• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produksi, Konsumsi, dan Proyeksi Produksi

Dalam dokumen rpjmn bidang pangan dan pertanian 2015 2019 (Halaman 107-111)

PROFIL KOMODITAS PERTANIAN UTAMA 4.1.Padi/Beras

4.1.1. Kondisi Saat Ini

4.1.1.1. Produksi, Konsumsi, dan Proyeksi Produksi

Produksi padi/beras cenderung meningkat selama 2008-2012 dengan rata-rata 2,85%/tahun (Tabel 4.1). Sumber pertumbuhan produksi adalah pertumbuhan luas panen rata-rata 1,99%/tahun dan pertumbuhan produktivitas rata-rata 0,86%/tahun. Ini berarti bahwa sumber utama pertumbuhan produksi adalah pertumbuhan luas panen dengan sumbangan 70%, sementara pertumbuhan produktivitas hanya 30%. Produksi sempat turun pada tahun 2011 karena turunnya luas panen dan produktivitas, namun pada tahun 2012 produksi meningkat lagi yaitu. Pada tahun 2012, produksi padi (GKG) mencapai 69.045.141 ton (setara dengan 43.498.439 ton beras), yang bersumber dari luas panen 13.443.443 ha dan produktivitas 5.136 kg GKG/ha.

Tabel 4.1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Nasional, 2008-2012.

Tahun Produksi (ton) Luas Panen (ha) Provitas (kg GKG/ha) GKG Beras 2008 60.325.925 38.005.333 12.327.425 4.894 2009 64.398.890 40.571.301 12.883.576 4.999 2010 66.469.394 41.875.718 13.253.450 5.015 2011 65.385.183 41.192.665 13.224.379 4.944 2012 69.045.141 43.498.439 13.443.443 5.136 Laju (%/th) 2,85 2,85 1,99 0,86

Peningkatan luas panen padi disebabkan oleh peningkatan IP padi dan pencetakan sawah baru walaupun tidak banyak, sementara perbaikan produktivitas merupakan hasil dari program SLPTT padi pada tahun 2012, yang di dalamnya terdapat program BLBU (Bantuan Langsung Benih Unggul) dan BLP (Bantuan Langsung Pupuk). Namun jika melihat program SLPTT yang demikian gencar dengan anggaran yang cukup besar, perbaikan produktivitas tersebut dapat dikatakan tidak signifikan. Apalagi jika dibandingkan dengan produktivitas pada tahun 2010 yang mencapai 5.015 kg/ha, peningkatan produktivitas tersebut

hanya 121 kg GKG/ha atau 2,41%. Salah satu permasalahan penting yang dijumpai dalam pelaksanaan program SLPTT adalah benih padi yang diberikan kepada petani kurang bagus, datang terlambat dan varietasnya tidak selalu sesuai dengan yang diinginkan petani.

Secara geografis, produksi padi tersebar di berbagai wilayah di Indonesia (Gambar 4.1). Sentra produksi beras adalah Jawa (53%) dan Sumatera (23%). Selebihnya adalah Sulawesi (11%), Kalimantan (7%), Nusatenggara (5%) dan Indonesia timur (Maluku dan Papua). Dengan sebaran geografis produksi padi demikian, dimana tekanan penduduk terhadap lahan di Jawa makin berat, maka produksi diluar Jawa perlu ditingkatkan lebih cepat, karena daya dukung Jawa sebagai sentra produksi beras akan terus menurun.

Gambar 4.1. Sebaran Geografis Produksi Beras di Indonesia, 2012. 5.

Konsumsi

Dari pohon industri tanaman padi dapat diketahui bahwa tanaman padi menghasilkan gabah (50%) dan jerami (50%). Selanjutnya dari gabah dapat dihasilkan beras pecah kulit (80%) dan sekam (20%). Dari beras pecah kulit dapat diperoleh beras (61%), menir (10%) dan dedak (9%). Dari beras dan menir dapat dihasilkan: (1) Pangan pokok (beras kepala, beras giling berkualitas, beras aromatik, beras instan, beras kristal); (2) Pangan fungsional (beras yodium, beras IG rendah, beras bernutrisi tinggi, beras lembaga, beras Fe tinggi); (3) Penganan (kueh basah, kueh kering); (4) Bahan baku industri, yang terdiri dari tepung (tepung BKP, tepung instan, pangan olahan/bihun, dan bahan

93

untuk industri tekstil) dan pati (pangan olahan, modified starch, dan gum/perekat untuk industri tekstil). Sementara dedak dapat digunakan untuk pembuatan pakan ternak, pangan serat dan minyak. Dari sekam dapat dihasilkan arang sekam, abu gosok, bahan bakar, silikat, dan karbon aktif. Dari jerami dapat dihasilkan kompos, pakan ternak/silage, bahan bakar, media jamur, kertas dan papan partikel. Dapat disimpulkan bahwa beras yang dihasilkan dari tanaman padi tidak hanya digunakan untuk pangan pokok, tetapi juga diolah menjadi berbagai produk berupa pangan fungsional, penganan dan bahan baku industri.

Gambar 4.2. Konsumsi Langsung Beras oleh Rumah Tangga Menurut Kelompok Pengeluaran, 2011 (kg/kapita/tahun)2

Sumber: Susenas 2011 (BPS), diolah.

