelah mengalami tindakan pada siklus I

kondisi kemampuan memahami siswa untuk indikator tersebut mengalami

peningkatan menjadi 86%. Presentase tersebut menunjukkan peningkatan

untuk indikator melakukan operasi hitung dalam berbagai bentuk dan sudah

mencapai target yang ditetapkan peneliti sebesar 70%. Setelah mengalami

mengalami penurunan menjadi 76% tetapi tetap dinyatakan target tercapai

karena kondisi akhir siklus tetap mencapai target yang ditetapkan meskipun

mengalami penurunan dari siklus sebelumnya.

Berdasarkan penjabaran tersebut diketahui bahwa terjadi peningkatan

kemampuan memahami siswa kelas V B SD Kanisius Ganjuran untuk materi

penjumlahan dan pengurangan berbagai bentuk pecahan dengan pendekatan

PMRI karaktistik masalah kontekstual. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari

tercapainya target untuk masing-masing indikator kemampuan memahami

oleh siswa pada siklus II.

2. Masalah kontekstual dalam PMRI

Berdasarkan hasil wawancara pada hari Kamis tanggal 16 Januari 2014,

guru mitra mengakui jika selama mengajar di SD Kanisius Ganjuran kurang

lebih 3 tahun ini tidak pernah menerapkan model pembelajaran inovatif yang

berpusat kepada siswa. Diakui guru jika menerapkan pembelajaran yang

inovatif dan berpusat kepada siswa justru materi susah tersampaikan, karena

siswa di SD Kanisius Ganjuran tidak terbiasa dengan model pembelajaran

yang inovatif dan berpusat kepada siswa. Guru juga mengatakan jika siswa

diberikan media ketika belajar, media tersebut justru digunakan untuk

bermain, tidak digunakan sebagai media.

Berdasarkan hasil observasi hari Kamis tanggal 16 Januari 2014 terlihat

guru hanya mengisi pembelajaran menggunakan buku paket cetakan yayasan

Kanisius. Ketika guru masuk kelas guru tidak memberikan apersepsi untuk

untuk membuka buku paket cetakan yayasan Kanisius pada halaman tertentu

kemudian meminta siswa untuk membaca halaman tersebut. Guru menunjuk

salah satu siswa untuk membaca sementara yang lain menyimak. Cara ini

terlihat kurang efektif karena tidak semua siswa mau mnyimak apa yang

dibacakan temannya, kebanyakan siswa justru sibuk dnegan kegiatannya

snediri seperti bermain alat tulis, keluar masuk kelas, dan melamun. Ketika

selesai emmbaca guru menyebarkan pertanyaan secara acak dan dari 22 siswa

di dalam kelas hanya 3 siswa yang dapat menjawab pertanyaan guru.

Akhirnya peneliti memutuskan untuk melaksanakan penelitian di kelas V

B SD Kanisius Ganjuran untuk materi penjumlahan dan pengurangan

berbagai bentuk pecahan menggunakan pendekatan PMRI masalah

kontekstual. Penelitian ini berlangsung selama dua siklus, dan masing-masing

siklus dilaksanakan selama tiga kali pertemuan. Setiap pertemuan

dilaksanakan selama dua jam pertemuan (2 X 35 menit). Jalannya

pembelajaran sepenuhnya dilaksankaan oleh guru mitra, peneliti berada di

dalam kelas sebagai pengamat jalannya pembelajaran.

Selama pelaksanaan siklus satu guru selalu memulai pembelajaran

dengan bercerita tentang kehidupan sehari-hari yang sering dijumpai. Pada

pertemuan pertama guru menceritakan cerita “Roti Cokelat Milik Salsa”

untuk mengenalkan pecahan biasa dan campuran kepada siswa. Guru juga

menunjukkan roti cokelat yang sebenarnya kepada siswa untuk membantu

siswa memahami cerita yang dibacakan guru. Pada pertemuan kedua guru

bercerita tentang pengalamannya berbagi air minum untuk mengenalkan

membantu siswa mengenali pecahan desimal. Pada pertemuan ketiga guru

menceritakan pengalaman ketika memperoleh potongan harga atau diskon di

swalayan. Pada pertemuan ketiga guru tidak menunjukkan contoh diskonnya,

kemudian ada salah satu anak yang menyeletuk setelah guru selesai bercerita.

