• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN MASALAH KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMAHAMI PECAHAN DENGAN PENDEKATAN PMRI DI KELAS V SDK GANJURAN BANTUL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGGUNAAN MASALAH KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMAHAMI PECAHAN DENGAN PENDEKATAN PMRI DI KELAS V SDK GANJURAN BANTUL"

Copied!
354
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN MASALAH KONTEKSTUAL UNTUK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMAHAMI PECAHAN

DENGAN PENDEKATAN PMRI DI KELAS V SDK

GANJURAN

BANTUL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Avi Yanti Ratna Kartikasari

NIM: 101134094

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

PENGGUNAAN MASALAH KONTEKSTUAL UNTUK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMAHAMI PECAHAN

DENGAN PENDEKATAN PMRI DI KELAS V SDK

GANJURAN

BANTUL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Avi Yanti Ratna Kartikasari

NIM: 101134094

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan untuk :

 Tuhan YME yang senantiasa memberikan

rahmat dan karunia-Nya.

 Kedua orang tua terhebat Bapak Suratno dan

Ibu Suyanti yang selalu memberi doa, kasih

sayang, semangat dan dukungan baik moril

maupun materiil.

 Adikku Djarot Dwi Seto Afriantoro yang selalu

memberi doa dan semangat.

 Sahabat dan teman-teman PGSD ‘10 kelas E.

 Sahabat dan teman-teman PGSD maupun diluar

PGSD.

(6)

MOTTO

“Surga itu di bawah telapak kaki ibu”

(H.R. Ahmad)

Tuhan kamu (Allah) berfirman, “berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku

perkenankan bagimu”

(Q.S. al-Mu’min/40: 60)

Pemenang berkata, “saya harus melakukan sesuatu”

Pecundang berkata, “harus ada yang dilakukan”

(anonim)

“Teman sejati adalah ia yang meraih tangan Anda dan

menyentuh hati Anda”

(Mahatma Ghandi)

“berjanjilah di setiap hari jika lusa akan selalu melakukan yang terbaik”

(7)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 10 Juni 2014

Peneliti,

(8)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Avi Yanti Ratna Kartikasari

Nomor Mahasiswa : 101134094

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

“PENGGUNAAN MASALAH KONTEKSTUAL UNTUK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMAHAMI PECAHAN DENGAN

PENDEKATAN PMRI DI KELAS V SDK GANJURAN BANTUL”

Demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan atau mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian ini pernyataan yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada Tanggal: 10 Juni 2014

Yang menyatakan

(9)

ABSTRAK

Avi Yanti Ratna Kartikasari. 2014. Penggunaan Masalah Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Memahami Pecahan dengan Pendekatan PMRI di Kelas V SDK Ganjuran Bantul. Skripsi. Yogyakarta: Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini merupakan jenis Penelitian Tindakan Kelas yang dirancang dalam dua siklus. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan penggunaan masalah kontekstual dapat meningkatkan kemampuan memahami penjumlahan dan pengurangan berbagai bentuk pecahan dengan pendekatan PMRI di kelas V SD Kanisius Ganjuran Bantul. Subjek penelitian adalah siswa kelas V B SDK Ganuran tahun pelajaran 2013/2014 terdiri dari 22 siswa. Metode pengumpulan data melalui tes kemampuan memahami, lembar observasi, pedoman wawancara, dan lembar kuesioner.

Hasil instrumen observasi dan wawancara menunjukkan bahwa karakteristik masalah kontekstual dalam PMRI sudah terlaksana dengan ditandai (1) guru memulai pembelajaran dengan mengajukan masalah nyata, (2) masalah nyata yang diceritakan guru membantu siswa mengenali materi dan hubungannya dengan masalah dalam kehidupan nyata, (3) penggunaan media pembelajaran untuk menyelesaikan masalah matematika, (4) masalah nyata dijadikan guru perantara dalam memimbimbing siswa untuk menyimpulkan materi pembelajaran. Data instrumen kuesioner menunjukkan 86% siswa memberikan respon yang baik terhadap pelaksanaan karakteristik masalah kontekstual selama pembelajaran siklus I dan 95, 23% siswa memberikan respon yang baik terhadap pelaksanaan karakteristik masalah kontekstual selama pembelajaran siklus II. Peningkatan kemampuan memahami siswa dilihat dengan mencari persentase siswa yang mencapai skor tuntas pada masing-masing indikator kemampuan memahami. Data penelitian menunjukkan indikator (1) memberikan contoh dari suatu konsep mengalami peningkatan dari kondisi awal 50% menjadi 76% pada akhir siklus. Indikator (2) menyatakan ulang sebuah konsep mengalami peningkatan dari kondisi awal 45% menjadi 80% di akhir siklus. Indikator (3) mengubah suatu bentuk ke bentuk lain mengalami peningkatan dari kondisi awal 40% menjadi 80% diakhir siklus. Indikator (4) melakukan operasi hitung dalam berbagai bentuk mengalami peningkatan dari kondisi awal 40% menjadi 76% diakhir siklus. Data tersebut menunjukkan adanya peningkatan kemampuan memahami yang signifikan antara kondisi awal dan akhir siklus.

(10)

ABSTRACT

Avi Yanti Ratna Kartikasari. 2014. The use of realistic problem to improve understanding ability of fractions by PMRI approach in 5th grade Kanisius Ganjuran Bantul primary school. Thesis. Yogyakarta: Primary School Teacher Education Study Program, Sanata Dharma University.

This research employed class action research what planned be two cycles. The purpose of this research was described the use of realistic problem can improve understanding ability of addition and subtraction various type of fractions by PMRI approach in 5th grade Kanisius Ganjuran Bantul primary school. The subject of this research were 22 students in 5th B grade Kanisius Ganjuran Bantul primary school in the academic year 2013/ 2014. Data collected by understanding ability tes, observation, interview, and kuesioner.

Data form observation and interview showed that realistic problem characteristic of PMRI was carried out by (1) lesson started with story about realistic problem in daily by teacher, (2) realistic problem story told by teacher help students to know about lesson and his relations with realistic problem in daily, (3) the used of media to finished problems in mathematics lessons, (4) realistic problem be intermediatery to conclude the lessons by teacher. Data of kuesioner show that 86% students give good responses for realistic problem by PMRI in first cycle and 95, 23% students give good responses for realistic

problem by PMRI in second cycle. Increase of student’s understanding ability in

sight by search persentase of students who achieve thoroughness score in every indicator of understanding ability. Data of test show that indicator (1) give example form a concept increase from first conditions was 50% to 76% in cycles end. Indicator (2) repeatedly a concept increase from first condition was 45% to 80% in cycles end. Indicator (3) change a type o the other type increase form first condition was 40% to 80% in cycles end. Indicator (4) count arithmetic in various type of fractions increase form first condition was 40% to 76% in cycles end. The data show if understanding ability increase form first condition to end condition.

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat melaksanakan penelitian serta

menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Penggunaan Masalah Kontekstual

untuk Meningkatkan Kemampuan Memahami Pecahan dengan Pendekatan PMRI

di Kelas V SDK Ganjuran Bantul”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Peneliti menyadari penulisan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa arahan,

bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti

menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Rohandi, Ph. D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan;

2. Gregorius Ari Nugrahanta, S. J., S. S., BST., M. A., selaku Kepala

Program Studi PGSD;

3. Dra. Haniek Sri Pratini, M. Pd., selaku pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan, arahan, dorongan, tenaga, dan pikiran sehingga

penulisan skripsi dapat berjalan lancar;

4. Christiyanti Aprinastuti, S. Si., M. Pd., selaku pembimbing II yang telah

memberikan pengarahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran;

5. HY. Budisantoso. S, Sos selaku kepala sekolah SD Kanisius Ganjuran

Bantul atas ijin melaksankan penelitian di SD Kanisius Ganjuran Bantul

(12)

6. Katarina Dwi Indarti, S. Pd selaku guru mata pelajaran Matematika kelas

V B SD Kanisius Ganjuran atas kesediaannya menjadi guru mitra dalam

penelitian ini;

7. Siswa kelas V B SD Kanisius Ganjuran yang telah bersedia menjadi

subjek penelitian ini;

8. Orangtuaku (Bapak Suratno dan Ibu Suyanti) dan adikku (Djarot Dwi

Seto Afriantoro) yang telah memberikan dukungan, semangat, doa, dan

kasih sayang kepada peneliti sehingga skripsi ini dapat terselesaikan;

9. Teman-teman PPL (Astri, Sita dan Rudi) SD Kanisius Ganjuran 2010 atas

bantuannya dalam pelaksanaan penelitian;

