• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembangunan Perikanan dan Pemberdayaan Masyarakat

Halaman 1 Peta lokasi penelitian

2.4 Pembangunan Perikanan dan Pemberdayaan Masyarakat

2.4 Pembangunan Perikanan dan Pemberdayaan Masyarakat.

Dalam pengertian sehari-hari yang sederhana dapatlah disebutkan bahwa pembangunan merupakan usaha yang dilakukan oleh suatu masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup mereka, namun untuk suatu pembahasan yang berlatar belakang ilmiah, tentu harus diusahakan suatu pengertian yang kurang lebih menggambarkan apa yang dimaksudkan sebagai pembangunan yang secara umum dapat diterima oleh mereka yang ikut membahasnya (Nasution, 1996). Menurut Todaro dan Smith (2004), pembangunan pada masa lampau dipandang sebagai fenomena ekonomi saja, karena tinggi rendahnya kemajuan pembangunan disuatu negara hanya diukur berdasarkan pertumbuhan GNP (Gross National Product/ Pendapatan Nasional Bruto), baik secara keseluruhan maupun perkapita yang diyakini akan menetes dengan sendirinya (prinsip “trickle down effect”/ efek penetesan kebawah) sehingga menciptakan lapangan pekerjaan dan berbagai peluang ekonomi lain yang pada akhirnya akan menumbuhkan berbagai kondisi yang diperlukan demi terciptanya distribusi hasil-hasil pertumbuhan ekonomi dan sosial secara lebih merata. Dengan demikian tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan unsur yang lebih diutamakan sedangkan masalah-masalah lain seperti soal kemiskinan, diskriminasi, pengangguran, dan ketimpangan distribusi pendapatan acapkali di nomor duakan. Setelah lebih kurang tiga dasawarsa masa pembangunan, ide-ide dan pemikiran tentang pembangunan ternyata semakin berkembang. Menurut Nasution (1996) masa sekarang tegas di perbincangkan tujuan akhir pembangunan, yaitu apa yang hendak dibangun, sebab ternyata pendapatan perorangan maupun pendapatan nasional (GNP) tidak cukup

memperbaiki taraf hidup sebagian besar masyarakat ; karena GNP memang merupakan jalan untuk memperoleh kebutuhan lainnya, tetapi pendapatan bukan merupakan tujuan, hanya alat untuk mendapatkan apa yang dituju. Jadi yang hendak dibangun adalah manusia, karena itu hasil ataupun manfaat pembangunan harus pada manusianya, sedangkan yang lain merupakan alat untuk mencapai tujuan, yaitu kemanfaatan pada diri manusia.

Lebih jauh menurut Todaro dan Smith (2004), dari sekian banyak upaya untuk menciptakan indikator-indikator sosial yang berbobot guna mendampingi indikator GNP perkapita yang paling menonjol adalah upaya PBB yang kemudian berhasil menciptakan indeks pembangunan manusia (HDI – Human Development Index). HDI diukur berdasarkan 3 ( tiga ) tujuan atau produk akhir pembangunan menurut Todaro dan Smith (2004), dan Nasution (1996); yaitu:

1) Masa hidup (longevity), yang diukur dengan usia harapan hidup/indikator tingkat harapan hidup (life expectancy), karena hidup yang panjang dinilai berharga, serta sejumlah manfaat tidak langsung lainnya seperti gizi yang memadai dan kesehatan yang baik adalah berkaitan erat dengan tingkat harapan hidup yang tinggi.

2) Pengetahuan (knowledge), yang diukur dengan kemampuan baca tulis orang dewasa secara tertimbang (dua pertiga) dan rata-rata tahun bersekolah (sepertiga) yaitu indikatornya tingkat melek huruf (literacy rate).

3) Standar hidup yang pantas (decent living standard) yang diukur dengan pendapatan perkapita yang digabung dengan daya beli (purchasing power) dan disesuaikan dengan pendapatan perkapita riil dari Pendapatan Bruto Domestik ( GDP ).

