• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori

2. Strategi Pembelajaran REACT dengan Teknik

pembelajaran REACT dengan teknik scaffolding adalah pembelajaran yang melibatkan siswa dalam berbagai kegiatan belajar seperti mengaitkan,

mengalami, menerapkan, bekerja sama dan mentransfer pengetahuan disertai dengan bimbingan yang terstruktur.

3. Penelitian ini mengambil fokus pada pokok bahasan Perbandingan.

D. Perumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dibahas pada penelitian ini antara lain:

1. Bagaimana kemampuan koneksi matematik siswa yang dalam pembelajarannya diterapkan strategi pembelajaran REACT dengan teknik Scaffolding?

2. Bagaimana kemampuan koneksi matematik siswa yang dalam pembelajarannya diterapkan pembelajaran konvensional?

3. Apakah kemampuan koneksi matematik siswa yang mendapat pembelajaran menggunakan strategi REACT dengan teknik Scaffolding lebih tinggi dibandingkan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini antara lain:

1. Mendeskripsikan kemampuan koneksi matematik siswa yang dalam pembelajarannya diterapkan strategi pembelajaran REACT dengan teknik Scaffolding.

2. Mendeskripsikan kemampuan koneksi matematik siswa yang dalam pembelajarannya diterapkan pembelajaran konvensional.

3. Menganalisis perbedaan kemampuan koneksi matematik antara siswa yang mendapat pembelajaran menggunakan strategi pembelajaran REACT dengan teknikscaffoldingdan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

F. Manfaat Penelitian

9

1. Bagi siswa, mendapatkan pengalaman belajar yang memberinya kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam membangun pengetahuan dan memahami hubungan matematika.

2. Bagi guru mata pelajaran matematika, yaitu pembelajaran dengan strategi REACT dengan teknik Scaffolding dapat dijadikan alternatif pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas belajar mengajar di sekolah khususnya dalam hal kemampuan koneksi matematik siswa.

3. Bagi pihak sekolah, yaitu dapat meningkatkan kualitas proses belajar mengajar di sekolah.

4. Bagi peneliti, sebagai bahan referensi bagi peneliti yang ingin mengembangkan penelitian mengenai kemampuan koneksi matematik ataupun mengenai strategi pembelajaran REACT dengan teknikscaffolding.

10 A. Kajian Teori

1. Kemampuan Koneksi Matematik

Matematika, tentu bukanlah suatu istilah yang asing di masyarakat, mengingat matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib dipelajari mulai dari tingkat dasar hingga tingkat perguruan tinggi. Tidak hanya di dunia pendidikan, matematika juga dekat dengan kehidupan nyata. Begitu banyak permasalahan dalam kehidupan nyata seperti dalam bidang fisika, ekonomi, seni, hingga dalam hidup bermasyarakat dapat diselesaikan dengan menggunakan konsep matematika. Hal ini membuat matematika begitu penting karena kehadirannya tidak dapat dipisahkan dari kehidupan.

Istilah matematika berasal dari bahasa Latin mathematica yang diambil dari bahasa Yunani mathematike yang berarti “relating to learning”. Istilah tersebut berakar dari kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu. Selain itu, istilah mathematikeberkaitan denganmathaneinyang berarti belajar atau berpikir. Istilah mathematikedanmathematicakemudian diadaptasi dalam berbagai bahasa seperti mathematics (Inggris), mathematic (Jerman), mathematique (Perancis), matematico(Itali),matematiceski(Rusia), ataumathematick/wiskunde(Belanda).1 James dan James (1976) dalam Erman mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lain dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri.2 Sedangkan Johnson dan Rising (1972) dalam Erman mengatakan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat,

1

Erman Suherman, dkk., Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA UPI, 2001), h. 17.

2

11

representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada bunyi.3 Berbagai pendapat tersebut menunjukkan betapa bervariasinya definisi dari matematika, namun dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu pengetahuan tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, simbol, dan konsep-konsep yang saling berhubungan dan terorganisasi secara sistematis.

Koneksi berasal dari bahasa Inggris, yaitu connection yang menurut kamus Bahasa Inggris berarti hubungan, sambungan, pertalian atau sangkut-paut. Semua kata tersebut mengandung persamaan makna yaitu menunjukkan adanya keterkaitan antara dua atau beberapa hal. Jika dikaitkan dengan pengertian matematika, maka koneksi matematik dapat diartikan sebagai hubungan matematik.

