• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adaptasi Perilaku Orangutan (Pongo Pygmaeus Morio) Di Kawasan Pertambangan Batubara Di Kalimantan Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Adaptasi Perilaku Orangutan (Pongo Pygmaeus Morio) Di Kawasan Pertambangan Batubara Di Kalimantan Timur"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

ADAPTASI PERILAKU ORANGUTAN (

Pongo pygmaeus morio

)

DI KAWASAN PERTAMBANGAN BATUBARA

DI KALIMANTAN TIMUR

LIZA NININGSIH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Adaptasi Perilaku Orangutan (Pongo pygmaeus morio) di Kawasan Pertambangan Batubara di Kalimantan Timur adalah benar karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Februari 2017

Liza Niningsih

(4)
(5)

RINGKASAN

LIZA NININGSIH. Adaptasi Perilaku Orangutan (Pongo pygmaeus morio) di Kawasan Pertambangan Batubara di Kalimantan Timur. Dibimbing oleh HADI SUKADI ALIKODRA, SRI SUCI UTAMI ATMOKO, DAN YENI ARYATI MULYANI.

Menurut Alikodra (2012; 2015a), landasan utama kepedulian manusia terhadap orangutan adalah alasan moral/spiritual, intelektual, dan emosional, yang dikenal dengan pendekatan ecosophy. Status populasi orangutan yang dilindungi secara hukum karena berada diambang kepunahan merupakan landasan pragmatis perlunya kepedulian terhadap orangutan (Meijaard et al. 2001). Dampak gabungan dari hilangnya habitat, degradasi habitat dan perburuan ilegal terhadap orangutan kalimantan setara dengan penurunan populasi sebesar 86% antara tahun 1973 dan 2025, sehingga statusnya menjadi Critically Endangered di dalam Red List of Threatened species IUCN (Ancrenaz et al. 2016). Orangutan juga telah lama terdaftar dalam Appendix I CITES dan dilindungi secara hukum melalui UU No.5/1990, SK Menteri Kehutanan No.301/Kpts-II/1991, dan PP No.7/1999. Ancaman utama bagi orangutan ialah melalui penyebab langsung seperti kematian karena perburuan dan pembunuhan, maupun melalui penyebab tidak langsung karena habitat alaminya terdegradasi dan terfragmentasi (Meijaard et al. 2001; Hockings dan Humle 2009; Soehartono et al. 2009). Faktor penting yang dapat meningkatkan peluang orangutan untuk bertahan hidup di kawasan pertambangan batubara (disebut KP Batubara) adalah kemampuan orangutan untuk beradaptasi. Hasil penelitian di berbagai lokasi menunjukkan bahwa orangutan dapat memodifikasi perilakunya untuk dapat bertahan hidup di habitat yang terganggu oleh aktivitas manusia. Kehilangan, degradasi, dan frgamentasi habitat adalah tiga hal yang tidak dapat dihindari apabila habitat alami orangutan dikonversi menjadi KP Batubara. Informasi tentang bagaimana orangutan beradaptasi di KP Batubara masih belum diketahui, sehingga penelitian mengenai perilaku adaptasi orangutan terhadap perubahan habitat di KP Batubara sangat penting untuk dilakukan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perilaku adaptasi orangutan terhadap perubahan habitat di KP Batubara di Kalimantan Timur. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kutai Timur, yaitu di areal konsesi PT Kaltim Prima Coal (disebut KP batubara) dan di Kawasan Prevab Taman Nasional Kutai (disebut Prevab TN Kutai) dari bulan Oktober 2013 hingga September 2014. Data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dari atas data karakterisitik habitat dan data perilaku orangutan. Pengumpulan data karakterisitik habitat menggunakan metode petak ganda, yang selanjutnya dianalisis menggunakan analisis spasial, analisis vegetasi, dan analisis deskriptif. Pengumpulan data perilaku orangutan menggunakan metode focal animal sampling, kemudian dianalisis secara deskriptif serta dengan uji statistik non parametrik (Kruskal-Wallis H, Mann-Whitney, dan korelasi).

(6)

yang mendominasi di KP Batubara. Struktur tegakan hutan di ARKPB cenderung seragam karena disusun oleh pohon-pohon yang berasal dari jenis dan kelas umur yang hampir sama. Jenis yang paling dominan adalah johar (Senna siamea) dengan INP sebesar 98.69%, diikuti oleh sengon (Falcataria moluccana) dengan INP 72.32%, dan kembang kuning (Senna surattensis) dengan INP 38.02%. Di KP batubara, manusia hadir dalam jumlah yang lebih besar, intensitas yang lebih tinggi, dan durasi yang lebih lama daripada di Prevab TN Kutai.

Orangutan di KP Batubara memulai aktif hariannya rata-rata pada pukul 7.57 WITA, lebih siang daripada orangutan di Prevab TN Kutai yang rata-rata mulai aktif pukul 06.31 WITA. Orangutan di KP Batubara rata-rata aktif selama 9 jam 41 menit dalam sehari, lebih pendek 1.5 jam daripada orangutan di Prevab TN Kutai dengan periode aktif harian rata-rata 10 jam 58 menit. Jantan berpipi (FM) di KP Batubara mengalokasikan lebih banyak waktu untuk makan dan bergerak dengan waktu istirahat yang lebih sedikit daripada FM di habitat alami Prevab. Betina dewasa (AF) di KP Batubara mengalokasikan lebih sedikit waktu untuk makan dan bergerak dengan waktu istirahat yang lebih tinggi daripada AF di Prevab. Orangutan di KP Batubara lebih banyak melakukan aktivitas makan, bergerak, dan istirahat pada lower canopy (ketinggian 1-10 m), sedangkan orangutan di Prevab TN Kutai lebih banyak pada midle canopy (ketinggian 10-20 m).

Orangutan di KP Batubara merubah komposisi pakannya sesuai dengan jenis-jenis yang tersedia di KP Batubara. Diet utama orangutan di KP Batubara adalah materi vegetasi non buah, berbeda dengan orangutan di habitat alami yang diet utamanya adalah buah. Orangutan di KP Batubara secara intensif memakan kulit, biji-bijian, dan daun, sehingga ketiga item tersebut dapat ditetapkan sebagai

fall back foods. Orangutan di KP Batubara mengalokasikan >75% waktu makannya untuk tiga jenis tumbuhan saja yaitu: 29.86% untuk johar (Senna siamea), 27.48% untuk akar belaran (Merremia peltata), dan 17.95% untuk sengon (Falcataria moluccana).

Orangutan di KP Batubara mengembangkan strategi tertentu dalam bergerak sebagai respon terhadap fragmentasi habitat dan diskontinuitas tajuk hutan. Aktivitas terrestrial orangutan di KP Batubara lebih tinggi daripada orangutan di Prevab TN Kutai (9.17% versus 0.81%). Secara umum, jarak jelajah harian (day range) orangutan di KP Batubara lebih dekat daripada orangutan di Prevab TN Kutai (757 m versus 983 m), kecuali pada FM. Rata-rata day range FM di KP Batubara adalah 1 169 m, lebih jauh daripada day range FM di berbagai lokasi penelitian lainnya. Orangutan di KP Batubara memanfaatkan dua atau lebih fragmen habitat, serta telah belajar cara dan waktu yang aman untuk menyeberang dari satu fragmen ke fragmen lainnya.

Orangutan di KP Batubara beradaptasi untuk memanfaatkan pohon-pohon dari berbagai jenis dan dimensi sebagai tempat membangun sarang. Ada 15 jenis pohon yang digunakan oleh orangutan di KP Batubara sebagai pohon sarang dengan frekuensi yang lebih tinggi pada Senna siamea (43.42%) dan Gmelina arborea (26.32%). Di Prevab TN Kutai, teridentifikasi 35 jenis pohon sarang dengan frekuensi penggunaan yang lebih tinggi pada Eusideroxylon zwageri

(7)

Prevab adalah 56 cm (20-126 cm). Tinggi pohon sarang di KP Batubara berkisar antara 5 sampai 30 m dengan frekuensi paling tinggi pada kelas tinggi 10.1-15 m. Di Prevab TN Kutai, tinggi pohon sarang berkisar antara 10-40 m dengan frekuensi paling tinggi pada kelas tinggi 20.1-25 m. Orangutan di KP Batubara paling sering membangun sarang pada ketinggian <15 m, sedangkan orangutan di Prevab pada pada ketinggian >20 m. Proporsi reused nest di KP Batubara adalah 35.53%, lebih tinggi daripada reused nest di Prevab yang hanya 16.26%. Orangutan di KP Batubara lebih sering membangun sarang pada posisi 3/puncak (63.51%) dan 2/ujung dahan (27.03%), sedangkan orangutan di Prevab TN Kutai lebih sering membangun sarang pada posisi 2 (51.67%) dan 3 (36.67%).