10. Sahabat-sahabatku (Yogi, Anisa, Fitria, Sasa) dan teman seperjuangan

satu payung (Ida, Sintia, Lidia, dan Wulan) yang telah membantu dalam

karya dan doa untuk menyelesaikan skripsi ini;

11. Teman-teman PGSD’10 Kelas E atas kebersamaan dan keceriannya.

12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah

memberikan dukungan dan bantuan selama penelitian dan penyusunan

(13)

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu dengan rendah hati peneliti mengharapkan saran dan kritik yang

membangun untuk menyempurnakan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi

ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Yogyakarta, 10 Juni 2014

Peneliti,

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

PRAKATA ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan Masalah ... 7

C. Perumusan Masalah ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 8

E. Manfaat Penelitian ... 8

F. Definisi Operasional ... 9

BAB II LANDASAN TEORI ... 12

A. Kajian Pustaka ... 12

1. Teori-teori yang mendukung ... 12

2. Penelitian yang relevan ... 25

B. Kerangka Berpikir ... 31

(15)

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

A. Jenis Penelitian ... 34

B. Setting Penelitian ... 35

C. Rencana Tindakan ... 36

D. Teknik Pengumpulan Data ... 45

E. Instrumen Penelitian ... 46

F. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen... 51

G. Teknik Analisis Data ... 63

H. Indikator Keberhasilan dan Pengukuran ... 67

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 70

A. Hasil Penelitian ... 70

1. Pra Siklus Penelitian... 70

2. Siklus I... 74

3. Siklus II ... 110

B. Pembahasan ... 140

1. Kemampuan Memahami ... 140

2. PMRI karakter masalah kontekstual ... 144

C. Keterbatasan Penelitian ... 152

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 153

A. Kesimpulan ... 153

B. Saran ... 154

Daftar Referensi ... 156

(16)

Daftar Gambar

Halaman

Gambar 2.1 Diagram Penelitian yang Relevan ... 30

(17)

DATAR TABEL

Halaman

Tabel E.1 Kisi-kisi Tes Kemampuan Memahami Siklus I dan II ... 47

Tabel E.2 Kisi-kisi Wawancara Keterlaksanaan Karakter Masalah Kontekstual dalam PMRI ... 49

Tabel E.3 Kisi-kisi Kuesioner Respon Siswa Terhadap Keterlaksanaan Karakter Masalah Kontekstual dalam PMRI... 50

Tabel F.1.1 Hasil Skor Penilaian RPP ... 53

Tabel F.1.2 Hasil Validasi Tes Kemampuan Memahami Siklus I ... 54

Tabel F.1.3 Hasil Validasi Tes Kemampuan Memahami Siklus II... 55

Tabel F.1.4 Hasil Validasi Lembar Kuesioner ... 55

Tabel F.1.5 Hasil Validasi Pedoman Wawancara ... 56

Tabel F.1.6 Penghitungan SPSS 16.0 Tes Kemampuan Memahami siklus I ... 57

Tabel F.1.7 Penghitungan SPSS 16.0 Tes Kemampuan Memahami Siklus II ... 58

Tabel F.2.1 Kriteria Koefisien Reliabilitas ... 59

Tabel F.2.2 Hasil Uji Reliabilitas Tes Kemampuan Memahami Siklus I dan II ... 60

Tabel F.3.1 Indeks Kesukaran ... 60

Tabel F.3.2 Hasil Penghitungan IK per Soal Tes Kemampuan Memahami Siklus I ... 61

Tabel F.3.3 Hasil Penghitungan IK per Soal Tes Kemampuan Memahami Siklus II ... 62

Tabel G.1.1 Skor Tuntas Masing-masing Indikator dalam Tes Kemampuan Memahami Siklus I dan II ... 63

Tabel G.4.1 PAP Tipe I ... 66

Tabel G.4.2 Penskoran Data Kuesioner ... 67

Tabel H.1 Target Capaian per Indikator Kemampuan Memahami ... 68

Tabel 1.1 Daftar Nilai Kelas V B SD Kanisius Ganjuran Materi Pecahan Tahun Ajaran 2012/ 2013... 73

Tabel a.1 Jadwal Pelaksanaan Siklus I ... 75

Tabel 1.1 Skor Tuntas Tes Kemampuan Memahami Siklus I ... 74

(18)

Tabel 2.2 Persentase Ketercapaian Indikator 1

Tes Kemampuan Memahami Siklus I ... 83

Tabel 2.3 Hasil Tes Kemampuan Memahami Indikator 2 Siklus I ... 84

Tabel 2.4 Persentase Ketercapaian Indikator 2 Tes Kemampuan Memahami Siklus I ... 85

Tabel 2.5 Hasil Tes Kemampuan Memahami Indikator 3 Siklus I ... 85

Tabel 2.6Persentase Ketercapaian Indikator 3 Tes Kemampuan Memahami Siklus I ... 86

Tabel 2.7 Hasil Tes Kemampuan Memahami Indikator 4 Siklus I ... 86

Tabel 2.8 Persentase Ketercapaian Indikator 4 Tes Kemampuan Memahami Siklus I ... 87

Tabel 2.9 Data Observasi Keterlaksanaan PMRI Karakter Masalah Kontekstual Siklus I ... 88

Tabel 2.10 Data Observasi Keterlaksanaan PMRI Karakter Kontribusi Siswa Siklus I ... 91

Tabel 2.11 Data Observasi Keterlaksanaan PMRI Karakter Interaktivitas Siklus I ... 93

Tabel 2.12 Data Observasi Keterlaksanaan PMRI Karakter Pemodelan Siklus I... 96

Tabel 2.13 Data Observasi Keterlaksanaan PMRI Karakter Intertwining Siklus I ... 98

Tabel 2.14 Hasil Wawancara Siklus I ... 100

Tabel 2.15 Hasil Kuesioner Respon Siswa Terhadap Pelaksanaan Karakteristik Masalah Kontekstual Siklus I ... 102

Tabel 2.16 Hasil Kuesioner Respon Siswa Terhadap Pelaksanaan Karakteristik Kontribusi Siswa Siklus I ... 103

Tabel 2.17 Hasil Kuesioner Respon Siswa Terhadap Pelaksanaan Karakteristik Masalah Interaktivitas Siklus I ... 104

Tabel 2.18 Hasil Kuesioner Respon Siswa Terhadap Pelaksanaan Karakteristik Pemodelan Siklus I ... 106

Tabel 2.19 Data Kuesioner Respon Siswa Terhadap Pelaksanaan Karakteristik Intertwining Siklus I ... 107

Tabel a.1 Jadwal Pelaksanaan Siklus II ... 110

Tabel a.2 Skor Tuntas per Indikator Tes Kemampuan Memahami Siklus II ... 111

(19)

Tabel 2.2 Persentase Ketercapaian Indikator 1

Tes Kemampuan Memahami Siklus II ... 117

Tabel 2.3 Hasil Tes Kemampuan Memahami Indikator 2 Siklus II ... 118

Tabel 2.4 Persentase Ketercapian Indikator 2 Tes Kemampuan Memahami Siklus II ... 119

Tabel 2.5 Hasil Tes Kemampuan Memahami Indikator 3 Siklus II ... 119

Tabel 2.6 Persentase Ketercapaian Indikator 3 Tes Kemampuan Memahami Siklus II ... 120

Tabel 2.7 Hasil Tes Kemampuan Memahami Indikator 4 Siklus II ... 120

Tabel 2.8 Persentase Ketercapiaan Indikator 4 Tes Kemampuan Memahami Siklus II ... 121

Tabel 2.9 Hasil Observasi Keterlaksanaan PMRI Karakter Masalah Kontekstual Siklus II ... 122

Tabel 2.10 Hasil Observasi Keterlaksanaan PMRI Karakter Kontribusi Siswa Siklus II ... 124

Tabel 2.11 Hasil Observasi Keterlaksanaan PMRI Karakter Interaktivitas Siklus II ... 126

Tabel 2.12 Hasil Observasi Keterlaksanaan PMRI Karakter Pemodelan Siklus II ... 128

Tabel 2.13 Hasil Observasi Keterlaksanaan PMRI Karakter Intertwining Siklus II ... 129

Tabel 2.14 Hasil Wawancara Siklus II ... 131

Tabel 2.15 Hasil Kuesioner Respon Siswa Terhadap Pelaksanaan Karakteristik Masalah Kontekstual Siklus II ... 133

Tabel 2.16 Hasil Kuesioner Respon Siswa Terhadap Pelaksanaan Karakteristik Kontribusi Siswa Siklus II ... 134

