• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembelajaran Yang Merujuk Kepada Kecerdasan Intelektual

NEUROSAINS SISWA

PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KECERDASAN INTELEKTUAL PESERTA DIDIK

G. Pembelajaran Yang Merujuk Kepada Kecerdasan Intelektual

Pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan berupaya menanamkan nilai-nilai karakter dalam pembelajaran. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari gerakan penguat pendidikan karakter sebagai fondasai dan roh utama pendidikan, terutama pembudayaan nilai-nilai karakter di sekolah. Melalui aktivitas yang terjadi di dalam kelas dan di lingkungan sekolah, pendidikan karakter diimplementasikan ke dalam kegiatan pembelajaran seluruh mata pelajaran. Penenrapannya dapat melalui kegiatan ekstrakulikuler, kokurikuler, dan juga kegiatan nonkurikuler. Proses yang tercermin dari implementasi pendidikan karakter ini melibatkan empat aspek pokok dalam kehidupan.208

Pertama, olah hati. Hal ini erat kaitannya dengan etika, adab, akhlak, serta tata karma dalam kehidupan peserta didik sehari-hari, baik di lingkungan sekolah maupun keluarga. Peserta didik diharapkan menjadi individu yang memiliki kepekaan baik, kepekaan kerohanian yang mendalam, keimanan kuat, serta ketaqwaan yang berkualitas.

Sehingga, dalam praktik kehidupannya, peserta didik mampu membedakan baik dan buruk, dapat bergaul dengan cara yang baik, bisa menjadi pribadi yang disiplin, serta mengerti dan terampil menempatkan diri sendiri dalam beragam situasi.

207 Tanto Aljauhari Tantowie, Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis Neurosains untuk Meningkatkan Karakter Kreatif, Kerja Keras, dan Rasa Ingin Tahu,

“Tesis”, Yogyakarta:UIN Sunan Kalijaga, 2014, hal 14.

208 Tim Penulis, Buku Panduan Pendidikan Karakter SMA, Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017, hal 1.

135

Kedua, olah pikir. Maksud olah pikir adalah upaya penataan pola pikir dalam rangka melatih pemahaman konseptual. Melalui olah pikir, diharapkan akan lahir dan tumbuh peserta didik yang memiliki keunggulan akademis sebagai hasil pembelajaran. Kegiatan oleh pikir ini sering kali diidentikkan dengan literasi pembelajaran. Literasi dapat berwujud digital, seperti mengamati video, mendengarkan audio dan sebagainya. Selain itu literasi dapat berwujud nondigital, misalnya membaca buku nonpelajaran sebelum memulai kegiatan pembelajaran.

Ketiga, olah rasa. Hal ini adalah upaya membentuk individu yang memiliki integritas moral yang baik, rasa berkesenian serta berkebudayaan. Melalui olah rasa, peserta didik diharapkan mampu dan dapat menerapkan nilai-nilai karakter cinta budaya, cinta tanah air, peduli kepada sesama, serta memiliki rasa nasionalisme tinggi. Kegiatan olah rasa dapat dilakukan dengan mengadakan pertunjukan seni, teater budaya, dan sebagainya.

Keempat, olahraga. Aktivitas ini merupakan gerak kinestetik yang bertujuan mencetak individu yang energic, sehat, serta mampu berperan aktif sebagai warga negara. Dalam kehidupan di sekolah, olah raga bukan hanya diwujudkan dalam mata pelajaran, tetapi lebih menekankan bagaimana peserta didik mampu menjadi pribadi unggul, berprestasi, serta aktif, baik dalam bidang akademik maupun nonakademik.

Upaya penumbuhan nilai karakter olah pikir (kecerdasan intelektual) dapat dilakukan dalam proses dan kegiatan pembelajaran di kelas. Aktivitas pembelajaran ini membutuhkan peran aktif guru dan peserta didik. Mata pelajaran adalah alat yang dapat digunakan guru untuk menyampaikan pesan kepada peserta didik. Di dalam mata pelajaran juga terdapat alat penghubung lain, seperti metode dan media pembelajaran. Oleh karenanya, kegiatan pembelajaran di dalam kelas dilakukan oleh guru bersama peserta didik yang aktivitasnya lebih menekankan pentingnya proses memperoleh pemahaman. Proses menemukan dan memperoleh pemahaman inilah yang dinilai dapat menjadikan peserta didik sebagai individu berkarakter baik. Pentingnya proses dalam kegiatan belajar mengajar ditunjukkan dengan penggunaan media, metode ataupun model pembelajaran yang berorientasi pada pembelajaran HOTS (higher ordet thinking skills).

Guru sebagai figur yang memiliki peran senral dituntut menguasai metode-metode yang cukup bervariasi sehingga proses pembelajaran di kelas benar-benar berkesan dan membekas pada diri peserta didik. Selain menyediakan buku teks mata pelajaran untuk mengembangkan kecerdasan intelektual peserta didik, juga dengan memberlakukan budaya literasi. Literasi adalah bagian penting dari variasi pembelajaran. Budaya literasi ditanamkan kepada peserta didik melalui gerakan literasi nasional.

