• Tidak ada hasil yang ditemukan

DI HABITAT ALAM

4 Pelibatan Para Pihak

5.3.3 Setelah Penutupan Tambang

Kelangsungan hidup orangutan di KP Batubara di masa depan sangat tergantung pada status kawasan tersebut setelah operasional penambangan berakhir. Menurut Bappeda Kutim (2015), kawasan bekas pertambangan yang ada saat ini sangat dimungkinkan menjadi kawasan lindung dimasa yang akan datang. Oleh karena itu, upaya rehabilitasi dan revitalisasi kawasan bekas pertambangan menjadi keharusan agar tidak terjadi kerusakan ekologis yang sangat serius dan berdampak fatal dikemudian hari. Sebelum izin konsesi tambang berakhir, upaya- upaya untuk menjamin keberlangsungan hidup orangutan yang hidup di KP Batubara setelah operasional tambang berakhir perlu dilakukan, salah satunya adalah dengan mengubah status kawasan dari Areal Penggunaan Lain (APL) menjadi kawasan hutan tetap. Secara hukum, tukar-menukar kawasan hutan adalah memungkinkan.

Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan melalui mekanisme tukar menukar kawasan hutan adalah memungkinkan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan No. P.32/Menhut-II/2010 tentang Tukar Menukar Kawasan Hutan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 104 tahun 2015 mengenai Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan. Menurut pasal 1 ayat 12 Permenhut P.32/2010 dan pasal 1 ayat 15 PP 104/2015 Tukar Menukar Kawasan Hutan adalah perubahan kawasan Hutan Produksi Tetap (HP) dan/atau Hutan Produksi Terbatas (HPT) menjadi bukan Kawasan Hutan yang diimbangi dengan memasukkan lahan pengganti dari bukan Kawasan Hutan menjadi kawasan Hutan.

Menurut Pasal 4 Ayat 1 Permenhut P.32/2010, tukar menukar kawasan hutan dilakukan untuk pembangunan di luar kegiatan kehutanan yang bersifat permanen, menghilangkan enclave dalam rangka memudahkan pengelolaan kawasan hutan, atau memperbaiki batas kawasan hutan. Pasal 5 Ayat 1 Permenhut P.32/2010 menyatakan bahwa tukar menukar kawasan hutan dilakukan dengan ratio: (a) dalam hal luas kawasan hutan kurang dari 30% (tiga puluh perseratus) dari luas daerah aliran sungai, pulau, dan/atau provinsi dengan sebaran yang proposional: untuk menampung korban bencana alam dengan ratio paling sedikit 1:1; untuk kepentingan umum dengan ratio paling sedikit 1:2; dan dalam hal luas kawasan hutan di atas 30% (tiga puluh perseratus) dari luas daerah aliran sungai, pulau dan/atau provinsi dengan sebaran yang proporsional dengan ratio paling sedikit 1:1. Selanjutnya pada Pasal 6 dinyatakan bahwa lahan pengganti harus memenuhi persyaratan: (a) letak, luas dan batas lahan penggantinya jelas; (b) letaknya berbatasan langsung dengan kawasan hutan; (c) terletak dalam daerah aliran sungai, pulau, dan/atau provinsi yang sama; (d) dapat dihutankan kembali dengan cara konvensional; (e) tidak dalam sengketa dan bebas dari segala jenis pembebanan dan hak tanggungan; dan (f) mendapat rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota.

PP 104/2015 Pasal 12 Ayat 2 menyatakan bahwa tukar menukar kawasan hutan dapat dilakukan dengan lahan pengganti dari lahan bukan kawasan hutan dan/atau kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi. Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan yang dapat dijadikan sebagai alternatif untuk konservasi

orangutan di areal bekas penambangan batubara adalah Taman Hutan Raya, Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus, dan perluasan dari TN Kutai.

1 Taman Hutan Raya (Tahura)

Menurut UU RI No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, Tahura adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi.

