• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembahasan Hasil Tambahan

Dalam dokumen KONSEP REMAJA TENTANG KEINTIMAN DALAM PACARAN (Halaman 151-166)

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Pembahasan Hasil Tambahan

Enam tema yang muncul sebagai hasil tambahan dalam penelitian ini secara umum menunjukkan adanya indikasi bahwa remaja putra maupun putri cenderung mengkonseptualisasikan keintiman dalam pacaran pada aspek kontak fisik dan kontak seksual. Selain itu, ada pula satu tema lain terkait aspek kontrol dan pengaruh yang tidak menunjukkan indikasi tersebut. Tema-tema tersebut adalah sebagai berikut :

1. Situasi Munculnya KDP

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya persamaan antara remaja putra dan putri dalam menyebutkan situasi munculnya KDP. Remaja putra dan putri menyebutkan secara langsung ekspresi KDP dan situasi munculnya ekspresi KDP tersebut, khususnya terkait waktu dan kondisi. Beberapa ekspresi KDP serta waktu dan kondisi munculnya ekspresi KDP yang disebutkan remaja putra dan putri yaitu pelukan dan membelai rambut biasanya muncul pada waktu senggang/luang, rangkulan dan pelukan biasanya muncul pada saat berkumpul dengan orang banyak/teman serta ciuman, meraba-raba dan ML yang biasanya muncul pada saat bertemu berdua dengan pasangan. Ekspresi KDP yang disebutkan oleh remaja putra dan putri di atas seperti rangkulan, pelukan, ciuman, meraba-raba dan ML merupakan ekspresi KDP yang berupa kontak fisik maupun kontak seksual.

Remaja putra dan putri juga sama-sama menyebutkan situasi munculnya KDP terkait tempat dan suasana tanpa menyebutkan secara spesifik ekspresi apa yang muncul dalam tempat atau suasana tersebut. Tempat dan suasana munculnya ekspresi KDP yang disebutkan remaja putra dan putri antara lain yaitu tempat umum (klub malam, mall, pinggir jalan), tempat sepi (rumah kosong, obyek wisata), kamar, kos serta hotel dan suasana yang remang-remang atau sepi. Meskipun tidak disebutkan secara spesifik mengenai ekspresi-ekspresi yang muncul dalam tempat/suasana di atas, namun secara implisit tempat dan suasana tersebut mengarah pada tempat dan suasana dimana biasanya muncul ekspresi-ekspresi keintiman berupa kontak

fisik maupun kontak seksual. Hal ini didukung oleh hasil Base Line Survey Perilaku Seks Remaja oleh Pilar PKBI Jawa Tengah (2004) yang mengungkapkan bahwa tempat-tempat seperti rumah kosong, tempat umum yang sepi, hotel dan kos adalah tempat yang biasa digunakan remaja untuk melakukan hubungan seksual dengan pacar.

Rangkuman hasil penelitian persamaan situasi munculnya KDP yang disebutkan remaja putri dan putri dapat dilihat pada Tabel IV.5.

2. Faktor Pendukung KDP

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya persamaan antara remaja putra dan putri dalam menyebutkan faktor pendukung KDP yang mengindikasikan kecenderungan remaja dalam mengkonseptualisasikan KDP pada aspek kontak fisik dan seksual. Remaja putra dan putri sama-sama menyebutkan faktor pendukung internal KDP yaitu hawa nafsu dan cinta yang disertai nafsu. Sternberg (1988) mengungkapkan bahwa nafsu/gairah (passion) dalam konteks hubungan romantis mengacu pada adanya dorongan yang berujung pada ketertarikan fisik dan hubungan seksual. Cinta yang didominasi unsur nafsu/gairah ini disebut oleh Sternberg (1987) sebagai cinta infatuasi dengan ciri umum berupa adanya keterbangkitan fisiologis, hasrat untuk melakukan hubungan seksual hingga terjadinya ereksi pada organ genital. Remaja putra dan putri menyebutkan pula tempat gelap serta suasana sepi dan remang-remang sebagai faktor eksternal pendukung KDP.

