• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan Rumah Panggung dalam Perspektif Hukum Benda121

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Kedudukan Hukum Rumah Panggung sebagai Objek Fidusia dalam

1. Kedudukan Rumah Panggung dalam Perspektif Hukum Benda121

undang-undang menegaskan bahwa benda mempunyai hubungan erat dengan Hak Milik. Hal ini terlihat dari pasal-pasal KUH Perdata yang selalu mengaitkan hak milik dengan benda, misalnya Pasal 570,584,588 KUH Perdata. Dengan demikian, hak milik merupakan titik sentral dari hukum benda124

Pengaturan benda dalam KUH Perdata sabagaimana dikemukakan oleh Tahir Tungadi125 bahwa benda ialah tiap barang dan tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik (Pasal.499).

Dengan kata lain: Segala sesuatu yang dapat dihaki oleh orang (Subekti). Jadi Pasal 499 mengenal dua jenis benda :

a. barang, yaitu benda yang bertubuh seperti arloji, tanah, kapal, kerbau, dan sebagainya.

b. hak, yaitu hak kebendaan (terkecuali hak milik) atau hak perseorangan (hak tagihan).

Lebih lanjut dikemukakakan126 perbedaan benda bergerak dengan benda tidak bergerak sebagai berikut:

124 Tan Komello, Hukum Jaminan Fidusia, Suatu Kebutuhan yang Didambakan, Alumni, Bandung, 2014, hal 140

125 Tahir Tungadi,Hukum Benda (lembaga penerbitan Universitas Hasanuddin), 1975. Hal 8

126 Ibid, hal 12

122 Ada dua jenis benda bergerak:

- Karena sifatnya (seperti, Arloji, dan sebagainya)

- Karena penentuan undang-undang (segala hak kebendan dan hak tagihan yang mengenal benda bergerak)

Ada tiga jenis benda tak bergerak :

- Karena sifatnya (tanah serta segala sesuatu yang erat melekat pada tanah seperti bangunan, tanaman).

- Karena tujuan pemakaiannya (misalnya mesin dalam pabrik, ikan di kolam air).

- Karena penentuan undang-undang (segala hak kebendaan dan hak tagihan yang mengenai benda tak bergerak).

Secara garis besar jenis-jenis benda yang dikenal dalam KUH Perdata127 adalah sebagai berikut :

a. Benda berwujud (contoh: kuda) dan benda tak berwujud (contoh: piutang) (Pasal 503 KUH Perdata);

b. Benda habis pakai (contoh: roti) dan benda tidak habis pakai (contoh: kuda) (Pasal 505 KUH Perdata);

c. Benda dalam perdagangan (contoh: beras) dan benda diluar perdagangan (contoh:jalan) (Pasal 1332 KUH Perdata);

d. Benda yang sudah ada dan benda yang masih akan ada dibagi bersifat relatif dan bersifat mutlak (Pasal 1334 KUH Perdata);

127 Herlin Budiono, 2016. Hukum Perdata. Citra Aditya Bakti .Bandung. hal 226

123 e. Benda yang dapat dibagi (contoh: beras) dan benda yang tidak dapat dibagi (contoh:kuda) (Pasal 1694 KUH Perdata);

f. Benda yang dapat diganti dan benda yang tidak dapat diganti (Pasal 1163 KUH Perdata).

g. Benda bergerak (contoh: sepeda) dan benda tidak bergerak (contoh: tanah) (Pasal 504 KUH Perdata) Benda. Untuk benda tidak bergerak dapat dibagi tiga golongan yaitu :

1) Benda tidak bergerak karena sifatnya (Pasal 506 KUH Perdata)

2) Benda tidak bergerak karena tujuan peruntukkannya (Pasal 507 KUH Perdata)

3) Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang (Pasal 508 KUH Perdata).

