• Tidak ada hasil yang ditemukan

DI HABITAT ALAM

2 Pembuatan Koridor

Salah satu persyaratan kunci untuk konservasi orangutan di habitat aslinya adalah penaksiran dan perancangan populasi viabel minimum (minimum viable population/MVP). Konsep MVP berarti bahwa populasi dalam suatu habitat tidak dapat berlangsung hidup bila jumlah individu berkurang di bawah ambang batas tertentu. Menurut Singleton et al. 2004, ukuran MVP untuk orangutan adalah 250 individu, namun populasi kecil yang dihubungkan oleh pergerakan sesekali satwa bisa berkontribusi pada stabilitas dari populasi yang lebih besar melalui mekanisme metapopulasi. Metapopulasi didefinisikan sebagai sekumpulan populasi-populasi lokal di dalam area yang lebih besar, yang ditandai dengan migrasi dari satu populasi lokal ke beberapa patch lain yang memungkinkan (Hanski dan Simberlof 1997). Peristiwa dispersal yang jaraknya relatif jauh meskipun tidak sering mungkin cukup untuk menyelamatkan suatu populasi lokal dari kepunahan, yang dikenal dengan rescue effect (Gunawan dan Presetyo 2003).

Hasil penelitian ini telah mengungkap bahwa orangutan di KP Batubara memanfaatkan dua atau lebih kantong habitat. Orangutan juga telah belajar cara dan waktu yang aman untuk menyeberang jalan atau melintasi areal terbuka lainnya di KP Batubara. Namun sejauh mana pergerakan orangutan tersebut dapat menjamin adanya aliran gen (gen flow) antar populasi lokal sama sekali tidak diketahui. Pada penelitian ini diasumsikan bahwa pergerakan individu orangutan sangat terbatas dan tidak cukup untuk mencegah efek dari isolasi. Untuk mencegah isolasi tersebut, setiap kantong habitat orangutan di KP Batubara, terutama ARKPB harus dipastikan terkoneksi dengan hutan alam yang lebih luas dan atau ARKPB lainnya. Koridor antar kantong habitat sangat diperlukan agar orangutan dapat berpindah dari satu kantong habitat ke kantong habitat lainnya (Luckett et al. 2004; Nasi et al. 2008). Koridor satwa dapat menjadi strategi dalam pengelolaan konservasi orangutan di KP Batubara untuk mencegah dampak isolasi kantong habitat (habitat patches) terhadap orangutan.

Desain perencanaan dalam pembuatan koridor memerlukan persetujuan dan kesepakatan dari berbagai pihak yakni dukungan dari pengusaha atau perusahaan, pemerintah daerah, dan masyarakat setempat yang berada di sekitar koridor. Partisipasi dan dukungan dari pihak-pihak tersebut sangat diperlukan, dengan tujuan pembuatan koridor dapat berhasil dan efektif sebagai jalur pengungsian orangutan. Koridor yang efektif merupakan koridor yang cukup mengandung habitat yang sesuai untuk spesies target (orangutan) untuk hidup secara permanen atau melintas secara normal (Harrison 1992).

Lebar minimum koridor orangutan didasarkan pada luas wilayah jangkauan (home range) dan ukuran spesies target (dalam hal ini orangutan), serta mempertimbangkan lebar untuk mempertahankan habitat terhadap penetrasi jenis vegetasi di pinggir koridor (Harrison 1992). Pembangunan koridor memerlukan adanya restorasi sebagaimana di kantong-kantong habitat berkualitas rendah yang akan dihubungkan. Vegetasi yang dipilih untuk ditanam di sepanjang koridor harus disesuaikan dengan kebutuhan pakan dan bersarang spesies target (Bond 2003), dalam kasus ini adalah orangutan. Pengkayaan jenis vegetasi tumbuhan pakan, pohon sarang, dan konektivitas tajuk atau kanopi yang berdekatan, sangat

penting dilakukan dalam pengelolaan koridor, meskipun telah dilakukan survei vegetasi dalam penetapannya.

