• Tidak ada hasil yang ditemukan

Masyarakat Desa Miangas dikenal sebagai masyarakat bahari sejak dahulu kala. Kehidupan sehari-harinya tidak lepas dengan strategi mereka mensiasasi kondisi lingungannya yang serba laut. Ketrampilan yang dominan yang mereka kembangkan adalah ketrampilan mengarungi lautan untuk mencari ikan. Menurut Ulaen40 , pamor masyarakat Desa Miangas sebagai pelaut handal sudah tidak perlu disangsikan lagi. Mereka merupakan pelaut-pelaut yang sangat handal. Kemampuan mereka yang sangat khas adalah berlayar dengan menggunakan perahu tanpa perlu membentangkan layar dan juga sering berlayar ketika angin jarang bertiup untuk mencapai

40 Ulaen, Alex J.; Wulandari, Triana; Tangkilisan, Yuda B. (2012). Sejarah WilayahPerbatasan: Miangas - Filipina 1928 - 2010 Dua Nama Satu Juragan. Jakarta: Gramata Publishing. Hal 67-68.

pulau terdekat. Pulau yang sering dikunjungi adalah pulau-pulau yang ada di wilayah selatan seperti daratan Mindanao atau Pulau Talaud terdekat. Pelayaran mereka bertujuan untuk menjajakan hasil olahan tangkapan mereka dilaut dan hasil lain dari masyarakat Desa Miangas seperti tikar-pandan dan kopra.

Saat ini tradisi seperti ini cenderung berkurang dan melemah. Bahkan dapat dikatakan bahwa generasi tua lah yang masih dikatakan sebagai generasi terakhir yang memberikan dukungan akan "tradisi bahari". Identitas sebagai orang laut tampaknya juga sudah mulai berkurang. Kemampuan membuat perahu juga mulai jarang ditemui di Desa Miangas. Banyak perahu yang saat ini digunakan diperoleh dari hasil pembelian dari wilayah Talaud yang lain atau dari Desa Jamboree di Pulau Mindanau, Filipina dan bantuan dari pemerintah. Kemampuan berlayar yang mumpuni tanpa bergantung pada perahu bermesin jarang diterapkan, apalagi mewariskan ilmu-ilmu perbintangan yang sangat penting dalam dunia pelayaran kepada generasi muda.

Meski demikian, saat ini mereka masih banyak pria Miangas yang melakukan kegiatan melaut untuk mencari ikan dilaut sebagai pekerjaan utama. Hasil ikan yang mereka peroleh, selain untuk konsumsi keluarga, sisanya akan dijual kepada tetangga terdekat. Adakalanya ikan-ikan tersebut juga saling dipertukarkan dengan tetangga atau keluarga besarnya sebagai bagian dari sistem resiprositas atau dijadikan ikan garam (ikan asin) yang nantinya akan dikonsumsi sendiri atau dijual.

Pekerjaan tambahan dapat berwujud pekerjaan ke kebun yaitu merawat kebun kelapa atau membantu istri merawat sayuran. Jika pria Desa Miangas tidak berminat melaut dengan menggunakan perahu, mereka melaut dengan cara "men-cubi" yaitu menombak ikan di laut yang dangkal. Kegiatan men-cubi merupakan kegiatan yang umum dilakukan pria Miangas mulai anak-anak hingga dewasa. Alat yang digunakan mencubi pun sangat sederhana yaitu tombak panjang.

Tombak inilah yang akan ditembakkan ke ikan. Kegiatan mencubi seringkali dilakukan ketika suasana gelap telah datang. Ketiadaan cahaya ditengarai sebagai strategi untuk memudahkan mereka mendapatkan ikan. Ikan yang berada dilaut lebih mudah ditombak jika hari gelap karena dipercaya kalau malam hari ikan tidak dapat melihat atau tidur. Dengan begitu jika didekati mereka tidak akan beraksi sehingga mudah ditangkap.

Para wanita Desa Miangas juga melakukan aktifitas melaut. namun aktifitas melaut mereka berbeda dengan yang dilakukan oleh pria. Kaum wanita cenderung pergi ketika air laut sudah surut. Di saat air surut, mereka berkeliling nyaree (batu karang yang nampak ketika air laut surut) untuk mencari teripang, dan kerang besar. Setiap wanita selalu membawa keranjang di belakang punggung untuk menampung hasil perburuannya selama di nyaree. Pencarian kerang dan teripang membutuhkan keahlian dan kejelian khusus. Hal ini disebabkan teripang cenderung bersembunyi di lubang-lubang yang ada di karang dan kerang cenderung menyamarkan diri dengan warna kulit yang sesuai dengan warna karang yang ada di sana.

