• Tidak ada hasil yang ditemukan

DI HABITAT ALAM

4 ADAPTASI PERILAKU ORANGUTAN DI KAWASAN PERTAMBANGAN BATUBARA

4.4 Pembahasan 1 Perbandingan Pola Aktivitas Harian

4.4.2 Perbandingan Perilaku Pergerakan Day Range

Perbedaan jelajah harian antara orangutan di KP Batubara dengan di habitat alami Prevab diduga adalah bagian dari foraging strategi dalam rangka memenuhi kebutuhan nutrisi dan bertahan hidup di KP Batubara. Singleton et al. (2009) menyatakan bahwa penjelajahan dilakukan orangutan sebagai strategi untuk mencari makan dan bertahan hidup. Selain itu pada jantan dewasa mungkin juga dipengaruhi oleh strategi berpasangan (Utami-Atmoko 2000).

Jantan dewasa di KP Batubara, rata-rata jelajah hariannya lebih jauh dari jelajah harian jantan dewasa di berbagai situs lain dan hampir serupa dengan di Suaq Belimbing (Tabel 4.11). Hal itu diduga karena alokasi waktu bergerak pindah dan intensitas pergerakan di permukaan tanah yang juga lebih tinggi. Kelangkaan pakan yang berkualitas di KP Batubara menyebabkan FM bergerak lebih jauh dalam sehari dibandingkan dengan kelas fokal lainnya untuk menjaga kebutuhan metabolisme sehari-hari (mengadopsi strategi search and find). van Schaik dan Knott (2001) mengemukakan bahwa individu FM membutuhkan makanan yang relatif lebih banyak bila dibandingkan dengan individu lainnya seperti UFM dan jantan pradewasa, karena dipengaruhi oleh ukuran tubuh yang juga lebih besar. Asumsi ini juga dapat diterima karena aktivitas makan FM di KP Batubara yang lebih tinggi dengan aktivitas istirahat yang rendah.

Pada umumnya jelajah UFM lebih jauh daripada FM karena dapat bergerak lebih cepat dan efisien (Utami-Atmoko 2000). Hasil studi ini di habitat alami Pevab TN Kutai juga menunjukkan hal yang sama. Namun di KP Batubara justru sebaliknya, UFM bergerak lebih dekat daripada FM. Hal tersebut terjadi karena selama pengamatan, UFM dalam masa kebersamaan (consort) dengan betina. Hasil penelitian Utami-Atmoko (2000) menemukan bahwa bila sedang consort

dengan betina, UFM menyesuaikan pergerakannya dengan betina dan biasanya berjalan lebih dekat.

Tabel 4.11 Rata-rata jelajah harian orangutan jantan dewasa di beberapa lokasi penelitian

Lokasi Rata-rata daily range (m) Pustaka

Tanjung puting 850 Galdikas 1988

Mentoko 688 (FM) Rodman 1979

Cabang panti 653 Parsons 1999

Ketambe 636.43 m (sendiri)

976.8 m (consort) Utami-Atmoko 2000 Suaq belimbing 1 000 m (FM) van Schaik et al. 2013

Prevab 759 (FM)

1 072 (UFM) Studi ini

KP batubara 1 169 (FM, sendiri) 1 048 (UFM)

Studi ini

Pada kenyataannya pada studi ini jumlah individu dan jumlah hari pengamatan orangutan jantan di KP Batubara sangat terbatas, individu FM berjalan sendiri selama pengamatan dan UFM berjalan bersama betina lain (consort). Asumsi ini juga didukung oleh pendapat Morrogh-Bernard et al.

(2009), bahwa pola penjelajahan orangutan jantan mungkin sangat dipengaruhi oleh pola penjelajahan orangutan betina sehingga di beberapa tempat dilaporkan bahwa pola jelajah orangutan betina sangat mempengaruhi pola penjelajahan orangutan jantan dewasa yang akan menghabiskan waktu dengan berjalan bersama-sama (Utami-Atmoko dan van Hoof 1997).

