• Tidak ada hasil yang ditemukan

RENCANA DAN STRATEG

3. Pemilihan Agroteknologi Tepat Guna

Agroteknologi tepat guna merupakan agroteknologi yang dapat diterima dan dikembangkan oleh petani (acceptable dan replicable), berfungsi efektif dalam mengurangi kerusakan lahan dan mampu menjamin pendapatan dan kesejahteraan petani yang cukup tinggi. Pemilihan agroteknologi tepat guna yang mampu menjamin kelestarian produktivitas pertanian dan secara bersamaan dapat menurunkan kerusakan sumberdaya lahan dan lingkungan dapat dilakukan melalui pensimulasian model hidrologi dan erosi yang didalamnya terdapat pilihan best management practice yang dapat dilakukan pada lahan-lahan pertanian.

Agroteknologi tepat guna biasanya menggunakan sumberdaya setempat sehingga dapat berbeda antar satu wilayah dengan wilayah lainnya. Untuk itu perlu dilakukan konsultasi dan perakitan teknologi bersama masyarakat petani melalui pendekatan dari bawah (bottom up aproach) dan perencanaan yang bersifat partisipatif (partisipatory planning). Untuk memperbaiki kualitas fisik DAS Batang Gadis yang telah mengalami penurunan (mengurangi erosi, sedimentasi, longsor, dan banjir serta meningkatkan ketersediaan air) strategi pencapaian tujuan pengelolaan DAS berbasis kegiatan RHL dapat diimplementasikan dalam

114 bentuk kegiatan konservasi tanah dan air dengan menggunakan pendekatan vegetatif, sipil teknis berbasis lahan dan sipil teknis berbasis alur sungai.

Pendekatan Vegetatif; kegiatan Konservasi Tanah dan Air (KTA) yang ditujukan untuk meningkatkan jumlah air yang tertahan sebagai intersepi, melindungi permukaan tanah dari daya rusak air hujan dan meningkatkan peresapan air ke dalam tanah melalui penggunaan dan pengaturan vegetasi sehingga aliran permukaan, erosi dan sedimentasi serta dampak turunan yang ditimbulkannya menjadi berkurang. Kegiatan vegetatif dapat dilakukan pada lahan-lahan yang masih terbuka, lahan pertanian maupun lahan kehutanan yang kerapatan vegetasinya masih relatif rendah serta penghijauan lahan sempadan sungai (50 m kanan kiri sungai). Termasuk dalam jenis kegiatan vegetatif diantaranya adalah penanaman vegetasi tetap secara monokultur dan tumpangsari, tumpang gilir tanaman, penanaman dalam strip (strip rumput) penghijauan, dan agroforestry (dengan tutupan tajuk kurang lebih 70-80%).

Pemilihan komoditi pohon penghijauan (pohon hutan, buah-buahan atau perkebunan) selain berdasarkan pertimbangan kesesuaian dengan faktor biofisik lahan juga harus didasarkan pada kemampuannya dalam menjamin hasil air yang tinggi. Beberapa jenis pohon penghijauan mempunyai evapotranspirasi rendah, memiliki tajuk yang indah untuk penghias taman dan mudah tumbuh di lahan kritis adalah pohon pulai (Alstonia scholaris), sengon (Albazia falcataria), kelor (Moringa oliefera), pakam (Pometia pinnata) dan beringin (Ficus benjamina). Pohon mangga udang, pohon kopi, aren, kulit manis dan salak termasuk komoditi tanaman buah dan industri yang sesuai untuk dikembangkan di DAS Batang Gadis.

Beberapa kegiatan yang dapat melibatkan masyarakat dalam pelestarian kawasan DAS Batang Gadis diantaranya:

Pembibitan dan penanaman pohon berbasis masyarakat. Bila selama ini program penghijauan, apapun namanya, selalu dilakukan dalam skala proyek dinas/instansi dan atau NGO tertentu dari mulai

115 penyediaan bibit hingga penanaman, sebenarnya sebagian atau seluruh mata rantai kegiatan tersebut dapat diperankan oleh masyarakat, terutama masyarakat di sekitar kawasan hutan atau kawasan yang akan dihijaukan/direboisasi. Dengan melakukan pelatihan pembuatan persemaian dan pembibitan kepada masyarakat, maka bibit pohon penghijauan dapat dibeli secara langsung di tingkat masyarakat.