Untuk benda bergerak dapat dibagi dalam dua golongan yaitu :

1) Benda bergerak karena sifatnya (Pasal 509 KUH Perdata) 2) Benda bergerak karena ketentuan undang-undang (Pasal

511 KUH Perdata

Benda yang dapat dijadikan sebagai objek jaminan adalah berupa benda yang memenuhi syarat yaitu memiliki nilai ekonomis dan dapat dipindahtangankan. Benda (zaak) mempunyai pengertian yang luas yaitu segala sesuatu yang dapat dihaki oleh orang. Pada Pasal 499 KUH Perdata diberikan pengertian tentang

124 benda “yang dinamakan kebendaan ialah tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik”. Jadi cakupannya sangat luas karena istilah benda (Zaak) didalamya terdapat istilah barang (goed) dan hak (recht). Barang mempunyai pengertian bersifat konkrit (berwujud) dalam arti dapat dilihat, diraba misalnya buku, meja dan lain-lain, sedangkan hak menunjuk pada pengertian benda yang tidak berwujud misalnya piutang-piutang seperti piutang atas nama, hak milik intelektual seperti hak cipta, hak merk dan hak paten.

Adapun benda menurut Abdulkadir Muhammad128 yaitu Dalam bahasa aslinya bahasa Belanda, benda itu adalah zaak.

Dalam Pasal 499 KUH Perdata yang diartikan dengan zaak ialah semua barang dan hak. Hak disebut juga dengan "bagian dari harta kekayaan" (vermogensbestanddeal). Harta kekayaan meliputi barang, hak, dan hubungan hukum menganai barang dan hak, diatur dalam buku Il dan buku III KUH Perdata. Adapun zaak meliputi barang dan hak diatur dalam buku Il KUH Perdata. Barang sifatnya berwujud. sedangkan hak sifatnya tidak berwujud. Dalam literatur hukum menurut Subekti, , zaak diterjemahkan dengan

“benda". Demikian juga dalam pendidikan hukum oleh Kusumadi dikemukakan, zaak diterjemahkan dengan benda. Dengan demikian, pengertian "benda" mencakup barang berwujud dan

128 Abdulkadir Muhammad. Hukum Perdata Indonesia. Citra Aditya Bakti, 2000. Hal 125-126

125 barang tidak berwujud (hak). Barang berwujud dalam bahasa aslinya (Belanda) ialah ”goed”. Oleh karena itu judul buku ll KUH Perdata "Van Zaken" lebih tepat diterjemahkan dengan "Tentang Benda", bukan “Tentang Barang". Buku II KUH Perdata memuat ketentuan-ketentuan tentang benda, yang terdiri dari barang dan hak. Barang adalah objek hak milik. Hak juga dapat menjadi . objek hak milik. Karena itu benda adalah objek hak milik. Dalam arti hukum, yang dimaksud dengan benda ialah segala sesuatu yang menjadi objek hak milik. Semua benda dalam arti hukum dapat diperjualbelikan, dapat diwariskan, dapat diperalihkan kepada pihak lain.

Selanjutnya Subekti 129 memberikan pengertian yang paling luas dari perkataan "benda” ("zaak") ialah segala sesuatu yang dapat dihaki oleh orang. Di sini benda berarti objek sebagai lawan dari subjek atau "orang” dalam hukum. Ada juga perkataan benda itu dipakai dalam arti yang sempit, yaitu sebagai barang yang dapat terlihat saja. Ada lagi dipakai, jika yang dimaksudkan kekayaan seseorang.

Istilah hukum benda merupakan terjemahan dari istilah dalam bahasa Belanda, yaitu zakenrecht130. Dalam perspektif hukum perdata (privatrecht), hukum benda merupakan bagian dari

129 Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Intermasa, Jakarta, 1984. Hal. 60.

130 Bandingkan P.N.H. Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia. Jakarta: Djambatan, 1999. hlm. 204.

126 hukum harta kekayaan (vermogensrecht), yaitu hukum harta kekayaan mutlak.

Secara sederhana P.N.H. Simanjuntak memberikan rumusan pengertian hukum benda, yaitu: Hukum Benda adalah peraturan-peraturan hukum yang mengatur mengenai hak-hak kebendaan yang sifatnya mutlak131.

Dalam Kamus Hukum disebutkan pengertian hukum benda, yaitu: Hukum benda: keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara subjek hukum dengan benda dan hak kebendaan132.