Dengan demikian, telah terjadi perkembangan konsepsi pembangunan sehingga batasan pengertiannya pun beragam, sebagaimana pendapat para ahli

dalam Nasution (1996) sebagai berikut: Pembangunan adalah suatu jenis

perubahan sosial dimana ide-ide baru diperkenalkan kepada suatu sistem sosial untuk menghasilkan pendapatan perkapita dan tingkat kehidupan yang lebih tinggi melalui metode produksi yang lebih modern dan organisasi sosial yang lebih baik. Pembangunan adalah modernisasi pada tingkat sistem sosial (Rogers dan Shoemaker, 1971). Pembangunan pada akhirnya bukanlah soal teknologi atau

GNP, tetapi pencapaian pengetahuan dan keterampilan baru, tumbuhnya suatu kesadaran baru, perluasan wawasan manusia, meningkatnya semangat kemanusiaan dan suntikan kepercayaan diri (Kleinjans, 1975).

Pembangunan adalah suatu proses perubahan sosial dengan partisipasi yang luas dalam suatu masyarakat yang dimaksudkan untuk kemajuan sosial dan material (termasuk bertambah besarnya keadilan, kebebasan dan kualitas lainnya yang dihargai) untuk mayoritas rakyat melalui kontrol yang lebih besar yang mereka peroleh terhadap lingkungan mereka (Rogers, 1983).

Karena pembangunan merupakan suatu proses dinamis yang senantiasa berkembang terus dalam menjawab tuntutan kebutuhan serta kondisi perkembangan zaman, demikian pula halnya dengan konsep-konsep dan gagasan yang mendasarinya akan terus mengalami penyempurnaan; namun pada gilirannya konsep kunci pembangunan haruslah untuk perbaikan kualitas kehidupan manusia. Dalam berbagai tulisan tentang pembangunan, kata-kata modernisasi, perubahan sosial, industrialisasi, westernisasi, pertumbuhan dan evolusi sosio-kultural telah mewarnai pengertian pembangunan untuk keperluan yang berbeda-beda (Frey, 1973 yang dikutip Nasution, 1996)

Pada konteks perikanan, Purnomo dan Hartono (2005) memberi acuan bahwa pembangunan perikanan dapat diartikan sebagai suatu proses yang disengaja untuk mengarahkan sektor perikanan menuju lebih maju jika dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Sementara itu Amanah (2007) berpendapat bahwa pembangunan kelautan dan perikanan merupakan usaha berencana yang dilakukan pemerintah bersama-sama dengan masyarakat dalam mengelola sumberdaya kelautan dan perikanan yang lestari dan bertanggung jawab untuk kesejahteraan bangsa. Sedangkan pengertian perikanan menurut Undang-Undang No. 31 tahun 2004, adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu bisnis perikanan. Dijelaskan oleh Nikijuluw (2002) bahwa perikanan adalah usaha manusia dalam memanfaatkan sumberdaya ikan; dan sebagai suatu usaha atau kegiatan ekonomi, perikanan dapat dipandang sebagai sistem yang terdiri dari

unsur atau subsistem ikan, manusia, dan lingkungan atau habitat tempat ikan itu berada.

Tujuan pembangunan perikanan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 31 tahun 2004 tentang perikanan, adalah sebagai berikut: (1) Meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil. (2) Meningkatkan penerimaan dan devisa negara.

(3) Mendorong perluasan dan kesempatan kerja.

(4) Meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein hewani. (5) Mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya ikan.

(6) Meningakatkan produktivitas, mutu, nilai tambah dan daya saing. (7) Meningkatkan ketersediaan bahan baku untuk industri pengolahan ikan. (8) Mencapai pemanfaatan sumberdaya ikan, bahan pembudidayaan ikan secara

optimal.

(9) Menjaga kelestarian sumberdaya ikan, lahan pembudidayaan ikan dan tata ruang.

