Secara hukum, konstitusi Indonesia menjadikan partisipasi publik menjadi salah satu hak asasi. Dalam UUD 1945 terdapat beberapa pasal yang mencerminkan hal tersebut yakni Pasal 28C ayat (2)82 mengenai hak seseorang dalam berpartisipasi secara kolektif demi memperjuangkan haknya untuk membangun kepentingan publik dan Pasal 28F mengenai hak berpartisipasi melalui penyebaran informasi untuk kepentingan pubik.
Setelah itu pada Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 dibahas mengenai perlindungan bagi setiap orang dalam menjalankan hak asasinya atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. Sehingga, Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 tentang hak partisipasi publik secara kolektif dan Pasal 28F tentang hak untuk partisipasi publik melalui penyebaran dan menerima informasi, seharusnya mendapatkan perlindungan dari Pasal 28G ayat (1) tersebut.
Ruang lingkup yang masih terbatas dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta mekanisme di dalamnya yang masih belum jelas menyebabkan bertambahnya bentuk tindakan pembungkaman partisipasi masyarakat Instrumen hukum ini disebut dengan SLAPP (Strategic Lawsuit Against Public
Participation). Namun dikarenakan sistem hukum Indonesia yang lebih condong ke civil law,
maka pembahasan dalam tulisan ini akan lebih condong pada bagaimana peraturan atau sistem Anti-SLAPP seharusnya dibentuk Konsep SLAPP di Indonesia hanya dikenal pada Undang-Undang dengan perlindungan dari SLAPP hanya mencakup dari gugatan perdata dan tuntutan pidana ihwal perlindungan lingkungan semata. Padahal dalam memberantas SLAPP diperlukan integrasi beberapa proses yang bisa dilakukan, entah itu dari kebijakan pemerintah, legislatif, maupun kelembagaan yudikatif dalam proses peradilan. Kebijakan untuk menghindari terjadinya SLAPP tersebut biasanya disebut dengan Anti-SLAPP.
Apabila membahas perihal SLAPP secara global, khususnya di Indonesia pun bukan merupakan omong kosong yang sempit. Hal ini disebabkan karena regulasi yang ada memberikan celah untuk melakukan tafsiran karet, terutama kasus criminal-SLAPP yang beberapa kali tercatat menjerat banyak pegiat HAM dan pegiat anti-korupsi. Pasal 66 UU PPLH83 merupakan satu-satunya pasal dalam undang-undang yang melindungi masyarakat dari SLAPP. Pengaturan yang minim mengenai proses Anti-SLAPP tersebut juga menyebabkan kesulitan bagi penegak hukum untuk menggunakan pasal ini. Terutama dalam hukum pidana dimana terdakwa harus melewati proses penyelidikan, penyidikan dan berbagai proses lain seperti penahanan, penangkapan, dan penyitaan sebelum melakukan pembelaan di pengadilan bahwa dia terkena SLAPP.
Kasus lingkungan yang satu tahun lalu cukup hangat adalah kasus Budi Pego, seorang aktivis lingkungan yang melakukan unjuk rasa penolakan tambang emas di Banyuwangi. Dalam unjuk rasa yang dilakukan bersama warga Banyuwangi, Budi Pego membentangkan spanduk dengan gambar yang menyerupai palu arit. Padahal menurut warga, spanduk tersebut bukanlah properti yang digunakan untuk aksi. Bahkan saat persidangan barang bukti berupa spanduk tidak bisa dihadirkan. Namun yang terjadi justru Budi Pego pada akhirnya divonis 10 bulan penjara atas tuduhan penyebaran Marxisme-Leninisme.
Selain itu terdapat kasus seperti Haris Azhar, koordinator Komisi Orang Hilang yang pada pertengahan 2016 lalu membeberkan pengakuan terpidana mati Freddy Budiman dalam sebuah unggahan. Haris Azhar menceritakan tentang bagaimana pihak dari Mabes Polri, Tentara Nasional Indonesia, dan Badan Narkotika Nasional bekerja sama dengan sang
82 Pasal 28 C ayat (2) UUD 1945 berbunyi “Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya”
83 Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 berbunyi “Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata”
44 terpidana mati dalam hal pengedaran narkoba terkait penitipan harga. Pada kasus tersebut, Haris Azhar dilaporkan oleh pihak Tentara Nasional Indonesia dan Badan Narkotika Nasional dengan tuduhan melakukan pencemaran nama baik dan fitnah. Hal tersebut tentunya merupakan bentuk daripada SLAPP, yang tujuan utamanya adalah untuk membungkam kegiatan whistleblower seperti yang dilakukan oleh Haris Azhar.