Berdasarkan Harrison (1992), Bond (2003), Luckett et al. (2004), Nasi et al. (2008), dan Utami Atmoko et al. (2014), koridor orangutan yang akan dibangun harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Lebar minimum koridor adalah 100 m dan tidak ada bagian yang memiliki lebar <70 m.

2. Relatif aman dari ancaman perburuan/pembunuhan, operasional tambang yang membahayakan, dan kebakaran hutan.

3. Komposisi vegetasi terdiri dari berbagai spesies dan habitus, terutama harus kaya akan keberadaan pohon pakan dan pohon sarang.

4. Struktur tegakan secara horizontal memiliki tajuk yang berkesinambungan/kontinu sebagai sarana pergerakan arboreal orangutan dan tempat perlindungan.

Areal konsesi PT KPC berbatasan dengan berbagi tipe dan fungsi penggunaan lahan, antara lain: konsesi perkebunan kelapa sawit, permukiman, kebun masyarakat, dan hutan alam sekunder (Gambar 5.2). Oleh karena itu, pembangunan koridor hendaknya tidak hanya untuk menghubungkan petak-petak habitat di KP Batubara, tetapi juga dalam skala lanskap atau bentang alam yang lebih luas.

Gambar 5.2. Kondisi penutupan lahan di KP Batubara PT KPC dan sekitarnya Arahan areal pembangunan koridor orangutan di KP Batubara PT KPC adalah pada lokasi-lokasi sebagai berikut:

- Sempadan sungai.

Keputusan Presiden RI No. 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung menyatakan bahwa perlindungan terhadap sempadan sungai dilakukan untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta mengamankan aliran sungai (Pasal 15), sekurang-kurangnya 100 meter dari kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri kanan anak sungai yang berada di luar permukiman (Pasal 16). Permenhut No. P.32/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Tehnik Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTkRHL-DAS) juga menyatakan bahwa selebar 100 meter kiri kanan sempadan sungai besar harus dilindungi dari segala kegiatan yang merusak. Di KP Batubara PT KPC, ada dua sungai besar (lebar >50 m), yaitu sungai Sangatta dan Bengalon, satu sungai sedang (lebar 2-7 m) yaitu sungai Kenyamukan, dan tiga sungai kecil (lebar 2-4 m), yaitu sungai Batutak, Murung, dan Pinang) (Sihombing 2012). Kegiatan penambangan hendaknya mempertahankan hutan di sepanjang sempadan sungai dan merestorasi sempadan sungai yang telah rusak, sehingga dapat berfungsi sebagai koridor dan tempat berlindung bagi orangutan dan kehati lainnya.

Bagian hilir sempadan sungai Sangatta yang menjadi pemisah areal konsesi PT KPC dengan kawasan TN Kutai telah mengalami kerusakan (lahan terbuka dan kebun masyarakat), namun orangutan masih sering terlihat di sepanjang pinggiran sungai. Kuat dugaan bahwa orangutan tersebut adalah orangutan yang terdesak ke pinggir sungai karena diusir/diburu oleh masyarakat pemilik kebun. Oleh karena itu restorasi sempadan sungai Sangatta harus menjadi prioritas. Restorasi sempadan sungai juga dapat meminimalisir erosi tebing sungai yang selama ini terjadi di sepanjang sungai Sangatta karena kurangnya vegetasi penutup tanah.

- Antara kantong habitat yang terisolasi (ARKPB atau sisa hutan alam) dengan ke kantong habitat lainnya atau hutan alam yang lebih luas.

Koridor antar kantong habitat akan memudahkan pergerakan orangutan dari satu fragmen ke fragmen lainnya dengan aman (Luckett et al. 2004; Nasi

et al. 2008) dan diharapkan dapat mencegah terjadinya tekana inbreeding.

- Sepanjang batas wilayah konsesi pertambangan.

KP batubara berbatasan dengan dengan areal konsesi lainnya, terutama yang berbatasan dengan permukiman, kebun masyarakat, dan konsesi perkebunan kelapa sawit. Koridor di sepanjang batas wilayah konsesi bisa dibuat dengan mempertahankan sisa hutan alam maupun dengan melakukan restorasi habitat.