Konsumsi langsung beras (pangan pokok) per kapita menurut kelompok pengeluaran (pengeluaran sebagai proksi pendapatan) tahun 2011 diperlihatkan pada Gambar 2, yang memberikan gambaran bahwa: (1) Konsumsi beras rata-rata di wilayah perdesaan jauh lebih besar dibanding di wilayah perkotaan, yaitu masing-masing 95,97 kg dan 78,68 kg atau rata-rata 95,37 kg per kapita per tahun; (2) Di wilayah perdesaan, konsumsi terus meningkat sampai kelompok pengeluaran F, kemudian terus menurun hingga kelompok pengeluaran H, sementara di wilayah perkotaan konsumsi menurun tajam pada kelompok B, kemudian terus menurun lambat hingga kelompok pengeluaran G dan menurun lebih cepat pada kelompok pengeluaran H; dan (c) Secara rata-rata, konsumsi terus meningkat hingga kelompok pengeluaran E, kemudian terus menurun hingga kelompok pengeluatan H.

2

Kelompok pengeluaran per kapita per bulan: A = < Rp 100.000; B = Rp 100.000-149.9999; C = Rp 150.000-199.999; D = Rp 200.000-299.999; E = Rp 300.000-499.999; F = Rp 500.000-749.999; G = Rp 750.000-999.999; dan H = Rp 1,000,000+

Hasil analisis dengan menggunakan model LA-AIDS (Linear Approximation – Almost Ideal Demand System) memperoleh elastisitas pengeluaran (proksi pendapatan) yang bernilai positif tetapi tidak elastis, yaitu 0,183. Artinya, setiap kenaikan pendapatan rumah tangga 10%, konsumsi langsung beras naik 1,83%. Hal ini menunjukkan bahwa beras merupakan produk pangan normal bagi rumah tangga konsumen di Indonesia. Karena itu, ke depan dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, maka diperkirakan bahwa konsumsi langsung beras per kapita akan meningkat tetapi tidak signifikan. Apabila persentase jumlah penduduk perkotaan meningkat, maka diperkirakan konsumsi per kapita rata-rata beras akan menurun.

Perkembangan konsumsi total di dalam negeri selama 2008-2012 diperlihatkan pada Tabel 4.2. Yang dimaksudkan dengan “konsumsi total” mencakup: (1) Konsumsi langsung oleh rumah tangga; (2) Penggunaan untuk pakan, bibit dan industri pengolahan (makanan dan non makanan); dan (3) Tercecer. Dalam kurun waktu tersebut laju produksi lebih tinggi dibandingkan dengan laju konsumsi. Dengan laju produksi beras rata-rata sebesar 3,48%/tahun dan laju konsumsi sekitar 0,97%/tahun, maka dari tahun 2008 sampai dengan 2012 neraca beras nasional sebetulnya sudah mengalami surplus. Surplus terbesar tercatat pada tahun 2012 dimana surplus beras mencapai sekitar 5,7 juta ton atau sekitar 15% dari produksi beras nasional.

Tabel 4.2. Konsumsi dan Surplus/Defisit Beras, 2008-2012. Tahun Konsumsi (000 ton)*) Produksi (000 ton) Surplus/Defisit Ribu Ton % 2008 31.799 33.915 2.116.3 6.24 2009 32.195 36.205 4.009.9 11.08 2010 33.068 37.369 4.301.3 11.51 2011 33.056 36.968 3.912.1 10.58 2012 33.047 38.823 5.776.2 14.88 Laju (%/thn) 0.97 3.48 - -

Keterangan: *) Terdiri dari konsumsi rumah tangga, penggunaan untuk pakan, bibit, industri pengolahan (makanan dan non makanan) dan tercecer (diolah dari NBM, BKP).

Peningkatan surplus beras ini antara lain disebabkan oleh penurunan tingkat konsumsi khususnya pada tahun 2011 dan 2012. Pada tahun 2011 dan 2012 konsumsi rata-rata beras nasional per kapita per tahun mengalami penurunan dari sekitar 139,15 kg/kapita/tahun pada tahun 2010 menjadi sekitar

95 137,1 kg/kapita/tahun di tahun 2011 dan turun lagi menjadi sekitar 135,01 kg/kapita/tahun. Penurunan konsumsi rata-rata beras per kapita per tahun ini terkait dengan perubahan gaya hidup masyarakat yang cenderung mengurangi konsumsi nasi khususnya pada masyarakat kelas menengah yang jumlahnya semakin bertambah. Namun demikian, penurunan konsumsi beras ini juga dapat disebabkan semakin beragamnya alternatif pangan non-beras khususnya yang berbahan baku gandum (mie instan).

Sementara pada aspek produksi juga terjadi peningkatan yang signifikan khususnya pada tahun 2012. Meskipun dibayangi kekhawatiran terjadinya penurunan produksi beras karena dampak perubahan iklim, namun pada tahun 2012 produksi beras mengalami kenaikan dari sekitar 36,97 juta ton di tahun 2011 menjadi 38,82 juta ton atau naik sekitar 5%.

Dalam dokumen rpjmn bidang pangan dan pertanian 2015 2019 (Halaman 107-111)