Siswa tersebut mengakui jika belum pernah ke swalayan dan memperoleh

diskon atau potongan harga jadi siswa tersebut tidak mengetahui sepertia apa

bentuk potngan harga itu. Kemudian guru meemberikan contoh lain yang ada

disekitar siswa yaitu presentase suara yang diperoleh kontestan Indonesian

Idol di televisi. Untuk mengecek pemahaman siswa guru meminta siswa

tersebut memberikan contoh yang lain, kemudian siswa tersebut memberikan

contoh perolehan suara ketika pemilihan kepala desa.

Selama pelaksanaan siklus I guru membagikan media untuk

masing-masing kelompok agar setiap siswa memperoleh kesempatan yang lebih

banyak untuk mencoba media tersebut. pertemuan pertama guru

menggunakan media plastisin yang dibentuk seperti kue ulang tahun,

pertemuan kedua guru menggunakan media papan desimal dan pada

pertemuan ketiga guru menggunakan media papan persen. Siswa terlihat

antusias ketika dibagikan media-media tersebut. meskipun awalnya media

tersbut digunakan untuk bermain pada khirnya siswa mau menggunakan edia

tersebut sesuai kegunaannya. Melalui serangakian kegiatan yang menuntut

siswa untuk lebih aktif akhirnya siswa lupa untuk memainkan media-media

tersebut. Ketika siswa diminta untuk berpendapat juga sangat sulit,

kebanyakan siswa hnya diam. Jiak menjawab mereka menjaab secara

tidak sesuai dnegan pertanyaan guru. tetapi ketika siswa diminta untuk

mempresentasikan hasil pekerjaannya di depan kelas sambil menunjukkan

media yang dibagikan siswa lebih bersemangat meskipun kalimat yang

dkeluarkan siswa masih terbata-bata.

Selama siklus II guru juga mengawali pembelajaran dengan apersepsi.

Seperti pada pelaksanaan siklus I, guru melakukan apersepsi dnegan bercerita

tentang kehidupan sehari-hari. Belajar dari pertemuan ketiga siklus I, guru

bercerita menggunakan contoh benda nyata. Pada pertemuan pertama dan

kedua guru bercerita seputar pengalamannya dalam menghias kado

menggunakan pita. Masalah kontekstual yang diceritakan oleh guru dapat

tersampaikan dengan baik kepada siswa.

Pelaksanaan siklus II peneliti menggunakan media papan berbagai

bentuk pecahan yang dibagikan kepada masing-masing kelompok.

Diharapkan siswa juga memperoleh kesempatan yang lebih besar untuk

mencoba media tersebut. dalam siklus II, siswa terlihat lebih tenang. Ketika

memperoleh media siswa tidak menggunakan media tersebut untuk bermain,

tetapi siswa langsung bersiap untuk mencoba media tersebut. pada siklus II

baik pertemuan pertama dan kedua peneliti membuat undian, setelah

mengambil undian itu siswa segera kembali ke kelompok masing-masing dan

sebelum guru selesai memberikan perintah untuk menyelesaiakan soal dalam

undian menggunakan media papan berbagai bentuk pecahan siswa sudah

mencobanya sendiri. Berikut dipaparkan tabel perbandingan kondisi awal dan

Tabel 2.1 Perbedaan Keterlaksanaan Karakter Masalah Kontekstual dalam Pembelajaran

No Indikator

Kondisi awal Kondisi Akhir

Ada Deskriptor Ada Deskriptor

Observasi Wawancara Observasi Wawancara

1 Pembelajaran dimulai dengan memberikan contoh masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari siswa.

- Tidak terlihat guru memberikan contoh masalah nyata di awal pembelajaran, guru langsung meminta siswa untuk membuka buku pada halaman-halaman tertentu

Guru mengakui tidak menggunakan model pembelajaran yang inovatif karena membuang waktu

Guru selalu memulai pembelajaran dengan bercerita tentang masalah nyata yang terjadi di

kehidupan sekitar siswa baik pada siklus I maupun siklus II. Siklus I pertemuan pertama guru bercerita

tentang “roti coklat milik Salsa”, sedangkan pertemuan

kedua guru bercerita seputar pengalaman guru berbagi air minum dan pertemuan ketiga guru bercerita tentang

potongan harga di swalayan. pada siklus II pertemuan pertama dan kedua guru bercerita seputar pengalaman guru membungkus kado menggunakan pita dan menggunakan alat peraga berupa pita asli.