Remaja putra juga menambahkan faktor pendukung internal yang berbeda namun sama-sama menguatkan indikasi bahwa remaja putra cenderung mengartikan KDP sebagai hubungan yang bersifat seksual, seperti misalnya rasa ingin tahu, iman kurang kuat dan stress (selengkapnya lihat Tabel IV.6). Berkaitan dengan faktor pendukung internal KDP yang ditambahkan remaja putra, Berk (2007) mengatakan bahwa rasa ingin tahu merupakan ciri masa remaja yang dapat mendorong remaja, terutama remaja putra untuk melakukan eksplorasi bersifat seksual sebagai ekspresi keintiman dalam perilaku pacaran, ketika rasa ingin tahu tersebut tidak dimbangi dengan pengetahuan serta kedewasaan yang memadai. Penelitian Remez (1990) mengungkapkan pula bahwa subjek yang tidak yakin akan pentingnya iman dan jarang terlibat dalam kegiatan keagamaan cenderung menerima hubungan seks pra-nikah dan dilaporkan sudah melakukan praktek hubungan seksual dalam pacaran. Baldwin (2002) juga menambahkan bahwa stres yang dialami remaja putra membuat mereka lebih berisiko untuk terlibat dalam perilaku seks bebas, merokok serta penggunaan narkotika dan konsumsi minuman alkohol.

Remaja putri menambahkan faktor pendukung internal yang berbeda pula seperti rasa suka sama suka dan penampilan fisik (cantik/ganteng) yang turut mendukung adanya indikasi bahwa remaja putri cenderung mengartikan KDP sebagai hubungan yang bersifat seksual (selengkapnya lihat Tabel IV.6). Berkaitan dengan faktor pendukung internal KDP yang ditambahkan remaja putri, Sternberg (1988) mengatakan bahwa rasa suka merupakan salah satu

manifestasi nafsu/gairah, dimana nafsu/gairah dalam konteks hubungan romantis didefinisikan sebagai dorongan yang berujung pada ketertarikan secara fisik dan hubungan seksual. Rasa suka sama suka juga seringkali diungkapkan oleh subjek perempuan dalam penelitian-penelitian mengenai perilaku seksual remaja (Shaluhiyah, dalam Wydiastuti, 2009; DKT Indonesia, 2005) sebagai motif untuk melakukan hubungan seksual di luar nikah. Graziano, Jensen-Cambell, Shebilske, Lundgren; Regan & Berscheio (dalam Aronson, Wilson & Akert, 2004) juga menambahkan bahwa daya tarik secara fisik merupakan karakteristik tunggal paling penting yang menggerakkan hasrat seksual pada perempuan.

Rangkuman hasil penelitian persamaan dan perbedaan faktor pendukung KDP yang disebutkan remaja putri dan putri dapat dilihat pada Tabel IV.6.

3. Faktor Penghambat KDP

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya persamaan antara remaja putra dan putri dalam menyebutkan faktor penghambat KDP. Remaja putra dan putri sama-sama menyebutkan faktor pengahambat internal KDP seperti kurangnya ketrampilan interpersonal serta iman/agama yang kuat maupun faktor penghambat eksternal KDP yaitu jarak dan tempat ramai/banyak orang. Faktor kurangnya ketrampilan interpersonal pada remaja putra dan putri yaitu malu/canggung untuk berdekatan secara fisik dengan pasangan serta faktor jarak secara eksplisit menggambarkan bahwa remaja putra maupun putri

mengartikan keintiman sebagai apa yang disebut Dwyer (2000) sebagai

proximity yaitu jarak kedekatan secara fisik seseorang dengan individu lainnya atau lebih dikenal sebagai kontak fisik. Faktor iman/agama yang kuat serta tempat ramai/banyak orang secara implisit menunjukkan kecenderungan remaja putra dan putri yang mengartikan keintiman sebagai hubungan yang bersifat seksual. Hal ini dikuatkan dengan pendapat Durkheim, Ellison dan Levin (dalam Barkan, 2006) bahwa seseorang yang menghayati agamanya dengan baik cenderung akan berperilaku sesuai dengan norma yang ada dan tidak melakukan hal-hal yang berlawanan dengan norma seperti misalnya melakukan perilaku seks yang berisiko.