Tabel 2.17 Hasil Kuesioner Respon Siswa Terhadap Pelaksanaan Karakteristik Interaktivitas Siklus II ... 136

Tabel 2.18 Tabel Hasil Kuesioner Respon Siswa Terhadap Pelaksanaan Karakter Pemodelan Siklus II... 137

Tabel 2.19 Hasil Kuesioner Respon Siswa Terhadap Pelaksanaan Karakter Intertwining Siklus II... 138

Tabel 1.1 Peningkatan Kemampuan Memahami Akhir Siklus ... 142

(20)
(21)

Daftar Lampiran

Halaman

Lampiran 1. Silabus dan RPP ... 159

Lampiran 2. Hasil Expert Judgment... 235

Lampiran 3. Tes Siklus I ... 246

Lampiran 4. Tes Siklus II ... 261

Lampiran 5. Observasi ... 282

Lempira 6. Pedoman Wawancara ... 202

Lampiran 7. Surat Ijin Penelitian ... 311

Lampiran 8. Surat Keterangan Melakukan Penelitian ... 321

Lampiran 9. Datar Nilai Materi Terkait Kelas V B SD Ganjuran Tahun Ajaran 2012/2013 ... 325

(22)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pengajaran matematika di Indonesia dimulai sejak tahun 1973 bersamaan

dengan pergantian pengajaran berhitung di sekolah dasar menjadi

pembelajaran matematika (Hadi, 2005: 1). Penetapan kebijakan tersebut

tentunya disertai dengan tujuan yang diharapkan oleh pemerintah. Seperti

yang diungkapkan oleh Farah (2009) bahwa pelajaran matematika perlu

diberikan kepada semua siswa, hal ini berguna membekali siswa agar dapat

berpikir logis, matematis, sistematis, kritis, dan kreatif serta mampu bekerja

sama. Selain tujuan pembelajaran matematika tersebut, Niss (1996) dalam

Hadi (2005: 3) mengungkapkan tujuan utama pembelajaran matematika di

sekolah dasar yaitu untuk membantu setiap individu dalam mengatasi

berbagai hal dalam kehidupan, seperti pendidikan, pekerjaan, kehidupan

pribadi, kehidupan sosial, dan kehidupan sebagai warga negara melalui

sebuah pengetahuan.

Menyadari tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar tersebut,

dapat dipahami pentingnya pembelajaran matematika di sekolah. Melalui

pembelajaran matematika peserta didik didorong dan dibiasakan untuk

melakukan penalaran logis, rasional, dan kritis sehingga mereka dapat

memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Membiasakan kemampuan-kemampuan tersebut kepada siswa bukan perkara

mudah, oleh karena itu pelatihan berbagai kemampuan tersebut dibungkus

(23)

peserta didik, yaitu pada masa sekolah dasar. Piaget menyatakan bahwa anak

usia sekolah dasar (6-12 tahun) berada pada masa operasi konkret dimana

anak dapat membentuk operasi-operasi mental atas pengetahuan yang mereka

miliki sehingga memungkinkan mereka untuk memecahkan masalah secara

logis (Dahlan, 2010).

Menyadari hal tersebut alangkah baiknya jika sekolah-sekolah dasar

mengoptimalkan pembelajaran matematika untuk peserta didiknya. Tidak

cukup hanya memberikan porsi jam pelajaran lebih banyak untuk mata

pelajaran matematika saja, tetapi juga harus disertai dengan pengoptimalan

proses pembelajaran. Seperti yang diungkapkan Ullya (2010) dalam jurnalnya

bahwa pembelajaran matematika juga dituntut lebih mengacu kepada apakah

matematika itu, bagaimana cara siswa mempelajari dan kegunaannya serta

bagaimana guru mengajarkannya.

Berdasarkan hasil observasi hari Kamis tanggal 16 Januari 2014 di kelas

V B SD Kanisius Ganjuran pada mata pelajaran matematika materi mengubah

pecahan dalam berbagai bentuk, peneliti melihat peserta didik kesulitan

untuk memahami penjelasan yang disampaikan guru. Terbukti ketika guru

memberikan latihan soal di papan tulis setelah menjelaskan materi kemudian

meminta siswa untuk mengerjakan soal tersebut tetapi tidak ada siswa yang

maju mengerjakan. Karena tidak ada siswa yang maju, akhirnya guru

menunjuk tiga siswa untuk mengerjakan soal-soal di papan tulis tersebut.

Ketiga siswa tersebut tidak ada yang maju mengerjakan dan akhirnya guru

(24)

Berdasarkan kegiatan observasi tersebut, peneliti melihat guru tidak

memberikan apersepsi di awal pembelajaran. Guru tiba di kelas kemudian

dilanjutkan do’a dan segera meminta siswa untuk membuka buku paket

sesuai dengan materi yang akan dipelajari. Dalam penyampaian materi

pembelajaran, guru menggunakan metode ceramah biasa, dengan harapan

siswa duduk, mendengarkan serta mencatat hal penting yang disampaikan

oleh guru. Terlihat dari guru yang sering mengingatkan siswa untuk duduk,

diam, mendengarkan dan mencatat hal-hal penting serta tidak ragu mengecek

catatan siswa dengan berkeliling kelas. Tetapi yang terjadi adalah sebaliknya,

peserta didik sibuk dengan kegiatannya sendiri di luar topik pembahasan

seperti bermain mobil-mobilan dengan tempat pensil, mengganggu teman

yang duduk di sebelahnya atau di depannya, melamun serta tidak

memperhatikan ataupun mencatat penjelasan guru. Meskipun guru sering

mengingatkan siswa untuk duduk, diam, mendengarkan dan mencatat hal

penting, siswa tetap tidak menghiraukan peringatan tersebut. Justru 60%

siswa menertawakan teman yang ditegur oleh guru karena ramai sendiri. Guru

juga tidak ragu mengancam siswa akan dikeluarkan dari kelas jika masih

sibuk dengan kegiatannya sendiri. Ancaman tersebut hanya berlaku kurang

dari 15 menit, setelah itu beberapa siswa mulai ramai lagi. Selama

pembelajaran berlangsung hanya 45% siswa yang terlihat mengikuti pelajaran

dengan baik.

Hasil wawancara dengan guru pengampu Matematika kelas V B SD

Kanisius Ganjuran tanggal 16 Januari 2014 menggambarkan bahwa

(25)

Beliau mengatakan, “meskipun sudah dijelaskan berkali-kali, tetapi hanya 6 dari 22 siswa saja yang dapat mengerti apa yang saya jelaskan”. Guru juga menyertakan alasan tidak menggunakan media dalam pembelajaran karena

siswa lebih tertarik untuk bermain dengan media tersebut di luar kegunaannya

sebagai media belajar dan semakin tidak mau mendengarkan penjelasan guru.

Terlebih lagi pembelajaran formal di sekolah memiliki batasan waktu untuk

setiap materinya. Guru beranggapan jika harus menggunakan model

pembelajaran lain yang lebih inovatif akan memakan waktu lebih lama.

Mengingat tujuan awal pembelajaran matematika adalah untuk

membekali siswa agar dapat berpikir logis, matematis, sistematis, kritis, dan

kreatif serta mampu bekerjasama dalam mengatasi berbagai persoalan dalam

kehidupan, seperti pendidikan, pekerjaan, kehidupan pribadi, kehidupan

sosial, dan kehidupan sebagai warga negara, maka sangat disayangkan jika

mata pelajaran matematika di sekolah dasar tidak dimanfaatkan sebaik

mungkin. Terlebih banyak fenomena atau kejadian di sekitar siswa yang

sangat dekat dengan dunia matematika, seperti berhitung, mengukur,

menaksir, dll.

Berdasarkan wawancara dengan guru pengampu mata pelajaran

matematika, guru tersebut mengakui bahwa materi pecahan selalu menjadi

masalah besar bagi peserta didik, dan dirinya sendiri dalam menyampaikan

materi tersebut. Hal ini dirasakan guru sejak awal beliau mengajar

matematika di SD Kanisius Ganjuran. Padahal pecahan banyak dijumpai

siswa dikehidupan sehari-hari, misalnya ketika berbelanja kemudian

(26)

Jalal (2010: 5) menyatakan, “Pendididikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) is movement to reform school mathematics education in Indonesia. PMRI reflects the awareness the whole process of developing, designing, and changing in teaching and learning

mathematics must be built up”.

Berdasarkan penjelasan tersebut diketahui bahwa PMRI merupakan

gerakan perubahan di sekolah Indonesia untuk bidang pendidikan

matematika. PMRI menunjukkan kesadaran pada proses pengembangan,

perancangan, dan perubahan dalam pembelajaran matematika menjadi lebih

baik.