 Selain dapat menekan biaya transportasi dan mengurangi stres bibit tanaman kegaiatan tersebut juga sekaligus dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Dengan luasnya lahan kritis di DAS Batang Gadis yang harus direhabilitasi, kebutuhan terhadap bibit tanaman sangat tinggi. Rehabilitasi diyakini akan lebih berhasil apabila pelaksana penghijauan (penanaman dan pemeliharaan) dilakukan oleh masyarakat, baik secara individu, maupun kelompok, pada wilayah domisili masyarakat dimaksud. Keberhasilan penanaman tidak hanya terbatas pada target jumlah yang ditanam, namun seberapa banyak (persentase) tanaman yang tumbuh dan berkembang. Oleh sebab itu, indikator keberhasilan suatu kegiatan penghijauan dan insentif diberikan berdasarkan persentase tanaman yang tumbuh dan berkembang dengan baik, bukan sekedar jumlah tanaman yang sudah ditanamkan (tanpa mempertimbangkan tanaman tersebut hidup atau mati).

Penanaman pohon asuh. Penaman pohon dengan pola pohon asuh diharapkan dapat meningkatkan kepedulian berbagai pihak dalam memperbaiki kelestarian ekosistem DAS Batang Gadis. Dalam hal ini sistem donasi terhadap pohon yang ditanam hingga pohon tersebut mampu tumbuh/bertahan hidup dapat diterapkan. Donasi oleh pihak tertentu (bisa perorangan ataupun perusahaan/organisasi) dialokasikan kepada masyarakat sebagai insentif dalam penanaman dan pemeliharaan mengatasnamakan penyandang dana (donatur). Pohon

116 yang tumbuh dan berkembang akan menjadi pohon kenangan (memorial trees) bagi pemberi donasi. Masyarakat yang berada di perantauan misalnya, dapat mendonasikan sekurang-kurangnya satu pohon untuk setiap orang (one man one tree) bagi pelestarian kampung halamannya, ekosistem DAS Batang Gadis.

Bina desa rehabilitasi lahan dan penghijauan melalui pembiayaan dana CSR (coorporate social responsibility) perusahaan swasta yang memanfaatkan sumberdaya lahan dan sumberdaya air sebagai faktor produksi utamanya.

Kampanye budaya konservasi sumberdaya alam. Membudayakan tindakan konservasi sumberdaya alam pada setiap aspek kehidupan merupakan bagian terpenting dalam mendukung dan mensukseskan pelestarian ekosistem suatu kawasan, tidak terkecuali kawasan DAS Batang Gadis. Teknologi konservasi SDA sudah sangat banyak dan umumnya mudah sehingga dapat diterapkan oleh siapa saja, dari mulai anak-anak hingga orang dewasa, berpendidikan maupun tidak. Menanam pohon, membuang sampah pada tempatnya, menghindarkan diri dari membakar serasah, apalagi hutan, membuat kompos, menggunakan mulsa, menanam sejajar kontur, dan lain-lain merupakan teknik konservasi SDA yang mudah dan murah, namun sedikit orang yang mau dan senang hati mengerjakannya. Persoalannya terletak pada budaya yang didasari oleh kelestarian SDA yang sangat kurang dan perlu terus ditanamkan pada setiap individu/pribadi masyarakat. Kampanye budaya konservasi SDA alam ini efektif dapat dimulai dari anak usia dini melalui jenjang pendidikan terutama pendidikan dasar (TK dan SD), hingga ke jenjang yang lebih tinggi (SMP, SMA dan Pergurusan Tinggi). Melalui program pengajaran, baik co-kurikuler, maupun ekstra kurikuler, dan pelatihan-pelatihan keterampilan berbasis konservasi dan kelestarian sumberadaya alam, lembaga-lembaga pendidikan

117 dimaksud juga dapat diberdayakan dalam program pengadaan bibit, pupuk kompos, dan lain-lain.