Berkenaan dengan itu, Dahuri (2004) menganjurkan agar perlunya penerapan konsep pembangunan berkelanjutan dalam pengelolaan perikanan, yang secara teknis dapat didefinisikan bahwa pembangunan perikanan berkelanjutan adalah suatu upaya pemanfaatan sumberdaya alam kelautan dan jasa-jasa lingkungan yang terdapat didalamnya untuk kesejahteraan manusia dengan tetap memperhatikan aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Dalam hal ini pembangunan perikanan harus menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat tanpa mengabaikan prinsip-prinsip kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup agar dapat memenuhi kebutuhan generasi kini dan generasi mendatang.

Sejalan dengan itu, Notoatmodjo (2003) berpendapat bahwa pembangunan suatu bangsa memerlukan aset pokok yang disebut sumberdaya; baik SDA (natural resources) maupuan SDM (human resources) dan dari kedua sumberdaya tersebut, maka SDM-lah yang lebih penting karena indikator keberhasilan pembangunan suatu bangsa terletak pada pembangunan SDM-nya, bukan pada pemanfaatan SDA-nya. Sebab bila SDA sangat potensial tetapi tidak didukung oleh pengolahan

yang baik oleh SDM yang berkualitas, maka kemajuan bangsa tersebut akan kalah bila dibandingkan dengan sebaliknya.

Menurut Dahuri (2004) pembangunan memiliki pengertian terjadinya suatu perubahan dalam struktur ekonomi disertai dengan peningkatan secara “sustain”

pendapatan masyarakat secara keseluruhan, dimana aspek penting dari perubahan struktur ekonomi dan peningkatan kesejahteraan tersebut berasal dari dan dihasilkan oleh partisipasi masyarakat dalam proses tersebut. Lebih jauh Supriatna (1997) menjelaskan bahwa konsep pembangunan sebagai sistem mencakup komponen-komponen: (1) masukan yang terdiri dari nilai, sumberdaya manusia, alam, budaya dan kelembagaan masyarakat; (2) proses, kemampuan organisasi, dan manajemen pemerintahan dalam melaksanakan program pembangunan; (3) keluaran, berupa perubahan kualitas perilaku manusia yang berakses pada koqnisi, afeksi, dan keterampilan yang berkaitan dengan taraf hidup. Pembangunan sebagai gerakan mengandung makna bahwa pembangunan adalah usaha sadar, terorganisasi, terarah dan berkelanjutan yang dilakukan birokrasi pemerintah bersama-sama dengan masyarakat guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat; sementara itu, pembangunan sebagai metode berorientasi pada upaya penciptaan kemajuan sosial-ekonomi yang didukung oleh pengorganisasian dan peran serta masyarakat selaku pelaku pembangunan.

Dengan demikian menurut Sumodiningrat (1996) pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses transformasi yang pada dasarnya akan membawa perubahan dalam proses alokasi sumber-sumber ekonomi, proses distribusi manfaat, dan proses akumulasi yang berdampak pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Dalam hubungan ini pemihakan dan pemberdayaan masyarakat perlu diyakini sebagai suatu strategi yang tepat untuk menggalang kemampuan ekonomi nasional, sehingga mampu berperan secara nyata dalam meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.

Dalam penjelasan Undang-Undang No. 31/2004 menyatakan bahwa perikanan mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan perekonomian nasional, terutama dalam meningkatkan perluasan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan, dan peningkatan taraf hidup bangsa pada umumnya, nelayan kecil, pembudidaya ikan kecil dan pihak-pihak pelaku usaha dibidang

perikanan dengan tetap memelihara lingkungan, kelestarian dan ketersediaan sumberdaya ikan. Lebih lanjut ditegaskan oleh Sumodiningrat (1996) bahwa guna memperkuat kedudukan dan peran masyarakat dalam perekonomian nasional diupayakan untuk mendorong percepatan perubahan / transformasi struktural yang mensyaratkan langkah-langkah mendasar meliputi :

