• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertimbangan Konservasi Orangutan di KP Batubara 1 Analisis Karakteristik Habitat

DI HABITAT ALAM

5 STRATEGI KONSERVASI ORANGUTAN DI KAWASAN PERTAMBANGAN BATUBARA

5.2 Pertimbangan Konservasi Orangutan di KP Batubara 1 Analisis Karakteristik Habitat

Habitat orangutan di KP Batubara bukanlah habitat yang baik bagi orangutan, baik dari aspek penutupan lahan, komposisi pakan, struktur vegetasi, maupun dari kedekatan dengan manusia. Habitat orangutan di KP Batubara miskin akan jenis pohon buah dan liana berkayu yang merupakan sumber pakan penting bagi orangutan (Morrogh-Bernard et al. 2009). Habitat orangutan di KP Batubara juga mengalami diskontinuitas tajuk, sehingga memaksa orangutan turun ke permukaan tanah. Habitat orangutan di KP Batubara terfragmentasi menjadi kantong-kantong habitat kecil yang sebagian diantaranya mengalami isolasi (insularization). Fragmentasi dan isolasi kantong habitat dapat menyebabkan penurunan kemampuan orangutan untuk melakukan perpindahan antar kantong habitat. Orangutan yang terisolasi sangat rentan terhadap tekanan perkawinan dalam (inbreeding depression), penurunan genetik (genetic drift) dan masalah lainnya yang terkait dengan populasi kecil (Gunawan dan Prasetyo 2013; Indrawan et al. 2007; Aguilar et al. 2008). Populasi kecil juga rentan terhadap ancaman perubahan demografik (laju kematian dan kelahiran) dan perubahan lingkungan (penyakit, pemangsaan, kompetisi, pakan, dan bencana alam) (Indrawan et al. 2007). Hasil analisis terhadap habitat orangutan di KP Batubara menunjukkan bahwa perlu dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan daya dukung habitat agar mendekati karakteristik habitat alami.

5.2.2 Analisis Perilaku Orangutan di KP Batubara

Penelitian ini menunjukkan bahwa fleksibilitas perilaku telah berperan dalam membantu keberhasilan orangutan untuk bertahan hidup di KP Batubara. Adaptasi perilaku tersebut dapat dilihat dari perbedaan pola aktivitas harian/time budget, perilaku makan, perilaku pergerakan, maupun perilaku bersarang. Menurut Alikodra (2015c), kemampuan adaptasi sangat menentukan produktivitas suatu spesies dan dapat dipelajari dari dinamika populasi. Namun, kapasitas adaptasi satwa bukan tidak terbatas, melainkan memiliki batas toleransi maksimum untuk bisa bertahan (Alikodra 2015c). Fleksibilitas perilaku juga belum tentu menguntungkan dalam jangka panjang, jika respon perilaku mengubah parameter kunci demografi (kelahiran, kematian, dan tingkat migrasi), dinamika populasi diperkirakan juga akan berubah ke arah yang merugikan (Wong dan Candolin 2014).

Perubahan habitat kadang-kadang dapat menyebabkan ketidaksesuaian antara kualitas habitat yang sebenarnya dengan isyarat yang digunakan oleh individu untuk menilai kualitas habitat atau sinyal bahaya, sehingga dapat menjadi perangkap ekologis bagi satwa tersebut (Robertson et al. 2013). Orangutan di KP Batubara sudah lebih terestrial dan terbiasa dengan kehadiran manusia serta tidak lagi menganggap manusia sebagai ancaman, hal ini dapat menyebabkan orangutan menjadi rentan terhadap perburuan/pembunuhan maupun tertular penyakit dari manusia. Fakta bahwa perilaku orangutan di KP Batubara yang tidak lagi normal/alami, menuntut adanya pengelolaan populasi yang dapat mendorong perilaku orangutan kembali ke arah perilaku normal/alami.

5.2.3 Analisis Keberlangsungan Hidup Populasi (AKHP)

Ukuran populasi orangutan yang hidup di KP Batubara PT Kaltim Prima Coal/KPC tidak diketahui secara pasti. Penelitian kepadatan orangutan telah dilakukan oleh Rayadin et al. (2012), namun hanya terbatas di empat ARKPB di sekitar pit aktif dengan perkiraan populasi 6-12 individu. Selama studi ini, juga telah berhasil dijumpai sebanyak 41 individu orangutan berbeda di sepuluh ARKPB yang memiliki total luas 912.29 ha. Kedua hasil perkiraan populasi tersebut tidak bisa diekstrapolasi untuk menduga ukuran populasi orangutan di seluruh areal konsesi PT KPC, antara lain karena: (i) KP batubara terdiri dari berbagai tipe penutupan lahan dengan karakteristiknya masing-masing, kepadatan populasi di empat ARKPB tidak merepresentasikan kawasan secara keseluruhan; (ii) Luas plot sampel populasi sangat kecil dibandingkan total luas areal konsesi yang mencapai 90 938 ha.

