• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembiayaan Pertanian

Dalam dokumen rpjmn bidang pangan dan pertanian 2015 2019 (Halaman 78-88)

ISU-ISU PENTING/MASALAH PEMBANGUNAN PERTANIAN

3.4. Pembiayaan Pertanian

Untuk mengatasi keterbatasan permodalan dan lemahnya kelembagaan petani pemerintah melalui Kementerian Pertanian mengembangkan fasilitas pembiayaan dalam bentuk skim kredit program dengan subsidi bunga dan penjaminan, serta melaksanakan kegiatan pemberdayaan petani. Skim kredit program yang telah dikembangkan adalah Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang kemudian berubah menjadi Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E), Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP), Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS), dan Kredit Usaha Rakyat (KUR). KKP-E, KPEN-RP, KUPS adalah skim kredit program dengan subsidi bunga, sementara KUR adalah skim kredit program dengan penjaminan. Dana kredit sepenuhnya berasal dari Bank Pelaksana (Kementan, 2012). Pada Uraian selanjutnya, antara lain akan diuraikan terkait kredit pembiayaan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E), Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP), dan Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS).

63 Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KPP-E)

Dalam rangka mendukung Program Ketahanan Pangan dan Program Pengembangan Bahan Baku Bahan Bakar Nabati, diperlukan pendanaan yang mengedepankan peran perbankan nasional dengan subsidi bunga dari Pemerintah. Selain itu, agar penyediaan, penyaluran dan pertanggungjawaban pendanaan Kredit Ketahanan Pangan dapat berjalan secara tertib, terkendali, efektif, dan efisien, perlu diciptakan suatu skim dan mekanisme kredit yang terpadu.

Sejak diberlakukannya UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia maka tidak tersedia lagi sumber dana dari KLBI, oleh karena itu mulai tahun 2000 telah diluncurkan Skim Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang sumber dananya berasal dari Perbankan dengan subsidi suku bunga bagi petani dan peternak yang disediakan oleh pemerintah. Dalam perkembangannya KKP mengalami penyesuaian dari tahun ke tahun, mulai Oktober 2007 KKP disempurnakan menjadi KKP-E (Kredit Ketahanan Pangan dan Energi). Hal ini mengadopsi upaya mengurangi ketergantungan energi berbahan baku fosil dan perkembangan teknologi energi dikembangkan energi lain yang berbasis sumber energi nabati. Energi alternatif dimaksud disini berbasis ubi kayu dan tebu yang diintegrasikan dengan Skim KKP yang telah ada sehingga berubah menjadi Skim Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E).

Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) berjalan sejak keluarnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 tanggal 17 Juli 2007 tentang KKP-E sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.05/2009 tentang Perubahan Pertama Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 tanggal 17 Juli 2007 tentang KKP-E dan terakhir kali diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.05/2010 tanggal 23 November 2010. Pendanaan KKP-E berasal dari Bank Pelaksana yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan atas dasar permohonan bank yang bersangkutan, yang kemudian diatur dalam Perjanjian Kerjasama Pendanaan (PKP) antara Pemerintah dan Bank Pelaksana KKP-E. Risiko KKP-E ditanggung Bank Pelaksana, kecuali skim intensifikasi padi, jagung dan kedelai sebagian dapat dijaminkan ke lembaga penjamin yang didukung oleh Pemerintah. Risiko KKP-E ditanggung sepenuhnya oleh Bank Pelaksana, kecuali untuk skim intensifikasi padi/jagung/kedelai, skim hortikultura (ubi kayu dan ubi jalar) serta skim peternakan khususnya sapi, sebagian risiko bank pelaksana dapat ditanggung secara bersama-sama oleh lembaga penjamin dan pemerintah.

