• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab V Kesimpulan dan Saran, yang meliputi Kesimpulan dari hasil penelitian dan saran. hasil penelitian dan saran

LANDASAN TEORI

B. Pembinaan Ibadah Terhadap Anak Asuh

1. Pengertian Pembinaan

Pembinaan asal katanya “bina” yang artinya “membangun,mendirikan”. Dalam bahasa arab berasal dari kata “banaa, yabnaa, banaaun” yang berarti membangun, memperbaiki.35 Dalam kamus umum bahasa Indonesia kata “pembinaan” mengandung

33 Ibid., h. 39. 34 Ibid., h. 300. 35

Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia (Jakarta: Yayasan Penafsiran Al-Qur’an. 1973), h. 73.

arti: “Penyempurnaan, pembaharuan usaha, tindakan yang dilakukan

secara berdaya guna untuk memperoleh hasil yang baik”.36 Adapun pembinaan menurut Zakiah Daradjat yaitu:

“Pembinaan adalah upaya pendidikan baik formal maupun non formal yang dilaksanakan secara sadar, berencana, terarah, teratur dan bertanggung jawab dalam rangka memperkenalkan, menumbuhkan, mengembangkan suatu dasar kepribadian yang seimbang, utuh, selaras. Pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan bakat, keinginan serta prakarsa sendiri, menambah, meningkatkan dan mengembangkan kearah tercapainya martabat, mutu dan kemampuan manusia yang optimal dan

pribadi yang mandiri.”37

Dalam upaya mencapai tujuan dari pembinaan yang telah ditetapkan, diperlukan adanya unsur pendukung. Adapun unsur-unsur tersebut adalah38:

a. Materi

Pada dasarnya materi pembinaan ibadah itu tergantung pada tujuan pembinaan ibadah yang hendak dicapai.

b. Pembina/Pembimbing

Pembina adalah seseorang yang membina sekelompok orang dalam sebuah pembinaan dan memiliki syarat-syarat sebagai berikut:

1) Kemampuan professional

2) Memiliki sifat atau kepribadian yang baik 3) Memiliki kemampuan bermasyarakat 4) Bertaqwa kepada Allah SWT

36

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 23.

37

Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Bulan Bintang 1979).

38

Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pendidikan Mental (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 38.

c. Peserta Terbina (sasaran pembinaan ibadah)

Faktor ini adalah salah satu unsur yang penting dalam pembinaan ibadah, karena tujuan dari pembinaan ibadah adalah untuk keselamatan individu dalam sebuah pembinaan.

d. Metode

Pengertian metode secara harfiah adalah “jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tindakan,” karena kata “metode” berasal dari kata “meta” yang berarti melalui dan “todas” berarti

jalan. Metode lazim diartikan sebagai cara untuk mendekati masalah sehingga diperoleh hasil yang memuaskan.

2. Pengertian Ibadah

Adapun pengertian-pengertian ibadah, di antara lain yaitu:

“Ibadah secara bahasa dalam Eksiklopedi Islam yang berarti:

“mematuhi, tunduk, dan berdo’a”. Sedangkan menurut istilah: Ibadah adalah kepatuhan atau ketundukan Dzat yang memiliki puncak keagungan, Tuhan Yang Maha Esa, Ibadah mencakup segala bentuk kegiatan (perbuatan dan perkataan) yang dilakukan pada setiap mukmin muslim dengan tujuan untuk

mencari keridhaan Allah SWT”.39

Dalam pengertian umum, ibadah adalah “Kegiatan atau perbuatan yang dilakukan untuk memenuhi berbagai kehidupan dunia, yang disertai niat mencari ridha Allah, serta dijalankan dengan memperhatikan norma-norma keagamaan”.40

“Kamus Besar Bahasa Indonesia memberi arti ibadah sebagai perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah yang didasari

39

H. Baihaqi A,K, “Fiqh Ibadah” (Bandung: Mas Bandung, 1996), cet ke-1, h. 31.

40 Dede Rosyada, “Hukum Islam Dan Pranata Sosial” (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), cet ke-4, h. 65.

ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan mematuhi

laranagan-Nya.” Atau dengan kata lain “Segala usaha lahir dan batin,

sesuai dengan perintah Tuhan, untuk mendapatkan kebahagiaan dan keselarasan hidup, baik terhadap diri sendiri, keluarga,

masyarakat maupun terhadap alam semesta”.41

Selain definisi diatas, ibadah juga mempunyai beberapa definisi antara lain:

a. “Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para Rasul-Nya”.

b. “Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi”.

c. “Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin”. 42

Disamping itu, ibadah dalam pengertian tak terbatas pada masalah ritual saja, tetapi mencakup seluruh aspek kehidupan dalam hubungannya dengan individu dan sosial, dan ritual yang dilandasi oleh ajaran Islam setelah itu ibadah juga bertujuan agar manusia mempunyai sifat yang terpuji, baik hubungannya dengan Allah maupun sesama manusia serta lingkungannya.43

“Ibadah adalah hak Allah yang wajib dipatuhi. Maka manusia

tidak diwajibkan beribadah kepada selain Allah, karena hanya Allah sendiri yang berhak menerimanya, karena Allah sendiri

41

Depdiknas. “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, h. 364

42

Ibid., h. 31-32.