Sementara itu Titik Triwulan Tutik mengemukan pengertian hukum benda, sebagai berikut: Hukum harta kekayaan mutlak adalah suatu ketentuan yang mengatur tentang hak-hak kebendaan dan barang-barang tak terwujud (immaterial). Hukum harta kekayaan mutlak disebutkan juga dengan hukum kebendaan, yaitu hukum yang mengatur tentang hubungan hukum antara seseorang dengan benda. Hubungan hukum ini, melahirkan hak kebendaan (zakelijk recht) yakni hak yang memberikan kekuasaan langsung kepada seseorang yang berhak menguasai sesuatu benda di dalam tangan siapa pun benda itu133.

131 Ibid, hlm. 205.

132 M. Marwan dan Jimmy P,Kamus Hukum (Dictionary of Law Complete Edition), Surabaya:

Reality Publisher, 1999. hlm. 652.

133 Titik Triwulan Tutik. Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta. Kencana. 2008.

hal 141-142

127 Pada bagian lain diterangkan pula oleh Titik Triwulan Tutik pengertian hukum harta kekayaan relatif, yang merupakan bagian dari hukum harta kekayaan. Hukum harta kekayaan relatif, yaitu ketentuan yang mengatur utang piutang atau yang timbul karena adanya perjanjian. Hukum harta kekayaan relatif disebut dengan hukum perikatan, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum antara seseorang dengan seseorang Iain. Hubungan hukum ini menimbulkan hak terhadap seseorang atau hak perseorangan (persoonelijkrecht), yakni hak yang memberikan kekuasaan kepada seseorang untuk menuntut seseorang yang lain agar berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu134.

Djuhaendah Hasan135 memandang bahwa benda merupakan objek hak milik dan merupakan unsur yang sangat penting dalam hukum jaminan yaitu berkaitan dengan perjanjian jaminan kebendaan, karena benda merupakan sarana yang akan memberikan kepercayaan bagi para kreditor, terutama pihak bank dalam analisis pemberian kredit. Hukum jaminan tidak akan terlepas dari hukum benda karena kaitannya sangat erat dengan terutama dalam jaminan kebendaan. Pembagian benda dalam kerangka sistem hukum benda pada lembaga jaminan fidusia

134 Ibid, hal 142

135 Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan bagi Tanah dan Benda lain yang Melekat pada tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horisontal. Nuansa, Madani, Jakarta.

2011,hal. 43

128 dipandang penting guna memberikan kepastian hukum mengenai objek jaminan fidusia.

Dalam perkembangan akibat tuntutan kebutuhan masyarakat modern keberadaan benda terdaftar seperti kendaraan bermotor, kapal laut, juga pesawat terbang, melahirkan adanya pembagian benda berupa benda terdaftar dan benda tidak terdaftar.

Menurut Moch. Isnaeni136 bahwa berdasarkan mekanisme penerapan analogi, maka ketentuan-ketentuan tentang benda tidak bergerak secara umum dapat diterapkan untuk mengatasi problema kedudukan hukum benda terdaftar. Baik menyangkut bidang Ievering, tanda bukti kepemilikan, bahkan lembaga jaminannya sekalipun dapat mempergunakan aturan dalam BW yang berlaku bagi benda tidak bergerak. Menyoal transaksi benda terdaftar dalam dunia bisnis, dapat diatasi relatif mudah dengan mempergunakan ketentuan yang berlaku untuk benda tidak bergerak yang ada dalam BW. Semisal menyangkut benda terdaftar berupa kendaraan bermotor, urusan balik nama ataupun tanda bukti kepemilikan dapat meniru apa yang berlaku untuk benda tidak bergerak. Kemapanan memakai mekanisme analogi, bahkan sudah secara eksplisit ditegaskan oleh UU Pelayaran yang menentukan bahwa untuk kapal laut yang sudah terdaftar apabila

136 Moch. Isnaeni.2016. Hukum Benda Dalam Burgerlijke Wetboek. Revka Petra Media, Surabaya. Hal 49.

129 hendak dijaminkan dipakailah lembaga jaminan hipotek yang ada dalam BW.

Dalam kaitannya dengan hukum jaminan fidusia, Tan Kamello137 pembagian benda yang baru dalam hukum benda nasinal harus tetap berpijak kepada asas pemisahan horizontal.