Hadi (2005) menjelaskan bahwa PMRI merupakan pendekatan

pembelajaran yang diadaptasi dari RME (Realistic Matnematics Educations)

khusus untuk mata pelajaran matematika dalam rangka mengembangkan daya

nalar peserta didik dengan melibatkan mereka dalam proses pembelajaran

yang bermakna dengan berangkat dari masalah riil. PMRI berorientai pada siswa, bahwa matematika adalah aktivitas manusia dan matematika harus

dihubungkan secara nyata terhadap konteks kehidupan sehari-hari siswa ke

pengalaman belajar yang berorientasi pada hal-hal yang riil (Susanto, 2013:

205).

Peneliti meyakini dengan pendekatan PMRI dan berangkat dari masalah

kontekstual atau nyata di kehidupan siswa, mampu membantu meningkatkan

kemampuan memahami siswa. Hasil observasi dan wawancara dengan guru

pengampu mata pelajaran matematika di kelas V SD Kanisius Ganjuran

(27)

pelaksanaan PMRI. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara diketahui

bahwa guru pengampu pelajaran matematika di kelas tersebut tidak

memperhatikan masalah kontekstual yang terjadi disekitar siswa. Terlihat

bahwa guru tidak memberikan apersepsi diawal pembelajaran, guru tidak

menggunakan alat peraga dan media pembelajaran, serta guru menjadi

sumber belajar yang utama bagi siswa. Effie (2012) menjelaskan bahwa

banyak masalah yang dapat diangkat dari berbagai situasi (konteks) yang

dirasakan bermakna sehingga menjadi sumber belajar.

Kemampuan memahami menjadi obyek penelitian didasarkan pada hasil

wawancara guru dan dokumentasi nilai siswa kelas V dalam mata pelajaran

matematika tahun 2012/ 2013. Guru menyatakan bahwa kemampuan

memahami siswa rendah, terlihat ketika siswa mempelajari suatu materi

pembelajaran siswa tahu langkah yang harus dilakukan. Tetapi setelah

beberapa bulan kedepan ketika guru mengulang kembali materi tersebut siswa

sudah lupa langkah yang harus dilakukan, bahkan 35% siswa lupa pernah

mempelajari materi tersebut. Berdasarkan wawancara tersebut peneliti

menyimpulkan bahwa siswa hanya menghafal langkah penyelesaian suatu

soal, bukan memahami materi yang disampaikan. Besarkan dokumentasi nilai

terlihat bahwa nilai yang dicapai siswa tidak merata, maksudnya beberapa

siswa mencapai nilai yang sangat tinggi tetapi banyak siswa yang nilainya

sangat rendah. Selain itu terlihat 57, 14% siswa memiliki nilai yang tidak

konsisten, nilaiPR dan latihan harian siswa tinggi dan mencapai kkm etapi

(28)

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan diatas, maka peneliti

berasumsi bahwa kemampuan memahami matematika materi pecahan siswa

perlu dikembangkan secara optimal. Oleh karena itu, peneliti melakukan

penelitian yang berjudul : “Peggunaan Masalah Kontekstual Untuk

Meningkatkan Kemampuan Memahami Pecahan dengan Pendekatan PMRI di

SDK Ganjuran Bantul”.

Penelitian tindakan ini dilaksanakan di kelas V B SD Kanisius Ganjuran

pada materi penjumlahan dan pengurangan berbagai bentuk pecahan.

Pemilihan materi pecahan ini berdasarkan hasil wawancara dengan guru

pengampu yang menyatakan jika mereka belum pernah menggunakan

pendekatan PMRI atau pendekatan pembelajaran lain yang lebih inovatif

untuk materi pecahan.

B. Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada penggunaan masalah kontekstual dalam

meningkatan kemampuan memahami penjumlahan dan pengurangan berbagai

bentuk pecahan untuk standar kompetensi “Menggunakan pecahan dalam

memecahkan masalah” dan kompetensi dasar “Menjumlahkan dan

mengurangkan berbagai bentuk pecahan” kelas V B SD Kanisius Ganjuran

(29)

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan latar belakang dan pembatasan masalah diatas,

maka peneliti merumuskan masalah “Bagaimana penggunaan masalah

kontekstual untuk meningkatkan kemampuan memahami penjumlahan dan

pengurangan berbagai bentuk pecahan dengan pendekatan PMRI di kelas V B

SD Kanisius Ganjuran Bantul tahun ajaran 2013/ 2014?”

D. Tujan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah disusun

diatas, maka penelitian memiliki tujuan penelitian, yaitu untuk

mendeskripsikan penggunaan masalah kontekstual dapat meningkatkan

kemampuan memahami penjumlahan dan pengurangan berbagai bentuk

pecahan dengan pendekatan PMRI di kelas V SD Kanisius Ganjuran Bantul

Yogyakarta tahun ajaran 2013/ 2014.

E. Manfaat Penelitian

Sub bab ini memaparkan manfaat yang diharapkan oleh peneliti setelah

pelaksanaan penelitian dan penulisan laporan penelitian ini. Manfaat yang

diharapkan adalah:

1. Manfaat Secara Teoritis

Hasil penelitian dapat menambah pengetahuan tentang penerapan

PMRI karakteristik masalah kontekstual dalam meningkatkan

kemampuan memahami penjumlahan dan pengurangan berbagai bentuk

(30)

2. Manfaat Secara Praktis

a. Bagi Responden

1) Bagi guru

Sebagai refleksi dalam proses belajar mengajar khususnya

pada mata pelajaran matematika.

2) Bagi sekolah

Sebagai sumber pengajaran baru untuk meningkatkan

kemampuan memahami siswa khususnya konsep pecahan pada

pembelajaran matematika.

b. Bagi Pembaca

Pembaca lebih mengenal PMRI karakteristik masalah

kontekstual serta aplikasinya dalam proses pembelajaran di

lapangan.

c. Bagi Universitas

Menambah wawasan atau informasi berupa tulisan yang dapat

dijadikan tambahan informasi dalam materi terkait.

d. Bagi Peneliti Lain

Menambah wawasan atau informasi berupa tulisan yang dapat

dijadikan tambahan informasi dengan materi terkait.

F. Definisi Operasional

Sub bab ini memaparkan batasan pengertian untuk masing-masing teori

yang terkait dengan penelitian ini. Peneliti mencantumkan lima teori yaitu

(31)

kontekstal dan pecahan. Adapun penjelasan untuk masing-masing teori

sebagai berikut.

1. Kemampuan memahami adalah hasil dari proses pembelajaran dimana

pembelajar dapat menerima dan menguasai informasi yang diperoleh

sebagai materi pembelajaran. Indikator kemampuan memahami, yaitu:

memberi contoh dari suatu konsep, menyatakan ulang sebuah konsep,

mengubah suatu bentuk ke bentuk lain, dan melakukan operasi hitung

dalam berbagai bentuk.

2. Pembelajaran matematika adalah interaksi dua arah antara guru dan

siswa yang sengaja diciptakan oleh guru sebagai pendidik dalam sebuah

kegiatan terprogram guna mendorong siswa sebagai pembelajar untuk

melakukan penalaran baik secara deduktif maupun induktif sehingga

siswa mencapai satu pemikiran untuk menyelesaikan masalah abstrak

melalui pola pemikiran logis, analitis, sistematis, dan kritis serta sebagai

dasar pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi lain.

3. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia adalah pendekatan

pembelajaran yang diadaptasi oleh Indonesia dari Realistic Mathematics Educations (RME) dimana proses belajar matematika berangkat dari masalah-masalah nyata disekitar siswa agar siswa dapat telibat aktif

selama pembelajaran demi mendorong siswa membangun

pengetahuannya sendiri dari informasi-informasi yang diperolehnya

selama proses belajar.

4. Masalah kontekstual adalah fenomena atau kejadian nyata yang terjadi di

(32)

fenomena tersebut dapat menjembatani sesuatu yang abstrak menjadi

lebih konkret.