4.4.3 Perbandingan Perilaku Makan Komposisi Jenis dan Kategori Pakan

Makanan utama orangutan di Prevab TN Kutai adalah buah. Hasil ini mirip dengan orangutan liar di Danum Valley (Kanamori et al. 2010), di Tuanan, dan Sungai Lading (Bastian et al. 2010) dengan proporsi waktu makan buah 60.9%, 71%, dan 61%. Menurut Rijksen dan Meijaard (1999), di habitat yang memiliki kualitas baik proporsi waktu makan buah orangutan jantan adalah 57% dan betina 80%. Morrogh-Bernard el al. (2009) menemukan bahwa orangutan liar dari 10 situs penelitian berbeda secara jelas menghabiskan paling banyak waktunya untuk makan buah. Menurut Bastian et al. (2010), buah memang lebih disukai orangutan daripada daun dan materi vegetasi lainnya.

Populasi orangutan yang hidup di KP Batubara menunjukkan hal yang berbeda dengan orangutan di habitat alami. Secara umum, orangutan di KP Batubara mengalokasikan sedikit waktu untuk makan buah dan menghabiskan lebih banyak waktu untuk makan kulit, daun, dan biji-bijian. Rendahnya konsumsi buah-buahan serta tingginya konsumsi kulit, daun, dan biji-bijian merupakan strategi adaptasi orangutan di KP Batubara untuk memenuhi kebutuhan kalorinya di kawasan yang buah hampir tidak pernah tersedia.

Orangutan dikenal memiliki kemampuan yang sangat tinggi untuk menemukan sumber pakan baik dari yang berukuran kecil, jarang, dan tersebar secara acak (MacKinnon 1974), dan pakan orangutan dapat berubah-ubah tergantung ketersediaan pakan dihabitatnya (Napier dan Napier 1985). Di habitat alami yang ketersediaan buahnya tidak kontinu, orangutan juga akan beralih ke

fall back food selama periode buah langka seperti kulit kayu, daun, dan materi vegetatif lainnya (Vogel et al. 2008; Bastian et al. 2010; Morrogh-Bernard et al.2009; Kanamori et al. 2010).

Di habitat yang terdegradasi, orangutan akan mencari makanan alternatif untuk dapat bertahan hidup dan tidak jarang mengambil risiko untuk memasuki kebun atau pekarangan masyarakat. Sebagai contoh adalah orangutan di Batang Serangan Sumatera Utara yang menjarah buah (nangka, durian, jengkol, petai) di ladang milik petani, mereka memilih lebih aktif pada sore hari di saat petani sudah meninggalkan ladang untuk mengurangi risiko pertemuan (Campbell-Smith G et al. 2011). Di Kutai Kertanegara, orangutan yang terjebak di antara hutan tanaman

Acacia mangium beralih mengkonsumsi kulit A. mangium sehingga menyebabkan kematian pohon dalam jumlah yang cukup besar (Ngatiman 2001). Hal tersebut menunjukkan bahwa orangutan selalu akan berusaha untuk mengeksplorasi lingkungan dan berusaha beradaptasi untuk memanfaatkan sumberdaya pakan yang tersedia di lingkungan tersebut.

Meskipun komposisi kategori pakan orangutan di KP Batubara menunjukkan kecenderungan yang sama, namun antar kelas fokal tetap terdeteksi adanya perbedaan, terutama pada FM yang menggunakan waktu hariannya lebih sedikit untuk makan biji-bijian daripada AF. Perbedaan tersebut diduga terbentuk karena adanya perbedaan pengalaman spesifik antar individu maupun antar kelas fokal (Campbell et al. 2008). Selain itu, ukuran dan bobot tubuh FM mungkin juga berpengaruh terhadap pilihan kategori pakan. FM yang bertubuh besar dan berat mengalami kesulitan untuk menjangkau biji-bijian yang berada di ujung dahan yang, memaksakan diri untuk mendapatkan makanan tersebut akan meningkatkan risiko terjatuh akibat cabang yang patah (Ashburry et al. 2015). Sebagai kompensasi dari keterbatasan menjangkau biji-bijian di tajuk pohon, FM secara intensif mengkonsumsi kulit dan daun yang banyak tersedia di permukaan tanah dan lower canopy. FM memanfaatkan daun muda dari LCC (legum cover crop) seperti Calopogonium caeruleum dan Centrocema spp. Sebagai sumber pakan. FM juga teramati mengkonsumsi batang muda dari rumput gelagah (Saccharum spontaneum) yang mencapai 3% dari waktu makannya. Perilaku memakan batang muda dari rumput gelagah ini tidak pernah teramati pada populasi orangutan di Prevab TN kutai maupun beberapa situs penelitian lainnya.