Translokasi adalah upaya yang selama ini ditempuh oleh perusahaan untuk menyelamatkan orangutan di KP Batubara, sebanyak 114 orangutan telah dipindahkan dari KP Batubara semenjak Januari 1998 hingga Agustus 2012. Selama studi ini (November 2013-Agustus 2014) berhasil dijumpai 41 individu orangutan berbeda di 10 ARKPB, yang terdiri atas 17.07% jantan dewasa, 39.02% betina dewasa, 12.20% remaja, 9.76% anak, dan 21.95% bayi. Hal tersebut juga menjadi salah satu indikasi keberhasilan adaptasi orangutan di KP Batubara, khususnya di ARKPB. Fakta tentang populasi, perilaku, dan struktur demografi orangutan di KP Batubara menunjukkan bahwa translokasi adalah solusi jangka pendek yang kurang efektif . Oleh karena itu, strategi konservasi in-situ orangutan di KP Batubara sangat dibutuhkan, baik untuk jangka pendek (selama operasional penambangan) maupun untuk jangka panjang (pasca operasional penambangan). Perusahaan harus menerapkan Best Management Practices/BMP untuk dapat melindungi orangutan yang ada di kawasannya. Strategi konservasi selama operasional penambangan adalah: peningkatan kualitas kantong habitat, pembuatan koridor orangutan, peningkatan kesadartahuan karyawan/masyarakat dan pelibatan para pihak dalam upaya konservasi pada skala lansekap. Strategi konservasi setelah penutupan tambang adalah merubah peruntukan dan fungsi kawasan pasca tambang menjadi kawasan konservasi (Taman Hutan Raya atau Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus) melalui skema tukar menukar kawasan hutan.

(8)
(9)

SUMMARY

LIZA NININGSIH. A Behavioral Adaptation of Orangutan (Pongo pygmaeus morio) in the Area of Coal Mining in East Kalimantan. Supervised by HADI SUKADI ALIKODRA, SRI SUCI UTAMI ATMOKO, and YENI ARYATI MULYANI.

Bornean orangutans(Pongo pygmaeus morio) face a high risk of extinction in the wild due to ±78% of the population of wild orangutans found outside protected areas (Wich et al. 2012). Orangutan population keeps declining from its population as many as 288 500 individuals in 1973 and is expected to continue to decline to 47 000 individuals in 2025. The decline in population of 86% between 1973 and 2025 lead the status of bornean orangutan be increased from

Endangered category becomes Critically Endangered in IUCN Red List of Threatened Species (Ancrenaz et al. 2016). Major threat to the orangutan is through direct causes such as hunting and killing, as well as through indirect cause as its natural habitat is degraded and fragmented (Meijaard et al. 2001; Hockings and Humle 2009; Soehartono et al. 2009). One factor that can increase the survival of orangutans in the area of coal mining is the orangutans’ capacity to adapt to the mining environment. Research in various locations showed that orangutans can modify their behavior in order to survive in habitats disturbed by human activity. Changes in the characteristics and quality of the habitat can push orangutans to modify their behavior in order to adapt to the changes occurred. Information about how orangutan adapt in the coal mining area is still unknown, so that the study of behavioral adaptation of orangutan to the habitat changes in the coal mining area is very important to be done.

The objective of this study was to analyze the behavioral adaptation of orangutan to the habitat changes in the coal mining area in East Kalimantan. This research was conducted in the coal mining rehabilitation area called Areal Rehabilitasi Kawasan Pertambangan Batubara (ARKPB) of the PT Kaltim Prima Coal and in the area called Prevab Taman Nasional Kutai/Prevab TN Kutai (the Kutai National Park Prevab) in the District of East Kutai, from October 2013 to September 2014. Data collected in this study consists of the habitat characteristics data and the orangutan’s behavior data. Data collection of habitat characteristics used a double plot method, which then analyzed using several methods: spatial analysis, vegetation analysis, and descriptive analysis. Data collection of the orangutan’s behavior used focal animal sampling method. Orangutan’s behavior data then analyzed using descriptive analysis, the Kruskal-Wallis H and Mann-Whitney non-parametric statistical tests, as well as non-parametric correlation test statistical tests.

The natural habitat in the Prevab TN Kutai is fairly compact and integral forest, composed by trees of various species and different levels of growth. Species of trees that dominate in Prevab Kutai is kenanga (Cananga odorata) with INP 31.44%, followed by katan (Paranephelium sp.) with INP 12.94%, and

(10)

kuning (Senna surattensis) with INP 38.02%. In the coal mining area, human presentation and the intensity of presentation are higher, as well as the duration of presentation is longer compared to ones in Prevab Kutai.

Orangutans at the coal mining area started their daily activities at 7:57 AM (Central Indonesian Time) in average, later than onesin Prevab Kutai that started their daily activities at 6:31 AM in average. Orangutans at coal mining area had an average daily active period for 9 hours and 41 minutes a day, 1.5 hours shorter than ones in Prevab Kutai with an average of 10 hours and 58 minutes. Flanged Male orangutans (FM) in the coal mining area allocated more time to eat and move with less rest time than ones in Prevab natural habitat. Adult females (AF) in the coal mining area allocated less time to eat and move with a longer break period compared to ones in Prevab Kutai. Orangutans at the coal mining area did more feeding and moving activities, and rested on the lower canopy (height of 1-10 m), while orangutans in Prevab Kutai rested in the middle canopy (1-10-20 m).

Orangutans the coal mining area changed their diet composition in >75% of their time feeding three species of vegetation: 29.85% for johar (Senna siamea), 27.48% for akar belaran (Merremia peltata), and 17.95% for sengon

(Falcataria moluccana).

Orangutans at the coal mining area developed specific strategies in their moves in response to habitat fragmentation and forest canopy discontinuity. The percentage of Orangutansterrestrial activities in the coal mining area was higher than ones in Prevab Kutai (9.17% versus 0.81%). In general, daily range of orangutans in the coal mining area was shorter than orangutans in Prevab Kutai (757 m versus 983 m), except the FM. The average day range of FM in the coal mining area was 1 169 m, farther than FM’s day range at other various research sites. Orangutans at the coal mining area utilized two or more habitat fragments, and had learned how and when it is safe to cross from one fragment to another fragment.

Orangutans at the coal mining area had learned to utilize various species and dimensions of trees as the place to build nests. There were 15 species of trees used by orangutans in the coal mining area as nests sites with higher frequency in

Senna siamea (43.42%) and Gmelina arborea (26.32%). In Prevab Kutai, there were 35 species for nests with higher frequency of use in Eusideroxylon zwageri

(11)

position of 3/peak (63.51%) and 2/limb (27.03%), while orangutans in Prevab Kutai more often built nests in position 2 (51.67%) and 3 (36.67%).

Translocation is the effort that has been taken by the company to save orangutans in the coal mining area; as many as 114 orangutans have been relocated from the the coal mining area since January 1998 to August 2012. During this study (November 2013-August 2014), it was encountered 41 individuals of different orangutan in 10 ARKPBs, consists of 17.07% of adult males, 39.02% of adult females, 12.20% of juveniles, 9.76% of children, and 21.95% of infants. This was an indication of the success of orangutans’ adaptation in the coal mining area, especially in ARKPB. The facts about population, behavior and demographic structure of orangutans in the the coal mining area showed that translocation is a short-term solution that is less effective. Therefore, the strategy of in-situ conservation of orangutans in the coal mining area is urgently needed, both for the short term (during mining operations) and long term (post-mining operations).

(12)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(13)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika

ADAPTASI PERILAKU ORANGUTAN (

Pongo pygmaeus morio

)

DI KAWASAN PERTAMBANGAN BATUBARA

DI KALIMANTAN TIMUR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017

(14)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup: 1. Prof Dr M. Bismark, MS 2. Dr Ir Nyoto Santoso, MS

Penguji Luar Komisi pada Sidang Promosi: 1. Dr Hari Sutrisno

(15)

Judul Disertasi : Adaptasi Perilaku Orangutan (Pongo pygmaeus morio) di Kawasan Pertambangan Batubara di Kalimantan Timur Nama : Liza Niningsih

NRP : E361110011

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Hadi Sukadi Alikodra, MS Ketua

Dr Sri Suci Utami Atmoko Anggota

Dr Ir Yeni Aryati Mulyani, MSc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Konservasi Biodiversitas Tropika

Dr Ir Burhanuddin Masyud, MS

Tanggal Ujian Tertutup : 25 Januari 2017 Tanggal Sidang Promosi: 9 Februari 2017

(16)
(17)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas karunia dan ridhonya-Nya penyusunan disertasi dengan judul “Adaptasi Perilaku Orangutan (Pongo pygmaeus morio) di Kawasan Pertambangan Batubara di Kalimantan Timur” ini dapat penulis selesaikan. Disertasi ini merupakan sebagai salah satu persyaratan dalam rangka penyelesaian studi program doktor (S3) pada Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika (KVT) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).

Penyusunan disertasi ini dapat penulis selesaikan karena bantuan berbagai pihak, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Prof Dr Ir Hadi Sukadi Alikodra, MS selaku ketua komisi pembimbing, Dr

Sri Suci Utami Atmoko selaku anggota komisi pembimbing I, dan Dr Yeni Aryati Mulyani, MSc selaku anggota komisi pembimbing II.

2. Prof Dr M Bismark, MS selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup, Dr Ir Nyoto Santoso, MS selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup dan pada sidang promosi, serta Dr Hari Sutrisno selaku penguji luar komisi pada sidang promosi.

3. Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana, Dekan Fakultas Kehutanan, Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Ketua Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika, beserta seluruh staf atas semua layanannya selama masa studi penulis.

4. Koordinator dan seluruh staf Kopertis Wilayah XI Kalimantan beserta seluruh staf atas semua bantuan dan layanannya.

5. Ketua Sekolah Tinggi Pertanian (STIPER) Kutai Timur, teristimewa Prof Dr Ir Daddy Ruhiyat, MSc selaku Ketua STIPER Kutai Timur periode 2007-2011 yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana IPB.