Kemampuan koneksi matematik disebutkan sebagai salah satu daya matematis oleh National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) serta dijadikan salah satu tujuan dasar dalam pembelajaran matematika. Kemampuan koneksi matematik sebagai salah satu daya matematis tersebut adalah kemampuan dalam membuat hubungan matematik. Standar hubungan yang dikemukakan NCTM tersebut memiliki dua arah yang berbeda, yaitu hubungan di dalam dan antar ide matematik serta hubungan matematik dengan dunia nyata dan mata pelajaran lain.4

Sejalan dengan NCTM, Suhenda mengemukakan bahwa kemampuan koneksi matematik adalah kemampuan untuk mengaitkan satu ide atau gagasan dengan ide atau gagasan lain dalam lingkup yang sama atau bidang lain pada lingkup yang lain.5 Jadi, dapat disimpulkan bahwa kemampuan koneksi matematik adalah kemampuan untuk mengaitkan ide matematik dengan ide lain, baik yang terdapat dalam matematika, dalam disiplin ilmu lain, maupun dalam konteks kehidupan nyata.

3

Ibid, h. 19. 4

John A. Van De Walle,Matematika Sekolah Dasar dan Menengah Edisi Keenam, Terj. dariElementary and Middle School Mathematicsoleh Suyono, (Jakarta: Erlangga, 2008), h. 5.

5

Suhenda, Materi Pokok Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h. 7.22.

Ide mengenai kemampuan koneksi matematik ini merujuk pada kenyataan bahwa meskipun matematika selama ini terkotak-kotak dalam beberapa cabang, sesungguhnya cabang-cabang ilmu tersebut memiliki suatu ikatan dan terintegrasi sehingga membentuk suatu kesatuan yang padu yang disebut matematika. Matematika berperan hampir pada semua aspek kehidupan manusia, sehingga keterkaitan yang dapat dibuat dengan matematika tidak terbatas pada antar konsep yang ada pada matematika itu sendiri, melainkan juga meliputi ide-ide di luar matematika.

Teori yang mendukung kemampuan koneksi matematik adalah dalil pengaitan yang dikemukakan Bruner. Menurut Bruner dalam Ruseffendi, setiap konsep dalam matematika berkaitan dengan konsep lainnya. Begitupula dengan elemen lain dalam matematika, seperti dalil dengan dalil, teori dengan teori, topik dengan topik, dan antar cabang dalam matematika, semuanya saling berkaitan. Karena itulah siswa perlu diberikan kesempatan untuk dapat melihat kaitan-kaitan tersebut agar dapat mencapai keberhasilan dalam belajar matematika.6

Tujuan dari kemampuan koneksi matematik dapat diamati dari urgensi dan manfaat yang dapat diperoleh ketika koneksi matematik ditekankan dalam pembelajaran matematika di sekolah. Salah satunya adalah fenomena di masyarakat yang menganggap matematika sulit untuk dipahami karena banyaknya rumus yang harus dihapal saat mempelajari matematika. Pemahaman dapat didefinisikan sebagai ukuran kualitas dan kuantitas hubungan suatu ide dengan ide yang telah ada.7 Dengan kata lain, pemahaman bergantung pada banyaknya ide yang dimiliki dan kemampuan untuk membuat hubungan antara ide-ide tersebut sehingga menjadi suatu jaringan konsep dan prosedur yang bermakna. Berkaca dari kenyataan ini, kemampuan koneksi matematik menjadi penting untuk dikembangkan, sebab kemampuan koneksi matematik dapat membantu siswa mencapai pemahaman terhadap matematika.

Dengan membuat koneksi matematik antara ide dan konsep yang ada dalam matematika, siswa tidak perlu mengingat terlalu banyak konsep karena informasi

6

Ruseffendi, Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA, (Bandung: Tarsito, 2006), h. 152.

7

13

yang didapat selalu dikaitkan dengan informasi yang telah ia ketahui. Informasi yang saling dikaitkan tersebut kemudian membentuk jaringan yang terdiri dari konsep-konsep yang saling berhubungan dan bukan menjadi potongan-potongan informasi yang terpisah-pisah. Jaringan yang dibentuk tersebut akan tertanam lebih kuat dalam memori dibanding hanya menghapal tanpa membuat suatu hubungan yang bermakna dari ide-ide yang ada. Hal ini secara positif akan meningkatkan ingatan peserta didik terhadap materi yang dipelajarinya.