Nilai indeks kesamaan jenis pakan antara orangutan di KP Batubara dengan orangutan di habitat alami Prevab TN Kutai menunjukkan perbedaan yang sangat tinggi. Dari 121 jenis tumbuhan pakan, hanya 7 jenis diantaranya yang sama-sama ditemukan di kedua habitat, yaitu: kenanga (Cananga odorata), ara (Ficus sp.), nayub (Geunsia pentandra), kubung (Macaranga gigantea), akar belaran (Merremia peltata), akar kundul (Poikilospermum sp.), dan laban (Vitex pinnata). Jenis-jenis tersebut adalah jenis-jenis pionir lokal yang tumbuh secara alami, kecuali laban yang memang sengaja ditanam.

Kesamaan jenis pakan yang rendah antara orangutan di KP Batubara dengan orangutan di habitat alami Prevab TN Kutai disebabkan oleh karena komposisi floristik antara kedua habitat memang sangat berbeda. Indeks kesamaan jenis pohon diantara kedua habitat hanya sebesar 10.15% (lihat Bab 3). Habitat alami Prevab TN Kutai disusun oleh jenis-jenis tumbuhan asli yang merupakan ciri khas hutan primer dan sekunder tua kalimantan. Habitat orangutan di ARKPB telah kehilangan jenis-jenis tumbuhan asli karena kegiatan penambangan batubara,

kemudian digantikan oleh jenis-jenis eksotik hasil penanaman pada kegiatan reklamasi dan revegetasi. Hasil penelitian di berbagai situs penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan komposisi jenis pakan antar populasi orangutan dari habitat yang berbeda (Morrogh-Bernard et al. 2009). Hasil penelitian Bastian et al. (2010) menemukan bahwa meskipun diantara dua situs terdapat kesamaan flora yang tinggi (misalnya antara Tuanan dan Sungai Lading), mereka tetap mendeteksi adanya perbedaan diet orangutan dari kedua situs tersebut, yang menujukkan bahwa pembelajaran sosial mungkin berperan dalam seleksi diet orangutan.

Orangutan di KP Batubara secara intensif memakan jenis-jenis tumbuhan yang memiliki kelimpahan tinggi dan terdistribusi secara merata di KP Batubara. Johar (Senna siamea) dan sengon (Falcataria moluccana) adalah dua jenis pohon yang paling dominan, sedangkan akar belaran (Merremia sp.) merupakan liana invasif yang tersebar hampir di seluruh KP batubara (untuk lebih jelasnya lihat Bab 3). Hasil ini menunjukkan bahwa orangutan di KP Batubara beradaptasi terhadap perubahan komposisi jenis vegetasi dengan cara memodifikasi komposisi makanan mereka. Mereka beradaptasi untuk mengandalkan jenis-jenis yang tersedia di KP Batubara sebagai sumber kalori mereka agar bisa bertahan hidup.