KKP-E merupakan skim kredit yang ditetapkan Pemerintah dengan pola penyaluran executing. Untuk kelancaran pelaksanaan KKP-E penyaluran dan pengembaliannya dapat berjalan dengan baik di tingkat lapangan perlu disusun

Pedoman Teknis Skim Kredit Ketahanan Pangan dan Energi yang disempurnakan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan. Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) adalah jenis kredit investasi dan atau modal kerja yang diberikan oleh Bank Pelaksana kepada petani/peternak melalui kelompok tani atau koperasi. Pola penyaluran kredit yang digunakan KKP-E adalah executing dengan sumber pendanaan 100% berasal dari bank sehingga resikonya ditanggung oleh perbankan.

Tujuan pemberian KKP-E adalah: (1) Memberikan acuan bagi pemangku kepentingan di pusat dan daerah dalam pelaksanaan penyaluran dan pengembalian KKP-E; (2) Mengoptimalkan pemanfaatan dana kredit yang disediakan oleh perbankan untuk petani/peternak/pekebun yang memerlukan pembiayaan usahanya secara efektif, efisien dan berkelanjutan; (3) Mendukung peningkatan produksi dalam peningkatan ketahanan pangan nasional dan ketahanan energi lain melalui pengembangan tanaman bahan baku bahan bakar nabati. Adapun Sasaran KKP-E adalah: (1) Terlaksananya penyaluran KKP-E kepada petani/peternak/pekebun dan pengembalian kredit tepat waktu; (2) Terpenuhinya modal bagi petani/peternak/pekebun dalam melaksanakan usaha taninya; dan (3) Meningkatnya penerapan teknologi anjuran bagi petani/peternak /pekebun yang memanfaatkan kredit.

Plafon KKP-E per Bank Pelaksana per Kelompok Kegiatan ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan Program Kementerian Teknis, Komitmen Pendanaan Bank Pelaksana, Alokasi Subsidi Bunga dalam APBN, dan pendapat Komite Kebijakan. Peserta KKP-E adalah Petani/Peternak/Pekebun/Nelayan dan Pembudidaya Ikan yang tergabung ke dalam Kelompok/Koperasi secara mandiri atau bekerjasama dengan Mitra Usaha. Calon Peserta KKP-E mengajukan KKP-E kepada Bank Pelaksana dengan dilampiri Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang telah disetujui Dinas terkait, diseleksi dan ditetapkan sebagai Peserta KKP-E oleh Bank Pelaksana.

Bank Pelaksana KKP-E meliputi 22 Bank yaitu 9 Bank Umum: Bank BRI, Mandiri, BNI, Bukopin, CIMB Niaga, Agroniaga, BCA, BII, dan Artha Graha serta 13 Bank Pembangunan Daerah (BPD) yaitu : BPD Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Papua, Riau dan Nusa Tenggara Barat. Plafon KKP-E tahun 2011 secara nasional sebesar Rp. 8,806 trilyun yang meliputi untuk sub sektor tanaman pangan: Rp. 2,730 trilyun, hortikultura: Rp. 725,330 miliar, perkebunan (tebu) Rp. 2,993 trilyun, peternakan : Rp. 2,046 trilyun dan pengadaan pangan: Rp. 310,830 miliar. Besaran tingkat bunga bank, tingkat bunga kepada peserta KKP-E dan subsidi bunga ditunjukkan pada Tabel 11.

65 Sumber Dana dan Risiko Kredit adalah: (1) Sumber dana KKP-E berasal dari Bank Pelaksana; (2) Risiko KKP-E ditanggung sepenuhnya oleh Bank Pelaksana; (3) Peran pemerintah antara lain menyediakan subsidi suku bunga dan risk sharing untuk komoditas padi, jagung dan kedelai; dan (4) Keputusan akhir kredit ada pada bank mengingat resiko kredit sepenuhnya ditanggung bank.

