• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Perlindungan Konsumen dalam Kegiatan Investasi

BAB II BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN YANG BERGERAK

C. Pelaksanaan Fungsi Perlindungan Konsumen dalamKegiatan

2. Penerapan Perlindungan Konsumen dalam Kegiatan Investasi

Persoalan mengenai penghimpunan dan pengelolaan dana masyarakat

melalui program investasi tidak terlepas dari perjanjian antara para pihak. Pada

mulanya setiap program investasi akan diawali oleh sebuah kesepakatan, yang

mana kesepakatan ini dituangkan dalam suatu bentuk perjanjian. Perjanjian adalah

suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu

orang lain atau lebih.100

Segala perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang

bagi mereka yang membuatnya. Sebenarnya yang dimaksud pasal ini yaitu

99

Pasal 47, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

100

menyatakan bahwa setiap perjanjian mengikat bagi para pihaknya.101 Pasal ini mengandung asas kebebasan berkontrak, maksudnya setiap orang bebas untuk

menentukan bentuk, macam dan isi perjanjian. Namun demikian, kebebasan

dalam membuat perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, kesusilaan dan ketertiban umum, serta selalu

memperhatikan syarat sahnya perjanjian. Perjanjian harus memenuhi 4 (empat)

syarat agar dapat memiliki kekuatan hukum dan mengikat para pihak yang

membuatnya102, syarat-syarat tersebut yaitu :103

a. Kesepakatan Para Pihak

Kesepakatan para pihak maksudnya harus ada persesuaian kehendak dari

para pihak yang membuat perjanjian, sehingga dalam melakukan suatu perjanjian

tidak boleh ada pakasaan (dwang), kekhilafan (dwaling) dan penipuan (bedrog).

b. Kecakapan Para Pihak dalam Perjanjian

Kecakapan hukum sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian maksudnya

bahwa para pihak yang melakukan perjanjian harus telah dewasa, sehat akal

pikiran dan tidak dilarang oleh peraturan perundang-undangan. Dewasa berusia 18

tahun atau telah menikah104

101

Pasal 1338 ayat (1), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW). 102

Pasal 1320, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW). 103

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta : PT Intermasa, 1992), hlm. 127.

104

Pasal 47, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

. Apabila orang yang belum dewasa hendak

melakukan sebuah perjanjian, maka dapat diwakili oleh orang tua atau walinya

kuratornya.Sehat akal pikiran artinya tidak cacat mental, bukan pemboros, dan

tidak berada dibawah pengampuan.105

c. Menyangkut Hal Tertentu

Suatu hal tertentu, berarti berhubungan dengan objek perjanjian,

maksudnya bahwa objek perjanjian itu harus jelas, dapat ditentukan dan

diperhitungkan jenis dan jumlahnya, diperkenankan oleh undangundang serta

mungkin untuk dilakukan para pihak.

d. Suatu-sebab yang Halal

Suatu sebab yang halal maksudnya bahwa perjanjian termaksud harus

dilakukan berdasarkan itikad baik. Suatu perjanjian tanpa sebab tidak mempunyai

kekuatan. Sebab dalam hal ini adalah tujuan dibuatnya sebuah perjanjian.106

Apabila memperhatikan Pasal 18 Ayat (1) UUPK tersebut, dapat diketahui

bahwa yang mendasari pembuatan undang-undang adalah upaya pemberdayaan

konsumen dari dari kedudukan sebagai pihak yang lemah didalam kontrak dengan

pelaku usaha. Walaupun demikian juga Pasal 18 Ayat (1) huruf g UUPK juga Kesepakatan para pihak dan kecakapan para pihak merupakan syarat

sahnya perjanjian yang bersifat subjektif. Apabila syarat-syarat tersebut tidak

tepenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan artinya selama dan sepanjang para

pihak tidak membatalkan perjanjian, maka perjanjian masih tetap berlaku.

Sedangkan syarat suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal merupakan syarat

sahnya perjanjian yang bersifat objektif. Apabila tidak terpenuhi, maka perjanjian

batal demi hukum artinya sejak semula dianggap tidak pernah ada perjanjian.

105

Pasal 1330 junto 433, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW). 106

sebagai upaya yang bertujuan untuk mengarahkan kegiatan perbankan secara

professional dalam manajemen atau dengan kata lain memenuhi fungsi hukum

sebagai a tool of social engineering, sehingga lebih mampu bersaing terutama

menghadapi jasa perbankan asing di era gobalisasi.107

107

Ade Maman Suherman,Op cit, hlm. 76.

Berkaitan dengan hal tersebut, klausula baku pada program investasi

menimbulkan persoalan tersendiri. Hal ini berhubungan dengan kedudukan bank

sebagai pelaku usaha. Fungsi utama bank yang ditegaskan dalam pasal 3 undang

undang Perbankan menyatakan bahwa fungsi utama perbankan Indonesia adalah

sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Berdasarkan fungsinya bank

dalam menawarkan produk atau jasa berupa pengelolaan dana masyarakat dalam

bentuk investasi menggunakan perjanjian standar atau klausula baku. Namun

dengan diterbitkannya PBI Nomor 7/6/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang

Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah,

merupakan realisasi dari upaya Bank Indonesia untuk menyelaraskan kegiatan

usaha perbankan. Hal ini merupakan amanat Undang-Undang Perlindungan

Konsumen yang mewajibkan adanya kesetaraan hubungan antara pelaku usaha/

bank dengan konsumen/ nasabah.

Pada PBI Nomor 7/6/PBI/2005 diatur ketentuan yang mewajibkan bank

untuk senantiasa memberikan informasi yang cukup kepada nasabah maupun

calon nasabah mengenai produk-produk yang ditawarkan bank, baik produk yang

dipasarkan melalui bank.108

a. Bank wajib menerapkan transparansi informasi mengenai Produk Bank

dan penggunaan data pribadi nasabah.

b. Dalam menerapkan transparansi informasi mengenai produk bank dan

penggunaan data pribadi nasabah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

Bank wajib menetapkan kebijakan dan memiliki prosedur tertulis yang

meliputi, transparansi informasi mengenai produk bank, transparansi

penggunaan data pribadi nasabah.109

Perlindungan konsumen merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan

bisnis yang sehat. Dalam kegiatan bisnis yang sehat terdapat keseimbangan

perlindungan hukum antara konsumen dengan produsen. Tidak adanya

perlindungan yang seimbang menyebabkan konsumen pada posisi yang lemah.

Kerugian-kerugian yang dialami oleh konsumen dapat timbul sebagai

akibat dari adanya hubungan hukum perjanjian antara produsen dengan

konsumen, maupun akibat dari adanya perbuatan melanggar hukum yang

dilakukan oleh produsen. Hal tersebut juga dapat terjadi dalam kegiatan investasi

khususnya dalam berinvestasi di bursa efek, dengan melakukan pembelian bursa

secara tidak langsung telah tunduk dengan aturan yang berlaku yang telah

disepakati antara investor dengan emiten mencangkup klausula-klausula dalam

bursa efek tersebut serta peraturan-peraturan yang mengatur tentang bursa efek.110

108

Muliaman D Hadad, Perlindungan dan Pemberdayaan Nasabah Bank Dalam Arsitektur Perbankan Indonesia, (Jakarta : Diktat Diskusi Badan Perlindungan Konsumen, 2006), hlm. 5.

109

Pasal 2, Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005. 110