Remaja putra dan putri juga menambahkan faktor penghambat internal (kecuali faktor penghambat internal KDP berupa munculnya ketakutan akan keintiman yang disebutkan remaja putra) dan eksternal yang berbeda namun sama-sama menegaskan adanya indikasi bahwa remaja putra dan putri cenderung mengartikan KDP sebagai hubungan yang bersifat seksual (selengkapnya lihat Tabel IV.7).

Rangkuman hasil penelitian persamaan dan perbedaan faktor penghambat KDP yang disebutkan remaja putri dan putri dapat dilihat pada Tabel IV.7.

4. Manfaat KDP

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya persamaan antara remaja putra dan putri dalam menyebutkan manfaat KDP. Remaja putra dan putri

cenderung mengidentifikasi manfaat jangka pendek dari KDP, seperti sarana pemuas nafsu sesaat dan hiburan, sebagai sarana memuaskan rasa ingin tahu dan coba-coba, supaya terlihat dewasa dan gaul, untuk menambah semangat dan dukungan dalam menjalani hidup, menunjukkan/membuktikan cinta, serta supaya lebih dekat dan diakui oleh pacar dibandingkan dengan manfaat jangka panjangnya. Dengan kata lain, remaja putra dan putri kurang sadar akan manfaat jangka panjang keintiman dalam hubungan romantis seperti rendahnya tingkat depresi dan kesepian (Prager, 1995), meningkatnya kepuasan hubungan dengan pasangan (Schaeffer & Olson, 1981) serta sebagai fasilitator munculnya kreativitas, produktivitas dan integrasi emosi.

Remaja putra dan putri memang sama-sama cenderung mengidentifikasi manfaat jangka pendek keintiman dalam pacaran, namun masing-masing dalam sudut pandang yang berbeda. Remaja putra mengidentifikasi manfaat KDP yang bersifat rekreasional, seperti sebagai pemuas nafsu sesaat dan sebagai hiburan serta manfaat KDP yang bersifat eksperimental, seperti sebagai sarana memuaskan rasa ingin tahu dan sebagai sarana untuk coba-coba. Manfaat jangka pendek KDP berupa manfaat yang bersifat rekreasional dan eksperimental seperti yang disebutkan remaja putra dalam penelitian ini lebih tepat jika dikategorikan sebagai motif/alasan untuk melakukan keintiman dalam pacaran (Sternberg, 1988; Aronson, Wilson & Akert, 2004). Canary, et.al (1998) mengatakan bahwa motif eksperimental dan motif rekreasional seringkali mendorong remaja putra untuk melakukan

sentuhan baik yang bersifat seksual maupun non seksual sebagai ekspresi keintiman dalam hubungan romantis.

Di sisi lain, remaja putri cenderung mengidentifikasi manfaat KDP yang bersifat emosional disertai dengan konteks perilaku/ekspresi KDP yang mereka sebutkan manfaatnya tersebut, yaitu menambah semangat & dukungan dalam menjalani hidup (kalau pacar berada dekat dengan kita), menunjukkan/membuktikan rasa cinta/sayang kepada pacar (dengan ciuman bibir, melakukan hubungan seksual/menyerahkan keperawanan) serta supaya menjadi lebih dekat, ada ikatan batin dengan pacar serta bisa diakui pacar (kalau intim misalnya dilakukan dengan ML). Manfaat jangka pendek KDP yang bersifat emosional seperti yang disebutkan remaja putri dalam penelitian ini lebih tepat dikategorikan sebagai motif/alasan untuk melakukan keintiman dalam pacaran (Yarni, 2005). Selain itu, konteks perilaku/ekspresi KDP yang disebutkan manfaatnya oleh remaja putri secara eksplisit juga menampakkan ekspresi-ekspresi adanya jarak kedekatan secara fisik/kontak fisik (berada dekat dengan pacar) dan kontak seksual (ciuman bibir, melakukan hubungan seksual/ML). Artinya, dapat dikatakan bahwa remaja putri dalam penelitian ini menyebutkan motif-motif/alasan emosional yang mendasari munculnya ekspresi KDP berupa kontak fisik maupun kontak seksual.

Rangkuman hasil penelitian persamaan dan perbedaan manfaat KDP yang disebutkan remaja putri dan putri dapat dilihat pada Tabel IV.8.

