• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembahasan Hasil Utama

Dalam dokumen KONSEP REMAJA TENTANG KEINTIMAN DALAM PACARAN (Halaman 145-151)

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pembahasan Hasil Utama

1. Definisi dan Ekspresi Keintiman Dalam Pacaran

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya persamaan antara remaja putra dan putri dalam mengkonseptualisasikan KDP pada lima aspek. Remaja putra dan putri mendefinisikan dan mengekspresikan KDP pada aspek kontak fisik, kontak seksual, pengungkapan diri, pemahaman dan empati serta kepercayaan.

Persamaan remaja putra dan putri dalam mengkonseptualisasikan KDP sebagai pengungkapan diri salah satunya dilatarbelakangi oleh konteks hubungan dimana pengungkapan diri tersebut terjadi, dalam hal ini pada hubungan pacaran. Remaja putra dan putri cenderung memaknai keintiman sebagai pengungkapan diri dalam hubungan romantis dengan lawan jenis (Monsour, 1992). Hal ini disebabkan karena pada masa remaja, pasangan romantis merupakan figur kelekatan yang menggantikan kelekatan dengan orang tua, sehingga pacaran bagi remaja secara umum merupakan bentuk hubungan khusus yang bersifat lebih personal. Pengungkapan diri dicirikan dengan adanya penyampaian informasi pribadi secara luas (menyangkut berbagai hal/topik), mendalam serta bersifat timbal balik dengan orang lain (Johnson, 1993). Ciri-ciri pengungkapan diri yang mengandung unsur keluasan, kedalaman dan timbal balik tersebut akan lebih mudah terwujud dalam konteks hubungan pacaran. Oleh karena itu, remaja dalam penelitian ini mengkonseptualisasikan KDP sebagai bentuk pengungkapan diri.

Di lain sisi, persamaan remaja putra dan putri dalam mendefinisikan dan mengekspresikan KDP pada aspek pemahaman dan empati serta aspek kepercayaan salah satunya dilatarbelakangi oleh faktor budaya. Budaya kolektivis, seperti yang terdapat pula dalam budaya Jawa mendorong individu untuk mengembangkan responsivitas yang lebih besar terhadap anggota in-groupnya, seperti misalnya anggota keluarga atau pasangan romantis (pacar) (Marshall, 2008). Responsivitas mencakup hal-hal seperti dukungan, empati, pemahaman, sensitivitas, kepercayaan dan timbal balik. Budaya kolektivisme menitikberatkan pada adanya ketergantungan, harmoni interpersonal, kerjasama dan pengabdian tujuan-tujuan pribadi terhadap tujuan-tujuan kelompok. Pengaruh budaya kolektivis ini dapat menjelaskan kecenderungan remaja pada penelitian ini yang mayoritas bersuku bangsa Jawa dalam mengkonseptualisasikan KDP sebagai aspek pemahaman dan empati serta aspek kepercayaan.

Remaja putra dan putr jugai sama-sama membedakan ekspresi KDP dalam tingkat awal dan tingkat lanjut. Remaja putra maupun putri menggolongkan ekspresi kontak fisik sebagai KDP tingkat awal serta ekspresi kontak seksual sebagai KDP tingkat lanjut. Namun, secara teoritis para ahli membagi keintiman dalam tiga tingkatan hirarki, yaitu keintiman intelektual (meliputi ekspresi terkait pengungkapan verbal) pada tingkatan pertama, diikuti keintiman fisik (meliputi ekspresi seperti pegangan tangan, pelukan dan seksualitas) serta tingkat akhir adalah keintiman emosi (meliputi

ekspresi seperti dukungan emosi, ekspresivitas emosi dan responsivitas) (Dahms, 1972).

“…mungkin masih intim yang awal-awal mungkin masih sekedar gandengan, merangkul, belai rambut gitu-gitu…” (Partisipan A, VIII. 512-514)

“Ya…ya…misalnya intim lanjut kan itu dengan menyentuh, meraba bagian sensitif biasanya juga melakukan ML…ML gitu…” (Partisipan C, IV.504-506)

Berdasarkan hierarki tersebut, maka ekspresi kontak fisik dan seksual yang diungkapkan oleh remaja putra dan putri dalam penelitian ini sebenarnya berada pada keintiman tingkat ke dua (menengah). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa remaja putra dan putri hanya terfokus pada aspek kontak fisik dan seksual semata dalam menggolongkan tingkatan keintiman dan kurang mampu mengidentifikasi komponen keintiman yang lain seperti misalnya komponen intelektual dan emosi yang ada dalam tingkatan keintiman.