Teripang dan kerang yang sudah diperoleh akan diperlukan sedemikian rupa. Untuk teripang, pertama-tama akan dibelah dan dibersihkan isinya. Kemudian seluruh teripang yang telah terkumpul akan dijemur selama beberapa hari. Teripang-teripang yang sudah kering akan dimasukan ke dalam wadah sambil menunggu banyak untuk dijual. Harga teripang kering setiap kilonya berharga Rp. 30.000,-. Sedangkan kerang besar yang telah terkumpul, biasanya akan dimasak untuk menu makanan sehari-hari.

Saat ini masyarakat juga cenderung lebih suka menjadi buruh di pelabuhan yaitu sebagai buruh angkat barang. Setiap ada informasi mengenai kapal yang akan masuk, masyarakat sudah mempersiapkan diri menunggu di pelabuhan sambil membawa berbagai gerobak angkut. Mereka datang dengan berbondong-bondong menuju pelabuhan. Bagi lai-laki muda, kehadiran kapal yang bersandar di

pelabuhan merupakan sumber penghasilan tambahan. Namun bagi wanita, sebagian beralasan bahwa kehadiran mereka melihat kedatangan kapal sebagai alternatif sarana hiburan ditengah hiburan yang selalu mereka nikmati. Mereka menganggap bahwa kehadiran kapal dengan segala hiruk pikuknya, sensasinya mirip seperti ketika mereka bepergian ke Mall yang ada di Kota Menado.

Kecenderungan mereka lebih memilih menjadi buruh di pelabuhan disaat ada kapal yang masuk lebih banyak disebabkan pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Setiap barang yang diangkut, ongkosnya berkisar Rp. 10.000,-. Jika mereka dapat membawa beberapa barang secara berkesinambungan maka penghasilan yang akan mereka peroleh sudah cukup untuk biaya operasional sehari-hari selama dua atau tiga hari ke depan. Penghasilan dari pekerjaan mengangkut barang hanya bisa dilakukan setiap 15 hari sekali. Kecuali jika, semua kapal dapat berlayar hingga ke Pulau Miangas. Sesuatu yang paradoks ditengah-tengah kekayaan wilayah Desa Miangas akan sumberdaya kelautan yang tidak dimanfaatkan secara optimal.

Ketrampilan berkaitan dengan pengolahan ikan kayu (ikan asap) yang telah mereka dapatkan saat bekerja di perusahaan ikan yang ada di Filipina juga mulai menghilang. Kerajinan tangan seperti tikar serta topi anyaman dari daun pandan yang dahulu dikerjakan oleh kaum wanita juga jarang ditemukan lagi. Semenjak ada "uang bandara", masyarakat banyak yang mencoba untuk memilih usaha dagang dengan cara membuka warung. Jumlah warung semakin bertambah dan kondisi juga lebih baik sebelum ada proyek yang masuk ke Desa Miangas.

Sumber penghasilan lain yang didapatkan warga masyarakat adalah dengan menjual berbagai bahan baku proyek kepada perusahaan yang akan melakukan kegiatan proyek di Desa Miangas, POSAL atau lembaga-lembaga negara lainnya yang akan melakukan kegiatan pembangunan. Bahan baku proyek yang mereka jual tidak didapatkan dari hasil membeli ditempat lain kemudian dijual di Desa

Miangas, namun bahan baku tersebut merupakan sisa-sisa bahan baku yang digunakan pada proyek sebelumnya. Bahan baku yang merupakan sisa-sisa proyek sebelumnya, mereka dapatkan gratis ketika mereka bekerja pada proyek tersebut. Setiap warga Desa Miangas yang bekerja dengan bergabung pada proyek-proyek setempat pasti selalu berebut untuk mendapatkan sisa-sisa tersebut ketika kegiatan proyek tersebut telah berakhir. Mereka saling berkompetisi untuk merayu orang-orang yang bertanggung jawab terhadap sisa baha baku tersebut. Agar dapat diberikan kepada mereka atau dibagi dengan ukuran tertentu. Semua bahan baku tersebut disimpan di halaman rumah. Ketika sisa-sisa bahan baku proyek sudah terkumpul banyak, hasil pengumpulan tersebut ditawarkan kepada perusahaan, pejabat-pejabat negara yang saat itu sedang melakukan pembangunan atau renovasi atau orang setempat yang sedang membutuhkan. Bahan baku proyek yang sering tersisa adalah pasir, batu kerikil, kayu, bekas tong dan lain-lain.

Alokasi penghasilan yang mereka dapatkan cenderung tidak dilakukan sesuai dengan peruntukannya. Mereka terkadang juga mengalokasikan penghasilan berwujud binatang peliharaan atau benda. Binatang peliharaan atau benda tersebut, sewaktu-waktu dapat dijual jika dikehendaki seperti ketika ada kebutuhan untuk pembiayaan sekolah, biaya ritual atau ketika mereka jatuh sakit. Bila mereka masih memiliki kebun, maka kebun pun dapat digadaikan untuk mendapakan uang cash dengan segera.