5. Efek Negatif KDP

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya persamaan antara remaja putra dan putri dalam menyebutkan efek negatif KDP. Remaja putra dan putri lebih cenderung mengidentifikasi efek negatif langsung dari KDP, seperti hamil di luar nikah beserta efek yang timbul akibat kehamilan di luar nikah, berdosa dan berbohong (kalau sampai hamil). Dengan kata lain, remaja putra dan putri sama sekali tidak menyadari efek negatif tidak langsung dari KDP seperti misalnya munculnya ketergantungan terhadap pasangan (Hatfield & Rapson, 1993; Prager, 1995). Ketergantungan terhadap pasangan menurut Prager (1995) seringkali muncul terutama dalam bentuk ketergantungan secara emosi misalnya seseorang akan merasa sedih, kesepian, suasana hatinya menjadi buruk (bad mood) dan bahkan marah bila kurang mendapat perhatian atau dukungan emosi yang diharapkannya dari pasangan sebagai wujud keintiman.

Efek negatif langsung KDP yang disebutkan baik oleh remaja putra maupun remaja putri yaitu hamil di luar nikah serta efek yang ditimbulkannya seperti merugikan/merusak masa depan diri dan pacar, mempermalukan/mencemarkan nama baik diri sendiri, keluarga & pacar, mempunyai anak dan menjadi orang tua dalam usia dini, dikeluarkan dari sekolah, MBA, frustasi karena hamil, aborsi, bunuh diri, dll; berdosa serta berbohong (terutama pada orang tua jika sampai hamil) secara eksplisit mengindikasikan adanya kecenderungan pada remaja putra dan putri dalam mengartikan KDP secara sempit sebagai aspek kontak seksual. Indikasi ini

dikuatkan oleh hasil survey Setyonaluri, dkk (2005) mengenai pemahaman kesehatan reproduksi dan perkawinan usia dini yang menyatakan bahwa kehamilan tidak diinginkan, aborsi dan munculnya perasaan berdosa seringkali disebutkan subjek survey sebagai dampak negatif dari adanya hubungan seksual dalam pacaran.

Selain persamaan efek negatif langsung KDP yang disebutkan remaja putra dan putri, hasil penelitian ini juga menunjukkan adanya perbedaan terkait efek negatif langsung yang disebutkan oleh remaja putra dan putri. Efek negatif KDP yang ditambahkan remaja putri yaitu terjerumus melakukan perilaku seksual berisiko dalam pacaran dan remaja putra yaitu terjangkit penyakit menular seperti HIV/AIDS mengindikasikan bahwa remaja putra dan putri cenderung mengartikan keintiman dalam aspek kontak seksual.

Rangkuman hasil penelitian persamaan dan perbedaan efek negatif KDP yang disebutkan remaja putri dan putri dapat dilihat pada Tabel IV.9.

6. Sikap Terhadap KDP

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa remaja putra dan putri menunjukkan sikap yang sama dalam menanggapi KDP. Remaja putra dan putri sama-sama beranggapan bahwa keintiman pada dasarnya adalah suatu hal yang positif (baik). Namun, remaja putra dan putri sekaligus juga menilai keintiman sebagai sesuatu yang negatif/tidak baik sehingga belum pantas serta tidak boleh dilakukan dan harus dijauhkan dari pacaran remaja yang sehat. Dualisme yang terjadi pada remaja putra dan putri, yaitu di satu sisi

menyebutkan bahwa keintiman pada dasarnya merupakan sesuatu yang positif (baik), namun di sisi lain juga menilainya sebagai hal yang negatif sehingga belum pantas serta tidak boleh dilakukan dan harus dijauhkan dari pacaran remaja ini secara implisit mengindikasikan bahwa sebenarnya remaja putra dan putri dapat memandang/mengartikan keintiman dalam aspek yang bervariasi, baik aspek-aspek keintiman yang mereka nilai positif maupun aspek-aspek keintiman yang mereka nilai negatif.