Sugiman menyatakan bahwa struktur koneksi yang terdapat di antara cabang-cabang matematika memungkinkan siswa melakukan penalaran matematik secara analitik dan sintetik.8 Karena itu, dapat dikatakan bahwa mengembangkan kemampuan koneksi matematik siswa dapat menimbulkan dampak yang positif pula terhadap kemampuan penalaran siswa. Selain itu, konsep-konsep yang disimpan dan membentuk jaringan juga akan membantu siswa dalam melakukan transfer ide-ide ke dalam konteks situasi yang baru. Kemampuan dalam mentransfer pengetahuan yang dimiliki ke dalam berbagai situasi yang relevan sangat dibutuhkan dalam kegiatan pemecahan masalah. Dengan kata lain, kemampuan koneksi matematik turut mengembangkan kemampuan pemecahan masalah siswa.

Pada akhirnya, ketika siswa dapat membuat koneksi dalam mempelajari matematika, siswa akan memahami bahwa matematika bukanlah sekadar setumpukan informasi yang banyak dan tidak berarti. Justru sebaliknya, siswa menyadari bahwa matematika merupakan suatu ilmu yang terdiri dari konsep-konsep yang membentuk kesatuan yang padu. Di samping itu, siswa dapat menyadari bahwa apa yang mereka pelajari bermakna dan memiliki manfaat yang nyata, bukan hanya di sekolah tapi juga di luar sekolah, seperti dalam dunia pekerjaan ataupun dalam kehidupan bermasyarakat.

Kemampuan koneksi matematik dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis sebagaimana dikemukakan oleh para pakar. Utari Sumarmo menyatakan sebagai berikut:

8

Sugiman,Koneksi Matematik Dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Menengah Pertama, (Yogyakarta: FMIPA UNY, 2008) h. 4 dari http://staff.uny.ac.id pada 20 April 2014 pukul 14.36.

Kemampuan yang tergolong pada koneksi matematika di antaranya adalah (a) mencari hubungan berbagai representasi konsep dan prosedur, (b) memahami hubungan antar topik matematika, (c) menerapkan matematika dalam bidang lain atau dalam kehidupan sehari-hari, (d) memahami representasi ekuivalen suatu konsep, (e) mencari hubungan suatu prosedur dengan prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen, (f) menerapkan hubungan antar topik matematika dan antara topik matematika dengan topik di luar matematika.9

Dalam buku Learning Mathematics in Elementary and Middle Schools dituliskan bahwa terdapat lima kemampuan koneksi matematik yang penting dalam pembelajaran matematika di sekolah, yaitu10:

a. Pengetahuan konseptual dan prosedural b. Berbagai representasi yang berbeda c. Koneksi topik matematika yang berbeda d. Koneksi dengan dunia nyata

e. Koneksi dengan mata pelajaran lain

Menurut NCTM, standar koneksi untuk kelas VI-VIII harus memungkinkan siswa untuk11:

a. Mengenal dan menggunakan koneksi antara ide-ide matematika (Recognize and use connections among mathematical ideas)

b. Memahami bagaimana ide-ide dalam matematika saling berhubungan dan membangun satu sama lain untuk menghasilkan keseluruhan yang padu (Understand how mathematical ideas interconnect and build one another to produce a coherent whole)

c. Mengenal dan menerapkan matematika dalam konteks di luar matematika (Recognize and apply mathematics in contexts outside of mathematics)

Berdasarkan standar koneksi di atas, maka NCTM mengklasifikasikan kemampuan koneksi matematik ke dalam tiga jenis, yaitu12:

9

Utari Sumarmo,Pembelajaran Matematika dalam Rujukan Filsafat, Teori dan Praksis Ilmu Pendidikan, (Bandung: UPI PRESS, 2008), h. 683.

10

W. George Cathcart, Yvonne M. Pothier dan James H. Vance.Learning Mathematics in Elementary and Middle Schools. (Toronto: Pearson Education, 2008), h. 14-15.

11

Principles and Standars for School Mathematics, (NCTM: Reston Virginia, 2005), cet.4, h. 274.