5. Pecahan adalah bilangan rasional yang merupakan bagian dari satu

bilangan utuh yang dinyatakan dengan dengan syarat a dan b adalah

(33)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka

Sub bab ini memaparkan berbagai teori dan penelitan sebelumnya yang

relevan dan mendukung pelaksanaan penelitian ini. Teori dan penelitian

relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Teori-teori yang Mendukung

Berikut merupakan enam teori yang mendukung penelitian yaitu

karakteristik siswa SD, kemampuan memahami, pembelajaran

matematika, PMRI, masalah kontekstual dalam PMRI, penjumlahan dan

pengurangan berbagai bentuk pecahan.

a. Karakteristik Siswa SD

Anak memasuki dunia sekolah dasar biasanya ketika usia 6-12

tahun dan berdasarkan tahapan perkembangan kognitif menurut

Piaget anak berada pada periode operasi konkret, yaitu masa

berakhirnya berfikir khayal (imajinatif) dan mulai berfikir konkret

dengan beberapa karakteristik yang ditunjukkan anak seperti sudah

dapat membentuk operasi-operasi mental atas pengetahuan yang

mereka miliki. Mereka dapat menambah, mengurangi, dan

mengubah. Operasi ini memungkinkan mereka untuk dapat

memecahkan masalah secara logis.

Djawad Dahlan dalam buku “Psikologi Perkembangan Anak dan

(34)

tahun) dalam dua tahapan, yaitu masa kelas rendah sekolah dasar (6 -

9 atau 10 tahun) dan masa kelas atas sekolah dasar (9 - 12 tahun).

Masa kelas rendah di sekolah dasar ditandai dengan beberapa

sifat anak, yaitu (a) adanya hubungan yang positif antara keadaan

jasmani dengan prestasi belajar, apabila keadaan jasmaninya baik

maka banyak prestasi belajar yang dicapai (2) tunduk pada

peraturan-peraturan permainan tradisional (3) suka

membanding-bandingkan dirinya dengan teman lain serta cenderungan memuji

diri sendiri (4) apabila tidak berhasil menyelesaikan suatu soal, maka

soal itu dianggap tidak penting (5) anak menghendaki rapornya

mendapatkan nilai baik, tanpa mengingat apakah prestasinya

memang pantas diberi nilai baik atau tidak.

Masa kelas atas juga menunjukkan beberapa sifat khas,

diantaranya yaiu (1) adanya minat terhadap kehidupan praktis

sehari-hari yang konkret (2) amat realistic, ingin mengetahui dan belajar (3)

sudah terlihat anak lebih tertarik pada mata pelajaran apa (4) anak

memandang nilai rapor sebagai satu-satunya nilai yang tepat untuk

melihat prestasi sekolah (5) anak suka membentuk kelompok sebaya.

Djawad Dahlan juga menjelaskan bahwa anak usia 6-12 tahun

ditandai dengan tiga kemampuan atau kecakapan baru, yaitu

mengklasifikasikan (menglompokkan), menyusun, dan

mengasosiasikan (menghubungkan atau menghitung) angka-angka

atau bilangan. Di samping itu pada akhir masa ini anak sudah

(35)

b. Kemampuan Memahami

Istilah pemahaman berasal dari akar kata paham, yang menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pengetahuan

banyak, pendapat, aliran, mengerti benar. Adapun istilah pemahaman

ini sendiri diartikan dengan proses, cara, perbuatan memahami atau

memahamkan. Dalam pembelajaran, pemahaman dimaksudkan

sebagai kemampuan siswa untuk dapat mengerti apa yang telah

diajarkan oleh guru. Dengan kata lain, pemahaman merupakan hasil

dari proses pembelajaran. Serta dapat dipahami pula bahwa

pemahaman adalah suatu proses mental terjadinya adaptasi dan

transformasi ilmu pengetahuan (Ahmad Susanto, 2013: 208).

Kemampuan ini umumnya mendapat penekanan dalam proses

belajar mengajar. Siswa dituntut mengerti apa yang diajarkan,

mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat

memanfaatkan isinya tanpa keharusan menghubungkan dengan

hal-hal lain. Bentuk soal yang sering digunakan untuk mengukur

kemampuan ini adalah pilihan ganda dan uraian (Daryanto,

1997:106).

Daryanto juga menjabarkan kemampuan memahami menjadi

tiga indikator, yaitu yang pertama menerjemahkan (translation).

Menerjemahkan bukan saja pengalihan arti dari bahasa yang satu ke

bahasa yang lain. Tetapi juga dari konsepsi abstrak menjadi suatu

model, yaitu model simbolik untuk mempermudah orang dalam

(36)

menerjemahkan. Ini adalah kemampuan untuk mengenal dan

mengerti. Atau sering disebut dengan ide utama suatu komunikasi.

Mengekstrapolasi (ekstrapolation) sifatnya lebih tinggi dari menjabarkan dan menginterpretasi. Kata kerja operasional yang

dapat dipakai untuk mengukur kemampuan ini adalah

memperhitungkan, memprakirakan, menduga, menyimpulkan,

meramalkan, membedakan, menentukan, mengisi, dan menarik

kesimpulan.

Menurut bloom (Tea, 2009) dalam Ahmad Susanto (2013),

siswa harus melakukan lima tahapan berikut, yaitu receiving

(menerima), responding (menbanding-bandingkan), valuing

(menilai), organizing (diatur), dan characterization (penataan nilai). Salami (2010) juga memberikan beberapa indikator siswa dapat

dikatakan memahami konsep matematika, yaitu (1) mendefinisikan

konsep secara verbal dan tulisan, (2) membuat contoh dan noncontoh

penyangkal, (3) mempresentasikan suatu konsep dengan model, (4)

mengubah suatu bentuk representasi ke bentuk lain, (5) mengenal

berbagai makna dan interpretasi konsep, (6) mengidentifikasi

sifat-sifat suatu konsep dan mengenal syarat-syarat yang menentukan

suatu konsep, serta (7) membandingkan dan membedakan

konsep-konsep.

Berdasarkan penjabaran kemampuan memahami oleh para ahli,

peneliti merumuskan pengertian kemampuan memahami sebagai

(37)

dan menguasai informasi yang diperoleh sebagai materi

pembelajaran. Peneliti juga menentukan beberapa indikator untuk

kemampuan memahami, diantaranya yaitu memberi contoh dari

suatu konsep, menyatakan ulang sebuah konsep, mengubah suatu

bentuk ke bentuk lain, dan melakukan operasi hitung dalam berbagai

bentuk.

c. Pembelajaran Matematika

Susanto (2013) menjelaskan pembelajaran merupakan

komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai

pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik. Belajar

tertuju pada kepada apa yang harus dilakukan oleh seseorang sebagai

subjek yang menerima pelajaran, sedangkan mengajar berorientasi

pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pemberi pelajaran.

Adapun menurut Dimyanti (2006), pembelajaran adalah kegiatan

guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat

siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan

sumber belajar. Pembelajaran adalah suatu kondisi yang dengan

sengaja diciptakan oleh guru guna membelajarkan siswa (Djamarah,

2002: 43). Berdasarkan penjelasan tentang pembelajaran oleh

beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah

kegiatan atau program yang sengaja diciptakan secara dua arah yang

(38)

pendidik harus menciptakan kondisi yang mengaktifkan siswa

sebagai pembelajar.

Matematika berasal dari bahasa Latin, manthanein atau

mathema yang berarti “belajar atau hal yang dipelajari,” sedangkan

dalam bahasa Belanda, matematika disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran (Depdiknas, 2001:7).

Unsur utama pekerjaan matematika adalah penalaran deduktif yang

bekerja atas dasar asumsi (kebenaran konsistensi). Selain itu,

matematika juga bekerja melalui penalaran induktif yang didasarkan

fakta dan gejala yang muncul untuk sampai pada pemikiran tertentu.

Tetapi perkiraan ini, tetap harus dibuktikan secara deduktif, dengan

argumen yang konsisten (Susanto, 2013: 184-185). Matematika

menurut Erman Suherman (2003: 253) adalah disiplin ilmu tentang

tata cara berfikir dan mengolah logika, baik secara kuantitatif

maupun secara kualitatif. Sedangkan Tutik (2008) menjelaskan

bahwa matematika adalah kumpulan ide-ide yang bersifat abstrak

dengan struktur-struktur deduktif, mempunyai peran yang penting

dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berdasarkan

penjelasan beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa

matematika adalah salah satu cabang ilmu pasti yang berisi

kumpulan ide abstrak dan berkaitan dengan penalaran baik secara

deduktif (berasumsi) maupun induktif (berdasarkan fakta dan gejala

yang muncul) untuk mencapai satu pemikiran serta dasar

(39)

Berdasarkan beberapa teori yang sudah dikemukakan

sebelumnya maka dapat diartikan, pembelajaran matematika adalah

interaksi dua arah antara guru dan siswa yang sengaja diciptakan

oleh guru sebagai pendidik dalam sebuah kegiatan terprogram guna

mendorong siswa sebagai pembelajar untuk melakukan penalaran

baik secara deduktif maupun induktif sehingga siswa mencapai

satu pemikiran untuk menyelesaikan masalah abstrak melalui pola

pemikiran logis, analitis, sistematis, dan kritis serta sebagai dasar

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi lain.

d. PMRI

Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) tidak dapat

dipisahkan dari institut Freudenthal. Sebuah intitut yang didirikan

pada tahun 1971, berada dibawah Utrecht University, Belanda.