Namun, mempertimbangkan hasil penelitian ini bahwa hanya sebagain kecil remaja putra dan putri yang menyatakan keintiman itu sesuatu yang positif dan lebih banyak remaja putra dan putri yang menilai keintiman sebagai hal negatif, maka dapat dikatakan bahwa remaja putra dan putri lebih menginternalisasi aspek-aspek keintiman yang mereka nilai negatif dalam mengartikan KDP. Remaja putra dan putri secara tidak langsung menunjuk aspek kontak seksual sebagai aspek keintiman yang mereka nilai negatif jika ditinjau dari sikap mereka terhadap keintiman, yaitu bahwa keintiman mereka pandang sebagai sesuatu yang tabu, haram, tidak sopan, tercela, dosa, maksiat, melanggar norma serta membuat risih dan tidak enak dilihat.4

Remaja secara kognitif memahami bahwa keintiman sebenarnya meliputi aspek-aspek yang luas, namun mereka dibingungkan dengan contoh perilaku yang biasa mereka lihat sehari-hari di lingkungan sekitar, yaitu bahwa keintiman lebih sering diperlihatkan sebagai aspek kontak seksual semata.

4

“…..intim itu adalah suatu hal yang negatif apa tidak baik gitu....gak tau kenapa ya mbak tapi mungkin juga dipengaruhi informasi-informasi dari luar atau anggapan masyarakat yang masuk ke aku kalau yang namanya intim itu diasosiasikan dengan yang namanya apa tadi ee…kontak fisik gitu ya….. terlebih lagi kalau buat aku keintiman ee…termasuk juga dalam pacaran itu identik dengan yang kayak cerita kedua ini apa juga hal-hal yang menjurus ke hubungan seksual” (Partisipan C, VII.616-624)

“Kalau pacaran gak gituan itu enggak afdol gitu…jadi keintiman yang selama ini aku tahu itu sesuatu yang tabu kayak kebanyakan orang bilang kan gitu…” (Partisipan F, III.393-395)

Rangkuman hasil penelitian sikap remaja putra dan putri dalam menanggapi KDP dapat dilihat pada Tabel IV.10.

7. Sikap Terhadap Aspek Kontrol & Pengaruh

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa remaja putra dan putri memiliki sikap yang berbeda dalam menanggapi aspek kontrol dan pengaruh ketika mengartikan KDP. Remaja putri dalam penelitian ini menolak aspek kontrol dan pengaruh sebagai bagian dari KDP, sedangkan remaja putra cenderung menerima aspek kontrol dan pengaruh sebagai wujud KDP. Sikap remaja putra dan putri yang berbeda terhadap aspek kontrol dan pengaruh dalam mengkonseptualisasikan KDP salah satunya dapat dipengaruhi oleh faktor budaya. Ideologi peran gender merupakan bentuk adanya pengaruh budaya yang berperan dalam perbedaan sikap remaja putra dan putri tersebut. Ideologi peran gender ini kemudian membentuk stereotipe-stereotipe peran gender (Marshall, 2008). Stereotipe peran gender yang berkembang dalam budaya timur, termasuk Indonesia pada umumnya adalah stereotipe peran gender tradisional (Ganong & Coleman, dalam Canary, et.al., 1998). Individu yang memasuki masa remaja mengalami peningkatan

kepercayaan atau kepatuhan terhadap stereotipe peran gender tersebut (Berk, 2007).

Sikap remaja putri yang menolak aspek kontrol dan pengaruh sebagai bagian dari KDP merupakan bentuk kepatuhan remaja putri terhadap stereotipe peran gender tradisional. Stereotipe peran gender tradisional menurut Aigeier & Roysier (dalam Canary, et.al., 1998) dan Chambers (2005) menempatkan perempuan sebagai pemelihara atau penjaga hubungan dan penjamin kesejahteraan bersama. Stereotipe peran gender yang menghendaki remaja putri sebagai pemelihara hubungan ini lalu membentuk penilaian remaja putri bahwa adanya kontrol dan pengaruh dalam pacaran merupakan suatu bentuk kekangan/pembatasan terhadap pasangan yang bisa mengancam kelangsungan hubungan.5 Oleh karena itu, remaja putri cenderung memandang adanya aspek kontrol dan pengaruh dalam hubungan pacaran sebagai tindakan negatif, berlebihan serta harus dihindari atau tidak perlu dilakukan karena tidak menunjukkan keintiman.6

