HEAD TOGETHER) TERHADAP PROGRAM BELAJAR BERCERITA PADA ANAK USIA DIN
PENDIDIKAN KARAKTER DALAM “PRE SERVICE TRAINING” BERKONSEP PENDIDIKAN ASRAMAUNTUK CALON GURU PROFESIONAL
Eliasanti Agustina
Pascasarjana Program Pendidikan Bahasa Inggris, UniversitasNegeri Malang
elia.zenfone5@gmail.com
Ayunda Azalea Arham
Pascasarjana Program Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Negeri Malang
ayundaazalea@ymail.com
Abstrak
Dalam pasal 8 UU no 14 tahun 2005 disebutkan bahwa seorang guru harus mempunyai empat kompetensi yaitu kompetensi pedagogi, kompetensi professional, kompetensi personal, dan kompetensi social untuk dapat dinyatakan sebagai guru yang berkualifikasi. Sayangnya, pemerintah hanya fokus pada peningkatan kompetensi guru di bidang pedagogik dan profesional. Dua kompetensi lainnya seperti kompetensi kepribadian dan sosial sering diabaikan. Pada karya ilmiah ini,penulis menyajikan konseptual framework tentang pendidikan karakter untuk calon guru yang diramu dalam konsep asrama dimana didalamnya terdapat berbagai kegiatan seperti aktivitas rutin, seminar, workshop, ektrakurikuler, dan sebagainya untuk menggembleng calon guru sehingga mempunyai kompetensi kepribadian dan sosial yang baik.
Kata Kunci:Pre-service training, pendidikan karakter, pendidikan asrama, guru profesional Pendahuluan
Keprihatinan terhadap guru yang berkualitas rendah telah menimbulkan beberapa prasangka terhadap upaya yang
telah dilakukan oleh Kementrian
Pendidikandan Kebudayaan dalam
mengatasi masalah ini. Pihak Kementrian
sebenarnya telah mengajukan dan
menyenggelarakanprogram pelatihan pre-
service dan in-service bagi para guru untuk
mempertahankan dan mengembangkan
kompetensi mereka. Faktanya, kewenangan mengelola program pelatihan pre-service
telah diserahkan ke perguruan tinggi yang memiliki Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan. Praktek ini sebenarnya
dianggap tidak efektif karena kurikulum, bersama dengan mata pelajaran, strategi pengajaran dan penilaian diatur oleh
pertimbangan dari masing-masing
universitas, yang kemudian menghasilkan kualitas hasil belajar yang berbeda antara universitas yang berbeda. Hal ini selanjutnya berimbas kepada ketidakmerataan kualitas guru yang terbentuk dari keadaan tersebut.
Lembaga Pendidikan Tinggi, di bawah pengawasan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, mengelola peraturan untuk
universitas yang ditulis dalam Buku
Kurikulum Pendidikan Tinggi (2014), yang
hanya menyediakan informasi tentang
bagaimana melakukan penilaian. Sebenarnya ini adalah hal yang sepele.
Dengan hanya menyediakan panduan
tentang bagaimana menerapkan kurikulum
tidak menjamin kesetaraan standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dicapai oleh calon guru masa depan dari berbagai universitas. Dengan kata lain,
calon guru dari berbagai universitas
mempelajari jenis course yang berbeda dan
memiliki kompetensi yang berbeda
walaupun mereka mengambil jurusan yang sama.
Sebelum berbicara lebih lanjut
tentang kompetensi yang wajib dimiliki oleh guru, perlu adanya pemahaman tentang makna kompetensi guru terlebih dahulu. Kompetensi guru didefinisikan sebagai kemampuan guru dalam melakukan tugas- tugas atau perannya dalam hal mengajar dan mendidik. Tidak hanya itu, kompetensi juga
terintegrasi dengan pengetahuan,
keterampilan, nilai dan sikap pribadi. Kompetensi dibangun di atas pengetahuan dan keterampilan dan diperoleh melalui pengalaman kerja dan belajar dengan melakukan. Hal ini dinyatakan dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan yang mana pendidik harus memiliki kualifikasi dan sertifikasi dari pelajaran yang mereka ajarkan, kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, dan harus sehat jasmani dan rohani. Istilah 'kualifikasi'
adalah kompetensi yang dibutuhkan untuk melakukan sesuatu atau untuk mencapai fungsi tertentu (Menteri Pendidikan, 2001). Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen menyatakan bahwa kualifikasi akademik diperoleh melalui penyelesaian program gelar pendidikan tinggi atau program diploma empat; dan
kompetensi guru meliputi kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional yang diperoleh melalui
pendidikan profesi. Selanjutnya, Peraturan Menteri Pendidikan No 16 Tahun 2007 menyatakan bahwa setiap guru wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru yang secara nasional diterapkan. Jelaslah bahwa seorang guru harus memiliki kualifikasi tersebut karena ia
langsung terhubung ke siswa.