Tabel 3.11. Tingkat Bunga Bank, Tingkat Bunga Peserta KKP-E dan Subsidi Bunga. Uraian Tingkat Bunga

Bank Tingkat Bunga kepada Peserta Subsidi Bunga KKP-E Tebu KKP-E Lainnya 12,25% 13,25% 7% 5,25% 5,25% 8,25% Keterangan: Ketentuan tingkat bunga tersebut mulai berlaku tanggal 1 Oktober 2011 s/d

31 Maret 2012.

KKP-E digunakan antara lain oleh petani dalam rangka pengembangan tanaman padi, jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau, koro dan/atau perbenihan (padi, jagung dan/atau kedelai). Adapun persyaratan petani penerima KKP-E, adalah sebagai berikut (Ditjen PSP, 2012): (1) Petani/peternak/pekebun mempunyai identitas diri; (2) Petani/peternak/pekebun dapat secara individu dan atau menjadi anggota Kelompok Tani; (3) Menggarap sendiri lahannya (petani pemilik penggarap) atau menggarap lahan orang lain (petani penggarap); (4) Apabila menggarap lahan orang lain diperlukan surat kuasa/ keterangan dari pemilik lahan yang diketahui oleh Kepala Desa; (5) Luas lahan petani yang dibiayai maksimum 4 (empat) Ha dan tidak melebihi plafon kredit Rp. 100 juta per petani/ peternak/ pekebun; (6) Bagi petani/peternak/pekebun yang mengajukan plafon kredit lebih dari Rp. 50 juta harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan persyaratan lain sesuai ketentuan Bank Pelaksana; (7) Petani peserta paling kurang berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau sudah menikah; dan (8) Bersedia mengikuti petunjuk Dinas Teknis atau Penyuluh Pertanian dan mematuhi ketentuan-ketentuan sebagai peserta KKP-E.

Sementara persyaratan Kelompok Tani penerima KKP-E adalah sebagai berikut: (1) Kegiatan usaha kelompok dapat dilakukan secaramandiri dan atau bekerjasama dengan mitra usaha, dan apabila kelompok tani bekerjasama dengan Mitra Usaha perlu membuat kesepatan secara tertulis dalam bentuk perjanjian kerjasama antara pihak-pihak yang bermitra; (2) Kelompok tani telah terdaftar pada Balai Penyuluhan Pertanian/Dinas Teknis terkait setempat; (3) Mempunyai anggota yang melaksanakan budidaya komoditas yang dapat dibiayai KKP-E; (4)

Mempunyai organisasi dengan pengurus yang aktif, paling kurang ketua, sekretaris dan bendahara; dan (5) Mempunyai aturan kelompok yang disepakati oleh seluruh anggota.

Persyaratan Koperasi penerima KKP-E adalah sebagai berikut : (1) Berbadan hukum; (2) Mempunyai pengurus yang aktif; (3) Memenuhi persyaratan dari Bank Pelaksana; (4) Mempunyai anggota yang terdiri dari petani/peternak/pekebun; dan (5) Mempunyai bidang usaha di sektor pertanian.

Pada program KKP-E, Kewajiban Petani penerima adalah: (1) Petani/peternak/ pekebun yang mengajukan kredit secara individu perlu menyusun rencana kebutuhan usahanya yang disahkan oleh pejabat yang diberi kuasa oleh dinas teknis setempat/penyuluh pertanian; (2) Petani/peternak/pekebun yang menjadi anggota kelompok tani, menghadiri musyawarah Kelompok Tani dalam penyusunan RDKK untuk mengajukan kebutuhan kredit dalam musyawarah Kelompok Tani; (3) Menandatangani RDKK sekaligus sebagai pemohon kebutuhan KKP-E; (4) Menandatangani daftar penerimaan kredit dari pengurus Kelompok Tani; (5) Memanfaatkan KKP-E sesuai peruntukan dengan menerapkan anjuran teknologi budidaya dari dinas teknis; dan (6) Membayar kewajiban pengembalian KKP-E sesuai jadwal.

