KELAS IV SDN KEDUNGKANDANG II MALANG
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN “COCOK” BAGI MAHASISWA PGSD SEBAGAI PROSES INTERAKSI EDUKATIF
A. Pengembangan Model Pembelajaran 1 Pendekatan pembelajaran
Pendekatan pembelajaran merupakan cara pandang untuk membelajarkan peserta didik melalui pusat perhatian tertentu
(Akbar, 2013:45). Pembelajaran yang
dimaksud adalah upaya yang dilakukan oleh dosen untuk memberikan fasilitas kepada mahasiswa agar mereka dapat belajar
dengan mudah dan terarah. Dalam
pengembangan model pembelajaran yang dikembangkan mengacu pada pendekatan behavioristik, pendekatan kognitivistik, dan pendekatan konstruktivistik.
Pendekatan behavioristik merupakan cara pandang mengembangkan perilaku
seseorang dengan kekuatan eksternal
(Akbar, 2013:45). Perubahan perilaku ini akan terjadi saat mahasiswa berusaha untuk belajar sehingga pendekatan behavioristik bersifat mekanistik.
Aplikasi pendekatan behavioristik dalam pembelajaran ditekankan sebagai aktivitas yang menuntut peserta didik untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari (Budiningsih, 2005:30). Jadi, melalui aktivitas pembelajaran yang dilakukan mahasiswa akan mengantarkan
mereka menuju hasil yang menunjukkan
terselesaikannya seluruh tugas belajar
mahasiswa yang ditandai oleh penyajian materi yang utuh dan evaluasi yang menghasilkan kebenaran.
Kemudian, pendekatan kognitivistik
merupakan pengembangan perilaku
sehingga perilaku ditentukan oleh kekuatan pengetahuan atau kekuatan pikiran (Akbar,
2013:46). Setiap mahasiswa memiliki
perilaku yang berbeda-beda dan tentunya
mereka pun memiliki seperangkat
pengetahuan yang berbeda pula sehingga
pendekatan kognitivistik cenderung
dilakukan dengan cara mentransfer
pengetahuan dari mahasiswa kepada
mahasiswa lainnya.
Hal ini sejalan dengan implikasi teori perkembangan kognitif Piaget bahwa di dalam pembelajaran dinyatakan:
bahasa dan cara berpikir
seseorang berbeda sehingga
pendidik mengajar dengan
menggunakan bahasa yang
sesuai dengan cara berpikir peserta didik agar peserta didik dapat belajar dengan baik dan melakukan interaksi dengan
lingkungannya, kemudian
mereka diberi peluang supaya
belajar sesuai tahap
perkembangannya dan
memiliki kesempatan untuk
mengungkapkan pendapat,
serta mampu melakukan
diskusi antarpeserta didik
(Amri, 2013:44−45).
Aplikasi pendekatan kognitivistik
dalam pembelajaran ditekankan pada
keterlibatan peserta didik secara aktif (Budiningsih, 2005:51). Jadi, keterlibatan mahasiswa sangat penting dan untuk menarik minat mereka agar proses belajar mereka meningkat, maka dosen perlu mengaitkan pengetahuan yang mereka miliki dengan struktur kognitif yang dimiliki oleh mahasiswa.
Dosen sebaiknya memberikan proses belajar pada mahasiswa untuk mencocokkan informasi yang baru mereka temui dengan apa yang telah mereka ketahui dan mahasiswa diminta untuk membangun kembali semua informasi secara utuh dan menyeluruh agar membentuk pengetahuan secara individu.
Sedangkan, pendekatan
konstruktivistik memandang bahwa perilaku seseorang bisa berkembang atas kekuatan
schemata yang ada pada dirinya dan kekuatan lingkungan (Akbar, 2013:46).