Nama intitut diambil dari nama pendirinya yaitu Profesor Hans

Freudenthal (1950-1990), seorang penulis, pendidik, dan

matematikawan berkebangsaan Jerman Belanda (Hadi, 2005:7). Hadi (2005) juga menjelaskan sejak tahun 1971, institut

Freudenthal mengembangkan suatu pendekatan teoritis terhadap

pembelajaran matematika yang dikenal dengan RME (Realictic Mathematics Eucations). Realistic Mathematics Educations

menggabungkan pandangan-pandangan tentang apa itu matematika,

(40)

harus diajarkan. Kemudian RME diadaptasi oleh Indonesia dan

dikenal dengan PMRI.

Pendidikan Matematika Realistik Indonesia merupakan salah

satu pendekatan pembelajaran matematika yang berorientasi pada

siswa, bahwa matematika adalah aktivitas manusia dan matematika

harus dihubungkan secara nyata terhadap konteks kehidupan

sehari-hari siswa ke pengalaman belajar yang berorientasi pada hal-hal

yang real. Prinsip utama PMRI adalah siswa harus berpartisipasi

secara aktif dalam proses pembelajaran karena pengetahuan dan

pemahaman siswa harus dibentuk oleh siswa sendiri melalui

pengalaman-pengalaman belajar yang mereka alami (Susanto, 2013:

205). Hadi (2005) menegaskan bahwa PMRI merupakan pendekatan

pembelajaran yang dikembangkan khusus untuk matematika dalam

rangka mengembangkan daya nalar peserta didik dengan melibatkan

mereka dalam proses pembelajaran yang bermakna dengan

berangkat dari masalah riil.

Pendidikan Matematika Realistik Indonesia dapat diartikan

sebagai pedekatan pembelajaran yang diadaptasi oleh Indonesia dari

RME dalam rangka meningkatkan kamampuan memahami materi

matematika peserta didik. Pendekatan PMRI menekankan proses

belajar matematika untuk berangkat dari masalah-masalah nyata

disekitar siswa agar siswa dapat telibat aktif selama pembelajaran.

(41)

pengetahuannya sendiri dari informasi-informasi yang diperolehnya

selama proses belajar.

Suherman (2003) menjelaskan prinsip-prinsip PMRI, yaitu (1)

didominasi oleh masalah-masalah konteks, (2) perhatian diberikan

kepada pengembangan model-model, situasi, skema, dan

symbol-simbol, (3) sumbangan dari para siswa sehingga dapat membuat

pembelajaran menjadi konstruktif dan produktif; (4) interaktif

sebagai karakteristik dari proses pembelajaran matematika; dan (5)

intertwining (membuat jalinan antar topik atau antar pokok bahasan).

e. Masalah Kontekstual dalam PMRI

Hadi (2005) menyatakan jika dalam PMRI harus dimulai dari

sesuatu yang riil sebagai titik awal untuk pengembangan ide dan

konsep matematika sehingga siswa dapat terlibat dalam proses

pembelajaran secara bermakna. Pengembangan ide dan konsep

matematika yang dimulai dari dunia nyata disebut “matematisasi

konseptual” (de Lange, 1996 dalam Sutarto Hadi, 2005:20).

Masalah matematika tidak secara otomatis menjadi kontekstual

hanya dengan menyusunnya dalam bentuk cerita situasi (roth, 1996)

atau menyajikannya sebagai soal terapan dalam pendekatan

mekanistis (Van den heuvel –panhuizen). Hal yang paling penting

dari suatu konteks adalah bahwa konteks harus memunculkan proses

matematisasi (Van den Heuvel-panhuizen) serta mendukung

(42)

untuk mentransfer pengetahuan ke situasi baru yang relevan

(finkelstein, 2001). Jadi masalah kontekstual adalah fenomena atau

kejadian nyata yang terjadi disekitar siswa dan dekat dengan mereka

sehingga dari kejadian atau fenomena tersebut dapat menjembatani

sesuatu yang abstrak menjadi lebih konkret.

Beberapa hal berikut bisa kita gunakan untuk mengembangkan

konteks untuk pembelajaran suatu konsep matematika, yaitu konteks

menarik perhatian siswa dan mampu mengembangkan motivasi

siswa untuk belajar matematika (de lange 1978), penggunaan

konteks dalam PMRI bukan sebagai bentuk aplikasi suatu konsep,

melainkan sebagai titik awal pembangunan suatu konsep, konteks

tidak melibatkan emosi, memperhatikan pengetahuan awal yang

dimiliki oleh siswa, konteks tidak memihak gender.

Jalal dalam A Decade Of PMRI In Indonesia, 2010:46 menyebutkan “In fact, we may discern two goalsof context

problem: one is to offer the students a motive, the other is to

offer them footholds for a solutions strategy”.

Dari penjelasan tersebut diketahui bahwa dengan pemanfaatan

masalah kontekstual sebagai titik awal pembelajaran maka dapat

mencapai dua tujuan, yang pertama sebagai motivasi untuk siswa.

Penggunaan masalah kontekstual dapat mendorong rasa ingin tahu

siswa akan suatu hal karena anak merasa dekat dengan masalah

tersebut. Kedua sebagai bantuan untuk menemukan strategi

(43)

f. Penjumlahan dan Pengurangan Berbagai Bentuk Pecahan

Pecahan adalah suatu bilangan rasional yang menyatakan bagian

dari suatu benda yang utuh (Heruman, 2007: 43). Sedangkan

Sa’dijah (1998: 148) mendefinisikan bilangan pecahan, yaitu

bilangan yang dapat dinyatakan sebagai perbandingan dua bilangan

bulat a dan b, ditulis dengan syarat b ≠ 0. Dalam hal ini a disebut

pembilang dan b disebut penyebut. Dari dua pengertian tersebut,

maka dapat disimpulkan jika pecahan termasuk dalam bilangan

rasional yang merupakan bagian dari satu bilangan utuh yang

dinyatakan dalam dengan syarat a dan b adalah bilangan bulat, b

≠ 0, dan b bukan faktor dari a.

Kismiantini (2008: 33) menjelaskan penjumlahan berhubungan

dengan jumlah yang bertambah banyak dan disimbolkan dengan

tanda (+). Kismiantini juga menjelaskan bahwa pengurangan

berhubungan dengan jumlah yang semakin sedikit dan disimbolkan

dengan tanda (-). Berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti

menyimpulkan bahwa penjumlahan dan pengurangan merupakan

bagian dari operasi hitung dalam matematika yang berhubungan

dengan jumlah, jika penjumlahan berarti jumlah semakin banyak

sedangkan pengurangan berarti jumlah semakin sedikit.

Penjumlahan pecahan dapat diartikan dengan operasi hitung

matematika yang melibatkan bilangan bulat yang dinyatakan dengan

dengan ditandai bertambahnya jumlah bilangan tersebut.

(44)

hitung matematika yang melibatkan bilangan bulat yang dinyatakan

dengan dengan ditandai dengan semakin berkurang atau sedikitnya

jumlah bilangan tersebut.

Sa’dijah (1998) menyebutkan beberapa bentuk pecahan, yaitu

pecahan biasa, pecahan campuran, desimal, dan persen. Pecahan

biasa dituliskan dalam bentuk dengan a dan b bilangan cacah dan b

≠ 0. Pecahan biasa adalah bilangan yang terdiri dari pembilang dan

penyebut dengan penyebut sebagai bilangan terbagi dan pembilang

sebagai bilangan pembagi (Suriani, 2010). Pecahan biasa adalah

pecahan yang terdiri dari pembilang dan penyebut (Sukayati, 2003).

Berdasarkan penjelasan tersebut maka peneliti menyimpulkan bahwa

pecahan biasa merupakan bagian dari bilangan utuh yang dinyatakan

dalam bentuk dengan syarat a dan b bilangan cacah dan b ≠ 0, jika

b = 0 maka menjadi bilangan tak terdefinisikan serta sebagai

pembilang dan b sebagai penyebut. Contoh pecahan biasa

diantaranya adalah , , , dan .

Sa’dijah (1998: 151) menjelaskan jika pecahan campuran adalah

pecahan yang pembilangnya lebih besar dari penyebutnya, sehingga

jika disederhanakan akan menghasilkan bentuk bulat dan pecahan.