Kewajiban Kelompok Tani penerima KKP-E adalah: (1) Menyediakan formulir RDKK; (2) Menyeleksi petani anggotanya calon penerima KKP-E; (3) Menyusun RDKK bersama anggotanya dan disahkan oleh pejabat yang diberi kuasa oleh Dinas Teknis setempat/ Penyuluh Pertanian; (4) Permohonan KKP-E yang dilakukan secara mandiri, RDKK yang sudah disahkan langsung diajukan kredit kepada Bank Pelaksana berdasarkan kuasa dari anggota kelompok; (5) Bagi kelompok tani yang mengajukan langsung kredit langsung ke Bank, kelompok tani menandatangani akad kredit dengan Bank Pelaksana; (6) Menerima dan menyalurkan kredit kepada anggota kelompok; (7) Melaksanakan administrasi kredit sesuai dengan ketentuan yang berlaku; (8) Mengawasi penggunaan kredit oleh anggota kelompok; dan (9) Melakukan penagihan kepada anggota kelompok dan menyetorkan pengembalian sesuai jadwal yang ditetapkan, serta bertanggung jawab penuh atas pelunasan kredit petani kepada Bank Pelaksana.

Kewajiban Koperasi penerima KKP-E adalah : (1) Menyeleksi kelompok tani anggota koperasi sebagai calon peserta KKP-E; (2) Memeriksa kebenaran RDKK yang diajukan oleh Kelompok Tani; (3) Menyusun dan menandatangani rekapitulasi RDKK berdasarkan RDKK yang diajukan Kelompok Tani; (4) Pengurus Koperasi mengajukan permohonan KKP-E langsung kepada Bank Pelaksana dan dilampiri rekapitulasi RDKK yang telah disahkan pejabat yang diberi kuasa oleh Dinas Teknis setempat/Penyuluh Pertanian; (5) Menandatangani akad kredit

67 dengan Bank Pelaksana; (6) Menerima dan menyalurkan KKP-E dari Bank Pelaksana kepada anggotanya melalui Kelompok Tani; (6) Melaksanakan administrasi kredit sesuai dengan pedoman dan peraturan yang ditetapkan oleh Bank Pelaksana; (7) Mengawasi penggunaan kredit petani/kelompok tani anggotanya; (8) Melakukan penagihan kepada kelompok tani dan menyetorkan pengembalian sesuai dengan jadwal yang ditetapkan, serta bertanggung jawab penuh atas pelunasan kredit petani kepada Bank Pelaksana; (9) Memberikan bukti pelunasan kredit dari Bank kepada Kelompok Tani; dan (10) Dalam hal koperasi sebagai penerima kredit pengadaan pangan, koperasi mengajukan dan menandatangani akad kredit dengan Bank Pelaksana dan mengembalikan kredit sesuai jadwal.

Kebutuhan Indikatif KKP-E maksimal, khususnya untuk komoditas tanaman pangan per ha, yaitu padi sawah irigasi Rp. 8,637 juta, padi gogo rancah/ladang Rp. 11,110 juta, padi hibrida Rp. 9,200 juta, jagung Rp. 7,265 juta, kedelai Rp. 6,010 juta, ubi kayu Rp. 5,992 juta, ubi jalar Rp. 8,840 juta, kacang tanah Rp. 7,637 juta, kacang hijau Rp. 5,040 juta, koro Rp. 5,830 juta, perbenihan padi Rp. 9,875 juta, padi hibrida Rp. 26,880 juta, jagung Rp. 8,675 juta dan kedelai Rp. 6,945 juta.

Sementara besarnya KKP-E untuk kelompok tani, gabungan kelompok tani dan koperasi dalam rangka pengadaan pangan (gabah, jagung dan kedelai) setinggi-tingginya adalah Rp. 500 juta. Adapun besarnya KKP-E untuk kelompok tani dalam rangka pengadaan/peremajaan alat dan mesin pertanian untuk mendukung usaha tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan setinggi-tingginya adalah Rp. 500 juta.