Hal yang sama dialami Beathor, Robertus Robet dan banyak kasus kriminalisasi serupa yang tidak dapat dilihat hanya sebagai kasus personal semata. Perlu diingat bahwa tujuan dari SLAPP sendiri merupakan pembungkaman dari partisipasi publik, sehingga dapat dikatakan bahwa kasus-kasus tersebut menjadi metode kriminalisasi yang sengaja dirancang agar publik tidak berani untuk turut berpartisipasi dalam ruang-ruang publik sebagai bentuk usaha memperjuangkan haknya.
Indonesia seharusnya memperbaiki dan meningkatkan sistem Anti-SLAPP yang dimilikinya untuk menjamin hak rakyat Indonesia seperti yang terdapat dalam UUD 1945. Perbaikan dan peningkatan dari sistem Anti-SLAPP sendiri dapat diimplementasikan secara khusus lewat undang-undang. Minnesota Statute 2018 Chapter 554 dapat menjadi salah satu rujukan bagaimana perbaikan dan peningkatan sistem Anti-SLAPP di Indonesia. Hal yang menarik dalam Minnesota Statute 2018 Chapter 554 adalah definisi dari bentuk Partisipasi publik yang dilindungi dan ruang lingkup, prosedur, dan ganti rugi.84
Bahkan menurut George W. Pring dan Penelope Canan, peraturan tersebut merupakan The Best Law Yet.85 Peraturan tersebut telah diubah beberapa kali; dari awalnya pada tahun 1994, kemudian diubah pertama kali pada tahun 2015; dan terakhir pada tahun 2018. Dalam sistem tersebut telah diatur bagaimana proses penanganan perkara SLAPP seperti cara pembuktian, beban pembuktian dan bantuan dari lembaga pemerintah terkait dengan kasus SLAPP. Walau sistem tersebut hanya terbatas pada perkara perdata, sementara kasus-kasus yang menjadi catatan sebelumnya adalah penggunaan criminal lawsuit, namun tetap saja terdapat beberapa hal yang masih bisa kita ambil dari sistem tersebut.
Sayangnya prosedur implementasi sistem anti-SLAPP di Indonesia masih belum jelas. Bahkan pengaturan lebih lanjut dibahas oleh Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 36 Tahun 2013 (SK-KMA 36/2013) yang hanya berlaku pada internal Mahkamah Agung dan tidak mengikat penegak hukum lain. Sistem Anti-SLAPP yang sedemikian rupa akan memicu permasalahan terutama dalam ranah pidana yang melibatkan institusi penegak hukum lain. Indonesia seharusnya bisa mengimplementasikan sistem tersebut dalam undang-undang agar tidak terjadi kekosongan hukum serta sebagai upaya untuk menghindari kebingungan dan tidak tercapainya tujuan sistem anti-SLAPP. Nantinya, dalam undang-undang anti-SLAPP tersebut diatur adanya pemberian ganti rugi dari SLAPP sebagai proteksi demi menjamin keadilan dari suatu perbuatan SLAPP.
84 Dalam Minnesota Statute 2018 bagian 554.01 subdivisi 6 disebutkan mengenai jenis-jenis partisipasi publik. Partisipasi publik tersebut terdiri dari, 1. Mencari bantuan, atau melaporkan tindakan pelanggaran hukum kepada penegak hukum; 2. Berbicara kepada pihak yang mengatur tata ruang tentang pengembangan perumahan; 3. Melakukan lobbying dengan pejabat terkait dengan perubahan pada suatu aturan; 4. Melakukan aksi damai terhadap suatu perbuatan pemerintah; dan 5. Melakukan komplain kepada pemerintah terkait dengan hak-hak dasar rakyat.
85 George W. Pring dan Penelope Canan, SLAPPs : Getting Sued for Speaking Out, (Philadelpia: Temple University Press, 1966), hlm. 200
45 Permasalahan yang kemudian timbul adalah perbedaan nilai yang dianut oleh Minnesota, dalam hal ini Amerika dan Indonesia. Dalam konstitusi Amerika terutama dalam amandemen pertama, kebebasan berpendapat merupakan suatu hal yang sangat dijunjung tinggi. Hal ini sangat berbeda dengan Indonesia yang menganggap kebebasan adalah suatu hal masih bisa dibatasi. Oleh karena itu perlindungan terhadap partisipasi publik ini perlu penyesuaian agar tidak melanggar nilai sosio-kultural di Indonesia Hal ini tentunya memperhatikan Pasal 28J UUD 1945 yakni berdasarkan pada penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain, tuntutan adil yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum.
Pertanyaan yang akhirnya muncul adalah :
Kapan negara akan melindungi suara-suara demokrasi dari pegiat lingkungan, HAM dan anti-korupsi secara menyeluruh?
Aktivis penolak tambang emas di Banyuwangi, Heri Budiawan alias Budi Pego, divonis 10 bulan penjara karena dianggap menyebarkan komunisme.
46
K E T I K A
A P A R A T
M E N J A D I
47