Mahasiswa akan mengalami suatu
pengalaman belajar kemudian mereka
membangun persepsi sehingga persepsi yang mereka bangun akan menentukan perilaku mereka dan schemata yang dimaksud adalah
seperangkat nilai, pengetahuan dan
tetapi, lingkungan yang sangat berpengaruh karena bersifat dinamis.
Hal ini sejalan dengan implikasi teori
konstruktivis dalam pembelajaran
dinyatakan bahwa:
peserta didik harus
menemukan sendiri dan
mentransformasikan informasi yang mereka peroleh secara kompleks untuk mengecek informasi baru dengan aturan- aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai sehingga mereka mampu memecahkan masalah dan menemukan segala solusi
untuk dirinya/menentukan
ide-ide berdasarkan informasi
yang diperoleh (Trianto,
2009:28).
Aplikasi pendekatan konstruktivistik
dalam pembelajaran ditekankan pada
pembelajaran yang bermakna sehingga peserta didik memiliki pengalaman melalui
asimilasi dan akomodasi menuju
pembentukan struktur kognitifnya
(Budiningsih, 2005:64). Jadi, mahasiswa
akan menerima kesempatan untuk
mengembangkan ide-idenya secara luas kemudian mereka menghubungkan dan memformulasikan kembali ide-ide yang dihasilkan untuk membuat kesimpulan yang dibutuhkan.
Dosen bukan lagi menyetir
pengetahuan mahasiswa namun sebaiknya berikan kemudahan pada mereka untuk mengembangkan pemahaman yang lebih tinggi sehingga mahasiswa belajar dengan menggunakan lingkungan di sekitarnya yang
menyebabkan proses berpikir untuk
mencipta, memperoleh dan mengubah
gambaran internal yang dialami melalui
lingkungan di sekitar dan interaksi
antarmahasiswa.
2. Model pembelajaran
Model pembelajaran memiliki empat ciri khusus meliputi rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau
pengembangnya, landasan pemikiran
tentang apa dan bagaimana peserta didik
belajar, tingkah laku mengajar yang
diperlukan agar model tersebut dapat
dilaksanakan dengan berhasil, dan
lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai
(Amri, 2013:34−35).
Tidak ada model pembelajaran yang paling baik, atau model pembelajaran yang satu lebih baik dari model pembelajaran yang lain (Amri, 2013:3). Karena model pembelajaran yang digunakan merupakan sebuah pilihan yang dipilih untuk membantu dosen dalam mencapai tujuan pembelajaran yang disesuaikan dengan materi sehingga
mampu meningkatkan perkembangan
mahasiswa untuk memberdayakan semua aspek potensi yang dimiliki mahasiswa.
Istilah model dapat diartikan sebagai tampilan grafis, prosedur kerja yang teratur atau sistematis, serta mengandung pemikiran bersifat uraian atau penjelasan berikut saran (Prawiradilaga, 2007:33).
Kemudian, desain model
pembelajaran dapat dibangun melalui teori- teori belajar, psikologi pada sasaran yang dipilih maupun sistem komunikasi. Model dirancang untuk mewakili realitas yang sesungguhnya, bukan sekedar kerangka
konseptual yang mendeskripsikan dan
melukiskan prosedur yang sistematik
melainkan model pembelajaran memiliki makna deskriptif dan kekinian, serta bermakna prospektif dan berorientasi ke masa depan (Sagala, 2008:176).
Selain itu, model pembelajaran
merupakan kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur sistematik dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar
untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan memiliki fungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran (Trianto, 2007:3).
Di sisi lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran (Julianto, 2010:1).
Oleh karena itu, pengembangan
model pembelajaran mencakup suatu
spektrum yang luas dalam melakukan aktivitas sehingga dosen diharapkan mampu
membuat desain pembelajaran bagi
mahasiswa kemudian melakukan kegiatan
pengembangan yang telah dirancang untuk meneliti prosesnya pada waktu yang sama mulai dari awal hingga akhir pembelajaran
yang disajikan oleh dosen kepada
mahasiswa.