Perilaku makan biji-biian dari jenis-jenis eksotik hasil tanaman revegetasi seperti johar (Senna siamea), trembesi (samanea saman), dan sengon (Moluccana falcataria) dalam proporsi yang cukup tinggi tidak pernah dijumpai di situs penelitian lainnya. Perilaku makan biji-bijian terutama johar diduga sudah menjadi kultur/budaya dari populasi orangutan yang hidup di ARKPB, karena perilaku tersebut dijumpai di seluruh ARKPB, pada semua kelas fokal, dan dengan teknik makan yang sama. Perilaku makan biji ini pada awalnya mungkin berasal dari hasil eksplorasi individu (pembelajaran individual), kemudian ditularkan kepada individu-individu lain dalam populasi melalui mekanisme pembelajaran sosial (Campbell et al. 2008), terutama pembelajaran yang diterima oleh bayi/anak dari induknya. Bastian et al. (2010) mengemukakan bahwa kesamaan pilihan makanan antara individu orangutan yang tinggal di situs yang sama mungkin menunjukkan adanya peran pembelajaran sosial. Hasil penelitian perilaku induk dan anak orangutan menunjukkan bahwa komposisi pakan anak hampir sama dengan induknya selama anak tersebut belum disapih (Jaeggi et al.

2010).

Pemanfaatan biji dari jenis-jenis eksotik oleh orangutan dalam jumlah yang relatif tinggi dikhawatirkan dapat lebih mengancam ekosistem asli yang ada di sekitar areal rehabilitasi kawasan pertambangan (ARKPB). Meskipun belum ada bukti ilmiah tentang sifat invasif maupun daya kecambah dari biji jenis-jenis eksotik yang tersisa di feses orangutan, namun hal tersebut mungkin saja terjadi jika dikaitkan dengan perilaku makan dan perilaku pergerakan orangutan. Orangutan sangat berperan dalam menyebarkan biji dari tumbuhan, karena orangutan memakan lebih dari 1000 jenis tumbuhan (Russon et al. 2009) dan mempunyai daerah jelajah yang luas (Singleton et al. 2009).

Orangutan memakan kulit akar belaran (Merremia peltata) dalam proporsi waktu yang cukup besar di setiap bulan pengamatan, baik di KP Batubara maupun di Prevab TN Kutai. Konsumsi kulit akar belaran yang tinggi di KP Batubara bukanlah sesuatu yang mengherankan, karena sumberdaya pakan yang sangat terbatas. Namun perilaku makan kulit akar belaran di Prevab TN Kutai sulit untuk

dijelaskan, karena akar belaran tetap menjadi bagian dari diet orangutan bahkan di bulan-bulan saat ketersediaan buah melimpah, hasil penelitian Ferisa (2014) juga menunjukkan hal yang sama. Orangutan diketahui memiliki sifat yang sangat selektif dalam memilih pakan berkaitan dengan kondisi kesehatan dan preferensi terhadap pakan, namun belum ada penelitian yang dapat menjelaskan kenapa kulit akar belaran menjadi pakan penting bagi orangutan morio di lanskap Kutai. Pemilihan pakan tersebut bisa jadi karena alasan cita rasa, tekstur, ukuran, konsistensi pakan, atau penyebab lainnya (Oldham dan Emmans 1990). Garsetiasih et al. (2016) melakukan penelitian tentang kandungan nutrisi dari

Merremia peltata, tetapi yang diuji adalah bagian daun. Penelitian Garsetiasih et al. (2016) menemukan bahwa daun Merremia peltata mengandung nutrisi yang cukup tinggi dengan konsentrasi protein 9.70%, lebih tinggi dari rumput lamuran (Dichantium caricosum) yang biasa dikonsumsi oleh satwa herbivora di TN Baluran dan TN Alas Purwo.

Di Prevab TN Kutai, orangutan memakan buah sengkuang (Dracontomelon dao) dalam proporsi waktu paling besar. Kerapatan pohon sengkuang memang cukup tinggi di Prevab TN Kutai (±15 pohon/ha) dengan INP ke-empat terbesar (9.31%). Pohon sengkuang dikenal sebagai buah favorit orangutan, sengkuang yang berbuah sering dijadikan sebagai lokasi utama untuk dapat menemukan orangutan (Rodman 1977; Campbell 1992). Pohon sengkuang adalah pohon buah yang secara aktif dikunjungi oleh orangutan di Prevab TN Kutai disamping pohon

Ficus sp. (Ferisa 2014).