6. Keluarga besar tercinta: Ayahanda Irsal M dan Ibunda Riswati Burhan, Etek Yendri Wirda dan om Dwi Winanto Hadi, Mmk Buchari B, Ibu Roslina,

9. Pihak-pihak yang telah membantu biaya pendidikan dan penelitian penulis, yaitu: Beasiswa Program Pascasarjana DIKTI 2011, Beasiswa Kaltim Cemerlang Provinsi Kalimantan Timur, Hibah Disertasi Ristek Dikti 2016, dan PT Kaltim Prima Coal.

10. Pihak-pihak yang telah membantu pengumpulan data di lapangan: kru monitoring PT KPC (Tommy C. Mandolang, Jafarin Baliresi, Chonstant Fanu, Moch. Saiful, Yosep Musa, Dani Nugraha, Andi Istianto), tim survei di Taman Nasional Kutai (Arbain SHut, MP, S. Nur Bani, Darim, Sinala, Udin, Junudi).

(18)

Nasihin, Lek Sri Soegiharto, Uni Asvic Helida, Madam Hotnida Caroline Herawati Siregar (Almh.), dan Abang Tuah Malem Bangun).

12. Teman-teman program doktor KVT semua angkatan, teman-teman satu bimbingan, rekan kerja, dan lain-lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Disertasi ini memperkaya referensi tentang bioekologi perilaku orangutan di habitat yang terdegradasi, semoga bermanfaat bagi berbagai pihak dalam rangka upaya konservasi orangutan di Indonesia.

Bogor, Februari 2017

(19)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Tujuan Penelitian 5

1.4 Manfaat Penelitian 5

1.5 Kebaruan 5

1.6 Kerangka dan Alur Pemikiran Penelitian 6

2 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN METODE UMUM PENELITIAN

2.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 10

2.1 Metode Umum Penelitian 14

3 PERBANDINGAN KARAKTERISTIK HABITAT ORANGUTAN DI KAWASAN PERTAMBANGAN BATUBARA DENGAN DI HABITAT ALAMI

3.1 Pendahuluan 21

3.2 Metode Penelitian

Lokasi dan Waktu Penelitian 22

Pengumpulan Data 22

Analisis Data 24

3.3 Hasil

Perbedaan Tipe Tutupan Lahan 25

Perbandingan Komposisi Vegetasi 26

Perbandingan Struktur Tegakan Hutan 30

Aktivitas Manusia 34

3.4 Pembahasan

Perubahan Penutupan Lahan 36

Perbandingan Komposisi Vegetasi 37

Perbandingan Struktur Tegakan Hutan 38

Perbandingan Aktivitas Manusia 39

3.5 Simpulan dan Saran 40

4 ADAPTASI PERILAKU ORANGUTAN DI KAWASAN PERTAMBANGAN BATUBARA

4.1 Pendahuluan 41

4.2 Metode Penelitian

Lokasi dan Periode Penelitian 43

Metode Pengumpulan Data 43

(20)

DAFTAR ISI (lanjutan)

4.3 Hasil

Perbandingan Pola Aktivitas Harian 46

Perbandingan Perilaku Pergerakan 52

Perbandingan Perilaku Makan 55

Perbandingan Perilaku Bersarang 62

4.4 Pembahasan

Perbandingan Pola Aktivitas Harian 66

Perbandingan Perilaku Pergerakan 71

Perbandingan Perilaku Makan 72

Perbandingan Perilaku Bersarang 78

4.5 Simpulan dan Saran 83

5 STRATEGI KONSERVASI ORANGUTAN DI KAWASAN PERTAMBANGAN BATUBARA

5.1 Pendahuluan 84

5.2 Pertimbangan Konservasi Orangutan di KP Batubara 85 5.3 Strategi Konservasi Orangutan di KP Batubara 87

5.4 Simpulan dan Saran 102

6 SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan 103

6.2 Saran 103

DAFTAR PUSTAKA 104

(21)

DAFTAR TABEL

1.1 Perkiraan jumlah P. p morio di blok habitat Kalimantan Timur 3 2.1 Individu orangutan hasil pengamatan langsung di berbagai ARKPB 18 2.2 Jumlah waktu pengamatan untuk masing-masing orangutan di KP

Batubara dan di Prevab TN Kutai 18

3.1 Tipe penutupan lahan di areal yang sudah ditambang di KP Batubara (26% dari areal konsesi) berdasarkan interpretasi citra landsat 2014 26 3.2 INP jenis pohon di plot botani ARKPB Taman Payau dan Gajah Hitam 28 3.3 Jenis pohon yang paling dominan di ARKPB Taman Payau 28 3.4 Jenis pohon yang paling dominan di ARKPB Gajah Hitam 29 3.5 Vegetasi non pohon di ARKPB Taman Payau dan Gajah Hitam 29 3.6 Dua puluh jenis pohon yang paling dominan di Prevab TN Kutai 30 3.7 Pengetahuan, persepsi, dan perilaku karyawan mengenai keberadaan

orangutan di KP batubara 35

3.8 Perubahan luas tutupan lahan (ha) pada periode liputan 2002 dan 2012 di areal PT KPC sites Sangatta (Sihombing 2012) 36 4.1 Lama aktif orangutan di KP Batubara dan di Prevab TN Kutai

berdasarkan kelas fokal 47

4.2 Nilai P Uji U Mann-Whitney perbedaan alokasi waktu harian orangutan di KP Batubara dan Prevab TN Kutai berdasarkan kelas fokal 48 4.3 Nilai P uji U Mann-Whitney perbedaan penggunaan kanopi hutan oleh

orangutan di KP batubara dan di Prevab TN Kutai 50 4.4 Rata-rata jarak jelajah harian (day range) dari orangutan yang hidup di

KP Batubara dan di Prevab 52

4.5 Proporsi waktu makan orangutan di KP batubara berdasarkan kategori pakan (total waktu makan = 396 jam 54 menit) 57 4.6 Proporsi waktu makan orangutan di Prevab berdasarkan kategori pakan

(total waktu makan = 760 jam 50 menit) 57

4.7 Jumlah jenis pakan biji orangutan per bulan pengamatan di KP

batubara 59

4.8 Jenis pakan biji-bijian yang dimakan oleh orangutan dengan proporsi waktu >1% di KP batubara pada setiap bulan pengamatan 61 4.9 Jenis pakan buah (pohon dan liana) yang dimakan oleh orangutan

dengan proporsi waktu >1% di Prevab TN Kutai pada setiap bulan

pengamatan 61

4.10 Persentase jumlah sarang berdasarkan tipe sarang dan kelas fokal di KP

Batubara dan Prevab TN Kutai 66

4.11 Rata-rata jelajah harian orangutan jantan dewasa di beberapa lokasi

penelitian 72

5.1 Orangutan yang dipindahkan dari PKP2B PT KPC berdasarkan kelas

fokal dan kondisi kesehatan 89

5.2 Orangutan yang dipindahkan dari PKP2B PT KPC periode 1998

sampai dengan 2012 90

(22)

DAFTAR GAMBAR

1.1 Alur pemikiran penelitian 9

2.1 Peta lokasi penelitian di PT KPC dan TN Kutai, Kalimantan Timur 10

2.2 Peta kawasan PKP2B PT KPC 11

2.3 Proses penambangan batubara PT KPC 12

2.4 Peta situasi Taman Nasional Kutai 13

2.5 Orangutan yang dijumpai dan diamati di Prevab TN Kutai 19 2.6 Orangutan yang dijumpai dan diamati di KP Batubara 20 3.1 ARKPB Gajah Hitam dan Taman Payau di KP batubara 23 3.2 Parameter pengukuran tinggi dan radius tajuk pohon 23 3.3 Peta penutupan lahan areal PKP2B PT KPC tahun 2014 25 3.4 Citra landsat wilayah PT KPC tahun 1988, 1999, 2008, dan 2014 27 3.5 Struktur vertikal dari tegakan hutan di ARKPB Taman Payau dan

ARKPB Gajah Hitam 31

3.6 Struktur horizontal tegakan hutan di ARKPB Taman Payau dan

ARKPB Gajah Hitam 32

3.7 Sebaran dbh pohon di kawasan Pevab TN Kutai 32

3.8 Profil vertikal tegakan hutan di plot botani BD, SL, dan TJ Prevab TN

Kutai 33

3.9 Profil horizontal tegakan hutan di plot botani BD, SL, dan TJ Prevab

TN Kutai 34

4.1 Klasifikasi posisi sarang orangutan pada pohon 46 4.2 Rata-rata alokasi waktu harian orangutan untuk masing-masing aktivitas

(%) di KP batubara dan di Prevab TN Kutai 48

4.3 Persentase penggunaan ruang vertikal oleh orangutan di KP Batubara

dan di Prevab TN Kutai 49

4.4 Penggunaan ruang vertikal oleh orangutan di KP batubara dan di Prevab berdasarkan kelas fokal untuk aktivitas makan, bergerak dan istirahat 51 4.5 Rute pergerakan orangutan di KP batubara yang memanfaatkan dua atau

lebih petak habitat yang terfragmentasi 53

4.6 Rute pergerakan orangutan di Prevab TN Kutai yang memanfaatkan

hutan yang berkesinambungan 54

4.7 Chiko (FM) menyeberang jalan tambang dari ARKPB Taman Payau ke

AB Pit Fase 2 54

4.8 Mentari (AF) dengan bayi (Lestari) mengikuti anaknya (Hatari) menyeberang jalan dari areal CPP ke ARKPB Gajah Hitam 55 4.9 perbedaan proporsi waktu makan antara orangutan di KP batubara

dengan orangutan di Prevab berdasarkan kategori pakan 56 4.10 Perbedaan waktu makan untuk masing-masing kategori pakan antara

orangutan jantan dan betina di KP Batubara 56

4.11 Tiga jenis tumbuhan pakan dominan orangutan di KP batubara: (a) johar (biji dan bunga); (b) akar belaran (kulit); (c) sengon (kulit) 58 4.12 Proporsi waktu makan orangutan di KP batubara berdasarkan bulan

pengamatan dan kategori pakan 59

(23)