1) Pengalokasian sumberdaya, 2) Penguatan kelembagaan, serta 3) Pemberdayaan masyarakat

Dalam rangka merubah perilaku kehidupan masyarakat yang berakses pada budaya, pendidikan sosial sangat dibutuhkan; apalagi bila dihubungkan dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi yang semakin memberi peluang terhadap pembangunan masyarakat, maka pendidikan sosial bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang berpengetahuan, berketerampilan, bernilai, memiliki kepercayaan diri dan ikut berpartisipasi sosial (Supriatna, 1997). Batten (1961) dalam Supriatna (1997) menjelaskan bahwa pembangunan masyarakat adalah aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat, dimana mereka mendiskusikan kebutuhan dan masalahnya secara bersama dan memecahkan masalah yang mereka hadapi secara bersama pula.

Suatu usaha perubahan sosial yang berencana tentu ada yang memprakarsai dan bila dilihat dalam suatu masyarakat yang melaksanakan pembangunan sebagai suatu perubahan sosial yang berencana, maka lembaga-lembaga perubahan (change agencies) tersebut adalah semua pihak yang melaksanakan pembangunan itu sendiri, termasuk pemerintah secara keseluruhan, departemen, lembaga-lembaga masyarakat, termasuk lembaga perekonomian beserta segala kelengkapannya (Nasution, 1998).

Berangkat dari pemahaman diatas, berbagai upaya dilakukan dalam rangka pemberdayaan masyarakat yang terkait dengan pembangunan perikanan yang telah dan sedang berlangsung oleh berbagai pihak, baik itu pemerintah, lembaga-lembaga non pemerintah, LSM, dan bahkan masyarakat sendiri, perguruan tinggi, pemerhati perikanan, koperasi, BUMN, dan sebagainya.

Berbagai kegiatan pengembangan masyarakat perikanan yang dilaksanakan menggunakan istilah yang berbeda, seperti : pemberdayaan ekonomi masyarakat

pesisir, pembangunan masyarakat pantai dan pengelolaan sumberdaya perikanan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat nelayan, dan sebagainya. Namun, jika ditelaah lebih dalam, sekalipun istilah yang digunakan bermacam-macam, kegiatan yang dilakukan sebenarnya mempunyai tujuan yang sama yakni meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat (Ginting, 2002). Menurutnya cara-cara yang ditempuh oleh berbagai kegiatan ini pada umumnya menggunakan berbagai metode pendekatan dan teknik yang merujuk pada upaya peningkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan perikanan.

Menurut Kusnadi (2002) berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah pada dekade orde baru untuk mengatasi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan hidup nelayan, yakni sejak tahun 1974 pemerintah mengeluarkan program bantuan kredit kepada nelayan seperti Kredit Investasi Kecil (KIK), Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP) dan Kredit BIMAS, bahkan program-program bantuan lain seperti Program Kredit Bergulir atau dana Program Inpres Desa Tertinggal (IDT) belum mampu mengatasi kesulitan sosial-ekonomi masyarakat nelayan.

Pada dekade tahun 2000-an, pembangunan masyarakat perikanan, sebagaimana pembangunan masyarakat lainnya secara umum menurut Purnomo dan Hartono (2005) adalah berangkat dari permasalahan masyarakat itu sendiri. Berkaitan dengan pembangunan masyarakat perikanan, telah banyak dilakukan aktivitas dan kegiatan seperti Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP). PEMP diinisiasi untuk mengatasi dampak kenaikan harga BBM terhadap perekonomian masyarakat pesisir yang difokuskan pada penguatan model melalui perguliran Dana Ekonomi Produktif (DEP), dimana pengelolaan DEP dilakukan oleh Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir Mikro Mitra Mina (LEPPM3) yang sejatinya dibentuk sebagai cikal bakal “holding company” milik masyarakat pesisir. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur wirausahawan, penguatan kelembagaan, penggalangan partisipasi masyarakat dan kegiatan usaha ekonomi produktif lainnya yang berbasis sumberdaya lokal dan berkelanjutan (Pedoman Umum Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir-Dit PMP, Ditjen KP3K, DKP, 2006).