15

a. Koneksi antar topik matematika

b. Koneksi dengan disiplin ilmu yang lain c. Koneksi dalam kehidupan sehari-hari.

Sejalan dengan pendapat sebelumya, Suhenda menyatakan bahwa kemampuan koneksi matematik dapat ditunjukkan melalui beberapa hal, yaitu13: a. Menghubungkan antara topik atau bahasan matematika dengan topik atau

pokok bahasan matematika yang lainnya

b. Mengaitkan berbagai topik atau pokok bahasan dalam matematika dengan bidang lain dan atau hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

Meskipun memiliki deskripsi yang berbeda-beda, berbagai pendapat pakar mengenai klasifikasi kemampuan koneksi matematik di atas memiliki satu pandangan yang sama, yakni membagi kemampuan koneksi matematik menjadi tiga macam, yaitu :

a. Koneksi antar topik matematik

b. Koneksi matematik dengan mata pelajaran lain c. Koneksi matematik dengan konteks kehidupan nyata.

Adapun mengenai kemampuan koneksi matematik yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi koneksi internal dan eksternal matematik. Koneksi internal yaitu kemampuan koneksi antar topik matematik. Sedangkan koneksi eksternal yaitu kemampuan koneksi matematik dengan mata pelajaran lain dan kemampuan koneksi matematik dengan kehidupan sehari-hari.

a. Kemampuan koneksi antar topik matematik

Sebagaimana yang diungkapkan Bruner dalam teori konektivitas, elemen-elemen dalam matematika memiliki keterkaitan. Kemampuan siswa dalam membuat koneksi antar topik yang terdapat dalam matematika diperlukan untuk menyelesaikan suatu permasalahan matematika. Contohnya adalah keterkaitan yang dapat dibangun melalui materi persamaan kuadrat, barisan dan deret, bangun geometri, dan sebagainya.

12

Gusni Satriawati dan Lia Kurniawati,“Menggunakan Fungsi-Fungsi Untuk Membuat Koneksi-Koneksi Matematik”,Algoritma Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika, vol. 3, 2008, h. 97.

13

b. Kemampuan koneksi matematik dengan mata pelajaran lain

Matematika merupakan ilmu yang memiliki peran ganda yaitu sebagai ratu sekaligus pelayan ilmu. Hal ini menunjukkan bahwa selain berkembang untuk dirinya sendiri sebagai suatu ilmu, matematika ada sebagai alat dalam ilmu pengetahuan lain. Koneksi matematik dengan pelajaran lain menunjukkan bahwa matematika memiliki relevansi dengan pelajaran lain di sekolah sehingga siswa memandang bahwa matematika memiliki daya guna yang lebih. Contohnya adalah keterkaitan yang dapat dibangun antara pelajaran matematika dengan fisika, ekonomi, biologi, dan sebagainya.

c. Kemampuan koneksi matematik dengan kehidupan sehari-hari

Koneksi matematik dengan kehidupan sehari-hari menunjukkan bahwa daya guna matematika tidak hanya terbatas dalam lingkungan sekolah namun juga dalam kehidupan sehari-hari dan kehidupan bermasyarakat. Banyak permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang dapat diselesaikan dengan konsep matematika.

2. Strategi Pembelajaran REACT Dengan TeknikScaffolding

a. Strategi Pembelajaran REACT

Istilah strategi berasal dari bahasa Yunani stratego, yang berarti merencanakan (to plan). Mintzberg dan Waters menyatakan bahwa strategi adalah pola umum tentang keputusan atau tindakan.14 Hardy, Langley, dan Rose mengemukakan bahwastrategy is perceived as a plan or a set of explisit intention preceeding and controlling actions. Artinya, strategi dipahami sebagai rencana atau kehendak yang mendahului dan mengendalikan kegiatan.15 Jadi, strategi dapat dinyatakan sebagai suatu perencanaan yang disusun secara sengaja dalam melakukan kegiatan atau tindakan untuk mencapai tujuan.

Sedangkan mengenai makna pembelajaran, Gagne dan Brigga (1979) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah rangkaian peristiwa yang

14

Abdul Majid,Strategi Pembelajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), h. 3. 15

17

memengaruhi sehingga proses belajar dapat berlangsung dengan mudah.16 Menurut Oemar Hamalik, pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, prosedur yang saling memengaruhi dalam mencapai tujuan pembelajaran.17 Jadi, pembelajaran dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan yang terencana yang dapat membantu siswa untuk dapat belajar dengan baik dan mencapai tujuan yang diharapkan.