DAFTAR GAMBAR (lanjutan)

4.13 Proporsi waktu makan orangutan di Prevab TN Kutai berdasarkan

bulan pengamatan dan kategori pakan 60

4.14 Jenis yang paling sering digunakan oleh orangutan di KP batubara sebagai pohon sarang: Senna siamea dan Gemilna arborea 62 4.15 Jenis pohon sarang dan frekuensi penggunaannya oleh orangutan di KP

batubara 63

4.16 Jenis pohon sarang dan frekuensi penggunaannya oleh orangutan di

Prevab TN Kutai 63

4.17 Sebaran dbh dari pohon sarang orangutan di KP batubara dan Prevab

TN Kutai 64

4.18 Sebaran tinggi dari pohon sarang orangutan di KP batubara dan Prevab

TN Kutai 64

4.19 Jumlah sarang berdasarkan tipe sarang di KP batubara (n = 74) dan di

Prevab TN Kutai 65

4.20 Frekuensi pemilihan posisi sarang oleh orangutan di KP batubara dan di

Prevab TN Kutai 66

4.21 Pohon gmelina di KP Batubara yang pada tajuknya terlihat lima sarang

orangutan 79

4.22 Distribusi tinggi pohon sarang orangutan dan tinggi pohon-pohon dalam

plot botani di KP Batubara 79

4.23 Persentase distribusi ketinggian sarang di KP Batubara, di Prevab, di Kinabatangan/KOCP, di Ulu Segama, dan di Sumatera 80 4.24 Distribusi tinggi sarang dan tinggi pohon sarang orangutan di KP

batubara 81

4.25 Sarang orangutan di KP batubara pada ketinggian ±1.5 m 81 5.1 Lokasi asal dan tujuan translokasi orangutan dari PT KPC. Tanda panah

putih menyatakan lokasi di dalam kawasan PKP2B PT KPC 91 5.2 Kondisi penutupan lahan di KP batubara PT KPC dan sekitarnya 95

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis data Indeks Nilai Penting (INP) vegetasi pohon dbh ≥5 cm di

ARKPB Taman Payau dan Gajah Hitam 119

2 Analisis data Indeks Nilai Penting (INP) vegetasi pohon dbh ≥5 cm di

Habitat Alami Prevab TN Kutai 120

3 Proporsi waktu makan orangutan berdasarkan jenis dan kategori pakan di

KP batubara 125

4 Proporsi waktu makan orangutan berdasarkan jenis dan kategori pakan di

habitat alami Prevab 126

5 Jenis pohon sarang dan frekuensi penggunaannya oleh orangutan di

Prevab TN Kutai 128

6 Jenis pohon sarang dan frekuensi penggunaannya oleh orangutan di KP

(24)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Populasi manusia yang terus bertambah menyebabkan pengembangan wilayah untuk memenuhi kebutuhan manusia tidak dapat dihindari. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya kerusakan habitat alami yang berdampak terhadap peningkatan laju kepunahan spesies satwa liar (Morrison et al. 1998). Orangutan kalimantan menghadapi risiko tinggi terhadap kepunahan di alam liar karena ±78% dari populasi orangutan liar dijumpai di luar kawasan konservasi yang terfragmentasi dan terdegradasi (29% di kawasan hutan alam produksi, 6% di hutan tanaman industri, 19% di konsesi perkebunan kelapa sawit, dan 24% di areal penggunaan lain) (Wich et al. 2012).

Ancaman utama terhadap kelangsungan hidup orangutan adalah kehilangan habitat, degradasi habitat, akibat dari kebakaran hutan, fragmentasi habitat, hingga perburuan liar, dan rendahnya kepedulian masyarakat (Meijaard et al. 2001; Hockings dan Humle 2009; Soehartono et al. 2009; Ancrenaz et al. 2016). Ancaman tersebut semakin meningkat karena adanya perubahan iklim, yang diperkirakan akan menyebabkan sejumlah besar habitat orangutan saat ini tidak lagi cocok di masa mendatang ((Brook et al. 2008; Struebig et al. 2015; Ancrenaz

et al. 2016). Abram et al. (2015) memprediksi banyak populasi orangutan yang akan berkurang atau punah dalam 50 tahun ke depan.

Menurut Meijaard et al. (2001), ada dua landasan utama yang menjadi dasar kepedulian manusia terhadap orangutan, yaitu alasan moral/spiritual dan alasan pragmatis. Alikodra (2012; 2015b) mengemukakan bahwa alasan moral/spiritual, intelektual, dan emosional harus menjadi landasan utama kepedulian manusia terhadap orangutan, yang dikenal dengan pendekatan ecosophy. Beberapa hal dapat menjadi dasar argumentasi mengenai hal tersebut. Pertama, manusia diberi wewenang dan tanggung jawab oleh Tuhan untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam dengan bijaksana, termasuk mencegah orangutan sebagai salah satu makhluk ciptaan-Nya dari kepunahan (Meijaard et al. 2001; Alikodra 2012; Alikodra 2015b). Kedua, orangutan dianggap sebagai umbrella species (spesies payung) yang apabila dijadikan fokus pengelolaan perlindungan, maka seluruh struktur keanekaragaman hayati asli di dalam wilayah jelajahnya akan ikut terlindungi (Indrawan et al. 2007). Ketiga, orangutan mempunyai daerah jelajah yang luas (Singleton et al. 2009) dan variasi pakan lebih dari 1 000 jenis tumbuhan (Russon et al. 2009), sehingga berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem dengan cara memencarkan biji tumbuhan yang dikonsumsinya (Galdikas 1982; Aprilinayati 2006). Keempat, orangutan merupakan spesies yang kharismatik karena secara morfologi, fisiologi, dan perilakunya sangat mirip dengan manusia, bahkan DNA orangutan memiliki 97% keidentikan dengan genom manusia modern (Meijaard et al. 2001). Kelima, orangutan harus terus dipelajari dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) untuk mendukung kehidupan manusia (Alikodra 2015c).

(25)

menghuni wilayah seluas ±155 000 km² atau 21% dari daratan Kalimantan (0.6 individu/km2). Populasi orangutan kalimantan telah mengalami penurunan dan diperkirakan akan terus menurun hingga 47 000 individu pada tahun 2025 (Wich

et al. 2012). Dampak gabungan dari hilangnya habitat, degradasi habitat dan perburuan ilegal terhadap orangutan kalimantan setara dengan penurunan populasi sebesar 86% antara tahun 1973 dan 2025, sehingga orangutan kalimantan ditingkatkan statusnya dari kategori Endangered menjadi Critically Endangered

di dalam Red List of Threatened species IUCN (Ancrenaz et al. 2016). Orangutan juga telah lama terdaftar dalam Appendix I CITES dan dilindungi secara hukum melalui UU No. 5 Tahun 1990, SK Menteri Kehutanan No.301/Kpts-II/1991, dan PP No.7 Tahun 1999.

Sektor pertambangan dan penggalian bahan tambang merupakan sektor yang berperan paling penting dalam perekonomian Kabupaten Kutai Timur, dengan kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) sebesar 81.77% pada tahun 2014 (Bappeda Kutim 2015; BPS 2016b). Sektor pertambangan batubara menyumbang ±79% terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Kutai Timur (Bappeda Kutim 2015) dan jumlah penduduk Kutai Timur yang bekerja di sektor pertambangan mencapai 15.78%, menempati urutan kedua setelah sektor pertanian (38.88%) (BPS 2016b). Hasil tambang batubara asal Kutai Timur merupakan penyangga terbesar ekspor batubara Kalimantan Timur (disebut Kaltim) dan juga merupakan bahan baku pembangkit listrik di Pulau Jawa (BPS 2016b). Berdasarkan hasil interpretasi citra landsat tahun 2014, luas lahan yang dibuka untuk kegiatan pertambangan 0.7% dari 22 410.51 juta ha total luas wilayah Kabupaten Kutai Timur atau ±20% dari total luas areal ijin konsesi pertambangan (BPPMD Kaltim 2012). Meskipun luas lahan untuk kegiatan penambangan relatif kecil jika dibandingkan dengan luas areal perkebunan kelapa sawit yang mencapai 9.28% (296 119.33 ha), namun dampaknya dapat mengakibatkan kerusakan yang luar biasa (Ripley et al. 1996; Rainer et al. 2014). Menurut Alikodra (2012), permasalahan lingkungan hidup karena kegiatan pertambangan bersifat spesifik, sangat tergantung pada jenis dan skala usaha, lokasi, dan aspek manajemen lingkungan. Kehilangan, degradasi, dan frgamentasi habitat adalah tiga hal yang tidak dapat dihindari apabila habitat alami orangutan dikonversi menjadi Kawasan Pertambangan Batubara (disebut KP Batubara). Kegiatan pertambangan batubara menyebabkan terjadinya perubahan penutupan lahan, perubahan struktur tegakan hutan, perubahan komposisi vegetasi, serta meningkatnya jumlah dan aktivitas manusia. Kegiatan pertambangan batubara menghilangkan pohon-pohon besar yang sangat penting bagi orangutan, baik sebagai sumber pakan, tempat bersarang, maupun sarana untuk pergerakan arborealnya (Felton et al. 2003). Agar dapat bertahan hidup di habitat yang mengalami degradasi dan fragmentasi, orangutan harus terus beradaptasi yang salah satunya dimanifestasikan melalui perubahan perilaku (Tutin 1999, Chapman

et al. 2007). Adaptasi perilaku adalah proses saat organisme menyesuaikan dirinya dengan perubahan lingkungan agar tetap hidup dan berkembang biak secara normal (Alikodra 2015a).