43

Muhammad Qutub, Sistem Pendidikan Islam (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1984), h. 21 -22.

yang memberikan nikmat yang paling besar kepada makhluknya, yaitu hidup, wujud dan segala yang berhubungan

dengannya”.44

Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa pembinaan ibadah adalah tindakan yang dilakukan dengan memperoleh hasil yang baik sesuai dengan ajaran Islam sebagai bukti ketaatan kepada Tuhan-Nya, dengan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Selain itu, dengan beribadah seorang hamba akan selalu merasa dekat dengan Allah, bahkan dapat menolong batinnya dari kesusahan.

3. Bentuk-bentuk Ibadah

Menurut Abdul Rahman Ritonga dalam bukunya “Fiqh Ibadah”, ditinjau dari segi bentuknya, ibadah dibagi menjadi dua

macam, yaitu:

“Ibadah Khasshah adalah ibadah yang ketentuan dan cara pelaksanaannya secara khusus ditetapkan oleh Nash Al-Qur’an

dan Hadits. Seperti sholat, zakat, puasa dan haji. Dan Ibadah „Ammah adalah semua perbuatan yang dilakukan dengan niat baik dan semata-mata karna Allah SWT. Seperti makan dan minum, amar makruf nahi munkar, berlaku adil, berbuat baik kepada orang dan sebagainya”. 45

Ibadah khasshah atau biasa disebut dengan ibadah mahdoh adalah segala jenis Ibadah yang tata caranya telah ditetapkan oleh Allah SWT (khusus) atau tersebut. Sedangkan ghoiroh mahdoh atau

44

Zurinal Z dan Aminuddin, Fiqh Ibadah (Jakarta: Lembaga Penelitian Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2008) h. 32.

45

A. rahman Ritonga, M.A, “Fiqh Ibadah” (Jakarta: Gaya Media Pratama:2002), cet ke-2 , h. 62.

ibadah ammah adalah segala jenis ibadah kepada Allah dalam pengertian luas semua perbuatan yang berhubungan dengan Allah SWT, semua manusia, dan alam lingkungan, misalnya berdzikir kepada Allah, menolong orang yang kesusahan sesuai dengan kemampuan kita.

Selain itu, menurut Ahmad Dzajuli Ibadah Khasshah juga bisa disebut dengan ibadah mahdhah yang artinya:

“hubungan manusia dengan Tuhannya, yaitu hubungan yang akrab dan suci antara seorang muslim dengan Allah SWT, yang bersifat ritual (peribadatan), seperti shalat, zakat, puasa, dan haji”.46

4. Pengertian Anak Asuh

Anak asuh adalah “anak yang diberi biaya pendidikan (oleh seseorang) tetapi tetap tinggal pada orang tuanya”. Anak asuh juga diartikan sebagai:

“Anak yang berasal dari keluarga pra sejahtera ataupun yang sudah tidak memiliki orang tua dan mendapat pengasuhan diluar lingkungan keluarga yang sah. Lingkungan itu dapat berupa keluarga yang secara langsung mengasuh dan menyediakan segala keperluan si anak. Dapat juga berupa yayasan ataupun lembaga yang bergerak di bidang pengasuhan dan perlindungan anak”.47

Menurut Ardianus Khatib yang dikutip oleh Chuzaimah T. Yanggo dan Hafidz Ansharya berpendapat bahwa anak asuh adalah

46

Ahmad Dzajuli, Kaidah-kaidah Fikih (Jakarta: Kencana, 2007), Ed. 1. Cet.2 h. 114.

47

anak yang digolongkan dari keluarga yang tidak mampu, antara lain sebagai berikut:

a. Anak yatim atau piatu atau anak yatim yang tidak memiliki kemampuan ekonomi untuk bekal sekolah dan belajar. b. Anak dari keluarga fakir miskin.

c. Anak dari keluarga yang tidak memiliki tempat tinggal tertentu (tuna wisma).

d. Anak dari keluarga yang tidak memiliki ayah dan ibu dan keluarga dan belum ada orang lain yang membantu biaya untuk bersekolah atau belajar.48

48

Ehuzaimah T. Yanggo dan Hafidz Ashari, Problematika hukum Islam Kotemporer Pertama (Jakarta: Pustaka Fidaus, 2002) h. 161.

BAB III