Dengan demikian, hanya terdapat dua jenis pembagian benda yakni benda tanah dan benda bukan tanah. Benda tanah dapat dikelompokan atas benda tanah yang terdaftar dengan benda tanah yang tidak terdaftar. Hukum jaminan atas benda tanah sudah diatur dalam UUHT. Benda bukan tanah juga dibagi atas benda bukan tanah yang terdaftar dan benda bukan tanah yang tidak terdaftar.

Benda bukan tanah yang terdaftar dapat berupa benda tidak bergerak dan benda bergerak. Benda bukan tanah yang terdaftar berupa benda tidak bergerak misalnya bangunan/rumah yang memiliki bukti kepemilikan berupa sertifikat. Bukti kepemilikan ini diperlukan sebagai konsekuensi yuridis dari prinsip horizontal.

Benda bukan tanah yang terdaftar berupa benda bergerak, misalnya kendaraan bermotor, pesawat udara, kapal laut.

Penjaminan atas benda bukan tanah dapat dilakukan dengan dua cara yakni penggunaan lembaga jaminan fidusia dan lembaga gadai. Hak jaminan atas bangunan gedung/rumah terlepas dari hak atas tanahnya adalah jaminan fidusia. Pengakuan jaminan

137 Tan Kamello. Op.Cit. Hal 172 - 174

130 fidusia tersebut semakin lebih jelas dinyatakan dalam UUJF, yang menentukan bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan adalah objek jaminan fidusia138

Dari pembagian benda tersebut, menurut penulis Rumah panggung yang konstruksinya tidak menyatu dengan tanah tempat didirikan dikategorikan benda bergerak karena sifatnya dapat dipindahkan. Sebagai konsekuensinya maka rumah panggung dapat dijadikan jaminan fidusia berdasarkan ketentuan pasal 1 Angka 2 jo Pasal 3 huruf a UUJF

Dalam mengkaji ketentuan umum Bagian kesatu Pasal 1 Peraturan Menteri Nomor 17 tahun 2010 tentang Pedoman teknis Pendataan Bangunan Gedung bahwa yang dimaksud dengan Pendataan bangunan gedung adalah kegiatan pengumpulan data suatu bangunan gedung oleh pemerintah daerah yang dilakukan secara bersama dengan proses izin mendirikan bangunan gedung, proses sertifikat laik fungsi bangunan gedung, dan pembongkaran bangunan gedung, serta mendata dan mendaftarkan bangunan gedung yang telah ada, maka pendaftaran bangunan gedung dapat diartikan secara yuridis bahwa bangunan gedung tergolong benda terdaftar. Sebagai konsekuensi hukumnya adalah bangunan gedung selayaknya yang diberikan kepada pemilik bukan hanya

138. Pasal 1 angka 2 jo Penjelasan pasal 3 huruf a UUJF.

131 surat Bukti Kepemilikan bangunan Gedung, tetapi yang diterbitkan adalah serifikat kepemilikan bangunan gedung.

Bilamana ketentuan tersebut dilaksanakan maka rumah panggung dapat didaftarkan untuk memenuhi asas Pemisahan Horisontal sehingga rumah panggung masuk kategori benda bergerak terdaftar, maka ketentuan-ketentuan tentang benda tidak bergerak secara umum dapat diterapkan untuk mengatasi problema kedudukan hukum benda terdaftar, sebagaimana dikemukakan oleh Moch Isnaini di atas.

Adapun Ketentuan dalam Pasal 3 UUJF menetukan bahwa;

Undang-undang ini tidak berlaku tehadap:

a. Hak Tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan sepanjang peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda-benda tersebut wajib didaftar;

b. Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 M3 atau lebih;

c. Hipotik atas pesawat terbang, dan d. Gadai

Kemudian dalam Penjelasan Umumnya menegaskan bahwa berdasarkan ketentuan ini, maka bangunan di atas tanah milik orang lain yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan berdasarkan undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak

132 Tanggungan, dapat dijadikan objek jaminan fidusia. Penegasan dalam penjelasan umum ini menurut penulis menekankan pada objek fidusia yang tidak saling bersinggungan, masing-masing punya objek tersendiri dan cara penjaminannya.

