• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM “PRE SERVICE TRAINING” BERKONSEP PENDIDIKAN ASRAMAUNTUK CALON GURU PROFESIONAL

Dalam dokumen PENDIDIKAN KARAKTER ANAK USIA DINI MELAL (Halaman 95-98)

HEAD TOGETHER) TERHADAP PROGRAM BELAJAR BERCERITA PADA ANAK USIA DIN

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM “PRE SERVICE TRAINING” BERKONSEP PENDIDIKAN ASRAMAUNTUK CALON GURU PROFESIONAL

Eliasanti Agustina

Pascasarjana Program Pendidikan Bahasa Inggris, UniversitasNegeri Malang

elia.zenfone5@gmail.com

Ayunda Azalea Arham

Pascasarjana Program Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Negeri Malang

ayundaazalea@ymail.com

Abstrak

Dalam pasal 8 UU no 14 tahun 2005 disebutkan bahwa seorang guru harus mempunyai empat kompetensi yaitu kompetensi pedagogi, kompetensi professional, kompetensi personal, dan kompetensi social untuk dapat dinyatakan sebagai guru yang berkualifikasi. Sayangnya, pemerintah hanya fokus pada peningkatan kompetensi guru di bidang pedagogik dan profesional. Dua kompetensi lainnya seperti kompetensi kepribadian dan sosial sering diabaikan. Pada karya ilmiah ini,penulis menyajikan konseptual framework tentang pendidikan karakter untuk calon guru yang diramu dalam konsep asrama dimana didalamnya terdapat berbagai kegiatan seperti aktivitas rutin, seminar, workshop, ektrakurikuler, dan sebagainya untuk menggembleng calon guru sehingga mempunyai kompetensi kepribadian dan sosial yang baik.

Kata Kunci:Pre-service training, pendidikan karakter, pendidikan asrama, guru profesional Pendahuluan

Keprihatinan terhadap guru yang berkualitas rendah telah menimbulkan beberapa prasangka terhadap upaya yang

telah dilakukan oleh Kementrian

Pendidikandan Kebudayaan dalam

mengatasi masalah ini. Pihak Kementrian

sebenarnya telah mengajukan dan

menyenggelarakanprogram pelatihan pre-

service dan in-service bagi para guru untuk

mempertahankan dan mengembangkan

kompetensi mereka. Faktanya, kewenangan mengelola program pelatihan pre-service

telah diserahkan ke perguruan tinggi yang memiliki Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan. Praktek ini sebenarnya

dianggap tidak efektif karena kurikulum, bersama dengan mata pelajaran, strategi pengajaran dan penilaian diatur oleh

pertimbangan dari masing-masing

universitas, yang kemudian menghasilkan kualitas hasil belajar yang berbeda antara universitas yang berbeda. Hal ini selanjutnya berimbas kepada ketidakmerataan kualitas guru yang terbentuk dari keadaan tersebut.

Lembaga Pendidikan Tinggi, di bawah pengawasan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, mengelola peraturan untuk

universitas yang ditulis dalam Buku

Kurikulum Pendidikan Tinggi (2014), yang

hanya menyediakan informasi tentang

bagaimana melakukan penilaian. Sebenarnya ini adalah hal yang sepele.

Dengan hanya menyediakan panduan

tentang bagaimana menerapkan kurikulum

tidak menjamin kesetaraan standar

kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dicapai oleh calon guru masa depan dari berbagai universitas. Dengan kata lain,

calon guru dari berbagai universitas

mempelajari jenis course yang berbeda dan

memiliki kompetensi yang berbeda

walaupun mereka mengambil jurusan yang sama.

Sebelum berbicara lebih lanjut

tentang kompetensi yang wajib dimiliki oleh guru, perlu adanya pemahaman tentang makna kompetensi guru terlebih dahulu. Kompetensi guru didefinisikan sebagai kemampuan guru dalam melakukan tugas- tugas atau perannya dalam hal mengajar dan mendidik. Tidak hanya itu, kompetensi juga

terintegrasi dengan pengetahuan,

keterampilan, nilai dan sikap pribadi. Kompetensi dibangun di atas pengetahuan dan keterampilan dan diperoleh melalui pengalaman kerja dan belajar dengan melakukan. Hal ini dinyatakan dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan yang mana pendidik harus memiliki kualifikasi dan sertifikasi dari pelajaran yang mereka ajarkan, kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, dan harus sehat jasmani dan rohani. Istilah 'kualifikasi'