Kriteria suatu wilayah dapat ditunjuk dan ditetapkan sebagai kawasan Tahura menurut Pasal 9 PP 28 2011 meliputi: (a) memiliki keindahan alam dan/atau gejala alam; (b) mempunyai luas wilayah yang memungkinkan untuk pengembangan koleksi tumbuhan dan/atau satwa; dan (c) merupakan wilayah dengan ciri khas baik asli maupun buatan, pada wilayah yang ekosistemnya masih utuh ataupun wilayah yang ekosistemnya sudah berubah. Pasal 12 PP 28 2011 menyatakan bahwa penyelenggaraan Tahura dilakukan oleh pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota (Ayat 2) oleh unit pengelola yang dibentuk oleh gubernur atau bupati/walikota (Ayat 4), yang dibentuk berdasarkan kriteria yang ditetapkan Menteri (Ayat 5).

Menurut Pasal 36 PP 28 2011 Tahura dapat dimanfaatkan untuk kegiatan: (a) penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; (b) pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi; (c) koleksi kekayaan keanekaragaman hayati; (d) penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, pemanfaatan air serta energi air, panas, dan angin serta wisata alam; (e) pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar dalam rangka menunjang budidaya dalam bentuk penyediaan plasma nutfah; (f) pemanfaatan tradisional oleh masyarakat setempat; dan (g) pembinaan populasi melalui penangkaran dalam rangka pengembangbiakan satwa atau perbanyakan tumbuhan secara buatan dalam lingkungan yang semi alami.

Kriteria pengelolaan Tahura diatur dalam Permen LHK No. P76/2015 tentangtentang Kriteria Zona Pengelolaan Taman Nasional dan Blok Pengelolaan Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam. Penataan kawasan Tahura dilakukan dengan perencanaan dengan membagi kawasan ke dalam blok pengelolaan sesuai dengan hasil inventarisasi potensi kawasan serta mempertimbangkan prioritas pengelolaan kawasan (Pasal 5 Ayat 1). Kawasan Tahura dapat dikelola berdasarkan blok pengelolaan, yaitu: blok perlindungan, blok perlindungan bahari, blok pemanfaatan, blok tradisional, blok rehabilitasi, blok religi, budaya, dan sejarah, blok khusus, dan blok koleksi tumbuhan dan/atau satwa (Pasal 9 Ayat 1,2,3).

Permen LHK No. P76/2015 Pasal 13 memuat tentang kriteria masing- masing blok pengelolaan, yaitu:

- Blok perlindungan/perlindungan bahari: tempat perlindungan jenis tumbuhan dan satwa dan/atau tingkat ancaman manusia rendah;

- Blok pemanfaatan: (i) memiliki obyek dan daya tarik wisata; (ii) memiliki potensi kondisi lingkungan berupa penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, masa air, energi air, energi panas dan energi angin; (iii) memungkinkan dibangunnya sarana prasarana bagi kegiatan pemanfaatan kondisi lingkungan,

penelitian dan pendidikan, dan wisata alam; dan/atau (iv) memiliki nilai sejarah atau wilayah dengan aksesibilitas yang mampu mendukung aktivitas wisata alam.

- Blok tradisional: memenuhi kriteria sebagai blok perlindungan/ perlindungan bahari atau blok pemanfaatan yang telah dimanfaatkan untuk kepentingan tradisional masyarakat secara turun temurun.

- Blok religi, budaya dan sejarah: memenuhi kriteria sebagai blok perlindungan/perlindungan bahari atau blok pemanfaatan yang telah dimanfaatkan untuk kepentingan religi, adat budaya, perlindungan nilai-nilai budaya atau sejarah.

- Blok khusus: (i) terdapat bangunan yang bersifat strategis yang tidak dapat dielakkan; (ii) permukiman masyarakat yang bersifat sementara yang keberadaannya telah ada sebelum penetapan kawasan tersebut sebagai Tahura; dan/atau (iii) memenuhi kriteria sebagai wilayah pembangunan strategis yang tidak dapat dielakkan yang keberadaannya tidak mengganggu fungsi utama kawasan.