Proporsi waktu makan dari jenis liana cukup tinggi di Prevab TN Kutai (40.82%). Penelitian Rodman (1977), Campbell (1992), dan Ferisa (2014), juga menunjukkan bahwa orangutan di Prevab dan Mentoko secara aktif mengunjungi akar belaran dan akar serapet untuk makan. Menurut Setia (2009), tumbuhan liana biasanya memang dimanfaatkan oleh orangutan sebagai sumber pakan.

Orangutan di KP Batubara juga memanfaatkan beberapa jenis liana sebagai sumber pakan, yang mencapai 35.38% dari waktu makannya. Meskipun komposisi pakan liana juga cukup tinggi di KP Batubara, orangutan lebih intensif memakan kulit akar belaran (27.48%) serta daun CP Centrocema acutifolium

(3.29%) dan daun Calopogonium caeruleum (3.28%).

Perbandingan Fluktuasi Pakan Bulanan

Secara keseluruhan proporsi waktu makan biji-bijian di KP Batubara ±30.40% dari total waktu makan. Orangutan mengkonsumsi biji hampir di setiap bulan pengamatan dengan proporsi yang bervariasi, pada bulan-bulan tertentu proporsi waktu makan biji mengalami peningkatan, yaitu: pada bulan Juni sebesar 73.90%, Oktober 48.47%, dan Januari 33.76%). Proporsi makan kulit oleh orangutan adalah yang terbesar di KP Batubara, namun waktu makan kulit mengalami penurunan dengan meningkatnya proporsi waktu makan biji-bijian. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa pada periode biji-bijian tersedia dalam jumlah yang cukup, orangutan mengalokasikan lebih banyak waktu untuk memakan biji-bijian yang tersedia di KP Batubara. Hal tersebut juga menguatkan dugaan bahwa di KP Batubara dimana pakan buah tidak tersedia, biji-bijian merupakan kategori pakan/item yang lebih disukai oleh orangutan dibandingkan dengan materi vegetasi lainnya, karena orangutan akan mengalokasikan sejumlah besar waktu untuk makan biji-bijian selama masih tersedia di areal tersebut.

Dengan demikian yang diduga kuat sebagai fall backs food di KP Batubara adalah kulit, daun, dan biji-bijian.

Menurut Rodman (1977), proporsi lamanya waktu orangutan memakan buah, kulit, daun, dan bunga berfluktuasi dari bulan ke bulan. Di habitat alami Prevab TN Kutai, pada periode ketersediaan buah cukup, orangutan menghabiskan lebih banyak waktu untuk memakan buah. Pada periode ketersediaan buah rendah, orangutan akan menghabiskan lebih sedikit waktu untuk makan buah dan lebih banyak menghabiskan waktu untuk makan kulit, daun, atau bunga dibandingkan dengan pada periode ketersediaan buah cukup. Pada penelitian ini, konsumsi buah yang rendah terjadi pada bulan November dan Desember. Gambar 4.13 juga memperlihatkan bahwa pada bulan-bulan tertentu konsumsi bunga oleh orangutan di Prevab meningkat, misalnya pada bulan Juni dan Desember. Pada saat konsumsi bunga meningkat, konsumsi kulit mengalami penurunan, yang menunjukkan bahwa bunga adalah kategori pakan yang disukai orangutan setelah buah. Dugaan ini diperkuat oleh hasil penelitian Bastian (2010) di Sungai Lading dan Tuanan yang mengungkap bahwa buah lebih disukai daripada semua kategori makanan lainnya dan bunga lebih disukai daripada daun, kulit, dan materi vegetasi lainnya. Di Prevab TN kutai yang diduga kuat sebagai

fall back foods adalah kulit dan daun. Dugaan tersebut didasarkan atas meningkatnya konsumsi kulit dan daun pada saat konsumsi buah menurun. Hasil ini mirip dengan di Tuanan dan Sungai Lading, yang menunjukkan korelasi negatif antara konsumsi kulit kayu, daun, dan materi vegetatif lainnya dengan prevalensi dan konsumsi buah-buahan favorit, sehingga ketiga item makanan tesebut ditetapkan sebagai fall back foods (Vogel et al. 2008; Bastian et al. 2010).