Sikap kontra remaja putri terhadap aspek kontrol dan pengaruh juga didukung oleh hasil lain dalam penelitian ini, yaitu bahwa remaja putri menyebutkan adanya kontrol dari pasangan dalam hubungan pacaran sebagai faktor penghambat eksternal KDP. Selain itu, sikap kontra yang ditunjukkan remaja putri terhadap aspek kontrol dan pengaruh dalam mengartikan KDP sejalan dengan penelitian Larson, et.al (dalam Patrick & Backenbach, 2009) yang mengatakan bahwa kesetaraan adalah faktor penting dalam keintiman

5

Lihat lampiran hal.200

6

bagi perempuan, sehingga perempuan cenderung menolak bentuk-bentuk kontrol dalam suatu hubungan sebagai suatu keintiman.

Di sisi yang lain, stereotipe peran gender tradisional menghendaki laki-laki untuk menjadi pelindung, penolong dan penyelamat bagi pasangannya (Patrick & Backenbach, 2009). Remaja putra dalam penelitian ini menunjukkan kepatuhan terhadap stereotipe peran gender tersebut melalui sikapnya terkait aspek kontrol dan pengaruh dalam mengkonseptualisasikan KDP. Remaja putra berpendapat bahwa mencampuri keputusan pacar dalam menentukan teman merupakan wujud keintiman yang perlu dilakukan karena bertujuan untuk melindungi pacar dari pengaruh buruk lingkungan. Melakukan pengawasan terhadap keberadaan pacar sesering mungkin menurut remaja putra juga merupakan keintiman yang perlu dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab terhadap keselamatan pacar, supaya pacar tidak macam-macam dengan cowok lain dan menjaga pacar supaya tidak direbut orang lain. Hasil penelitian ini sejalan pula dengan temuan penelitian Patrick & Backenbach (2009) yang menyatakan bahwa laki-laki dalam hubungan intim dengan lawan jenis melihat peran dirinya sendiri sebagai pengaman batas-batas terluar dari suatu hubungan, sedangkan perempuan sebagai sebagai yang biasa mengurus aspek-aspek internal dalam suatu hubungan.

Hasil penelitian ini juga mengungkapkan bahwa remaja putra memandang kontrol dan pengaruh sebagai bagian dari keintiman untuk mengungkapkan perhatian, kepedulian dan sayang serta untuk menjaga

keharmonisan hubungan. Dengan kata lain, tujuan digunakannya kontrol dan pengaruh merupakan titik kunci penerimaan remaja putra terhadap aspek kontrol dan pengaruh sebagai wujud KDP (Mayseless, 1991). Sayangnya, kontrol dan pengaruh yang diberikan dari satu pihak kepada pihak lain dalam suatu hubungan seringkali menjadi akar dari kemungkinan terjadinya kekerasan dalam hubungan tersebut (Murray, 2000). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa bukan tidak mungkin keintiman yang dikembangkan remaja putra sesungguhnya mengandung unsur-unsur kekerasan seperti misalnya pengekangan yang berlindung dibalik motif-motif seperti misalnya sebagai ungkapan perhatian, kepedulian atau sayang atau sebagai sarana untuk menjaga keharmonisan.

Perilaku keintiman yang mengandung unsur-unsur kekerasan dan berlindung pada motif-motif tertentu juga ditunjukkan remaja putra dalam ekspresi KDP aspek kontrol dan pengaruh yang ada pada penelitian ini seperti misalnya ikut campur dan mempengaruhi keputusan pacar dalam menentukan teman karena peduli, melarang pacar pulang terlalu malam dengan alasan apapun dan menjalin hubungan terlalu dekat dengan teman lawan jenis karena sayang serta meminta pacar untuk ijin terlebih dahulu jika ingin melakukan sesuatu supaya tidak terjadi pertengkaran.

Rangkuman hasil penelitian perbedaan sikap terhadap aspek kontrol dan pengaruh yang disebutkan remaja putri dan putri dapat dilihat pada Tabel IV.11.

Dalam dokumen KONSEP REMAJA TENTANG KEINTIMAN DALAM PACARAN (Halaman 151-166)

Dokumen terkait