3. Prinsip dasar pengembangan model pembelajaran
Pembelajaran harus bersifat inovatif dalam mengembangkan model pembelajaran yang dikembangkan agar pengembangan
model pembelajaran tersebut dapat
mengubah perilaku dosen maupun
mahasiswa sehingga paradigma yang
bersifat konvensional bisa berubah menjadi pembelajaran yang inovatif.
Namun, hal itu tidak mudah karena ada beberapa prinsip yang mendasari dalam
mengembangkan sebuah model
pembelajaran. Prinsip-prinsip tersebut,
antara lain berpusat pada peserta didik;
berdasarkan masalah; terintegrasi;
berorientasi masyarakat; menawarkan
pilihan; sistematis; dan berkelanjutan
(Yulianto, 2009:6-10).
Berpusat pada peserta didik berarti mahasiswa sebagai subjek yang diposisikan dalam pusat kegiatan pembelajaran sehingga
mereka pemegang sentral kemudi
pembelajaran. Namun, dosen berposisi menjadi motivator, fasilitator, pendukung, dan pendamping siswa dalam belajar.
Selanjutnya, kemampuan mereka dalam memecahkan masalah merupakan hal
penting yang bermakna bagi mahasiswa dan bukan sekedar akumulasi pengetahuan
sehingga teori yang diperoleh dapat
mengembangkan kemampuan dalam
menyikapi masalah secara fleksibel. Hal ini yang dikatakan berdasarkan masalah.
Kemudian, penggunaan pendekatan terintegrasi memiliki peran sentral dalam
perkembangan intelektual, sosial, dan
emosional mahasiswa sehingga dapat
menunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi.
Lalu, mahasiswa dikondisikan agar
dapat mengimplementasikan apa yang
dipelajari di dalam kelas ke dalam konteks masyarakat atau sebaliknya untuk dijadikan bahan diskusi saat pembelajaran sehingga mahasiswa terbiasa untuk memecahkan masalah-masalah aktual yang ada di kehidupan mereka sehari-hari dengan kata lain berorientasi masyarakat.
Namun, pembelajaran tidak
dirancang dan direalisasikan berdasarkan keinginan dosen saja melainkan dosen juga
harus memberikan kesempatan bagi
mahasiswa dengan berbagai macam
karakteristik dari segi potensi akademik, gaya belajar, kecepatan belajar, kemampuan berkomunikasi, kondisi daerah, serta status
sosial mereka sehingga mahasiswa
ditawarkan banyak pilihan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan belajarnya dan dosen harus mampu memberikan arahan dan
motivasi secara konstruktif agar pelaksanaan pembelajaran menjadi bervariasi.
Desain umum pembelajaran harus dapat direalisasikan secara sistematis berarti kegiatan pembelajaran dimulai dari kegiatan perencanaan, kemudian pelaksanaan, dan yang terakhir penilaian. Akan tetapi, desain pembelajaran yang dirancang secara inovatif dapat direalisasikan secara berkelanjutan sesuai dengan tingkat kematangan kognitif,
afektif, dan psikomotorik sehingga
mahasiswa dapat mengembangkan seluruh potensinya untuk mencapai kompetensi yang ingin dicapai secara optimal.
Di samping itu, pengembangan model pembelajaran yang dibuat harus memiliki prosedur bersifat sistematis, hasil belajar diterapkan secara khusus, penetapan lingkungan secara khusus, memiliki ukuran keberhasilan tertentu sehingga peserta didik melakukan interaksi dan bereaksi dengan lingkungan (Iru dan Arihi, 2012:8).
Dengan demikian, pengembangan
model pembelajaran dirancang fokus
terhadap mahasiswa maupun dosen yang menghasilkan sintaks pembelajaran dengan cara menyesuaikan pada sistem sosial maupun sistem pendukung lainnya.
B.Model Pembelajaran “COCOK”