Pendekatan Sipil Teknis Berbasis Lahan; adalah kegiatan KTA yang ditujukan untuk mengurangi dan memperlambat aliran permukaan dan erosi pada sistem lahan dengan memberikan kesempatan yang lebih lama kepada air hujan dan aliran permukaan untuk meresap kedalam tanah (infiltrasi tertunda). Pengurangan aliran permukaan dan erosi pada sistem lahan dapat dilakukan melalui penerapan teras (teras gulud, teras bangku, teras kredit) dan pembuatan Saluran Peresapan Biopori (SPB) pada lahan pertanian, pembuatan embung dan rehabilitasi situ/danau, serta penerapan lubang resapan biopori dan sumur resapan pada lahan pemukiman dan perkantoran.

Penerapan agroteknologi dengan pendekatan sipil teknis berbasis lahan (pertanian, perkebunan dan kehutanan) harus dapat menjamin produksi yang tinggi dan erosi yang lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan (tolerable soil loss). Penerapan agroteknologi dapat dilakukan secara individu atau diintegrasikan dalam bentuk sistem pertanian konservasi (conservation farming system). Sistem Pertanian Konservasi (SPK) merupakan sistem pertanian yang mengintegrasikan tindakan/teknik konservasi tanah dan air ke dalam sistem pertanian dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani di satu sisi dan sekaligus menekan erosi hingga lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan sehingga sistem pertanian tersebut dapat berkelanjutan (sustainable).

Sejalan dengan pemilihan dan kajian tentang agroteknologi yang tepat berbasis sistem pertanian konservasi, dilakukan pula kajian teknologi tepat guna yang ada kaitannya dengan bidang pertanian, seperti pembuatan kompos, pemanfaatan enceng gondok untuk pakan ternak, biogas dan kompos, pembuatan persemaian dan kebun bibit berbagai jenis tanaman,

118 terutama tanaman pohon (buah-buahan dan hutan) hingga diperoleh kebun induk, dan lain-lain.

Pendekatan Sipil Teknis Berbasis Alur Sungai; adalah kegiatan KTA yang ditujukan untuk menahan/menampung sebagian air hujan, aliran permukaan dan sedimen pada alur sungai sehingga sebagian air hujan dapat meresap kedalam tanah dan sebagian sedimen terdeposisikan sehingga aliran permukaan mengalir dengan kekuatan yang tidak merusak (tidak menyebabkan erosi tebing sungai; stream bank erosion) dan tidak seluruh sedimen mengalir/terangkut ke wilayah hilir serta dapat meningkatkan ketersediaan air bagi pemenuhan irigasi tanaman setempat. Kegiatan tersebut dilakukan dalam bentuk pembuatan gully plug, dam penahan, dan dam pengendali. Selain menahan/menampung air, kegiatan ini juga dapat memperpanjang waktu tempuh aliran sehingga dapat menurunkan debit puncak dari suatu sungai sehingga air tidak sampai dalam waktu yang bersamaan ke tempat di bagian hilir.

Ketiga kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan tersebut merupakan suatu bentuk kegiatan yang saling berurutan dengan logika sebagai berikut: jika kegiatan vegetasi sudah tidak mampu lagi menurunkan debit limpasan sampai dengan tingkat yang diinginkan, maka akan diterapkan kegiatan sipil teknis berbasis lahan sehingga prioritas di lahan-lahan kritis harus ada upaya kegiatan sipil teknis. Selanjutnya jika debit limpasan tidak dapat diresapkan atau ditahan di lahan maka kegiatan sipil teknis berbasis alur sungai di ordo sungai pertama, diterapkan untuk mengurangi debit puncak dari aliran. Ketiga jenis kegiatan tersebut harus disertai dengan kegiatan yang bersifat non biofisik yang mencakup aspek kelembagaan, penyuluhan, pemberdayaan dan pelibatan masyarakat dalam pelaksanaan dan pembiayaannya.

Penetapan lokasi areal berbagai bentuk rehabilitasi lahan seperti kegiatan vegetasi tetap, penghijauan, agroforestry, teras gulud, strip rumput, rorak, dam

119 penahan, dam pengendali, gully plug, dan embung dilakukan melalui identifikasi lokasi yang memungkinkan dengan mengacu pada Pedoman Teknis Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL/GERHAN) yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan tahun 2007.

5.2.2. Pemberdayaan Masyarakat