Berdasarkan Refleksi Program PEMP, dinyatakan bahwa program ini dibagi menjadi 3 (tiga) tahap yaitu; (1) tahap inisiasi tahun 2001-2003, (2) tahap institusionalisasi tahun 2004-2006, dan tahap diversifikasi tahun 2007-2009. Sejak dimulai tahun 2001 hingga 2005, program mengalami penyesuaian dengan tuntutan yang berkembang dan telah menjangkau 271 dari 289 kabupaten/kota berpesisir diseluruh Indonesia dan telah terbentuk 323 LEPP-M3, 9.964 Kelompok Masyarakat Pemanfaat (KMP) serta menyentuh sekitar 101.428 KK masyarakat pesisir atau 554.055 jiwa (Dit PMP, Ditjen KP3K-DKP, 2006).

Menurut laporan BAPPENAS (2004), terdapat beberapa program diwilayah pesisir yang sudah dan sedang dilaksanakan untuk pengembangan wilayah dan bermanfaat langsung dan tidak langsung kepada masyarakat, yaitu : (1) Program “Mitra pesisir” (Coastal Resources Management Project- CRMP); (2) Program Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (Marine and Coastal Resources

Management Project - MCRMP ); (3) Program Rehablitasi dan Pengelolaan

Terumbu Karang (Coral Recf-Rehabilitation and Management Program-

COREMAP); (4) Program Pembangunan Masyarakat Pantai dan Pengelolaan

Sumberdaya Perikanan (Coastal Community Development and Fisheries Resources Management - COFISH) dan (5) Program Laut dan Pantai Lestari. Uraian program-program tersebut adalah sebagai berikut:

(1) Sesuai dengan tujuannya untuk memperkuat kelembagaan pengelolaan pesisir, program mitra pesisir dengan berbagai kegiatannya telah secara langsung bermitra dengan masyarakat untuk mengenali potensi dan permasalahan sumber daya pesisir (berbasis masyarakat) di daerah masing-masing untuk dikelola dan dimanfaatkan secara optimal. Sekaligus dalam program tersebut bekerjasama dengan pemangku kepentingan lain menyelenggarakan peningkatan kapasitas kelembagaan di bidang perencanaan dan pengolalaan program sumberdaya pesisir berbasis masyarakat yang ditempuh melalui pelatihan, pertemuan dan diskusi serta kunjungan silang ke berbagai tempat ( BAPPENAS, 2004).

(2) Beberapa komponen dalam MCRMP dilaksanakan untuk mencapai tujuannya yaitu pengelolalan berkelanjutan atas sumberdaya dan keanekaragaman hayati pesisir dan laut serta perlindungan lingkungan. Salah satu komponen yang

secara langsung melibatkan masyarakat adalah komponen investasi skala kecil pengelolaan sumber daya pesisir dan laut yang kegiatannya berupa pengembangan mata pencaharian alternatif, dimana hal ini dimaksudkan agar kegiatan-kegiatan skala kecil tersebut dapat menghasilkan pendapatan tambahan masyarakat dengan tetap melindungi sumberdaya pesisir dan lautan (BAPPENAS, 2004).