Melalui buku pengayaan (nonpelajaran) peserta didik diharapkan dapat mengambil pelajaran penting yang terdapat dalam buku. Literasi pembelajaran dilakukan dengan membaca buku teks nonpelajaran sebelum memulai kegiatan pembelajaran di kelas. Aktivitas ini dilakukan secara serentak dan berkesinambungan. Tujuannya adalah bagaimana peserta didik memiliki kemampuan literasi dasar membaca, menulis, berhitung, sains dan teknologi, mengenal budaya dan kewarganegaraan, dan lain sebagainya.

Kebiasaan membaca harus dilakukan sejak kecil, karena membaca adalah kunci mengasah kreativitas peserta didik. Membaca adalah kunci belajar. Dengan membaca kita akan mengetahui sebuah teori dan juga mempraktikkannya. Kesulitan dalam menyampaikan pendapat secara lisan maupun tulisan bisa disebabkan karena kurangnya membaca, bagaimana seseorang akan melakukan sebuah praktik jika teorinya saja tidak tahu.209 Pengembangan metode, media, dan model pembelajaran adalah hal yang dapat dilakukan oleh guru dalam rangka penerapan literasi dalam pembelajaran. Penggunaan metode pembelajaran yang cukup variatif dapat menjadi jembatan penghubung pelaksanaan literasi pembelajaran di kelas. Guru harus lebih menekankan bagaimana peserta didik mampu memahami, melakukan, dan kemudian membiasakan literasi dalam kehidupan sehari-hari.210

Seorang sastrawan pernah berkata bahwa guru yang baik bagaikan petani. Sebab, guru menyiapkan bahan dan lahan belajar di kelas, memelihara bibit-bibit penerus bangsa, menyirami dengan ilmu pengetahuan, serta memupuk jiwa peserta didik dengan karakter yang luhur. Maka, termasuk dalam ranah penyiapan lahan belajar ialah bagaimana guru menggagas konsep literasi dalam pembelajaran sehingga implementasinya menjadi lebih variatif dan dapat menarik minat peserta didik untuk belajar. Hal pertama yang perlu ditekanakan di setiap jenjang pendidikan adalah menciptakan peserta didik yang cinta belajar, sehingga peserta didik akan dapat menghadapi berbagai situasi ataupun permasalahan yang dihadapinya. Dengan menjadikan peserta didik tumbuh menjadi seorang lifelong learners (pembelajar sejati) dengan karakteristik selalu ingin tahu (inquirer), berpikir kritis dan kreatif, berpengetahuan luas, komunikator yang efektif dan berani mengambil resiko maka kecerdasan intelektual dapat berkembang menjadi lebih baik.

Tentunya dengan sistem pembelajaran yang menyenangkan sehingga peserta didik menjadikan belajar menjadi suatu kegiatan yang dicintainya.

209 Femi Olivia, Mengoptimalkan Otak dengan Sistem Biolearning, Jakarta, PT.

Elex Media Komputindo, 2008, hal 110.

210 Abdul Muis Joenaidy, Guru Asyik Murid Fantastik, Yogyakarta: Diva Press, 2018, hal 27.

137

Salah satu konten yang saat ini dikembangkan dalam rangka mewujudkan pendidikan yang berkualitas untuk mencetak generasi emas masa depan adalah pembelajaran abad 21. Konsep ini menganut prinsip model pembelajaran yang mengarahkan dan mengajak peserta didik untuk memiliki kecakapan yang disebut kecakapan 4C, yakni communicative (mampu berkomunikasi dengan baik), collaborative (mampu bekerja sama dengan baik), critical thinking (berpikir kritis), dan creativity (kreatif). Pembelajaran abad ke-21 adalah aktivitas yang dilakukan guru bersama peserta didik di dalam kelas melalui kegiatan belajar yang bermakna, menerapkan inovasi dan tahap berpikir tingkat tinggi, menekankan pada proses menemukan, melatih kemampuan dan kompetensi, serta berbagai kecakapan lain yang harus dikuasai peserta didik.

Dalam pembelajaran abad ke-21, mata pelajaran utama dibingkai oleh kompetensi pembelajaran dan inovasi. Sebab, belajar tidak hanya terbatas di sekolah, tetapi dapat pula dilakukan dari dan memanfaatkan sumber belajar lainnya. Oleh karena itu, diperlukan dukungan kompetensi pemanfaatan informasi, media, dan teknologi. Kompetensi inovasi juga memerlukan dukungan proses pembelajaran yang dapat memperkuat kreativitas melalui kemampuan berpikir kritis.

Untuk mewujudkan kemampuan berpikir kritis, maka guru bersama peserta didik harus bekerja sama menenamkan nilai-nilai spiritual, sosial, pengetahuan, serta kemampuan lain yang mendukung konsep pembelajaran abad ke-21. Penciptaan lingkungan belajar yang mendukung perkembangan zaman juga menjadi aspek penting yang harus dibudayakan dalam kehidupan di sekolah. Penerapan model, media, dan metode yang variatif dalam pembelajaran adalah bagian dari upaya guru menanamkan kecakapan hidup abad ke-21 kepada peserta didik.

