• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori

3. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang sering diterapkan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran hingga saat ini. Pembelajaran konvensional yang terdapat pada sekolah tempat dilaksanakan penelitian merupakan pembelajaran yang berpusat pada guru dan memposisikan siswa sebagai penerima informasi tanpa terlibat secara langsung dalam berbagai aktivitas belajar. Siswa umumnya diberikan informasi yang “sudah jadi” tanpa difasilitasi untuk membangun pengetahuannya sendiri. Dampak yang timbul adalah pembelajaran mempunyai kesan lebih mengutamakan hasil daripada proses yang dijalani. Akhirnya siswa lebih mengandalkan hapalan dibandingkan membangun pemahaman. Metode dan strategi yang sering digunakan dalam pembelajaran konvensional adalah metode ceramah dan strategi ekspositori.

Pembelajaran konvensional yang digunakan dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan strategi ekspositori. Strategi ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan pada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal.41 Jadi dalam strategi ekspositori, materi pelajaran diberikan secara langsung kepada siswa tanpa menuntut dan mengkondisikan siswa untuk terlibat dalam proses menemukan pengetahuan.

41

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta : Kencana Prenada Media, Cet. 8, 2011), h. 179.

Strategi ekspositori memiliki beberapa karakteristik, diantaranya adalah42: a. Strategi pembelajaran ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan

materi pelajaran secara lisan

b. Materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi sehingga tidak menuntut siswa untuk berpikir ulang

c. Tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan pembelajaran itu sendiri Adapun langkah-langkah dalam strategi ekspositori adalah43:

a. Persiapan (preparation)

Tahap ini berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk menerima pelajaran. Kegiatan dalam tahap ini seperti menyampaikan tujuan pembelajaran dan melakukan apersepsi.

b. Penyajian (presentation)

Dalam tahap ini guru menyampaikan materi pelajaran kepada siswa. Guru mengusahakan agar materi pelajaran dapat dengan mudah ditangkap dan dipahami oleh siswa.

c. Korelasi (correlation)

Pada tahap ini guru menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman siswa. Hal ini dilakukan untuk memberikan makna terhadap materi pelajaran. d. Menyimpulkan (generalization)

Tahap ini adalah tahapan mengambil dan memahami inti sari dari materi pelajaran yang telah disampaikan.

e. Mengaplikasikan (application)

Tahap ini adalah tahapan unjuk kemampuan siswa setelah menyimak penjelasan dari guru dengan mengerjakan latihan yang diberikan.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

1. Penelitian Sugiman (2008) dalam jurnalnya yang berjudul “Koneksi Matematik dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Menengah Pertama”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kemampuan koneksi matematik

42

Abdul Majid,op. cit., h. 216. 43

31

siswa masih tergolong rendah, yaitu 53,5%. Deskripsi kemampuan koneksi matematik tiap aspek yang berhasil dicapai siswa dalam penelitian tersebut adalah 63% aspek koneksi inter topik matematika, 41% aspek koneksi antar topik matematika, 56% aspek koneksi matematika dengan pelajaran lain, dan 55% aspek koneksi matematika dengan kehidupan sehari-hari.44

2. Penelitian Fatma H. BIKMAZ, Ozhan CELEBI, Aslihan ATA, Eren OZER, Oznur SOYAK dan Hande RECBER (2010) dalam jurnalnya yang berjudul “Scaffolding Strategies Applied by Student Teachers to Teach Mathematics”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada pembelajaran matematika pokok bahasan geometri, teknik scaffolding yang paling banyak digunakan adalahinviting student participation (46,2%),verifying and clarifying student understanding (19,5%), offering explanation (16,9%), inviting students to contribute clues(9,3%) danmodeling of desired behaviors(8%).45

3. Penelitian Tedy Machmud (2011) dalam jurnalnya yang berjudul “Scaffolding Strategy in Mathematics Learning”. Kesimpulan dari penelitian tersebut menyatakan bahwa pembelajar dalam membangun suatu konsep tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sosial, budaya, dan bahasa. Begitupula halnya dalam pembelajaran matematika. Pendidik harus menyediakan scaffolding yang jelas sehingga siswa dapat mencapai tingkat perkembangan potensial dalam memahami dan membangun pengetahuan matematika.Scaffoldingyang dapat dikombinasikan dalam kegiatan pembelajaran meliputi modeling, bridging, inviting student participation, offering explanation, dan verifying and clarifying student understanding.46

4. Penelitian Tapilouw Marthen (2010) dalam jurnalnya yang berjudul “Pembelajaran Melalui Pendekatan REACT Meningkatkan Kemampuan

44

Sugiman,Koneksi Matematik Dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Menengah Pertama, (Yogyakarta: FMIPA UNY, 2008) h. 4 dari http://staff.uny.ac.id pada 20 April 2014 pukul 14.36.

45

Fatma H. BIKMAZ, dkk., Scaffolding Strategies Applied by Student Teachers to Teach Mathematics”,The International Journal of Research in Teacher Education, tersedia online di http://ijrte.eab.org.tr/1/spc.issue/3f.hazir.pdf pada 12 September 2014 pukul 11.36.