Pecahan campuran adalah salah satu bentuk pecahan yang terdiri dari

pembilang, penyebut, dan bilangan utuh (Suriani, 2010). Pecahan

campuran adalah pecahan yang terdiri dari bilangan utuh, pembilang

(45)

2003). Berdasarkan penjelasan tersebut, maka peneliti

menyimpulkan bahwa pecahan campuran adalah pecahan yang

memiliki pembilang, penyebut, dan bilangan utuh dengan syarat

pembilang lebih besar dari pada penyebutnya, sehingga jika

disederhanakan menghasilkan bentuk bulat dan pecahan biasa serta

dituliskan dalam bentuk . Sebagai contoh pecahan campuran

adalah = 2 .

Sa’dijah (1998: 157) menjelaskan bahwa pecahan desimal dapat

dituliskan menggunkaan notasi (,) dengan memperhatikan sistem

nilai tempat. Pecahan desimal adalah bilangan yang didapat dari

hasil pembagian suatu bialangan dengan bilangan kelipatan 10 dan

dituliskan dengan notasi koma (Suriani, 2010). Pecahan desimal

merupakan pecahan yang penyebutya berbasis sepuluh dan

kelipatannya dengan menggunakan notasi koma (,) dalam

penulisannya (Sukayati, 2003). Berdasarkan penjelasan tersebut

peneliti menyimpulkan bahwa pecahan desimal adalah pecahan yang

memiliki penyebut kelipatan 10 serta dituliskan dengan notasi (,)

dengan memperhatikan sistem nilai tempatnya. Sebagai contoh

dapat ditulis 0,2 dengan memperhatikan sistem nilai tempatnya yaitu

(0 X 10) + (2 X

) =

Sa’dijah (1998: 161) menjelaskan bahwa persen artinya

perseratus dan dituliskan dengan notasi (%). Persen adalah bilangan

(46)

100 dan dituliskan dengan notasi %. Persen artiya perseratus,

sehingga nama pecahan biasa yang penyebutnya seratus dapat

diartikan dengan nama persen dengan lambing % (Sukayati, 2003).

Berdasarkan penjelasan tersebut peneliti menyimpulkan bahwa

pecahan persen adalah pecahan yang memiliki penyebut 100 dan

dituliskan dengan notasi (%). Sebagai contoh 5% berarti

.

2. Penelitian yang Relevan

Peneliti menemukan tiga penelitian relevan yang telah dilakukan

sebelumnya oleh beberapa peneliti lain. Hasil-hasil penelitian tersebut

akan diuraikan di bawah ini.

Penelitian yang pertama dilakukan oleh Farah Diba, Zulkardi, dan

Trimurti Saleh (2009) yang berjudul Pengembangan Materi Pembelajaran Bilangan Berdasarkan Pendidikan Matematika Realistik Untuk Siswa Kelas V Sekolah Dasar. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan materi pembelajaran matematika pada materi bilangan

yang berdasarkan PMR dalam bentuk buku siswa yang valid, praktis, dan

mempunyai potensial efek untuk siswa kelas V sekolah dasar. Metode

penelitian yang digunakan adalah metode penelitian pengembangan yang

terdiri dari analisis, desain, evaluasi, dan revisi. Pengumpulan data

dilakukan dengan cara analisis dokumen, wawancara dan tes. Subjek

penelitian adalah siswa kelas 5 C SD Negeri 117 Palembang yang

berjumlah 41 orang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa

(47)

positif terhadap pembelajaran matematika yang dilihat dari komentar

mereka, serta tes kemampuan mereka yang menunjukkan hasil baik

dengan rata-rata 79, 79 dimana 34 siswa (82, 93%) memperoleh nilai ≥

66. Oleh karena itu, prototype ketiga buku siswa yang didisain

menghasilkan materi pembelajaran bilangan yang valid, praktis, dan

mempunyai potensial efek untuk siswa kelas V SD Negeri 117

Palembang dan dapat digunakan sebagai salah satu alternative

pembelajaran bilangan.

Dari penjabaraan di atas dapat dilihat persamaan dan perbedaan

dengan penelitian yang akan peneliti lakukan. Persamaan penelitian ini

dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah desain materi

pembelajaran menggunakan pendekatan PMRI, subyek penelitian adalah

kelas V SD, teknik pengumpulan data menggunakan dokumentasi,

wawancara dan tes. Sedangkan perbedaannya terlihat dari tujuan

penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan bahan ajar yang

menggnakan pendekatan PMRI, sedangkan penelitian yang dilakukan

peneliti bertujuan untuk mendeskripsikan peningkatan kemampuan

memahami materi pembelajaran melalui masalah kontekstual dalam

pendekatan PMRI.

Penelitian kedua berjudul Desain Bahan Ajar Penjumlahan Pecahan Berbasis Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Untuk Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Negeri 23 Indralaya oleh Ullya, Zulkardi, dan Ratu llma Indra Putri (2010). Penelitian ini bertujuan untuk

(48)

IV SD N 23 Indralaya dan menjembatani aktivitas berfikir informal ke

formal. Penelitian ini menggunakan metode penelitian “design research”

dimana peneliti menyusun bahan ajar matematika berbentuk buku (buku

siswa dan buku guru). buku tersebut dirancang sesuai pendekatan PMRI

tentang penjumlahan pecahan sesuai dengan standar isi pada kurikulum

sekolah dasar. Setiap pembelajaran dalam buku dimulai dengan masalah

atau soal-soal kontekstual bagi siswa. Setelah diujikan kepada responden,

ternyata desain bahan ajar penjumlahan pecahan berbasis PMRI untuk

siswa kelas empat sudah dinyatakan baik, dilihat dari hasil ulangan

harian siswa dari empat soal yang diberikan untuk 49 responden, ternyata

untuk soal nomor satu yang dinyatakan barhasil sebanyak 48 orang

(97,96%), soal nomor dua yang dinyatakan berhasil 42 responden (85,

71%), soal nomor 3 yang dinyatakan berhasil sebanyak 32 responden

(65,31%), dan soal nomor 4 yang berhasil sebanyak 41 orang 83, 67%).

Jika dilihat dari tugas yang diberikan guru ternyata tugas pertama yang

tuntas sebanyak 33 orang (67,3%), dan pada pertemuan kedua siswa yang

tuntas sebanyak 38 orang (77, 66%), dan pada pertemuan ketiga siswa

yang tuntas sebanyak 40 orang (81, 63%), sedangkan untuk pertemuan

keempat siswa yang tuntas mencapai 41 orang (83, 67%), kalau dilihat

dari empat kali pemberian tugas ternyata ada penigkatan sebesar 20%.

Jika dilihat dari proses pembelajaran menggunakan bahan ajar tersebut

terlihat aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung dari 9

indikator yang diamati termasuk kategori baik ada 8 indikator, satu

(49)

yaitu perilaku yang tidak relevan dengan KBM seperti bermain,

mengganggu teman dan termenung.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan persamaan dan

perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan.

Persamaannya terletak pada penggunaan masalah kontekstual dalam

PMRI untuk menyusun bahan ajar. Persamaan selanjutnya adalah pada

materi yang digunakan yaitu materi pecahan. sedangkan perbedaannya

terlihat pada tujuan penelitian, tujuan penelitian ini untuk menghasilkan

bahan ajar berupa buku siswa dan buku guru sedangkan tujuan penelitian

yang dilakukan oleh peneliti untuk mendeskripsikan peningkatan

kemampuan memahami materi pembelajaran. Selain itu perbedaan juga

terlihat pada subyek penelitian, subyek penelitian ini adalah siswa kelas

IV SD sedangkan subyek penelitian yang akan peneliti lakukan adalah

siswa kelas V SD.

Penelitian ketiga oleh Windha Kartika Kusumaningtyas, Wardono,

dan Sugiarto (2012) dengan judul Penerapan PMRI Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Berbantuan Alat Peraga Materi Pecahan. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil tes belajar peserta didik aspek kemampuan pemecahan masalah dengan

pembelajaran PMRI berbantuan alat peraga pada materi pecahan

mencapai skor tuntas individu sebesar 60 dan skor utas klasikal 75%

serta untuk mengetahui rata-rata hasil tes belajar peserta didik aspek

kemampuan pemecahan masalah dengan pembelajaran PMRI berbantua

(50)

ekspositori. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil tes belajar peserta

didik aspek kemampuan pemecahan masalah dengan pembelajaran PMRI

berbantuan alat peraga pada materi pecahan mencapai skor tuntas

individu sebesar 60 dan skor tuntas klasikal sebesar 75% serta rata-rata

hasil tes belajar peserta didik aspek kemampuan pemecahan masalah

dengan pembelajaran PMRI berbantuan alat peraga pada materi pecahan

lebih tinggi dari pada dengan pembelajaran ekspositori.