adalah kompetensi yang dibutuhkan untuk melakukan sesuatu atau untuk mencapai fungsi tertentu (Menteri Pendidikan, 2001). Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen menyatakan bahwa kualifikasi akademik diperoleh melalui penyelesaian program gelar pendidikan tinggi atau program diploma empat; dan

kompetensi guru meliputi kompetensi

pedagogik, kompetensi kepribadian,

kompetensi sosial, dan kompetensi

profesional yang diperoleh melalui

pendidikan profesi. Selanjutnya, Peraturan Menteri Pendidikan No 16 Tahun 2007 menyatakan bahwa setiap guru wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru yang secara nasional diterapkan. Jelaslah bahwa seorang guru harus memiliki kualifikasi tersebut karena ia

langsung terhubung ke siswa.

Kompetensinya membuat dia mampu

menjalankan tugasnya dengan baik untuk mendidik siswa.

Namun, jika ditelaah lebih lanjut, diantara empat kompetensi yang wajib dimiliki seorang guru, kompetensi pedagogi dan profesionallah yang lebih diutamakan baik dalam pembentukannya maupun upaya pengembangannya. Pelatihan-pelatihan di dalam program baik pre-service maupun in-

service keduanya difokuskan untuk

mengembangkan kompetensi pedagogi dan profesional. Kekhawatiran semakin mencuat dengan merebaknya berbagai fakta tentang

tindakan kriminal yang dilakukan oleh guru membuat pertanyaan tentang bagaimana kompetensi sosial dan personal yang harus dimiliki guru dibentuk semakin menguat.

Sebagai catatan, karakter yang harus tertanam oleh seorang guruseperti yang tertera dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen adalah karakteristik yang berbudi luhur yang

meliputi: kemantapan, kematangan,

kebijaksanaan dan martabat. Kepribadian guru juga mencakup sikap, nilai, dan kepribadian sebagai unsur perilaku yang dapat dijadikan panutan oleh siswanya. Hal ini juga termasuk pengembangan spiritual; kepatuhan pada norma-norma, aturan, dan sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat;

pengembangan kualitas terpuji;

berdemokrasi dan pemikiran terbuka untuk reformasi dan kritik. Sayangnya, tidak

semua guru memiliki kompetensi

kepribadian yang penyimpangannya dapat ditemukan secara langsung di lapangan. Selain itu, karakter yang berkaitan dengan kompetensi sosial mencakup kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sekolah dan di luar lingkungan sekolah seperti siswa, pihak lain yang terkait, orang tua dan masyarakat siswa. Seorang guru tidak akan bisa melaksanakan perannya dengan baik jika ia tidak mampu berkomunikasi dengan baik dan benar.

Ketiadaan pelatihan yang bertujuan mengembangkan dua kompetensi tersebut menggugah rasa keingin tahuan tentang apa yang sebetulnya bisa dilakukan pemerintah untuk menutup celah ini.Anggapan tentang

bahwa guru-guru sudah mempunyai

kesadaran tentang bagaimana mereka

seharusnya bersikap ternyata tidak cukup tanpa adanya penguatan dari aktivitas-

aktivitas atau program-program yang

diberikan kepada guru dalam rangka pembentukan keprofesionalan guru. Dalam hal ini, kami berpendapat bahwa penguatan kompetensi kepribadian dan sosial lebih baik dikuatkan diawal sebelum calon guru terjun ke lapangan menjadi guru profesional.

Meskipun berbagai ide telah

diajukan atau bahkan diimplementasikan untuk mengembangkan kompetensi guru, ada beberapa yang mengusulkan pendidikan perumahan sebagai solusi prospektif. Ide ini sebenarnya telah dikemukakan oleh Bedjo Susanto dalam artikelnya untuk sebuah buku berjudul 10 Windu Prof. Dr. HAR Tilaar,

M.Sc.Ed Pendidikan Indonesia: Arah,

Kemana?".Ia menulis bahwa sistem

pendidikan asrama untuk guru pernah

dilaksanakan di awal kemerdekaan

Indonesia. Namun, karena beberapa faktor, sistem ini kemudian dihentikan. Meski begitu, ide ini benar-benar sangat baik dan

layak dipertimbangkan. Kami sangat

percaya bahwa harus ada suatu perwujudan dari sistem pendidikan asrama untuk

membenamkancalon guru di Indonesiadengan program-program yang khususnya hanya bisa ditawarkan oleh

Dalam dokumen PENDIDIKAN KARAKTER ANAK USIA DINI MELAL (Halaman 95-98)