Strategi yang diterapkan pada pembelajaran disebut strategi pembelajaran. Kemp menyatakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.18 Sedangkan Gerlach dan Ely menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi pembelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu.19 Maka dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran adalah perencanaan yang berisi rangkaian kegiatan yang dapat membantu proses belajar siswa agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Strategi pembelajaran REACT diperkenalkan oleh Center of Occupational Research and Development (CORD). Pembelajaran ini menuntut siswa untuk terlibat secara aktif dalam berbagai kegiatan pembelajaran dengan melakukan, mencoba, mengalami, bekerja sama dan membuat hubungan antara materi pelajaran dengan pengalaman dunia nyata. Dalam prosesnya, guru membantu menyediakan lingkungan belajar yang dapat mendukung berlangsungnya aktivitas siswa tersebut. Dengan strategi ini siswa dibiasakan untuk membentuk pengetahuannya sendiri, bekerja sama, mengetahui hubungan antar materi yang dipelajarinya serta manfaat yang diperolehnya dari mempelajari suatu materi.

Nama dari strategi REACT ini merupakan akronim dari lima komponen yang terdapat di dalamnya, yaitu Relating (mengaitkan), Experiencing (mengalami),

16 Ibid, h. 4. 17 Ibid. 18 Ibid, h. 7. 19 Ibid.

Applying (menerapkan), Cooperating (bekerja sama), dan Transferring (menransfer).20Lima unsur tersebut dijabarkan sebagai berikut:

1) Relating(mengaitkan)

Relating is learning in the context of one’s life experiences or preexisting knowledge.21Artinya, relatingatau mengaitkan adalah belajar dengan konteks pengalaman hidup seseorang atau dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Relating tampak dalam pembelajaran ketika konsep baru yang akan dipelajari dikaitkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya atau dengan hal-hal yang akrab dengan kehidupan siswa.Relating dalam pembelajaran diperlukan guna memberikan pemahaman pada siswa mengenai makna yang terkandung dari apa yang ia pelajari.

Dalam menerapkan relating, guru perlu menyediakan lingkungan dimana siswa dapat mengaktifkan memorinya berupa pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya kemudian mengaitkannya dengan pengetahuan baru yang akan dipelajari.Relatingdapat diimplementasikan dalam pembelajaran dengan menggali pengetahuan prasyarat serta memberikan pertanyaan-pertanyaan yang dekat dengan kehidupan siswa untuk mengawali pembelajaran. Selain itu, guru juga perlu memberikan motivasi dengan menyampaikan hubungan antara materi tersebut dengan berbagai hal, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pelajaran lain, sehingga siswa memahami bahwa apa yang akan dipelajarinya memiliki makna dan manfaat.

2) Experiencing(mengalami)

Dalamexperiencing, peserta didik berproses secara aktif dengan hal yang dipelajari dan berupaya melakukan eksplorasi terhadap hal yang dikaji, berusaha menemukan dan menciptakan hal baru dari apa yang dipelajarinya.22 Experiencing diterapkan untuk membantu siswa mendapatkan pengalaman yang relevan dengan pengetahuan yang akan dipelajarinya.

20

Crawford,Teaching Contextually:Reasearch, Rationale, and Techniques for Improving Student Motivation and Achievement in Mathematics and Science, (Texas: CORD, 2001), h. 3.

21 Ibid. 22

Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), h. 84.

19

Berbagai hasil riset menunjukkan bahwa segera terlibat dalam pembelajaran baru, dengan mempraktikkannya, dapat meningkatkan memori pembelajaran tersebut.23 Artinya, dengan siswa terlibat secara aktif dalam berbagai kegiatan belajar, pengetahuan tersebut akan lebih kuat terpatri dalam memori siswa karena siswa tidak hanya menghapal pengetahuan yang sudah ada melainkan mengkonstruksinya sendiri sehingga menjadi informasi yang ia pahami.