Berdasarkan penjabaran pada paragraf sebelumnya dapat dilihat

persamaan dan perbedaan antara tiga penelitian yang relevan dengan

penelitian yang akan peneliti lakukan. Persamaannya terlihat pada

pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan PMRI dan materi yang

dipilih yaitu pecahan. Perbedaan kedua penelitian terlihat pada variabel

penelitian, penelitian ini menggunakan variabel kemampuan pemecahan

masalah sedangkan penelitian yang akan peneliti lakukan menggunakan

variabel kemampuan memahami. Perbedaan selanjutnya terlihat pada

tujuan penelitian, penelitian ini bertujuan untuk melihat hasil belajar

sedangkan penelitian yang akan peneliti lakukan bertujuan untuk

(51)

Berdasarkan tiga penelitian yang relevan tersebut, peneliti menyusun

diagram penelitian yang relevan seperti berikut.

Gambar 2.1 Diagram Penelitian yang Relevan Farah Diba, Zulkardi, dan

Trimurti Saleh (2009)

Pengembangan Materi Pembelajaran Bilangan Berdasarkan Pendidikan Matematika Realistik Untuk Siswa Kelas V Sekolah Dasar. ( Jurnal Penelitian)

Penelitian yang dilakukan:

PENGGUNAAN MASALAH KONTEKSTUAL UNTUK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMAHAMI PECAHAN KELAS V DENGAN PENDEKATAN PMRI SDK GANJURAN BANTUL

Windha Kartika Kusumaningtyas, Wardono, dan Sugiarto (2012)

Penerapan PMRI Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Berbantuan Alat Peraga Materi Pecahan

(Jurnal Penelitian)

Ullya, Zulkardi, dan Ratu llma Indra Putri (2010).

Desain Bahan Ajar

Penjumlahan Pecahan Berbasis Pendidikan Matematika

(52)

B. Kerangka Berfikir

Pembelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang penting bagi

siswa tingkat sekolah dasar dimana pada masa tersebut anak-anak berada

pada fase operasi konkret menurut tahap perkembangan kognitif Piaget. Pada

masa tersebut mereka mengalami masa perubahan dari tahap berfikir secara

konkret menjadi lebih abstrak serta mulai berfikir untuk memecahkan

masalah. Matematika menjadi penting karena melalui pembelajaran

matematika siswa dilatih untuk berfikir secara logis, sistematis, kritis, dan

kreatif serta bekerja sama. Peneliti beranggapan, jika

kemampuan-kemampuan tersebut dilatih pada masa yang tepat yaitu usia sekolah dasar

maka kemampuan yang diharapkan akan berkembang secara optimal.

Meyakini hal tersebut, maka peneliti beranggapan bahwa pemahaman

siswa terhadap mata pelajaran matematika sangatlah penting untuk

dikembangkan agar siswa dapat berfikir secara rasional, sistematis, kritis

sekaligus memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk mencapai tujuan tersebut bukan pekerjaan yang mudah, terlihat

dari kenyataan dilapangan bahwa matematika justru menjadi momok bagi

sebagian besar siswa khususnya siswa sekolah dasar. Jika kita bertanya

kepada siswa tentang mata pelajaran yang tidak disukai, sebagian besar akan

menjawab matematika dengan berbagai alasan seperti susah, membuat

pusing, gurunya galak, dll.

Kunci utama meningkatkan kemampuan memahami konsep matematika

peserta didik adalah dengan mengajak siswa untuk menyukai matematika

(53)

sekolah dari pikiran siswa. Untuk itu guru perlu memperhatikan pemilihan

materi, metode, media, bahan ajar serta komponen belajar lainnya.

Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat dipilih untuk

memperbaiki sistem pembelajaran matematika sekarang ini adalah PMRI.

PMRI merupakan pendekatan pembelajaran matematika realistik yang

berangkat dari masalah-masalah disekitar siswa, sehingga dapat dibayangkan

pembelajaran dengan pendekatan PMRI akan lebih menekankan pada proses

dimana siswa belajar. Pendekatan ini mengajak siswa untuk membangun

pengetahuannya sendiri dari informasi-informasi yang mereka peroleh setelah

mengalami pengalaman-pengalaman belajar nyata.

PMRI berangkat dari masalah nyata disekitar siswa, maka dirasa dengan

pendekatan ini siswa dapat terlibat secara langsung di dalam pembelajaran

sekaligus lebih nyaman bagi mereka. Kenyamanan belajar matematika bagi

siswa akan mendorong siswa untuk menyukai mata pelajaran yang selama ini

dianggap sebagai momok sekolah. Siswa yang menyukai matematika akan

bersemangat untuk belajar dan mencoba membangun pengetahuan mereka

tentang materi matematika yang dipelajari.

Pelajaran matematika yang ditekankan pada proses pembelajarannya,

diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih

mengasah kemampuan memahami yang dimiliki. Terlebih siswa sendiri lah

yang membangun pengetahuan dari pengalaman belajar mereka. Melalui

pengalaman siswa, maka pengetahuan yang dipahami oleh siswa lebih

mendalam sekaligus lebih tahan lama. Karena dengan memahami siswa tidak

(54)

Pemilihan materi pecahan didasarkan karena pecahan banyak sekali

dijumpai atau ditemui siswa dalam kehidupan sehari-hari mereka, misalnya

potongan harga saat membeli barang.

C. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori, penelitian yang relevan dan kerangka berfikir,

maka diajukan rumusan hipotesis tindakan yaitu: “Penggunaan masalah

kontekstual dapat meningkatkan kemampuan memahami penjumlahan dan

pengurangan berbagai bentuk pecahan dengan pendekatan PMRI di SD

(55)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Peneliti menggunakan penelitian tindakan kelas model Kemmis & Mc

Taggart. PTK model Kemmis & Mc Taggart merupakan pengembangan dari

konsep dasar yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin (Wijaya Kusumah,

2010:20). Untuk lebih tepatnya, berikut ini adalah bentuk desainnya:

Gambar A.1 Desain PTK Model Kemmis & Mc Taggart

Gambar A.1 menunjukkan model Kemmis & Mc Taggart menjelaskan

jika pada satu perangkat terdiri dari empat komponen, yaitu perencanaan,

tindakan dan pengamatan yang dilakukan secara bersamaan serta refleksi

diakhir perangkat. Wijaya Kusumah (2010:1) menjelaskan pengertian siklus

menurut model ini adalah putaran kegiatan yang teriri dari perencanaan,

tindakan, pengamatan dan refleksi. Dari gambar diatas terlihat bahwa di

Gambar

Gambar A.1DesainPTK oleh Kemmis & Mc Taggart ..................................... 34
Tabel  2.3 Respon Siswa Terhadap Keterlaksanaan Masalah Kontekstual .......................
Gambar 2.1 Diagram Penelitian yang Relevan
Gambar A.1 menunjukkan model Kemmis & Mc Taggart menjelaskan
+7

Referensi

Dokumen terkait

C. Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah Sebelum dan Sesudah Penetapan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan

Aneka Adhilogam Karya Ceper Klaten menunjukkan terdapat hubungan antara sikap kerja dengan keluhan nyeri punggung bawah ( p-value =0,002) dengan keeratan hubungan

Tempo sebesar Nilai Pembelian Kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2), maka Bank Indonesia dapat menjual Surat Berharga Bank sesuai dengan harga

Kegiatan ini telah menghasilkan alat teknologi tepat guna (TTG) yaitu: (1) glodogan (alat untuk pewarnaan) yang dibuat dari bahan stainless steel dan (2) meja kaca untuk

Peningkatan Pendapatan Keluarga (UP2K) Dalam Meningkatkan Kesejahteraan di Dusun Jamang Desa Taji Kecamatan Maduran Kabupaten Lamongan”2. Identifikasi dan

Penelitian ini disusun atas dasar permasalahan yang muncul pada guru Penjasorkes, yaitu pembelajaran tolak peluru yang di ajarkan di SMP Bhati Praja monoton,

Sedangkan menurut Permendagri 17 Tahun 2007 barang milik daerah digolongkan ke dalam 6 (enam), kelompok, yaitu tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi

Dari hasil rekapitulasi komparasi debit analitik metode Mock dengan debit terukur catchment area Bogowonto dari tahun 2008 sampai 2012, untuk bulan kering dan lembap (P ≤