(26)

menyesuaikan diri dengan mengubah perilaku makan mereka. Orangutan di berbagai lokasi mengadopsi strategi yang berbeda dalam penjelajahannya sebagai bagian dari strategi mencari makan maupun strategi berpasangan, misalnya dengan menjadi lebih terestrial dan atau berjalan lebih jauh atau lebih dekat untuk efisiensi (Galdikas 1988; Utami-Atmoko 2000; Thorpe dan Crompton 2006; Singleton et al. 2009; Ashburry et al. 2015). Menurut optimal foraging theory,

satwa mempertimbangkan keuntungan dan kerugian dalam memilih suatu jenis pakan maupun suatu patch habitat, satwa akan memilih pakan yang memberi keuntungan (energi) paling tinggi namun dengan kerugian (resiko, waktu, dan energi) paling rendah (Schoener 1971; Perry dan Pianka 1997).

Penelitian tentang respon dan strategi adaptasi orangutan di KP Batubara belum pernah dilakukan. Informasi tersebut dapat membantu peneliti memahami mekanisme adaptasi orangutan dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya di KP Batubara. Oleh karena itu, penelitian tentang adaptasi perilaku orangutan (Pongo pygmaeus morio) terhadap perubahan habitat di KP Batubara dalam hal pola aktivitas harian, perilaku makan, perilaku pergerakan, dan perilaku bersarang sangat penting untuk dilakukan.

1.2 Perumusan Masalah

Penyusutan dan kerusakan kawasan hutan dataran rendah di Kalimantan telah menurunkan jumlah habitat orangutan sebesar 1.5-2% per tahunnya, lebih tinggi jika dibandingkan dengan Sumatera yang 1-1.5% per tahun (Soehartono et al. 2009). Populasi terbesar orangutan kalimantan dijumpai di hutan gambut di sebelah utara sungai Kapuas Kalimantan Tengah, tetapi populasi tersebut tidak berada di dalam sebuah habitat yang berkesinambungan, melainkan terfragmentasi di beberapa kantong habitat tersisa dengan ukuran populasi yang berbeda-beda (Soehartono et al. 2009). Survei dan penelitian yang dilakukan oleh berbagai pihak di Kaltim terhadap populasi Pongo pygmaeus morio juga menunjukkan bahwa >75% distribusi P.p morio liar berada di luar kawasan konservasi, termasuk di KP Batubara (Wich et al. 2008). Perkiraan populasi orangutan di beberapa blok habitat Kaltim oleh Wich et al. (2008) disajikan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Perkiraan jumlah Pongo pygmaeus morio di Kaltim (Soehartono et al.

2009)

Nama Lokasi Area (km2) Estimasi populasi

TN Kutai 750 600

DAS Lesan (termasuk Hutan Lindung S Lesan) 500 400

DAS Kelai (termasuk Gunung Gajah, Wehea, dan beberapa areal HPH)

4 000 2 500

Sangatta+ (termasuk Bengalon dan Muara Wahau) Terfragmentasi berat 175

DAS Segah 3 500 100

Samarinda, Muara Badak, Marang Kayu 300+ 200

Pegunungan Kapur Sangkulirang/Mangkalihat 1 500 750

Jumlah 10 750 4 825

(27)

atas yang relatif subur, dan menimbun kembali areal bekas penambangan (Ripley

et al. 1996). Selanjutnya perusahaan pemegang konsesi diwajibkan melakukan reklamasi yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya. Reklamasi dapat dilakukan dengan jenis-jenis lokal maupun eksotik (UURI No.4/2009, PP 78/ 2010). Penambangan terbuka dipastikan selalu mengubah bentang alam serta mempengaruhi ekosistem dan habitat asli, tidak terkecuali habitat orangutan. Penambangan menyebabkan terciptanya ekosistem baru dengan kondisi biofisik lingkungan yang berbeda dengan kondisi alami, dimana terjadi perubahan karakteristik dan kualitas dari komponen habitat orangutan. Kegiatan penambangan batubara menyebabkan habitat alami terfragmentasi, yaitu pemecahan habitat satwa yang luas menjadi beberapa kantong habitat (Gunawan dan Prasetyo 2003). Fragmentasi mengakibatkan penurunan luas areal hutan, peningkatan jumlah patch, peningkatan isolasi, dan edge effect/efek tepi (Fahrig 2003). Fragmentasi membuat satwa kesulitan melakukan pergerakan antar kantong habitat karena diselingi oleh mosaik yang luas atau tipe habitat lain (Wiens 1989). Ukuran fragmen juga merupakan faktor penting bagi populasi satwa liar (Kinnaird et al.

2003), karena kemungkinan kepunahan akan meningkat jika kantong habitat lebih kecil daripada home range satwa (Harrington et al. 2001).

Hasil survei oleh berbagai pihak di Kaltim menegaskan bahwa terdapat populasi orangutan di beberapa KP batubara, salah satunya adalah di areal konsesi milik PT Kaltim Prima Coal (disebut PT KPC) (KPC 2011, Rayadin et al. 2012). Kawasan PT KPC adalah bagian dari blok habitat Sangatta+ yang merupakan habitat alami orangutan sampai pertengahan abad 20, yaitu berupa hutan basah yang lebat (Meijaard et al. 2001). Kawasan tersebut kemudian mengalami perubahan akibat kegiatan pertambangan batubara dengan sistem terbuka yang telah berlangsung lebih dari 30 tahun. Habitat yang semula berkesinambungan berubah menjadi habitat yang terfragmentasi dengan berbagai tipe tutupan lahan, antara lain: yaitu: (a) hutan alam (sekunder); (b) hutan reklamasi (pohon-pohon

dbh ≥5 cm); (c) areal reklamasi dengan pohon-pohon berdiameter <5 cm; (d) areal

terbuka (pit, jaringan jalan, dan lain-lain); serta (e) badan air. Rayadin et al. (2012) melakukan survei populasi orangutan dengan metode survei sarang di 4 Areal Rehabilitasi Kawasan Pertambangan Batubara (disebut ARKPB) seluas 413.74 ha dan memperkirakan ada 6 hingga 12 orangutan di keempat ARKPB tersebut. Pemasangan camera trap berhasil mendokumentasikan 11 individu orangutan berbeda yang terdiri dari satu bayi, satu anak, lima jantan dewasa, dan empat betina dewasa (KPC 2011; Rayadin et al. 2012).

Berdasarkan uraian di atas, terutama fakta tentang keberadaan orangutan di KP Batubara dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: (1) Bagaimana perbedaan karakteristik habitat orangutan di KP Batubara dan di habitat alami?; (2) Bagaimana adaptasi orangutan terhadap perubahan habitat di KP Batubara dalam hal pola aktivitas harian, perilaku makan, perilaku pergerakan, dan perilaku bersarang?; (3) Bagaimana strategi konservasi orangutan di KP Batubara?.

(28)

Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT KPC yang telah beroperasi >30 tahun, mewakili tipe habitat dan perilaku orangutan di KP Batubara.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menganalisis adaptasi perilaku orangutan terhadap perubahan habitat dan strategi konservasinya di KP Batubara di Kaltim. Berdasarkan pertanyaan penelitian pada perumusan masalah, tujuan penelitian dirinci menjadi tiga tujuan khusus, yaitu:

1 Menganalisis perbedaan karakteristik habitat orangutan di KP Batubara dengan di habitat alami.

2 Menganalisis perbedaan perilaku antara orangutan yang hidup di KP Batubara dengan orangutan yang hidup di habitat alami.

3 Menyusun strategi konservasi orangutan di KP Batubara berdasarkan kajian habitat dan perilaku.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, yaitu:

1 Bagi dunia ilmu pengetahuan dalam rangka melengkapi pemahaman tentang adaptasi perilaku orangutan terhadap perubahan habitat di KP Batubara dan menduga prospek kelestariannya dalam jangka panjang.

2 Bagi perusahaan pemegang konsesi pertambangan dalam merencanakan pengelolaan habitat dan populasi orangutan di areal konsesinya.

3 Bagi pemerintah sebagai landasan pemikiran dan argumentasi dalam merumuskan kebijakan terkait konservasi orangutan dan habitatnya.