46

Tedy Machmud, “Scaffolding Strategy in Mathematics Learning”, Makalah

disampaikan pada International Seminar and the Fourth National Conference on Mathematics Education 2011 “Building the Nation Character through Humanistic Mathematics Education”,

Matematis Siswa SMP”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan REACT merupakan pilihan yang baik untuk mendukung peningkatan kemampuan matematis siswa. Hal ini disebabkan melalui pembelajaran dengan pendekatan REACT, sebagian besar siswa lebih termotivasi untuk belajar dan membangun kemampuan matematisnya.47

C. Kerangka Berpikir

Matematika adalah suatu disiplin ilmu yang tersusun dari berbagai konsep yang saling berkaitan satu dengan lainnya dan nyata manfaatnya dalam berbagai aspek kehidupan. Hal ini menjadikan kemampuan koneksi matematik sebagai salah satu daya matematis yang perlu dimiliki siswa dalam dan melalui pembelajaran matematika. Kemampuan koneksi matematik adalah kemampuan dalam mengaitkan atau menghubungkan topik matematika yang dipelajari dengan topik matematika lain, dengan mata pelajaran lain, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Mengupayakan tercapainya kemampuan koneksi matematik yang baik dapat diwujudkan dengan menghadirkan pembelajaran yang dapat membantu dan memberikan kesempatan pada siswa untuk dapat mengenali, membangun, dan menggunakan koneksi dalam matematika.

Strategi REACT adalah strategi pembelajaran yang terbentuk dari lima strategi belajar, yaitu relating, experiencing, applying, cooperating, dan transferring. Pada tahap relating, siswa belajar dengan mengaitkan materi yang dipelajari berbagai hal seperti dengan kehidupan sehari-hari, dengan topik yang telah ia pelajari sebelumnya, ataupun dengan mata pelajaran lain. Kemampuan koneksi matematik siswa dalam hal koneksi antar konsep matematik, koneksi dengan mata pelajaran lain ataupun koneksi dengan kehidupan sehari-hari dilatih melalui tahapan pembelajaran relating. Pada tahap experiencing, siswa belajar membangun sendiri pengetahuannya melalui berbagai aktivitas belajar. Dalam tahap ini, siswa dilatih untuk dapat bereksplorasi dan menyalurkan idenya untuk menyelesaikan masalah yang mengandung koneksi antar topik matematik,

47 Tapilouw Marthen, “Pembelajaran Melalui Pendekatan REACT Meningkatkan Kemampuan Matematis Siswa SMP”,Jurnal Penelitian Pendidikan, vol. 11, 2010, h. 129.

33

koneksi dengan mata pelajaran lain, maupun koneksi dengan kehidupan sehari-hari sehingga terbentuk suatu pemahaman baru dan akan memungkinkan siswa untuk dapat membuat koneksi matematik yang lebih luas lagi di masa mendatang. Pada tahapapplying, siswa menerapkan konsep-konsep yang telah ia miliki dalam berbagai masalah yang relevan. Untuk dapat menerapkan konsep dalam pemecahan masalah dengan tepat siswa perlu mengetahui keterkaitan yang ada antara masalah tersebut dengan konsep matematika dan menggunakannya dengan benar, sehingga kemampuan koneksi matematik siswa akan terlatih. Selanjutnya pada tahap transferring, siswa belajar menggunakan pengetahuan yang telah ia miliki ke dalam situasi yang baru dan berbeda. Pada tahap ini siswa dilatih untuk dapat mengoneksikan konsep yang telah ia miliki ke dalam berbagai hal, baik itu koneksi antar topik matematik, koneksi dengan mata pelajaran lain, maupun koneksi dengan kehidupan sehari-hari.

Dalam pembelajaran matematika, siswa seringkali menemui kesulitan. Banyak kasus dimana siswa sebenarnya mengetahui bahwa terdapat keterkaitan antara materi yang ia pelajari, namun tidak dapat dengan tepat mengetahui keterkaitan seperti apa yang ada dan bagaimana menggunakannya. Oleh karena itu, kemampuan seorang guru dalam memainkan perannya sebagai pembimbing menjadi sangat penting. Peran sebagai seorang pembimbing tersebut dapat diwujudkan melalui pembelajaran dengan teknik scaffolding. Scaffolding adalah pemberian bantuan dari orang yang lebih terampil pada masa-masa awal perkembangannya, kemudian secara bertahap dikurangi hingga akhirnya siswa mencapai kemandirian dalam belajar. Dalam upaya meningkatkan kemampuan koneksi matematik, pada masa-masa awal guru perlu membimbing siswa untuk dapat mengenali koneksi yang terdapat dalam matematika dengan memberikan petunjuk, penjelasan ataupun bentuk bantuan lainnya. Kemudian bantuan tersebut secara bertahap dikurangi hingga siswa akhirnya dapat secara mandiri mengenali dan menggunakan koneksi yang ada dalam matematika. Berdasarkan uraian di atas, terlihat adanya keterkaitan antara strategi REACT dengan teknikscaffolding dengan kemampuan koneksi matematik. Karenanya diharapkan pembelajaran

dengan strategi REACT dengan teknik Scaffolding dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematik siswa.

Bagan 2.1

Kerangka Berpikir Penelitian D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan deskripsi teoritik dan kerangka berpikir yang telah diuraikan sebelumnya, dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut : “kemampuan koneksi matematik siswa yang diajarkan menggunakan strategi pembelajaran REACT dengan teknik Scaffolding lebih tinggi dibanding kemampuan koneksi matematik siswa dengan pembelajaran konvensional.”

35

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Dokumen terkait