Prosedur pencairan dan pengembalian KKP-E adalah sebagai berikut: Prosedur awal pengajuan permohonan KKP-E sama untuk semua kegiatan usaha, yang dilaksanakan oleh petani/peternak/pekebun secara individu, kelompoktani/ secara mandiri dan yang bekerjasama dengan mitra usaha yaitu petani/peternak/pekebun, kelompoktani/koperasi yang membutuhkan pembiayaan KKP-E melakukan melakukan penyusunan Rencana Kebutuhan Usaha (RKU) sebagai dasar perencanaan kebutuhan KKP-E, dengan memperhatikan kebutuhan indikatif yang telah ditetapkan (Ditjen PSP, 2011).

Secara nasional, berdasarkan data realisasi KKP-E untuk pembangan tanaman pangan utama nasional sampai Desember 2011 telah mencapai Rp 1,08 trilyun atau sekitar 60% dari plafon KKP-E. Realisasi KKPE terbesar berada di Provinsi Jawa Barat yaitu sebesar Rp 27,38 miliar, kemudian disusul oleh Provinsi Jawa Timur Rp 231,30 miliar, Kalsel Rp 80,78 miliar dan Sulsel Rp 73,63 miliar. Secara rinci realisasi KKP-E secara nasional disajikan pada Tabel 12.

Pada tahun 2012 pemerintah menyediakan kredit untuk petani sebesar Rp 368,1 miliar, yang terdiri dari Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) sebesar Rp 274,8 miliar dan Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP) sebesar Rp 93,3 miliar (Detikfinance, Februari 2012).

Tabel 3.12. Realisasi KKP-E Pengembangan dan Pengadaan Pangan Padi, Jagung, Kedelai per Provinsi (Kumulatif) per Desember 2011 (Rp Juta)

No Provinsi Pengembangan Padi, Jagung, Kedelai Pengadaan Pangan Gabah, Jagung, Kedelai Total KKP-E 1 NAD 714 1.824 2.642 2 Sumut 81.630 8.079 53.038 3 Sumbar 5.781 110 34.884 4 Riau 62 0 5.368 5 Jambi 497 100 597 6 Sumsel 19.712 3.013 52.052 7 Bengkulu 3.598 0 25.452 8 Lampung 77.375 1.193 792.514 9 DKI 738 225 1.789 10 Jabar 271.509 20.381 1.377.854 11 Jateng 84.897 40.504 3.137.403 12 DIY 34.501 11.810 529.765 13 Jatim 231.298 39.960 6.000.859 14 Bali 56.906 24.306 573.598 15 NTB 17.256 525 118.914 16 NTT 2.427 357 11.307 17 Kalbar 52 145 6.472 18 Kalteng 509 1.644 29.410 19 Kalsel 80.777 3.975 126.501 20 Kaltim 1.814 0 8.046 21 Sulut 1.047 0 1.753 22 Sulteng 0 4.993 1.125 23 Sulsel 73.626 0 272.161 24 Sultra 1.039 0 6.434 25 Maluku 190 1.405 240 26 Papua 25.654 0 45.112 27 Banten 0 0 1.772 28 Babel 0 0 0

69 No Provinsi Pengembangan Padi, Jagung, Kedelai Pengadaan Pangan Gabah, Jagung, Kedelai Total KKP-E 29 Gorontalo 4.643 0 21.043 30 Sulbar 129 0 3.928 31 Maluku Utara 0 0 0 32 Papua Barat 0 0 0 33 Kep Riau 0 0 0 Total 1.078.381 164.549 13.242.033 Plafon 1.796.830 310.830 8.753.912 % thd Plafon 60,02 52,94 151,27 Sumber: Ditjen PSP (2012).

Sampai dengan tahun 2012, plafon dan realisasi KKP-E per komoditas adalah sebagai berikut: (1) Pada sub sektor tanaman pangan padi, jagung, dan kedelai, jumlah plafon yang tersedia sebesar Rp 1,3 trilyun dan terealisasi sebesar Rp 601 miliar; (2) Pada sub sektor perkebunan tebu, dari Rp 2,9 trilyun komitmen dana yang diberikan, baru terserap Rp 1,7 trilyun.