Galdikas (1988) menyatakan bahwa pohon pakan dikategorikan penting bagi orangutan, apabila orangutan yang diamati melakukan aktivitas makan pada pohon tersebut dalam jangka waktu lebih dari 10 menit. Pada penelitian ini suatu jenis pakan dianggap penting apabila proporsi waktu orangutan mengkonsumsi jenis tersebut >1% dari waktu makan. Orangutan di KP Batubara mengkonsumsi 12 jenis biji-bijian yang terdiri atas 10 jenis pohon dan 2 jenis liana. Dari 12 jenis tersebut hanya 4 jenis yang dianggap cukup penting bagi orangutan, yaitu: johar (Senna siamea), sengon (Falcataria moluccana), laban (Vitex pinnata), dan trembesi (Samanea saman). Pada penelitian ini hubungan antara jumlah seluruh pohon yang menghasilkan pakan biji dengan proporsi waktu makan biji tidak dapat dibuktikan, karena dari 10 jenis pohon pakan biji hanya 4 jenis diantaranya yang ditemukan di dalam plot fenologi. Dari 4 jenis pohon pakan biji yang ditemukan di dalam plot fenologi, biji johar adalah item yang paling intens dimakan oleh orangutan yang mencapai 24.04% dari waktu makan, sedangkan waktu yang dialokasikan untuk makan 11 jenis biji lainnya hanya ±6%. Biji johar juga menjadi bagian dari diet orangutan di KP Batubara di setiap bulan pengamatan dalam proporsi waktu yang bervariasi. Berdasarkan pertimbangan tersebut, pada penelitian ini dilakukan uji korelasi antara waktu makan biji dengan jumlah pohon johar yang berbuah, hasilnya menunjukkan korelasi yang positif walaupun tidak signifikan. Dengan demikian, biji johar merupakan item pakan yang sangat penting bagi orangutan di KP Batubara.

Orangutan di KP Batubara secara signifikan mengkonsumsi biji johar di setiap bulan pengamatan, namun pada bulan-bulan tertentu orangutan juga mengkonsumsi biji dari jenis tumbuhan lainnya, yaitu: biji sengon pada bulan

Januari, biji laban dan lamtoro pada bulan Maret, biji trembesi pada bulan Juni dan Oktober, biji flamboyan pada bulan September. Jenis tumbuhan yang kulitnya dimakan oleh orangutan dalam proporsi waktu >1% juga terbatas hanya pada beberapa jenis saja, yaitu akar belaran (Merremia sp.), kulit sengon (Moluccana falcataria), kulit kaliandra (Caliandra calothyrsus), dan kulit waru (Hibiscus tiliaceus). Orangutan secara intensif makan daun dari dua jenis tumbuhan saja, yaitu daun PJ (Calopogonium caeruleum) dan daun CP (Centrocema acutifolium), sedangkan daun tumbuhan jenis lainnya bukan jenis pakan penting. Komposisi vegetasi yang relatif seragam di KP Batubara menyebabkan variasi pakan orangutan di KP Batubara lebih rendah dibandingkan dengan variasi pakan orangutan di habitat alami.

Orangutan di KP Batubara secara intensif memakan kulit dari Merremia peltata di setiap bulan pengamatan, hal ini membantu mengendalikan populasi

Merremia peltata di ARKPB. Orangutan memakan bagian kulit batang yang sudah tua, teknik makannya adalah dengan cara menarik bagian batang yang akan dimakan sampai putus, kemudian mengupas dan memakannya dengan bantuan gigi, menyebabkan kematian pada sebagian tajuk Merremia peltata. Penelitian ini menduga bahwa orangutan berperan sebagai kontrol biologi terhadap Merremia peltata di ARKPB.