Selain persamaan di atas, perbedaan yang cukup menonjol antara remaja putra dan putri tampak dari dua poin berikut. Pertama, remaja putri menambahkan perilaku-perilaku terkait aspek ekspresivitas emosi dan menciptakan makna dalam mengekpresikan KDP, sedangkan remaja putra menambahkan perilaku-perilaku terkait aspek aktivitas bersama (tampak pula secara implisit dari efek negatif KDP yang disebutkan remaja putra yaitu egois dan sosialisasi terhadap lingkungan menjadi kurang karena sering pergi berdua/menghabiskan waktu bersama pacar) serta aspek bantuan dan dorongan dalam mengekpresikan KDP. Ekspresi-ekspresi terkait aspek

aktivitas bersama1 dan aspek bantuan/dukungan2 yang disebutkan remaja putra dalam penelitian ini menurut Mc.Clone (2001) adalah ekspresi keintiman bersifat instrumental yang lebih banyak ditemui pada remaja pria, sedangkan ekspresi-ekspresi terkait aspek ekspresivitas emosi3 dan aspek menciptakan makna yang disebutkan remaja putri dalam penelitian ini menurut Prager (1995) adalah ekspresi keintiman bersifat emosional yang lebih banyak muncul pada remaja putri.

”Ya seperti malam mingguan pergi berdua jalan-jalan ngobrol-ngobrol tentang hobi...buat aku itu aku merasa intim tu ya kalau lagi pergi berdua gitu...intim...mesra gitu lho...” (Partisipan E, II.562-565)

“…ungkapan keintiman dalam pacaran yaitu memberikan bantuan kayak misalnya ngatur rumah atau ngajari pelajaran yang sulit itu…benerin komputer pacar yang eror gitu…” (Partisipan G, III.1194-1197)

“Ya kalau aku paling setauku ya paling cuman sms atau ngomong langsung dengan kata-kata cinta yang mesra gitu lah mbak…mengekspresikan intim itu…” (Partisipan C, V.284-286)

“Yo intim tu kalau manggil sayang kayak…Hay ayang atau papi-mami gitu juga ada hiiii…..” (Partisipan C, VII.254-255)

Ekspresi keintiman instrumental yang muncul pada remaja putra dan ekspresi keintiman emosional yang ditunjukkan remaja putri dalam penelitian ini merupakan hasil dari pola sosialisasi peran gender yang berbeda antara remaja putra dan putri. Remaja putra didorong mengembangkan perilaku interpersonal yang bersifat kompetitif, asertif, bebas, percaya diri, dan insterumental (Macoby, 1990), sedangkan remaja putri diharapkan mengembangkan perilaku interpersonal yang lebih bersifat verbal,

1

Lihat lampiran hal.184-185

2

Lihat lampiran hal.184-185

3

memelihara/mengasuh, ekspresif secara emosi dan hangat (Noller, 1993; Jones & Costin (dalam Sternberg, 2002).

Kedua, remaja putra dan putri mendefinisikan serta mengekspresikan keintiman pada aspek kedekatan dan keterikatan dengan cara yang berbeda. Remaja putra mendefinisikan KDP pada aspek kedekatan sebagai hubungan yang dekat secara fisik dan mengekspresikannya dengan cara-cara kontak fisik maupun seksual, sedangkan remaja putri mendefinisikan KDP pada aspek kedekatan sebagai adanya kedekatan secara emosi/batin dan ikatan batin yang kuat dengan pasangan serta mengekspresikannya dengan cara tidak sungkan untuk bergurau/bercanda bersama pacar dengan saling meledek kebiasaan/sifat buruk masing-masing.