Meski skim kredit berupa pola subsidi bunga, sejumlah dilema juga menjadi perhatian pemerintah. Dana KKP-E 100% bersumber dari perbankan, sementara sektor pertanian dianggap perbankan sebagai usaha yang mempunyai risiko tinggi berupa gangguan iklim, hama, penyakit, musiman, harga, dan pasar, sehingga bank memilih menyalurkan kredit pada usaha yang risikonya lebih rendah. Selain itu, banyak petani yang tidak memiliki agunan.

Menurut Arifin (2012), rendahnya realisasi kredit program (selain KUR) disebabkan oleh kurang siapnya debitur kredit program (petani), kendala sertifikasi lahan pada kredit yang mensyaratkan agunan lahan, dan lambatnya terkait birokarasi berupa rekomendasi dari instansi teknis terkait. Secara umum, rendahnya realisasi kredit program di sektor pertanian dapat disebabkan oleh: (1) Risiko default kredit di sektor pertanian sangat tinggi sebab sangat

dipengaruhi oleh faktor alam yang tidak menentu. Hal ini menyebabkan banyak bank menghindari sektor ini. Selain itu, banyak sektor lain yang risikonya tidak terlalu tinggi yang masih membutuhkan kredit, seperti sektor perdagangan atau kredit konsumsi.

(2) Keterbatasan jumlah kantor cabang bank yang ada saat ini. Seringkali lokasi petani terlalu jauh dari lokasi bank yang menyebabkan biaya tinggi bagi perbankan dalam hal penyaluran dan pemantauan kredit.

(3) Petani tidak mengerti dan tidak berani (takut berhutang) untuk melakukan proses pengambilan kredit ke perbankan.

(4) Proses kredit yang lama dan rumit membuat petani lebih suka meminjam kepada pihak lain selain perbankan seperti keluarga, tengkulak, atau lainnya walaupun bunganya lebih tinggi.

(5) Petani tidak memiliki agunan.

Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP)

Sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2006, Pemerintah telah mencanangkan program pengembangan tanaman bahan baku bahan bakar nabati. Dalam rangka mempercepat pertumbuhan sektor riil melalui pengembangan perkebunan, Menteri Pertanian telah menetapkan Peraturan Menteri Pertanian No. 33/Permentan/OT. 140/7/2006 tentang Pengembangan Perkebunan Melalui Program Revitalisasi Perkebunan. Pelaksanaan program pengembangan tanaman bahan baku bahan bakar nabati dan revitalisasi perkebunan didukung pendanaan yang mengedepankan perbankan nasional. Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 dan 2, Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 117/PMK.06/2006 tanggal 30 Nopember 2006 tentang Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP).

Pengembangan perkebunan yang dapat didanai melalui KPEN-RP meliputi perluasan, rehabilitasi, dan peremajaan tanaman kelapa sawit, karet, dan kakao. KPEN-RP diberikan langsung kepada Petani Peserta atau melalui Mitra Usaha. Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan menunjuk Bank Pelaksana berdasarkan permohonan bank yang bersangkutan. Antara Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan dan Bank Pelaksana dibuat Perjanjian Kerjasama Pendanaan.

Tingkat bunga KPEN-RP ditetapkan sebesar tingkat bunga pasar yang berlaku untuk kredit sejenis dengan ketentuan setinggi-tingginya sebesar suku bunga penjaminan simpanan pada Bank Umum yang ditetapkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan ditambah 5%. Menteri Keuangan menetapkan bagian tingkat bunga KPEN-RP yang dibebankan kepada Petani Peserta atas usul Menteri Pertanian, setelah mendengar pendapat Komite Kebijakan atas hasil kajian Komite Teknis. Subsidi bunga atas KPEN-RP diberikan sebesar selisih antara tingkat bunga KPEN-RP.