Berkenaan dengan ketentuan Pasal 3 huruf (a) UUJF ini, penulis sependapat dengan Nurhayati Abbas139 yang mengemukakan bahwa ketentuan ini cukup membingungkan dan tidak perlu adanya, oleh karena objek fidusia sudah ditentukan objeknya dan berbeda dengan objek jaminan hak tanggungan, hipotik dan gadai. Objek hak tanggungan yaitu tanah hak milik, hak guna bangunan, hak guna Usaha dan Hak Pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindatangankan (Pasal 4 UUHT). Jadi objek fidusia selain benda bergerak juga benda tetap tanah selain objek Hak Tanggungan itu, yaitu tanah hak sewa.

Berkenaan dengan Pasal 3 UUJF Rachmadi Usman140, menegaskan bahwa dalam menerjemahkan dan mengintepretasikan pengertiannya, kiranya siapa saja yang membaca ketentuan ini akan merasakan adanya kejanggalan dimana perlunya bagi undang-undang untuk menentukan bahwa Undang-undang Fidusia tidak berlaku untuk Hak Tanggungan, Hipotek dan gadai. Kalau para pihak sudah memilih lembaga

139 Nurhayati Abbas, dalam suatu wawancara (27 Maret 2017)

140 Rachmadi Usman,Hukum Jaminan Keperdataan, Jakarta, Sinar Grafika, hal 178

133 jaminan yang lain sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 undang Fidusia, sudah tentu tidak mungkin ketentuan Undang-Undang Fidusia diberlakukan terhadap perjanjian yang bertujuan untuk membebani benda dengan Hak Tanggungan, Hipotek dan Gadai. Suatu ketentuan yang berlebihan, karena dengan sendirinya ketentuan dalam Undang-Undang Fidusia tidak berlaku bila benda yang akan dibebani tersebut menggunakan lembaga jaminan Hak Tanggungan, Hipotek dan Gadai.

Lebih lanjut dikatakannya bahwa Pasal 3 huruf a UUJF itu ditafsirkan secara argumentum a contrario, maka benda yang menjadi objek jaminan fidusia dapat dirumuskan dalam pengertian yang luas, meliputi:

1. Benda bergerak yang berwujud;

2. Benda bergerak tidak berwujud, termasuk piutang;

3. Benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah;

4. Benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan hipotik sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-undang Hukum Dagang.

Ditambahkannya bahwa pada gadai, walaupun objeknya bisa sama dengan fidusia, tetapi cara pemberian jaminannya lain.

134 Pada gadai tidak ada penyerahan hak milik secara kepercayaan.

Dalam peristiwa tertentu akan berlaku ketentuan gadai atau fidusia, bergantung dari maksud para pihak pada waktu menutup perjanjian penjaminan. Kalau mereka sudah memilih gadai, yang akan tampak dari ciri-cirinya, sudah dengan sendirinya tidak bisa diterapkan ketentuan fidusia141

Pendapat berbeda dikemukakan oleh Handoko Priyo142 bahwa pendapat tersebut sudah keluar dari prinsip-prinsip dasar yang diatur dalam UU Hak Tanggungan maupun UU Jaminan Fidusia serta lebih mengartikan Penjelasan Pasal 3 huruf a UU Fidusia secara letterlijke dan justru mengabaikan ketenruan Pasal 3 huruf a UU Fidusia itu sendiri. Pengertian ”tidak dapat dibebani Hak Tanggungan” dalam ketenruan pasal dimaksud bukanlah dalam pengertian si pemilik tanah tidak mau dibebani Hak Tanggungan, namun pengertiannya adalah belum adanya ketentuan hukum yang dapat dipergunakan untuk mengatur pengikatan terhadap bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut. Maksud pembentuk undang-undang adalah sebagai antisipasi dari perkembangan dan kemajuan zaman yang memungkinkan terciptanya bangunan-bangunan atau benda yang secara yuridis tidak dapat dibebani Hak Tanggungan.

141 J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia. Citra Aditya Bakti. Bandung 2002.

142 http://jurnal-perspektif.org/ index.php/perspektif/article/view/215

135 Lebih lanjut dikatakannya bahwa salah satu aspek yuridis lainnya yang perlu diperhatikan adalah mengenai ketentuan adanya kewajiban untuk mendaftarkan bangunan atau benda tersebut untuk memenuhi asas publisitas, yaitu kepastian hukum untuk mengetahui siapa pemilik dari bangunan atau benda-benda dimaksud. Apabila secara yuridis kewajiban untuk mendaftarkan dimaksud melekat pada bangunan atau benda tersebut, maka tidak ada jalan lain selain membebani bangunan atau benda tersebut dengan lembaga Jaminan Hak Tanggungan.