Guru mengakui sudha memberikan contoh-contoh masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari siswa di awal pembelajaran. jika ada siswa yang belum mengetahui contoh yang disampaikan, maka guru memberikan contoh lain sepertti yang terjadi di pertemuan ketiga siklus I. ada siswa yang tidak mengetahui tentang potongan harga, maka guru memberikan contoh lain yaitu pemilihan ajang music

Indonesian Idol di televisi.

menjembatani pola pikir konkret siswa dengan materi abstrak matematika

masalah nyata yang diceritakan guru.

hanya digunakan guru diawal pembelajaran, tetapi juga untuk menyimpulkan

pembelajaran. selain itu guru jug amenggunakan alat peraga dalam bercerita

sehingga masalah kontekstual yang diceritakan menjadi lebih nyata

masalah kontekstual membantu siswa untuk mempelajari materi pecahan yang dirasa sangat abstrak.

3 Pembelajaran

menggunakan media nyata

- Tidak terlihat

menggunakan media nyata. Sumber belajar yang ada adalah buku paket, LKS dna guru.

Guru mengakui tidak pernah menggunakan media lagi, karena jika menggunakan media maka siswa anya akan bermain-main dengan media tersebut di luar kegunaan dari media tersebut.

Setiap pertemuan baik siklus I maupun siklus II selalu mengguakan media nyata. Pad asiklus I pertemuan pertama menggunakan media lilin mainan atau plastisin, pertemuan kedua

menggunakan papan desimal, dan pertemuan ketiga

menggunakan papan persen. Sedangkan siklus II

menggunakan papan berbagai bentuk pecahan. setiap

kelompok memperoleh satu media untuk digunakan bersama dnegan teman sekelompoknya.

Guru mengaku sudah menggunakan media untuk maisng-masing materi yang diajarkan. Media tersebut

dibagikan kepada masing-masing kelompok agar setiap siswa memperoleh lebih banyak kesempatan untuk mencoba media tersebut.

4 Masalah nyata dapat memotivasi belajar

- Tidak terlihat karena guru tidak memulai

Guru mengakui jika menggunakan

model-√ Selama pembelajaran siswa terlihat lebih tenang ketika

Guru berkata tidak terlalu paham

siswa pembelajaran dengan masalah nyata.

model pembelajaran yang inovatif seperti pemberian masalah kntekstual hanya membuang waktu saja.

guru bercerita, beberapa kali siswa menyeletuk menebak-nebak apa yang akan terjadi pada cerita tersebut.

bagaimana indikator siswa dikatakan lebih termotivasi secara pasti, tetapi guru mengakui jika siswa lebih aktif dalma mengikuti

pembelajaran selama proses tindakan berlangsung.

Peneliti juga menyebarkan kuesioer untuk meihat respon siswa terhadap

keterlaksanaan karakter masalah kontekstual dalam PMRI. Berikut adalah

hasil yang ditunjukkan oleh kedua siklus.

Tabel 2.3 Respon Siswa Terhadap

Keterlaksanaan Masalah Kontekstual Siklus I dan II

Karakter Respon siswa

Siklus I Siklus II Masalah kontekstua l Siswa berada di persent il maksi mal 65% Jumlah siswa % Siswa berada di persent il maksi mal 65% Jumlah siswa % 19 22 86% 20 21 95, 23%

Tabel 2.3 menunjukkan besarnya respon siswa terhadap keterlaksanaan

karakter masalah kontekstual dalam PMRI selama proses tidakan

berlangsung. Pada siklus I 19 dari 22 siswa berada pada persentil maksimal

65% atau minimal memperoleh skor C. Dengan kata lain 86% siswa

memberikan respon yang baik terhadap pelaksanaan PMRI karakteristik

masalah kontekstual pada siklus I. Sedangkan pada siklus II, 20 dari 21 siswa

berada pad persentil maksimal 65% atau minimal memperoleh skor C.

Dengan kata lain 95, 23% siswa memberikan respon yang baik terhadap

Dokumen terkait