71 Tingkat bunga KPEN-RP ditinjau dan ditetapkan kembali setiap 6 (enam) bulan pada tanggal 1 April dan 1 Oktober berdasarkan kesepakatan bersama antara Pemerintah dan Bank setelah mendengar pendapat Komite Kebijakan atas hasil kajian Komite Teknis. Subsidi bunga dibayarkan setiap 3 bulan berdasarkan data penyaluran yang disampaikan Bank Pelaksana. Pemerintah memberikan Subsidi Bunga selama masa pengembangan. Masa pengembangan perkebunan yaitu maksimal selama 5 (lima) tahun untuk kelapa sawit dan kakao, sedangkan untuk karet maksimal selama 7 (tujuh) tahun. Risiko KPEN-RP ditanggung sepenuhnya oleh Bank Pelaksana, dan/atau bersama dengan Mitra Usaha, dan/atau bersama dengan lembaga penjamin kredit, atas kesepakatan bersama.

Pendanaan KKP-E berasal dari Bank Pelaksana sebanyak 17 bank yang menyediakan alokasi kredit KPEN-RP dengan plafon total sebesar Rp.38,61 triliun (posisi per 28 Februari 2013). Sampai dengan posisi Februari 2013 telah Akad Kredit sebesar Rp. 7,32 trilyun atau 18,97% dari total plafon. Subsidi Bunga KPEN-RP yang telah dibayarkan T.A 2012 adalah Rp 76,99 miliar (87,40%) dari alokasi sebesar Rp 88,09 miliar anggaran subsidi bunga KPEN-RP sebesar Rp 80,313 miliar.

Plafon Peserta KPEN-RP per individu maksimum seluas 4 ha dengan nominal yang disesuaikan dengan peraturan Ditjen Perkebunan, Kementerian Keuangan. Untuk mengetahui kebenaran perhitungan subsidi bunga KPEN-RP yang telah dibayarkan kepada Bank Pelaksana, perlu dilakukan verifikasi terhadap pembayaran subsidi bunga KPEN-RP sebagaimana ketentuan Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah dan Bank Pelaksana KKP-E dan Prinsip Pengelolaan Keuangan Negara.

Realisasi penyaluran KPEN-RP masih sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh berbagai macam kendala pada proses penyaluran kredit kepada peserta KPEN-RP. Salah satu permasalahan yang sering muncul adalah kurangnya sertifikasi lahan sebagai bahan agunan.

Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS)

Berdasarkan surat Menteri Keuangan RI No. 258/KU.300/M/10/2008 tanggal 21 Oktober 2008, diputuskan dalam rakortas Wakil Presiden tanggal 24 Juni 2008 bersama beberapa Menteri Kabinet dan calon Bank Pelaksana untuk pengadaan satu juta ekor bibit sapi potong dalam lima tahun. Pelaku Usaha perlu diberikan bantuan tingkat bunga yang memadai untuk melaksanakan program pemerintah swasembada daging sapi melalui program subsidi bunga kredit yang disalurkan oleh bank pelaksana.

Penyaluran KUPS berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 131/PMK.05/2009 tanggal 18 Agustus 2009 sebagaimana telah diubah dengan PMK No.241/PMK.05/ 2011 tanggal 27 Desember 2011 tentang Kredit Usaha Pembibitan Sapi, yang diantaranya mengatur tentang pemberian subsidi bunga kepada Pelaku usaha pembibitan sapi.

Realisasi penyaluran KUPS hingga 28 Februari 2013 oleh 12 Bank Pelaksana adalah sebesar Rp.575,24 miliar yang hanya merupakan 14,51% dari komitmen pendanaan sebesar Rp. 3,96 trilyun. Sementara itu, realisasi pembayaran subsidi bunga KUPS hingga 31 Desember 2012 adalah Rp. 26,98 miliar (63,40%) dari plafon Rp. 42,55 miliar. Ada 12 Bank Pelaksana KUPS, yaitu Bank BRI, Bank BNI, Bank Mandiri, Bank Bukopin, BPD Sumut, BPD Sumbar, BPD Jateng, BPD DIY, BPD Jatim, BPD Bali, BPD NTB dan BPD Jambi.

3.5. Sistem Perbenihan dan Perbibitan

Dalam dokumen rpjmn bidang pangan dan pertanian 2015 2019 (Halaman 78-88)