Orangutan yang saat ini hidup di berbagai ARKPB ada dua kemungkinan mengenai asal usulnya. Pertama, orangutan penghuni areal tersebut yang terpaksa melarikan diri karena adanya gangguan, kemudian kembali lagi setelah areal tersebut mereka anggap aman. Kedua, orangutan yang pindah dari areal terganggu di sekitarnya dan memutuskan untuk tinggal di salah satu ARKPB.

Estimasi populasi dan struktur demografi orangutan di KP Batubara mengarah kepada indikasi keberhasilan orangutan dalam beradaptasi terhadap perubahan habitat, khususnya di ARKPB. Orangutan di KP Batubara secara umum juga terlihat cukup gemuk dan tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan gizi. Menurut Alikodra (2010), salah satu cara sederhana untuk menilai kondisi populasi satwa adalah berdasarkan tingkat kegemukan. Orangutan di KP Batubara menunjukkan ciri-ciri struktur demografi yang sehat, yaitu: terdiri dari berbagai kelas umur dan jenis kelamin, dan semua betina dewasa yang dijumpai memiliki bayi dan atau anak dan atau sedang hamil. Namun, kondisi ini tidak dapat dipastikan sampai tersedia data yang memadai tentang tingkat kematian (mortality), kesehatan, dan genetik dari populasi orangutan yang hidup di KP Batubara.

AKHP dalam penelitian merujuk ke hasil laporan Population and Habitat Viability Assessment Orangutan (PHVA) tahun 2004 (Singleton et al. 2004). Populasi orangutan di blok habitat TN Kutai diperkirakan 600 individu dengan daya dukung habitat 600, sedangkan populasi orangutan di blok habitat Sangatta- Bengalon-Muara Wahau (disebut Sangatta+) sebesar 175 individu dengan daya dukung hanya 170. Hasil simulasi menunjukkan bahwa dalam 1 000 tahun populasi secara keseluruhan orangutan di blok habitat TN Kutai dan Sangatta+ belum akan punah, namun ukuran populasi tersebut akan terus mengalami penurunan. Populasi orangutan di blok habitat Sangatta+ memiliki peluang kepunahan yang lebih tinggi daripada orangutan di TN Kutai. Dalam 1 000 tahun, populasi di blok habitat Sangatta+ diperkirakan hanya tersisa 97 individu dan kehilangan 24% keragaman genetiknya karena tekanan inbreeding (Singleton et al. 2004).

Kelangsungan hidup populasi satwa liar yang terpaksa menempati kantong- kantong habitat kecil sangat terancam untuk jangka panjang (Asensio et al. 2009), apalagi jika kantong-kantong habitat tersebut berkualitas rendah (Morrison et al. 1998), sayangnya kedua hal tersebut berlaku untuk habitat orangutan di KP Batubara. Populasi orangutan di KP Batubara merupakan bagian dari blok habitat

sangatta+ yang mengalami tingkat kematian terburuk karena kualitas habitat yang rendah, begitu juga dengan blok habitat TN Kutai (Singleton et al. 2004). Orangutan di KP Batubara terdistribusi di kantong-kantong habitat kecil berupa ARKPB dan sisa hutan alam yang berkualitas rendah. Menurut hasil simulasi Singleton et al. (2004), populasi yang berukuran ≤50 individu berisiko mengalami kepunahan meskipun menempati habitat dengan kualitas terbaik. Hasil studi menunjukkan bahwa orangutan mampu beradaptasi dengan perubahan habitat dengan cara merubah perilakunya. Namun, fakta tentang ukuran populasi dan karakteristik habitat membuat keberlangsungan hidup populasi orangutan di KP Batubara sangat mengkhawatirkan.

Estimasi populasi orangutan di sepuluh ARKPB dengan total luas 912.29 ha adalah 41 individu (<50). Merujuk kepada hasil simulasi Singleton et al. (2004) untuk ukuran populasi 50 individu, maka peluang kepunahan populasi berukuran 41 individu tersebut >40% dalam 50 tahun (dengan asumsi orangutan dari beberapa ARKPB tersebut berinteraksi melalui perpindahan). Jika antar populasi lokal tidak ada interaksi, peluang kepunahannya akan menjadi lebih tinggi lagi.