(3) Tujuan COREMAP memperkuat kapasitas kelembagaan dalam pengelolaan terumbu karang serta merehabilitasi, melindungi dan mengelola ekosistem karang dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarkat setempat yang melestarikan terumbu karang. Komponen kegiatan yang langsung berhubungan dengan masyarakat diantaranya: komunikasi masyarakat dan Pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat. Dalam komponen komunikasi masyarakat tentang terumbu karang telah dilakukan sejumlah kegiatan: kampanye, radio spot, talk show TV, billboard, pameran, buku, brosur, poster, CD, VCD, pemberitaan di berbagai media cetak elektronik dan lain-lain; yang bertujuan untuk: (1) meningkatkan kesadaran masyarakat tentang sumberdaya laut/terumbu karang; (2) meningkatkan pengetahuan dan peran aktif masyarakat dalam pengelolaan terumbu karang; dan (3) mengupayakan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan (stakeholders). Sedangkan pada komponen pengelolaan berbasis masyarakat telah dilaksanakan antara lain pengembangan mata pencaharian alternatif, meliputi: jenis usaha, kelayakan usaha, pelatihan dan kelembagaan pengelolaan dana, dimana disiapkan dana bergulir untuk mendukung kegiatan ekonomi produktif seperti pengolalaan kios budi daya rumput laut, keramba apung, dan sebagainya (BAPPENAS, 2004).

(4) Upaya-upaya yang dilaksanakan dalam COFISH bertujuan mempromosikan pelaksanaan sumberdaya perikanan berbasis partisipasi dan pengurangan kemiskinan melalui penciptaan kesempatan bekerja/berusaha bagi masyarakat pesisir. Komponen yang secara khusus dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat adalah pembangunan dan pengentasan kemiskinan, melalui penciptaan peluang usaha baik dibidang perikanan (non-penagkapan) maupun non-perikanan, sehingga ketergantungan pada usaha penangkapan

dapat dikurangi. Rangkaian kegiatan dalam komponen ini terdiri atas: (1) pengorganisasian masyarakat dan persiapan sosial, (2) implementasi kegiatan ekonomi, (3) peningkatan/perbaikan sarana sosial antara lain akses jalan ke desa nelayan, penyediaan balai pertemuan nelayan, suplai air bersih, dan pos pelayanan kesehatan. Pengorganisasian masyarakat diupayakan melalui pengelompokkan kedalam unit usaha ekonomi: Kelompok Usaha Bersama (KUB) dan diadakan pelatihan, seperti: (1) konsepsi pemberdayaan, pengelolaan koperasi, dan pengembangan pola pikir, (2) pengelolaan dan pengembangan akses kredit, (3) pengembangan dan pengelolaan usaha kecil, (4) diversifikasi pengolahan ikan dan (5) pemesanan produk perikanan skala kecil (BAPPENAS, 2004). Ditambahkan oleh Murdiyanto (2004) bahwa

COFISH merupakan perwujudan komitmen untuk mengolah sumber daya

perikanan pantai secara berkelanjutan dalam rangka meningkatkan taraf hidup nelayan. Dengan demikian aktivitas ini bertujuan untuk memajukan sistem pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat pantai melalui berbagai kegiatan. Terkait dengan pengembangan masyarakat, dalam berbagai kegiatan adalah mengupayakan partisipasi masyarakat dalam mengelola sumberdaya perikanan serta meningkatkan kapasitas kelembagaan pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya dan pembangunan sektor perikanan secara berkelanjutan.

(5) Program pantai dan Laut Lestari mempunyai misi untuk melestarikan fungsi ekosistem dan pesisir dan laut sehingga dapat terjadi hubungan yang seimbang, serasi dan selaras antara manusia dan lingkungannya, yang dapat mendukung pembangunan berkelanjutan di wilayah pesisir, serta meningkatkan kapasitas kelembagaan, pendapatan, dan kemampuan sumberdaya manusia, berikut sarana dan prasarananya. Berdasarkan misi tersebut, maka tujuan yang terkait dengan pembangunan manusia adalah meningkatnya kepedulian serta keberdayaan masyarakat dan stakeholders terkait sehingga dapat berperan secara aktif dalam program pengeolaan pesisir dan laut secara terpadu. Untuk itu dalam pelaksanaan program telah melibatkan masyarakat, LSM, narasumber DPR Propinsi, Kabupaten/Kota wilayah program mulai dari proses perancanaan hingga pengawasan dan evaluasi, serta dilakukannya

pelatihan dan penyuluhan yang terprogram dalam rangka pemberdayaan masyarakat (BAPPENAS, 2004).