Kompetensinya membuat dia mampu
menjalankan tugasnya dengan baik untuk mendidik siswa.
Namun, jika ditelaah lebih lanjut, diantara empat kompetensi yang wajib dimiliki seorang guru, kompetensi pedagogi dan profesionallah yang lebih diutamakan baik dalam pembentukannya maupun upaya pengembangannya. Pelatihan-pelatihan di dalam program baik pre-service maupun in-
service keduanya difokuskan untuk
mengembangkan kompetensi pedagogi dan profesional. Kekhawatiran semakin mencuat dengan merebaknya berbagai fakta tentang
tindakan kriminal yang dilakukan oleh guru membuat pertanyaan tentang bagaimana kompetensi sosial dan personal yang harus dimiliki guru dibentuk semakin menguat.
Sebagai catatan, karakter yang harus tertanam oleh seorang guruseperti yang tertera dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen adalah karakteristik yang berbudi luhur yang
meliputi: kemantapan, kematangan,
kebijaksanaan dan martabat. Kepribadian guru juga mencakup sikap, nilai, dan kepribadian sebagai unsur perilaku yang dapat dijadikan panutan oleh siswanya. Hal ini juga termasuk pengembangan spiritual; kepatuhan pada norma-norma, aturan, dan sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat;
pengembangan kualitas terpuji;
berdemokrasi dan pemikiran terbuka untuk reformasi dan kritik. Sayangnya, tidak
semua guru memiliki kompetensi
kepribadian yang penyimpangannya dapat ditemukan secara langsung di lapangan. Selain itu, karakter yang berkaitan dengan kompetensi sosial mencakup kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sekolah dan di luar lingkungan sekolah seperti siswa, pihak lain yang terkait, orang tua dan masyarakat siswa. Seorang guru tidak akan bisa melaksanakan perannya dengan baik jika ia tidak mampu berkomunikasi dengan baik dan benar.
Ketiadaan pelatihan yang bertujuan mengembangkan dua kompetensi tersebut menggugah rasa keingin tahuan tentang apa yang sebetulnya bisa dilakukan pemerintah untuk menutup celah ini.Anggapan tentang
bahwa guru-guru sudah mempunyai
kesadaran tentang bagaimana mereka
seharusnya bersikap ternyata tidak cukup tanpa adanya penguatan dari aktivitas-
aktivitas atau program-program yang
diberikan kepada guru dalam rangka pembentukan keprofesionalan guru. Dalam hal ini, kami berpendapat bahwa penguatan kompetensi kepribadian dan sosial lebih baik dikuatkan diawal sebelum calon guru terjun ke lapangan menjadi guru profesional.
Meskipun berbagai ide telah
diajukan atau bahkan diimplementasikan untuk mengembangkan kompetensi guru, ada beberapa yang mengusulkan pendidikan perumahan sebagai solusi prospektif. Ide ini sebenarnya telah dikemukakan oleh Bedjo Susanto dalam artikelnya untuk sebuah buku berjudul 10 Windu Prof. Dr. HAR Tilaar,
M.Sc.Ed Pendidikan Indonesia: Arah,
Kemana?".Ia menulis bahwa sistem
pendidikan asrama untuk guru pernah
dilaksanakan di awal kemerdekaan
Indonesia. Namun, karena beberapa faktor, sistem ini kemudian dihentikan. Meski begitu, ide ini benar-benar sangat baik dan
layak dipertimbangkan. Kami sangat
percaya bahwa harus ada suatu perwujudan dari sistem pendidikan asrama untuk
membenamkancalon guru di Indonesiadengan program-program yang khususnya hanya bisa ditawarkan oleh