Berpikir kritis adalah cara berpikir tentang materi, masalah, atau hal apapun yang diinginkan terjadinya perbaikan kualitas pemikirannya dengan cara terampil menganalisis, menguji, dan merekonstruksi.

Berpikir kritis bersifat mandiri, disiplin, dimonitor, dan diperbaiki diri sendiri. Hal ini dipandang sebagai asset berharga dari cara kerja dan berpikir dalam praktik yang memerlukan komunikasi efektif serta komitmen kuat.

Pembelajaran abad ke-21 menekankan pada pentingnya pembelajaran yang menganut gaya berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skilss)/HOTS. HOTS adalah pembelajaran level 4 yang harus diterapkan oleh guru dan dicapai peserta didik berdasarkan kompetensi oleh guru dan dicapai peserta didik berdasarkan kompetensi yang telah ditetapkan. Karakteristik pembelajaran HOTS adalah dimulai dari ranah

menganalisa (analyzing, mengevaluasi (evaluating), kemudian mencipta (creating).211

Untuk mencapai taraf berpikir menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta, guru harus mengetahui kemampuan peserta didik. Oleh karena itu, karakter dan kemampuan masing-masing peserta didik sangat penting untuk dikenali. Hal ini bertujauan untuk mengantarkan dan membimbing peserta didik mencapai level berpikir sesuai dengan kemampuannya.

Dalam kegiatan pembelajaran, ada jembatan penghubung antara kompetensi yang dapat digunakan guru untuk membimbing dan mengantarkan peserta didiknya untuk mencapai taraf berfikir level tertinggi. Jembatan penghungung ini disebut dengan Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK). IPK diturunkan berdasarkan kompetensi dasar (KD) yang telah ditetapkan pada masing-masing mata pelajaran. Muara dari KD adalah kompetensi inti (KI) yang menjadi pokok dan jalan akhir dari pencapaian satu tujuan dalam mata pelajaran yang kemudian diakhiri dengan standar kompetensi lulusan (SKL).

Jika peserta didik belum mampu mencapai taraf berpikir pada level tertinggi maka tugas guru adalah membimbing peserta didik untuk mencapai hal tersebut. Melalui pembelajaran LOTS (lower order thinking skills). Pada tahapan ini, kegiatan pembelajaran dilakukan dengan mengingat, memahami, kemudian melakukan. Pada tataran kehidupan nyata dalam pembelajaran, guru sering kali menerapkan metode menghafal, memahami, melakukan serta menerapkannya di dalam kelas.

Bilamana hal ini tetap dilakukan, dapat dipastikan kegiatan pembelajaran yang dijalani oleh peserta didik di kelas berada pada level paling rendah.

Pembelajaran 4C tidak dapat dipisahkan dari pembelajaran abad-21. Sebab, pembelajaran tersebut menekankan pentingnya penerapan aspek komunikatif, kolaboratif, berpikir kritis, serta kreatif. Komunikatif adalah kegiatan pembelajaran yang melibatkan interaksi peserta didik dengan teman sebaya melalui kegiatan berbagi, melakukan tanya jawab, serta memberikan ide dan juga gagasan. Sehingga, kecakapan dalam berkomunikasi akan terbangun dengan sendirinya melalui pembiasaan tersebut.

Kolaboratif adalah bekerja secara bersama-sama untuk mencapai tujuan dengan memaksimalkan kemampuan, kompetensi, keahlian pengalaman, serta kecerdasan dalam kegiatan pembelajaran. Kemampuan bekerja bersama-sama ini adalah bentuk kemampuan peserta didik dalam beradaptasi dengan lingkungannya, termasuk terhadap teman-teman sebaya.

211 Tim Penyusun, Model-Model Pembelajaran, Jakarta: Direktori PSMA, 2017, hal 5.

139

Berpikir kritis adalah kemempuan yang harus dimiliki peserta didik dalam memecahkan masalah dengan menemukan jalan keluar baru, tidak biasa, dan bahkan luar biasa. Berpikir kritis dalam pembelajaran adalah bagaimana peserta didik mempu memahami konsep, prinsip, dan prosedur dalam pembelajaran dengan cara-cara baru sehingga berbagai masalah yang ditemui dapat dipecahkan dengan baik.

Kreatif merupakan kemmapuan mencipta yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik, kemampuan ini dapat diperoleh melalui kegiatan pembeajaran, pemaknaan istilah, dan prinsip-prinsip sesuatu yang dipelajari dari tataran konseptual menuju faktual.

Muara dari pembelajaran abadi 21 adalah lahirnya guru kreatif yang memiliki kemampuan beradaptasi dan dapat menyesuaikan diri, berkomunikasi dengan baik, belajar sepanjang hayat, menjadi teladan, memiliki visi yang jelas, berjiwa pemimpin, serta mau mengambil resiko.

Dengan demikian akan lahir peserta didik yang berbudi luhur, berakhlak mulia, juga memiliki kecakapan hidup, serta mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan memunculkan berbagai alternatif jalan keluar.