Experiencing dapat diterapkan melalui berbagai kegiatan, seperti eksplorasi, percobaan, maupun kegiatan pemecahan masalah yang dapat dikemas dalam bentuk LKS untuk menuntun siswa membangun konsep yang akan dipelajari. Hal ini dapat meningkatkan aktivitas dan kemandirian belajar siswa karena siswa berusaha membangun pengetahuannya dan tidak hanya menerima pengetahuan yang sudah jadi dari guru. Siswa juga dilatih untuk menggunakan akal pikirannya dan memunculkan ide-ide baru dengan mengerahkan pengetahuan yang telah ia miliki.

3) Applying(menerapkan)

Applying adalah belajar dengan menempatkan konsep-konsep untuk digunakan.24 Artinya bagaimana konsep-konsep yang telah dipelajari oleh siswa tidak hanya dihapal melainkan dapat digunakan oleh siswa. Hal ini penting agar siswa memahami bahwa apa yang dipelajarinya selama ini tidak hanya menjadi tumpukan informasi yang tidak bermakna, melainkan dapat digunakan dan diterapkan dalam berbagai hal yang relevan.

Kemampuan siswa dalam menerapkan atau menggunakan konsep dapat terlihat jika siswa dihadapkan pada kegiatan pemecahan masalah atau proyek.25 Untuk itu, guru dapat memotivasi dan melatih siswa untuk dapat menerapkan konsep yang telah ia pelajari dengan memberikan latihan-latihan yang relevan dan realistik dari kehidupan sehari-hari.

23

David A. Sousa,Bagaimana Otak Belajar, (Jakarta: Indeks, 2012), h. 117. 24

Crawford,op. cit., h. 8. 25

4) Cooperating(bekerja sama)

Dalam kegiatan pembelajaran di kelas, seringkali persoalan atau kegiatan pemecahan masalah yang diberikan dianggap sulit oleh siswa, terutama jika diselesaikan secara individual. Berbagai kegiatan pemecahan masalah terutama yang berkaitan dengan situasi dunia nyata tidak jarang membuat siswa merasa frustasi karena mereka berpikir bahwa mereka tidak bisa menyelesaikannya. Dalam mengatasi masalah seperti ini, salah satu hal yang dapat dilakukan guru adalah dengan membiasakan kegiatan pembelajaran di kelas dalam bentuk kerjasama, yaitucooperating.

Cooperatingmencakupi suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya.26 Cooperating yang diterapkan dalam pembelajaran tidak hanya membantu siswa dalam hal penguasaan materi pelajaran tapi juga menanamkan nilai bahwa keberhasilan akan lebih dapat dicapai melalui kerjasama.

5) Transferring(mentransfer)

Transferringadalah menggunakan pengetahuan ke dalam suatu konteks atau situasi baru yang belum tercakup dalam pembelajaran di kelas.27 Artinya siswa mampu menerapkan apa yang mereka pelajari dari satu situasi ke situasi yang baru. Dalam konteks matematika, transfer terjadi ketika siswa telah mempelajari suatu konsep matematika kemudian dapat menggunakannya untuk menyelesaikan permasalahan matematis dalam berbagai bidang lain.

Transferring dapat diwujudkan dengan mengondisikan siswa dengan berbagai pengalaman belajar.28Bentuk kegiatan yang terdapat pada strategi ini berupa kegiatan pemecahan masalah yang sifatnya baru bagi siswa. Masalah yang baru ini berarti bahwa masalah tersebut berbeda dari masalah yang biasanya diberikan pada siswa, yang menuntut siswa untuk dapat memroses informasi secara menyeluruh untuk mendapatkan makna dan mengaitkannya dengan pengetahuan yang telah didapatnya selama pembelajaran. Dalam hal

26

Erman Suherman, dkk.,op. cit, h. 218. 27

Crawford,op. cit., h. 14. 28

21

ini, guru dapat memberikan permasalahan yang memiliki konteks dan kombinasi konsep yang lebih kompleks, maupun yang memiliki kaitan dengan konsep pada mata pelajaran lain.

Berdasarkan uraian di atas, strategi pembelajaran REACT adalah strategi yang menitikberatkan pada keterlibatan siswa dalam berbagai aktivitas belajar mulai dari mengaitkan, mengalami, menerapkan, bekerja sama, dan mentrasfer pengetahuan.

b. TeknikScaffolding

Dalam strategi pembelajaran REACT, siswa didorong untuk terlibat aktif

Dokumen terkait