Sehubungan dengan kewajiban mendaftarkan bangunan atau benda tersebut untuk memenuhi asas publisitas dan penjaminannya harus dengan Hak Tanggungan, menurut penulis bahwa selama bangunan itu tidak merupakan satu kesatuan dengan tanah yang dapat menjadi objek Hak Tanggungan, maka bangunan tersebut dapat difidusiakan. Hal ini sebagaimana salah satu asas dalam UUJF bahwa jaminan fidusia dapat dibebankan terhadap bangunan/rumah yang terdapat di atas tanah milik orang lain. Biasanya hubungan hukum antara pemilik tanah dan pemilik bangunan adalah perjanjian sewa.143

Dalam Penjelasan Pasal 3 Huruf a. ditentukan bahwa berdasarkan ketentuan ini, maka bangunan di atas tanah milik orang lain yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan

143. Tan Kamello. 2014. Op.Cit. Hal 168

136 berdasarkan Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, dapat dijadikan objek jaminan Fidusia. Jadi menurut penilis untuk bangunan yang dapat dibebani dengan Fidusia harus memenuhi ketentuan bahwa bangunan itu adalah milik pemilik bangunan, yang mana bangunannya didirikan di atas tanah milik orang lain.

Sehubungan dengan asas yang dianut dalam UUJF yaitu asas Specialiteit dan asas Publisiteit maka objek jaminan fidusia harus jelas spesifikasinya dan terdaftar. Dalam kaitannya dengan jaminan rumah panggung, penulis mengaitkannya dengan Pasal 8 UU NO 28 tahun 2002 tentang Bagunan Gedung Pasal 8 mengatur bahwa sebagai berikut:

1. Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif yang meliputi:

a) status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;

b) status kepemilikan bangunan gedung;

c) izin mendirikan bangunan gedung; sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Setiap orang atau badan hukum dapat memiliki bangunan gedung atau bagian bangunan gedung.

3. Pemerintah Daerah wajib mendata bangunan gedung untuk keperluan tertib pembangunan dan pemanfaatan.

137 4. Ketentuan mengenai izin mendirikan bangunan gedung, kepemilikan, dan pendataan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Selanjutnya dalam ketentuan umum Bagian kesatu Pasal I Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 17 tahun 2010 tentang Pedoman teknis Pendataan Bangunan Gedung yang dimaksud dengan:Pendataan bangunan gedung adalah kegiatan pengumpulan data suatu bangunan gedung oleh pemerintah daerah yang dilakukan secara bersama dengan proses izin mendirikan bangunan gedung, proses sertifikat laik fungsi bangunan gedung, dan pembongkaran bangunan gedung, serta mendata dan mendaftarkan bangunan gedung yang telah ada.

Pendataan sebagaimana dimaksud di atas, oleh Marihot Pahala Siahaan144 adalah termasuk pendaftaran bangunan gedung yang dilakukan pada saat proses perizinan mendirikan bangunan secara periodik. Pendataan bangunan gedung dimaksudkan untuk keperluan tertib pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung, memberikan kepastian hukum tentang status kepemilikan bangunan gedung, dan sistem informasi bangunan gedung pada pemerintah daerah. Berdasarkan pendataan bangunan gedung, sebagai pelaksanaan dari Asas pemisahan horisontal, selanjutnya

144 Marihot Pahala Siahaan, Hukum Bangunan Gedung di Indonesia. Raja Grafindo Persada.

Jakarta, 2008. Hal 59rumah panggung

138 pemilik bangunan gedung memperoleh surat bukti kepemilikan bangunan gedung dari pemerintah daerah.

Berdasarkan hal tersebut di atas, menurut penulis bangunan/

rumah panggung yang tidak menyatu dengan tanah, yang dikategorikan benda bergerak, yang mana sekiranya petunjuk teknis pendataan bangunan diterapkan maka bangunan/rumah panggung tergolong benda bergerak terdaftar. Pendataan bangunan/rumah panggung secara rinci tentang spesifikasinya dan dilakukan pendaftaran kemudian diterbitkan Surat Bukti Kepemilikan, akan memenuhi asas specialiteit dengan asas publiciteit, itu dapat dijadikan objek fidusia. Fidusia yang merupakan pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan, maka pengalihan hak kepemilikan kepada kreditor berupa surat bukti kepemilikan rumah panggung tersebut.