”...ya intim itu artinya dekat terutama secara fisik...” (Partisipan C, I.647-648)

‘Ya…keintiman dalam pacaran itu merupakan kedekatan batin yang dalam antar pasangan” (Partisipan A, VI.745-746)

Perbedaan antara remaja putra dan putri dalam mengkonseptualisasikan KDP pada aspek kedekatan secara umum menunjukkan bahwa remaja putra dan putri pada dasarnya memiliki kapasitas yang sama untuk membangun kedekatan sebagai wujud keintiman dengan lawan jenis, namun masing-masing memiliki pendekatan/cara yang berbeda untuk mencapai kedekatan tersebut (Camarena, 1990). Temuan ini senada dengan pendapat Baldwin & Baldwin (dalam Canary et.al, 1998) yang menyatakan bahwa perempuan seringkali menghubungkan kedekatan dengan keterlibatan secara emosional, sedangkan laki-laki cenderung megasosiasikan kedekatan dengan keterlibatan secara fisik. Selain itu, perbedaan ekspresi remaja putra dan putri dalam aspek

kedekatan dan keterikatan tersebut bisa terjadi karena remaja putra menganggap kontak fisik adalah cara yang lebih mudah dilakukan dan tidak menimbulkan konflik untuk mengekspresikan kedekatan dalam pacaran (Dwyer, 2000), sedangkan humor dianggap remaja putri sebagai sarana konstruktif untuk menciptakan kedekatan dengan pacar (Hatfield & Rapson, 1993).

“…dekat secara fisik… misalnya hanya bersandar di pundak pacar, pegangan tangan, membelai rambut, kecup kening gitu” (Partisipan G, III.1559-1561)

“…jadi ya terus keakraban itu ditunjukkan dengan gak sungkan bercanda sama pacar dengan saling meledek kebiasaan atau sifat buruk satu sama lain, tapi gak ada yang tersinggung atau marah karena itu wujud kedekatan tadi…” (Partisipan C, V.491-495)

Perbedaan lain antara remaja putra dan putri dalam penelitian ini adalah bahwa remaja putra mendefinisikan dan mengekspresikan KDP dalam aspek kontrol dan pengaruh. Remaja putra mendefinisikan KDP sebagai adanya kontrol dan pengaruh terhadap pasangan. Definisi tersebut sesuai dengan stereotipe gender tradisional yang berkembang di masyarakat, yakni bahwa laki-laki harus dominan dan memiliki kontrol dalam hubungan sosial (Lips, 1988). Oleh karena itu, definisi KDP pada remaja putra terkait aspek kontrol dan pengaruh ini dapat dikatakan dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya kelompok.

“Menurutku intim itu juga bisa berarti adanya apa itu namanya tadi…kontrol…ya dalam sebuah hubungan…” (Partisipan D, III.1287-1288)

Remaja putra dalam penelitian ini juga menyebutkan ekspresi-ekspresi KDP terkait aspek kontrol dan pengaruh. Beberapa ekspresi aspek kontrol

dan pengaruh yang disebutkan remaja putra seperti misalnya memantau keberadaan pacar sesering mungkin lewat telepon/sms, ikut campur dan mempengaruhi keputusan pacar dalam menentukan teman, melarang pacar pulang terlalu malam dengan alasan apapun serta meminta pacar untuk ijin terlebih dahulu jika ingin melakukan sesuatu secara tidak langsung mengindikasikan adanya pengekangan terhadap pasangan dalam hubungan pacaran. Poerwandari (2004) menggolongkan tindakan pengekangan sebagai perilaku dari bentuk kekerasan psikologis dalam hubungan pacaran. Artinya, beberapa perilaku yang disebutkan remaja putra sebagai ekspresi KDP terkait aspek kontrol dan pengaruh secara tidak mereka sadari sebenarnya merupakan bentuk-bentuk perilaku yang mengarah pada adanya kekerasan dalam pacaran.

“…intim tu karena sayang melarang pacar pulang terlalu malam dengan alasan apapun atau meminta pada pacar untuk tidak menjalin hubungan terlalu dekat dengan cowok lain misalnya dengan sahabat cowoknya…” (Partisipan E, III.1302-1305)

Dalam dokumen KONSEP REMAJA TENTANG KEINTIMAN DALAM PACARAN (Halaman 145-151)

Dokumen terkait