1.5 Kebaruan

Kebaruan dari penelitian ini dapat dilihat dari segi keilmuan dan dari segi praktis:

1 Kebaruan dari segi keilmuan adalah orangutan berusaha beradaptasi terhadap perubahan habitat di KP Batubara dengan cara memodifikasi perilakunya. Proses adaptasi perilaku orangutan di KP Batubara terlihat dalam hal perubahan pola aktivitas harian, perilaku makan, perilaku pergerakan, dan perubahan perilaku bersarang. Namun demikian, ada batas maksimum dari kapasitas adaptasi orangutan, jika batas maksimum adaptasi tersebut terlampuai, orangutan di KP Batubara akan mengalamai kepunahan lokal. 2 Kebaruan dari segi praktis adalah strategi konservasi orangutan di KP

(29)

1.6 Kerangka dan Alur Pemikiran Penelitian

Orangutan merupakan satu-satunya kera besar penghuni daratan Asia yang digolongkan ke dalam suku Pongidae dan bangsa Primata. Tiga kera besar anggota suku Pongidae lainnya hidup di Afrika, yaitu Bonobo (Pan paniscus), Simpanse (Pan troglodytes) dan Gorilla (Gorilla gorilla). Keempat spesies kera besar terancam punah dan masuk kategori Critically Endangered Red List of Threatened species IUCN (Hockings dan Humle 2010).

Orangutan hanya ditemukan di pulau Kalimantan dan di bagian utara Pulau Sumatra, dengan 90% dari total populasinya berada di wilayah Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian genetika, morfologi, ekologi, tingkah laku, dan daur hidup (life history), para ahli primata sepakat menggolongkan orangutan yang hidup di Sumatera sebagai Pongo abelii dan orangutan yang hidup di Kalimantan sebagai Pongo pygmaeus (Muir et al. 2000, Delgado dan van Schaik 2000, Groves 2001, Zhang et al. 2001). Variasi morfologi dan genetis juga terdapat pada populasi orangutan kalimantan sehingga orangutan kalimantan dikelompokkan ke dalam 3 subspesies yang berbeda, yaitu: (a) Pongo pymaeus pygmaeus di bagian barat laut Kalimantan, utara Sungai Kapuas-Kalimantan Barat sampai timur laut Sarawak (Malaysia); (b) Pongo pygmaeus wurmbii di barat daya Kalimantan, bagian selatan Sungai Kapuas-Kalimantan Tengah hingga bagian barat Sungai Barito; dan (c) Pongo pygmaeus morio di Sabah (Malaysia) dan bagian timur Kalimantan sampai sejauh Sungai Mahakam- Kaltim (Groves 2001; Warren et al. 2001; Soehartono et al. 2009).

Orangutan dapat hidup di berbagai tipe habitat, mulai dari hutan Dipterocarpaceae perbukitan dan dataran rendah, hutan rawa air tawar, rawa gambut, tanah kering di atas rawa bakau dan nipah, sampai ke hutan pegunungan (Suhartono et al. 2009; Marshall et al. 2009). Di Kalimantan, orangutan dapat hidup hingga ketinggian 900 m dpl, sedangkan di Sumatera juga dijumpai di hutan pegunungan dengan ketinggian lebih dari 1.000 m (Husson et al. 2009). Namun demikian sebagian besar populasi orangutan dijumpai di hutan rawa dan dataran rendah di bawah 500 m dpl yang merupakan target utama pembangunan (Soehartono et al. 2009). Distribusi orangutan dipengaruhi oleh sebaran habitat yang memiliki ketersediaan pakan, khususnya buah yang tersedia sepanjang tahun. Habitat orangutan yang baik biasanya berupa mosaik petak-petak hutan kecil dengan tingkat tumbuhan berkayu yang berbeda, beberapa diantaranya mempunyai kerapatan jenis pohon buah yang sangat tinggi, yaitu >20% dari semua pohon (Meijaard et al. 2001).

(30)

orangutan (Meijaard et al. 2001). Selain makanan, pohon tempat bersarang juga merupakan kebutuhan yang penting bagi orangutan (Prasetyo et al. 2009). Di kawasan Prevab Taman Nasional Kutai (di sebut TN Kutai) ada 49 jenis pohon dari 37 marga dan 26 famili berbeda yang digunakan oleh orangutan sebagai pohon tempat bersarang dengan representasi yang lebih tinggi pada jenis ulin/Eusideroxylon zwageri (Niningsih 2009).

Saat ini kawasan hutan yang layak bagi kehidupan orangutan baik dari segi luas maupun kualitas semakin jarang dijumpai. Luas kawasan hutan di Kaltim berdasarkan SK Menhut No.79/Kpts-II/2001 tentang penunjukkan kawasan hutan dan perairan provinsi Kaltim adalah 14 651 553 ha, dengan luas hutan konservasi 2 165 198 ha dan hutan lindung 2 751 702 ha. Berdasarkan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kaltim Nomor 01 Tahun 2016, luas hutan suaka alam di Kaltim hanya 438 390 ha dan hutan lindung hanya 1 844 969 ha. Kawasan hutan di Kaltim yang dilepas sampai dengan tahun 2014 untuk perkebunan seluas 494 474.79 ha, untuk transmigrasi 39 891.09 ha, ijin pinjam pakai kawasan hutan untuk kegiatan eksploitasi tambang dan non tambang seluas 208 243.29 ha, untuk operasi produksi non tambang 1 426.68 ha, dan untuk survei/eksplorasi tambang 471 325.61 ha (KLHK 2014). Hutan di Kaltim juga mengalami deforestasi yang mencapai 83 389.7 ha/tahun (KLHK 2014).

Peluang orangutan untuk dapat bertahan hidup di KP Batubara tergantung pada berbagai faktor, salah satunya adalah kemampuan orangutan untuk beradaptasi dengan lingkungan pertambangan, terutama perubahan dalam sumberdaya pakan. Kemampuan satwa untuk beradaptasi terbentuk melalui proses pertumbuhan dan diorganisasi oleh faktor hereditas, lingkungan, dan proses belajar (Lorenz 1958). Adaptasi satwaliar dapat berupa adaptasi morfologi, fisiologi, dan perilaku (Mackenzie et al. 2001). Di habitat yang telah mengalami perubahan, fleksibilitas perilaku dapat meningkatkan fitness orangutan yang tinggal di areal tersebut (Reader dan MacDonald 2003; Sol 2003; Sol et al. 2005).

Menurut Campbell et al. (2008), perilaku dalam mendapatkan makanan (foraging behaviour) dan perilaku pemilihan pasangan dapat mempengaruhi

(31)

Menurut Wilson (1985), melalui pembelajaran sosial individu dapat mengekspos diri dengan pengalaman baru dan kondisi lingkungan baru. Pembelajaran sosial pada hewan membentuk akar kebudayaan (culture), yaitu sistem transfer informasi melalui pembelajaran sosial atau pengajaran yang mempengaruhi perilaku individu-individu dalam populasi (Campbell et al. 2008). Perubahan fenotipe perilaku yang berdasarkan pada budaya terjadi dalam waktu yang jauh lebih pendek daripada akibat seleksi alam, sehingga mempengaruhi kebugaran individual.

(32)

Gambar 1.1 Alur pemikiran penelitian (Modifikasi Alikodra 2012)

Penutupan lahan

Perubahan Karakteristik Habitat

Perubahan perilaku orangutan

Distribusi populasi orangutan liar di luar

kawasan konservasi

Perkebunan kelapa sawit

Kegiatan penambangan batubara

Hutan alam produksi

Hutan tanaman industri

Areal penggunaan lain

Reklamasi dan rehabilitasi lahan pasca tambang

Karakteristik habitat alami orangutan (hutan hujan basah)

Konversi hutan

Komposisi floristik Struktur hutan Aktivitas manusia

Pola aktivitas harian Perilaku makan Perilaku pergerakan Perilaku bersarang

KONSERVASI ORANGUTAN DI KP

BATUBARA

Pengelolaan Populasi Pengelolaan

Habitat

-

+

+ +/-

(33)

2 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN METODE UMUM PENELITIAN

Bab 2 menguraikan tentang keadaan umum dari lokasi penelitian dan metode umum yang digunakan dalam penelitian. Keadaan umum lokasi penelitian yang dipaparkan dalam bab ini terdiri atas: sejarah dan geografi, vegetasi, fauna, dan iklim. Metode penelitian yang dijelaskan dalam bab ini meliputi metode pengumpulan dan analisis data yang bersifat umum, sedangkan metode khusus dijelaskan di dalam setiap bab.

2.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di dua tipe habitat berbeda, yaitu: (1) Kawasan Perjanjian Kontrak Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Kaltim Prima Coal (PT KPC) site Sangatta (disebut KP Batubara), mewakili habitat orangutan di KP Batubara; (2) Kawasan Prevab TN Kutai, mewakili habitat alami orangutan morio di Kaltim. Kedua lokasi penelitian terletak di Kecamatan Sangatta Utara, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kaltim. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1.

(34)

Sangatta Utara memiliki kepadatan penduduk tertinggi, yaitu 30.92% dari total penduduk Kabupaten Kutai Timur. Sebaliknya, kecamatan Busang hanya berpenduduk sebesar 1.34% dari total penduduk kabupaten.

2.1.1 Sejarah dan Geografi

KP Batubara

PT KPC telah berdiri sejak tahun 1982, sesuai dengan akta No. 28 tanggal 9 Maret 1982 dan mendapatkan pengesahan dari Menteri Kehakiman RI sesuai dengan Surat Keputusan No Y.A.5/208/25 tanggal 16 Maret 1982. Pengesahan tersebut telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal 30 Juli 1982 No. 61 Tambahan No. 967. Sesuai dengan PKP2B yang ditandatangani pada tanggal 8 April 1982, Pemerintah memberikan izin kepada PT KPC untuk melaksanakan eksplorasi, produksi, dan memasarkan batubara dari wilayah perjanjian sampai dengan tahun 2021. Wilayah PKP2B ini mencakup daerah seluas 90.938 ha di Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kaltim (Gambar 2.2).