2. Kedudukan Rumah Panggung dalam Perspektif Hukum Adat Farida Patittingi145 mengemukakan bahwa Hukum Adat adalah hukum aslinya golongan rakyat pribumi yang berbentuk tidak tertulis dan mengandung unsur-unsur nasional yang asli yaitu sifat kemasyarakatan, kekeluargaan yang berasaskan kesimbangan dan diliputi oleh suasana keagamaan.Hal ini didasarkan pada Penjelasan Umum UUPA bagian III angka 1. Oleh

145 Farida Patittingi,Dimensi Hukum Pulau-pulau Kecil di Indonesia..Rangkang Education.

Yogyakarta, 2012. Hal 111.

139 karena itu, maka perlu diketahui kontek rumah panggung sebagai benda dari optik hukum adat.

Menurut Hilman Hadikusuma146, harta benda yang diatur dalam hukum adat, ialah "tidak semata-mata mengenai harta yang bernilai uang, tetapi juga kekeluargaan, kebersamaan dan magis-religius. Begitu pula ia tidak membedakan antara barang-barang yang berwujud atau tidak berwujud, barang bergerak (roeroende goederen) atau barang tidak bergerak (onroenrende goederen).

Kesemua harta benda itu dilihat menurut apa adanya. Jadi sifatnya sederhana dan mengandung asas-asas kekeluargaan dan keagamaan dan dipengaruhi susunan kemasyarakatannya.

Menurut hukum adat 'hak milik' atas benda berarti 'hak kepunyaan' atau 'hak punya' yang tidak bersifat mutlak. Berbeda dari hak milik barat yang disebut eigendom (hak milik pribadi / individu / sendiri) dalam arti hak untuk menikmati dengan leluasa dan untuk berbuat leluasa terhadap harta benda dengan kekuasaan sepenuhnya (Pasal 570 KUH Perdata)."

Hukum Adat Harta Benda terhadap Jaminan Fidusia,semua aturan adat yang mengatur hubungan-hubugan hukum antara manusia perseorangan atau bersama-sama, dengan harta benda atau harta kekayaan dinamakan hukum adat harta Benda.

146 HilmanHadikusuma, Hukum Perekonomian Adat Indonesia. Bandung:Citra Aditya Bakti.2001,

140 Hukum adat harta benda, dijelaskan oleh L.J. van Apeldoorn147, "Hukum adat ini tidak mengenal sistem pembagian seperti hukum benda (vermorgensrecht) menurut hukum perdata Barat meteriel (BW)) atau Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata), yang membagi dalam hukum harta mutlak yang disebut "hukum kebendaan" yang mengatur hak-hak kebendaan, dan hukum harta yang relatif yang disebut "hukum Perjanjian", yang mengatur tentang perhutangan dan perikatan.

Berkenaan dengan Hak milik atas benda, Hilman Hadikusuma148 menjelaskan menurut hukum adat dapat dilihat perbedaan dengan konsep kepemilikan dengan hukum perdata barat peninggalan Hindia Belanda (Burgerlijk Wetboek) atau Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu antara lain :

Hak milik perorangan, dengan hak milik kebendaan yang berasas kekeluargaan dan berfungsi sosial, maka pada dasarnya setiap orang dapat mempunyai hak milik atas tanah, bangunan, tanaman, atau tumbuhan, ternak, peralatan dan perlengkapan.

Tetapi sejauh mana kekuatan hak milik tersebut untuk ditransaksikan dipengaruhi oleh tempat kediaman dan latar belakang kedudukan seseorang sebagai warga (adat), macam atau jenis harta bendanya serta bagaimana terjadinya hak milik tersebut;"

147 Apeldoorn van L.J, Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Pradhya Paramita, 1997.

148 HilmanHadikusuma.,Hukum Perekonomian Adat Indonesia. Bandung:Citra Aditya Bakti, . 1997, hal 10-11