Proporsi waktu makan buah oleh orangutan di Prevab TN Kutai lebih berfluktuasi setiap bulannya, buah dan bunga yang dikonsumsi juga terdiri dari beragam jenis. Periode berbunga dan berbuah tumbuhan di hutan menyediakan pakan yang bervariasi yang dapat mempengaruhi perilaku satwa, bentuk migrasi, kondisi tubuh, dan status reproduksi satwa (Knott 1998, Singleton dan van Schaik 2001, Buij et al. 2002, Harrison et al. 2010). Bagi orangutan, kualitas dan penyebaran pakan di hutan menjadi faktor yang mempengaruhi pola aktivitasnya. (Meijaard et al. 2001; Buij et al. 2002). Pada penelitian ini hubungan antara konsumsi buah dengan indeks ketersediaan buah (FAI) tidak bisa dihitung karena sebagian besar jenis pohon buah yang penting bagi orangutan tidak ditemukan di dalam plot fenologi, misalnya: Ficus uniglandulosa, Ficus sumaterana, dan

Syzygium elliptilimbum. Selain itu, pohon buah penting dari jenis yang sama tidak berbuah secara serentak, misalnya: pohon sengkuang, dari 15 pohon sengkuang di dalam plot fenologi hanya 1 pohon yang berbuah pada bulan Maret, padahal pada bulan tersebut proporsi waktu makan buah sengkuang oleh orangutan mencapai 37.92%. Menurut MacKinnon (1974), pembentukan bunga dan buah dari pohon- pohon buah dan liar di hutan memang bersifat tidak teratur, beragam antara satu jenis dengan yang lainnya, bahkan antara pohon pohon yang sejenis di lembah yang berlainan.

Buah sengkuang adalah buah favorit orangutan di Prevab TN kutai dengan konsumsi paling tinggi yaitu pada bulan Maret, selanjutnya bulan Februari, April, dan Januari (Tabel 4.9). Hasil studi ini sama dengan hasil penelitian Rodman (1977), bahwa orangutan di Mentoko banyak mengkonsumsi buah sengkuang pada bulan Maret dan April. Campbell (1992) menemukan konsumsi buah sengkuang yang paling tinggi oleh orangutan di Mentoko justru pada bulan Agustus. Hal tersebut merupakan sesuatu yang wajar di hutan Kalimantan, karena pohon pohon dari jenis yang sama belum tentu menghasilkan bunga dan buah secara serentak karena berbagai faktor (Mackinnon et al. 2000).

Dua alasan yang diduga menyebabkan sebagian dari jenis pohon buah penting tidak dijumpai di dalam plot fenologi, terutama di Prevab TN Kutai: (1) plot fenologi yang dibuat tidak cukup luas, sehingga tidak merepresentasikan komposisi vegetasi di seluruh daerah jelajah orangutan; (2) jenis pohon tersebut sangat jarang di areal penelitian dan tersebar secara acak atau letaknya sangat berjauhan. Menurut Mackinnon et al. (2000), Pulau Kalimantan memiliki >3 000 jenis pohon dan di dalam 1 ha mungkin tumbuh sebanyak 240 jenis pohon berbeda dan 1 ha lagi di dekatnya dapat menambah setengah dari jumlah jenis tersebut.

Pada akhirnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa orangutan yang hidup di KP Batubara memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan ketersediaan dan komposisi sumber daya pakan. Orangutan di KP Batubara memodifikasi komposisi makanan mereka dengan memanfaatkan jenis-jenis yang memiliki kelimpahan tinggi, distribusi yang merata, serta tersedia sepanjang tahun sebagai sumber daya pakan. Perilaku makan populasi orangutan di KP Batubara terbentuk sebagai hasil kombinasi dari pembelajaran sosial (Campbell et al. 2008; Bastian et al. 2010; Jaeggi et al. 2010) dan pembelajaran/eksplorasi individu (Russon 2002; van Noordwijk dan van Schaik 2005).

4.4.4 Perbandingan Perilaku Bersarang Karakteristik Pohon Sarang

Di Prevab TN Kutai, jenis ulin merupakan pohon sarang yang paling sering