Gambar 2.2 Peta kawasan PKP2B PT KPC

Secara garis besar, operasi penambangan dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: tahap persiapan penambangan, penambangan, dan pasca penambangan (KPC 2010). Proses penambangan batubara di PT KPC disajikan pada Gambar 2.3.

Tahap persiapan diawali dengan kegiatan survei eksplorasi, yang terdiri atas pemetaan lapangan, pengukuran struktur geologi, pengambilan sampel singkapan, pemboran eksplorasi, logging geofisika, dan penaksiran cadangan. Pada tahap ini juga dihitung jumlah tanah pucuk yang dipindahkan, rencana area rehabilitasi, dan jumlah peralatan tambang yang diperlukan.

(35)

pucuk dipindahkan ke lokasi penyimpanan atau bisa langsung digunakan untuk rehabilitasi area timbunan yang sudah permanen. Setelah melalui tahap penebangan pohon dan pemindahan tanah pucuk, dilakukan pemboran dan peledakan tanah penutup. Tanah penutup yang sudah diledakkan kemudian diangkut ke lokasi timbunan yang sudah direncanakan. Tanah penutup yang mengandung asam/PAF (Potential Acid Forming) ditimbun terpisah dari tanah yang tidak mengandung asam/NAF (Non Acid Forming). Tanah penutup dengan kategori NAF ditimbun di lokasi timbunan yang sudah permanen dan dilakukan rehabilitasi sementara tanah penutup, sedangkan kategori PAF ditimbun di lokasi timbunan sementara.

Gambar 2.3 Proses penambangan batubara PT KPC (KPC 2010)

Setelah tanah penutup dipindahkan, batubara yang sudah terbuka ditambang menggunakan alat muat khusus batubara. Batubara kemudian diangkut oleh truk langsung menuju lokasi peremukan (crusher) atau ditimbun sementara di lokasi penyimpanan batubara (stockpile batubara) sesuai dengan kualitas batubara. Di lokasi crusher, batubara ditumbuk sesuai ukuran yang sudah ditetapkan, dilanjutkan proses pencucian untuk batubara kotor. Batubara yang sudah mengalami pengecilan ukuran dan siap jual selanjutnya diangkut menggunakan ban berjalan (belt conveyor) menuju ke lokasi timbunan batubara di pelabuhan khusus batubara (Coal terminal). Batubara siap jual selanjutnya dimuat ke dalam kapal untuk dikirim ke para pelanggan.

(36)

Secara struktural pengelolaan lingkungan dilakukan oleh Departemen Environment yang menginduk kepada Divisi Health Safety Environment and Security. Namun demikian secara tanggung jawab, pengelolaan lingkungan melekat pada masing-masing divisi. Sesuai dengan Kepmen 555.K/26/M.PE/1995-1, maka secara fungsional penanggungjawab atas pelaksanaan dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan K3L (Kesehatan Keselamatan Kerja dan Lingkungan) adalah Kepala Teknik Tambang.

TN Kutai

TN Kutai berdasarkan areal kerja terbagi atas dua seksi yaitu Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) wilayah I Sangatta dan SPTN Wilayah II Tenggarong, masing-masing SPTN dibagi menjadi 3 resort. Kawasan Prevab TN Kutai berada di areal kerja Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) wilayah I Sangatta. Prevab TN Kutai secara administrarif pemerintahan masuk wilayah Desa Swarga Bara Kecamatan Sangatta Utara Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kaltim. Secara geografis Prevab TN Kutai berada antara 0031'55.74" LU dan 117027'53.10" BT, berdekatan dengan areal PT KPC yang dibatasi oleh Sungai Sangatta sebagai batas utara TN Kutai (Gambar 2.4).

Gambar 2.4 Peta situasi TN Kutai

Kawasan Prevab TN Kutai dapat ditempuh melalui jalan darat ±20 menit dari kota Sangatta menuju dermaga Papa Charlie yang terletak di Dusun Kabo Jaya, kemudian dilanjutkan melalui jalur sungai menggunakan perahu motor/ketinting ±40 menit ke arah hulu. Alternatif lain untuk mencapai kawasan Prevab TN Kutai adalah menggunakan perahu motor langsung dari Jembatan Sangatta dengan jarak tempuh ±2 jam.

(37)

Lestari di sebelah Barat. Secara geografis TN Kutai berada di 07’54” - 033’53” LU dan 11658’48” - 11735’29” BT. Secara administrasi pemerintahan, TN Kutai terletak di tiga Kabupaten/Kota, yaitu: Kabupaten Kutai Timur seluas 158 903.20 ha (80%), Kabupaten Kutai Kartanegara seluas 34 720.35 ha (17.48%), dan Kota Bontang seluas 5 005.45 ha (2.52%).

Sebagian besar wilayah TN Kutai memiliki topografi datar (92%) dan 8% sisanya bergelombang hingga berbukit-bukit yang tersebar di bagian tengah kawasan yang membentang arah utara selatan. Sebanyak 61% dari kawasan memiliki kelas ketinggian antara 0-100 m dpl (bagian timur dan barat) dan 39% sisanya pada tingkat ketinggian 100-250 m dpl (bagian tengah) (Ferisa 2014).

2.1.2 Vegetasi

KP Batubara

Hasil survei keanekaragaman vegetasi oleh KPC (2015) menunjukkan bahwa di areal rehabilitasi PT KPC terdapat 95 jenis vegetasi, antara lain: pulai gunung (Alstonia angustifolia), jambu-jambu (Eugenia sp.), jengkol hutan (Arcidendrum havilundi), kayu kuku (Enderita spectabilis), rambai (Baccaurea motleyana), sengkuang (Dracontomelon dao), durian burung (Durio assitifolia), kenanga (Cananga odorata), nangka (Artocapus integra), beringin (Ficus benyamina), dan rengas (Gluta Rengas). Meskipun di ARKPB dapat dijumpai beberapa spesiel lokal, jenis baru yang didatangkan dari luar kawasan lebih mendominasi, misalnya johar (Senna Siamea), sengon laut (Enterolobium cyclocarpum), kecapi (Eugenia operculata), waru (Hibiscus tiliaceus), kedawung (Parkia timoriana), jambu biji (Psidium guajava), trembesi (Samanea saman), pacar cina (Aglaia odorata), dan jabon (Anthocephalus cadamba) (KPC 2015).

Prevab TN Kutai

Kawasan Prevab ditumbuhi oleh berbagai jenis vegetasi dari berbagai tingkat pertumbuhan. Jenis vegetasi yang tumbuh di kawasan Prevab bervariasi, namun hanya dua suku yang terlihat mendominasi yakni Euphorbiaceae dan Lauraceae (Ferisa 2014). Tiga jenis vegetasi yang mendominasi di kawasan Prevab adalah Endospermum peltatum, Pterospermum javanicum, dan Alagium hirsutum (Ferisa 2014). Berbagai habitus vegetasi tumbuh di kawasan Prevab dan dimanfaatkan oleh orangutan sebagai sumber pakan, antara lain: pohon (sengkuang/Dracontomelon dao dan ara bendang /Ficus piramidata), liana (akar belaran/Merremmia peltata dan akar serapet/Mucuna sp), Jahe-jahean (Jaung/Etlingera sp. dan kedapat/Alpinia sp.) (Ferisa 2014).

2.1.3 Fauna

KP Batubara

(38)

Taractrocera ardonia, Euchrysops cnejus, Lampides boeticus, Eurema hecabe,

Neptis hylas, Hypolimmnas bolina, Polyura athamas (KPC 2015).

TN Kutai

Jenis burung yang dapat dijumpai di Kawasan Prevab TN Kutai antara lain: Kangkareng perut putih (Anthracoceros albirostris), julang emas (Aceros undulatus), srigunting batu (Dicrurus paradiseus), dan tepus merbah sampah (Stachyris eryhroptera) (Ismawan et al. 2015). Jenis satwa lain yang ditemukan di Prevab, yaitu: bekantan (Nasalis larvatus), banteng (Bos javanicus), payau (Rusa unicolor), beruang madu (Helarctos malayanus), buaya muara (Crocodylus porosus), dan buaya senyulong (Crocodylus schlegellii) (Wirawan (1985).

2.1.4 Iklim

Kabupaten Kutai Timur beriklim hutan tropika humida dengan suhu udara rata-rata 26° C (berkisar antara 21-34ºC), perbedaan suhu terendah dengan suhu tertinggi mencapai 5° hingga 7° C. Curah hujan di Kabupaten Kutai Timur bervariasi, yang semakin meningkat mulai dari wilayah pantai hingga ke pedalaman. Jumlah curah hujan rata-rata berkisar antara 2000 hingga 4000 mm/tahun, dengan jumlah hari hujan rata-rata adalah 130 hingga 150 hari/tahun (Bappeda Kutim 2015).

Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Fergusson, kedua lokasi penelitian termasuk tipe iklim A yaitu sangat basah. Jumlah curah hujan tahunan antara 1 549.5 hingga 2 993.4 mm dengan curah hujan rata-rata tahunan sebesar 2 558 mm, curah hujan rata-rata bulanan sebesar 188.2 mm. Suhu rata-rata adalah 26ºC (berkisar antara 21-34ºC) dengan kelembaban antara 67-90%, kecepatan angin normal rata-rata 2-4 knot/jam (Ferisa 2014; KPC 2015).