- Blok koleksi tumbuhan dan/atau satwa: (i) wilayah yang ditujukan untuk koleksi tumbuhan dan/atau satwa liar; (ii) terdapat tumbuhan dan/atau satwa asli atau unggulan setempat dalam jumlah yang cukup; dan/atau (iii) lokasi dengan kondisi biofisiknya memenuhi syarat untuk dijadikan pusat pengembangan koleksi tumbuhan dan/atau satwa liar.

Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan masing-masing blok pengelolaan dimuat dalam Pasal 13 Permen LHK No. P76/2015, yaitu:

- Blok perlindungan: (a) perlindungan dan pengamanan; (b) inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dengan ekosistemnya; (c) pembinaan habitat dan populasi dalam rangka mempertahankan keberadaan populasi hidupan liar; (d) penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; (e) pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam; (f) pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk menunjang budidaya; (g) penyerapan dan/atau penyimpanan karbon; (h) pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan untuk menunjang kegiatan diatas.

- Blok pemanfaatan: (a) perlindungan dan pengamanan; (b) inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dengan ekosistemnya; (c) pembinaan habitat dan populasi dalam rangka mempertahankan keberadaan populasi hidupan liar; (d) penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan serta pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam; (e) pengusahaan pariwisata alam dan pemanfatan kondisi/jasa lingkungan berupa karbon, air, serta energi air, energi panas dan angin; (f) pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya; (g) pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan untuk menunjang kegiatan di atas.

- Blok koleksi tumbuhan dan/atau satwa: (a) perlindungan dan pengamanan; (b) inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dengan ekosistemnya; (c) pembinaan habitat dan populasi dalam rangka mempertahankan keberadaan populasi hidupan liar; (d) penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; (e) pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam; (f) koleksi kekayaan keanekaragaman hayati; (g) wisata alam; (h) pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar dan plasma nutfah dalam rangka menunjang budidaya; (i) pengembangbiakan satwa atau perbanyakan tumbuhan secara

buatan dalam lingkungan yang semi alami; (j) pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan untuk menunjang kegiatan-kegiatan tersebut diatas.

- Blok tradisional: (a) perlindungan dan pengamanan; (b) inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dengan ekosistemnya; (c) pembinaan habitat dan populasi dalam rangka mempertahankan keberadaan populasi hidupan liar; (d) penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan serta pendidikan; (e) wisata alam terbatas; (f) pemanfaatan sumber daya genetik dan plasma nutfah untuk penunjang budidaya; (g) pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan terbatas untuk menunjang kegiatan pada huruf a, b, c, d, e, f; (h) pemanfaatan potensi dan kondisi sumber daya alam oleh masyarakat secara tradisional.

- Blok rehabilitasi: (a) perlindungan dan pengamanan; (b) inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dengan ekosistemnya; (c) penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan serta pendidikan; (d) penyerapan dan penyimpanan jasa lingkungan karbon; (e) pemanfaatan sumber daya genetik dan plasma nutfah untuk penunjang budidaya; (f) pemulihan ekosistem; (g) pelepasliaran satwa liar; (h) pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan terbatas untuk menunjang kegiatan pada a, b, c, d, e, f dan g.

- Blok religi, budaya, dan sejarah: (a) perlindungan dan pengamanan; (b) inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dengan ekosistemnya; (c) penyelenggaraan upacara adat budaya dan/atau keagamaaan; (d) pemeliharaan situs religi, budaya dan/atau sejarah; (e) wisata alam terbatas.

- Blok khusus: (a) perlindungan dan pengamanan; (b) inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dengan ekosistemnya; (c) penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan serta pendidikan; (d) pemulihan ekosistem dengan cara rehabilitasi dan restorasi; (e) pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana berupa sarana telekomunikasi dan listrik, fasilitas transportasi dan lain-lain yang bersifat strategis dan tidak dapat terelakkan.

Menurut Pasal 1 Ayat 35 Permen LHK No. P76/2015, organisasi pelaksana tugas teknis di bidang Tahura adalah Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Tahura yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur/Bupati/Walikota atau dinas yang menangani bidang kehutanan yang diserahi tugas dan tanggungjawab di bidang pengelolaan Tahura.

2 Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK)

Menurut Pasal 8 Ayat 1 UU No.41 Tahun 1999, pemerintah dapat menetapkan kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK), penetapan tersebut diperlukan untuk kepentingan umum seperti penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta religi dan budaya (Ayat 2) dengan tidak mengubah fungsi pokok kawasan hutan yang bersangkutan (Ayat 3). KHDTK dapat berupa hutan konservasi, hutan lindung, atau hutan produksi yang ditunjuk secara khusus oleh Menteri (Pasal 1 Ayat 5 Permenhut RI No. P.43/Menhut-Ii/2013 tentang Penataan Batas Areal Kerja Izin Pemanfaatan Hutan, Persetujuan Prinsip Penggunaan Kawasan Hutan, Persetujuan Prinsip Pelepasan Kawasan Hutan dan Pengelolaan Kawasan Hutan pada Kesatuan Pengelolaan Hutan dan KHDTK).

Pasal 34 UU No.41/1999 menyatakan bahwa pengelolaan KHDT dapat diberikan kepada masyarakat hukum adat, lembaga pendidikan, lembaga penelitian, dan lembaga sosial dan keagamaan. Selanjutnya dijelaskan bahwa

pengelolaan KHDTK adalah dengan tujuan-tujuan khusus seperti penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta untuk kepentingan sosial budaya dan penerapan teknologi tradisional (indigenous technology). Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya harus memperhatikan sejarah perkembangan masyarakat dan kelembagaan adat (indigenous institution), serta kelestarian dan terpeliharanya ekosistem.

3 Sebagai Perluasan TN Kutai

KP batubara PT KPC berdekatan dengan TN Kutai, namun kedua kawasan tersebut dipisahkan oleh Sungai Sangatta yang merupakan batas selatan TN Kutai. Oleh karena itu, bagian utara dari KP batubara sangat penting sebagai salah satu kawasan penyangga TN Kutai. Perluasan taman nasional mungkin akan menimbulkan pro dan kontra seperti yang terjadi di TN Gunung Halimun Salak dan TN Tesso Nilo. Namun secara hukum, adalah memungkinkan untuk menambah luas kawasan taman nasional dengan areal di sekitarnya sebagai pengganti kawasan TN Kutai yang telah diokupasi oleh masyarakat.

Berdasarkan fungsi dan tipe pengelolaan masing-masing kawasan, Tahura adalah yang paling direkomendasikan karena lebih fleksibel dalam pemanfaatan dan pengelolaan. Semua kegiatan yang diperbolehkan di KHDTK dan Taman Nasional sudah tercakup di dalam fungsi masing-masing blok pengelolaan Tahura.

5.4 Simpulan dan Saran 5.4.1 Simpulan

Program prioritas sebagai bagian dari strategi konservasi orangutan di KP Batubara:

1. Selama operasional penambangan: pembuatan koridor sebagai penghubung kantong-kantong habitat, peningkatan kualitas kantong habitat terutama pengkayaan dengan spesies pohon pakan, dan peningkatan kesadartahuan karyawan.

2. Pasca operasional penambangan: mempertahankan kawasan pasca tambang sebagai kawasan konservasi (Taman Hutan Raya dan Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus) melalui skema tukar menukar kawasan hutan.

5.4.2 Saran

Kegiatan revegetasi di areal rehabilitasi kawasan pasca tambang tidak lagi menggunakan jenis-jenis eksotik, tetapi dari awal penanaman menggunakan jenis- jenis lokal, terutama jenis-jenis yang dapat mendukung konservasi orangutan.