2.2 Metode Umum Penelitian

2.2.1 Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain: peta blok-blok penambangan, GPS (Global Positioning System), pita diameter (phi band), parang, tali rafia, range finder/lasser distance meter, perekam suara/voice recorder, gun tacker, kamera foto dan video, buku pengenal jenis tumbuhan, tabel lapangan/tally sheet, teropong binokuler, jam tangan digital, alat penerang (headlamp/senter), plastik label (flagging tape), serta seperangkat komputer untuk keperluan pengolahan dan analisis data.

2.2.2 Pengumpulan Data

Secara garis besar data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dari atas dua jenis, yaitu: data karakteristik habitat dan data perilaku orangutan. Pengumpulan data dilakukan dari bulan Oktober 2013 hingga September 2014.

Data Perilaku Orangutan

(39)

individu orangutan keluar dari sarang di pagi hari sampai individu tersebut membuat sarang untuk tidur pada sore hari/menjelang malam. Pencatatan data dilakukan secara instantaneous, yaitu mencatat perilaku individu dalam kurun waktu tertentu pada tally sheet (pada penelitian ini setiap dua menit). Selain itu, semua perilaku penting yang terjadi di luar interval waktu pengamatan juga dicatat (van Schaik 2003).

Pemilihan orangutan didasarkan atas proporsi jenis kelamin dan umur (disebut kelas fokal). Pengamatan perilaku orangutan di KP Batubara dan Prevab TN Kutai dilakukan secara paralel. Prosedur kerja pengumpulan data perilaku orangutan adalah sebagai berikut:

1 Pencarian (searching) orangutan

Pencarian individu orangutan sampel dilakukan pada saat pengamatan dimulai untuk pertama kalinya, pada saat orangutan menghilang ketika pengambilan data sedang berlangsung, serta pada saat masa pengambilan data untuk satu orangutan telah berakhir sehingga perlu dilakukan pencarian individu orangutan berikutnya. Pencarian orangutan dilakukan dengan penjelajahan pada titik-titik yang peluang perjumpaan dengan orangutan cukup besar, misalnya di sekitar pohon buah, lokasi tempat sisa makanan, maupun sarang baru. Beberapa tanda yang dapat membantu pengamat untuk menemukan orangutan antara lain melihat perpindahan atau mendengar suara pergerakan orangutan dari satu pohon ke pohon lainnya, mendengar suara/vokalisasi yang sering dikeluarkan oleh orangutan, dan mencium bau orangutan (tubuh, urin atau fesesnya).

2 Pemilihan orangutan

Individu orangutan yang dijadikan target pengamatan ditentukan menggunakan teknik sampling insidentil, yaitu individu mana saja yang secara kebetulan bertemu dengan pengamat dan sesuai dengan kriteria dapat digunakan sebagai sampel (Sugiyono 2007).

3 Identifikasi dan penandaan orangutan

Indentifikasi dilakukan berdasarkan ciri morfologi orangutan, yaitu: jenis kelamin, ukuran tubuh, warna rambut, panjang rambut, warna mata, bantalan pipi, kantong leher, dan ciri-ciri lain (Kuze et al. 2005). Orangutan diklasifikasikan menjadi 4 kelas umur dan jenis kelamin (disebut kelas fokal), yaitu: jantan dewasa berpipi (flanged male, FM), jantan dewasa tidak berpipi (unflanged male, UFM), betina dewasa (adult female, AF), dan remaja (adolescent, Adol).

Estimasi populasi dengan metode pengamatan langsung terhadap individu orangutan yang dijumpai di ARKPB juga dilakukan. Semua individu yang dijumpai diidentifikasi berdasarkan lokasi perjumpaan, ciri morfologi, status reproduksi (punya bayi/anak/hamil), perilaku, dan ciri-ciri khusus seperti bekas luka atau cacat. Setiap individu didokumentasikan dengan kamera foto untuk memastikan bahwa individu yang sama tidak terhitung lebih dari satu kali.

4 Pengamatan dan pencatatan aktivitas harian orangutan

(40)

orangutan keluar sarang (sekitar pukul 05.00 WITA) sampai orangutan membuat sarang malam (sekitar pukul 16.30-17.30 WITA). Cara kerja ini diulangi setiap hari sampai target waktu pengamatan yang sudah ditentukan tercapai. Apabila orangutan menghilang sebelum sarang tidur dibuat atau sebelum target waktu pengamatan tercapai maka aktivitas pencarian kembali dilakukan, sampai menemukan kembali baik orangutan yang sama maupun orangutan yang lain. Pengamatan terhadap individu yang diamati dibatasi antara 7-10 hari setiap bulannya, hal ini untuk menjaga agar orangutan tidak terlalu terbiasa dengan kehadiran manusia serta untuk mencegah stress pada orangutan.

Data aktivitas harian yang digunakan dalam penelitian ini adalah data dengan pengamatan harian ≥5 jam. Waktu pengamatan minimum dalam studi ini dinilai cukup representatif karena lebih besar daripada yang digunakan pada beberapa studi sebelumnya yang mengacu pada standar pengambilan data orangutan oleh Morrogh-Bernard et al. (2002) dengan waktu minimum 3 jam, misalnya Hardus et al. (2012) and Morrogh-Bernard et al. (2009). Bahkan Rijksen (1978) menggunakan minimal lama pengamatan aktivitas orangutan dalam satu harinya hanya 90 menit atau 1.5 jam.

Data aktivitas harian orangutan dalam penelitian ini dikelompokkan ke dalam lima kategori utama dengan mengadopsi dan memodifikasi kategori yang dibuat Galdikas (1986), yaitu:

- Bergerak: aktivitas yang dimulai saat orangutan bergerak pindah dengan cara memanjat, membengkokkan pohon dari satu pohon ke pohon lain, maupun berjalan di tanah dengan 2 atau 4 anggota geraknya.

- Istirahat: kondisi saat orangutan relatif tidak bergerak/tidak melakukan aktivitas utamanya (duduk, berdiri, atau tiduran pada cabang, di dalam sarang, atau pada permukaan tanah).

- Makan: merupakan segala aktivitas yang meliputi persiapan, pemetikan, penggapaian, pengambilan, pengunyahan/penelanan makanan, bergerak dalam sumber makanan (pohon, liana, pohon tua yang mengandung rayap, tumbuhan lantai hutan), termasuk minum dan penggunaan alat untuk makan.

- Sosial: aktivitas yang melibatkan interaksi orangutan dengan orangutan lain (bermain, seksual, mengutui, dan agresi).

- Bersarang: merupakan aktivitas pematahan dan perajutan cabang-cabang dan/atau daun tumbuhan untuk membangun sarang sebagai tempat untuk tidur atau berlindung dari hujan. Data dari perilaku bersarang yang diamati antara lain: lama waktu membuat sarang, karakteristik pohon tempat bersarang (jenis pohon, tinggi, dan diameter setinggi dada/dbh, arsitektur pohon tempat bersarang, dan posisi sarang pada pohon.

Selama penelitian (bulan November 2013 s/d Agustus 2014) telah berhasil dijumpai sebanyak 41 individu orangutan berbeda di sepuluh ARKPB. Orangutan yang dijumpai terdiri dari berbagai kelas fokal (Tabel 2.1).

(41)

Gambar individu orangutan yang menjadi target pengamatan di Prevab TN Kutai dan di KP Batubara disajikan pada Gambar 2.5 dan Gambar 2.6.

Tabel 2.1 Individu orangutan hasil pengamatan langsung di berbagai ARKPB

Areal Luas (betina dewasa), Adol = Adolescent (remaja), Juv = Juvenil (anak), Inf =Infant (bayi)

Tabel 2.2 Jumlah waktu pengamatan untuk masing-masing orangutan di KP Batubara dan di Prevab TN Kutai

Gambar

Gambar 1.1.
Gambar 1.1 Alur pemikiran penelitian (Modifikasi Alikodra 2012)
Gambar 2.1   Peta lokasi penelitian di PT KPC dan TN Kutai, Provinsi Kaltim
Gambar 2.3  Proses penambangan batubara PT KPC (KPC 2010)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian perbedaan tingkat kinerja SIA antara perusahaan yang memiliki dengan yang tidak memiliki Pendidikan dan Pelatihan Pengguna, Komite Pengendali SI, dan Lokasi Departemen

Peraturan Bupati Bantul Nomor 2 A Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Pelayanan Kesehatan di Puskesmas (Berita Daerah Kabupaten Bantul

a) Fungsi pelaporan adalah sebagai salah satu sumber informasi bagi pemerintah atau instansi yang berwenang dalam memantau dan mengevaluasi pemanfaatan ruang

Pada tahap sebelumnya telah dilakukan fermentasi dari dekstrin dan sirup glukosa pati sagu untuk mendapatkan jenis substrat dan konsentrasi substrat yang optimum untuk

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hambatan yang dihadapi oleh pihak Polresta Denpasar dan Lembaga Perlindungan Anak Kota Denpasar dalam pelaksanaan

Interaksi antara sistem kegiatan dan sistem jaringan akan menghasilkan pergerakan manusia ataupun barang. Pada sistem kegiatan atau sistem kebutuhan transportasi, perubahan

dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). 2) Bahwa Bank Permata bertanggung jawab atas akibat hukum dalam perjanjian. jual beli piutang dan akta cessie antara Silver