Peningkatan Sistem Partisipasi Publik Kelompok Minoritas dalam
C. PENGAMBILAN KEPUTUSAN YANG INKLUSIF, PARTISIPATORI, DAN REPRESENTATIF
Partisipasi masyarakat telah menjadi isu penting dalam proses pem-bangunan berkelanjutan dalam beberapa dekade terakhir. Sejumlah studi telah mendiskusikan tujuan dan manfaat dari keterlibatan par-tisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan (Cabannes, 2019; Damayanti & Syarifuddin, 2020; Mak dkk., 2017; Radu, 2019;
Renée & John, 2004). Untuk itu, kita perlu mendiskusikan tentang bagaimana cara agar pengambilan keputusan dalam proses pemba-ngunan di Indonesia dapat memenuhi target SDGs.
Konsep partisipasi publik telah menjadi perhatian semua negara untuk mewujudkan SDGs yang dikampanyekan oleh PBB. Dalam konteks pembangunan berkelanjutan di Indonesia dikenal istilah musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang), sebuah fo rum musyawarah antar pemangku kepentingan untuk membahas dan merencanakan pembangunan, baik dalam tataran daerah ataupun nasional, untuk mencapai Target 16.7 SDGs, yaitu ensure responsive, inclusive, participatory and representative decision-making at all levels.
Musrenbang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU No. 25/2004). Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) adalah instansi pemerintah yang bertanggung jawab di tingkat perencanaan nasional, sedangkan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) bertanggung jawab di tingkat daerah atau kota. Musrenbang merupakan pendekatan partisipatif atau top-down yang melibatkan seluruh jajaran organisasi pemerintahan mulai dari tingkat RT dan RW, desa dan kecamatan, hingga kabupaten/kota.
Rangkaian forum ini menjadi bagian dari penyusunan sistem
peren-Buku ini tidak diperjualbelikan.
ca naan dan penganggaran sebagai sarana perumus kebijakan untuk merealisasikan kegiatan pembangunan setiap tahun (Padawangi, 2019;
Sopanah, 2012). Melalui forum diskusi, masyarakat berkesempatan untuk menyampaikan aspirasi dan ikut serta menghasilkan dokumen rencana pembangunan sesuai dengan kebutuhan mereka.
Menariknya, salah satu tantangan dalam forum Musrenbang sebagaimana diakui Padawangi (2019) adalah dominasi kelompok mayoritas atau individu yang lebih mapan dan berpengaruh yang memahami proses pembangunan sehingga dapat memengaruhi kepu-tusan. Hal ini juga disebutkan oleh Taylor (2019) dalam risetnya yang menemukan bahwa kelompok mayoritas sering mengejar keinginan individu atau kelompoknya tanpa mengutamakan kepentingan ber-sama.
Musrenbang pada dasarnya memiliki tujuan yang sangat bagus, salah satunya adalah munculnya pemangku kepentingan nonpemerin-tah dan partisipasi masyarakat untuk mencapai kesepakatan dalam menyusun kebijakan perencanaan pembangunan (Buchori & Sugiri, 2016). Namun tidak disangka, beberapa kajian sebelumnya (Hidayat, 2017; Taylor, 2019) menemukan bahwa proses musyawarah di forum Musrenbang tidak melibatkan masyarakat secara maksimal. Temuan tersebut menunjukkan bahwa Musrenbang cenderung merupakan forum birokrasi dan seremonial dengan pendekatan sentralistik dan top-down.
Musrenbang merupakan sebuah “pendekatan” yang mewadahi pertemuan seluruh pemangku kepentingan dan biasanya dipimpin oleh suatu badan publik untuk mengambil keputusan konsensus. Prin-sip yang ditekankan dalam forum adalah bahwa pendekatan yang di-lakukan mengarah pada hasil dan pencapaian yang dapat memuaskan semua pihak yang terlibat dalam proses tersebut. Analisis Innes dan Booher (2004) menunjukkan bahwa terdapat atribut umum, seperti pembuatan aturan konsensus, visi komunitas, konsensus kebijakan, dan struktur jaringan kolaboratif dalam pemerintahan kolaboratif.
Mereka juga berpendapat bahwa model tata kelola kolaboratif harus dilibatkan dalam ‘dialog otentik’ dengan berbagai pemangku
kepen-Buku ini tidak diperjualbelikan.
Indonesia Emas Berkelanjutan ...
134
tingan yang secara sah mewakili kepentingan mereka, tetapi dengan
“catatan khusus” bahwa mereka harus memiliki komitmen dan kemauan yang “berpikiran terbuka” untuk “mencari solusi bersama”.
Secara khusus, Healey (2006a) juga menyebutkan bahwa sistem pe-ren canaan kolaboratif memainkan peran penting dalam menangani kompleksitas dan keragaman bidang tata kelola kota. Dengan kata lain, sebagaimana disebutkan oleh Johnston dkk. (2011), pengelolaan yang tepat dan efisien dengan melibatkan seluruh elemen pemangku kepentingan dalam proses kolaboratif akan mampu menghasilkan kekuatan untuk menciptakan siklus penguatan kepercayaan, pema-haman, komitmen, dan komunikasi.
D. PENUTUP
Ketersediaan data yang tidak akurat dan tidak akuntabel, serta mi-nim nya partisipasi masyarakat mengakibatkan proses perencanaan pembangunan tidak tepat sasaran dan tidak efektif. Hal ini diperparah dengan adanya ketimpangan dalam tingkat keterlibatan masyarakat kelompok mayoritas dan minoritas dalam proses pengambilan ke-putusan. Mengacu pada PP No. 45/2017, definisi masyarakat belum menyinggung kelompok minoritas. Dengan demikian, secara tidak langsung, namun sistematis, negara telah menerbitkan produk hukum yang berpotensi menghilangkan definisi kelompok minoritas dan cenderung berpihak kepada kaum mayoritas dalam proses pengam-bilan keputusan.
Tidak dimungkiri bahwa hak kelompok minoritas sering kali terlupakan dalam hal realisasi representasi politik karena kelompok minoritas enggan untuk berpartisipasi dalam proses demokrasi di wilayah mereka sendiri. Namun demikian, negara perlu menjamin keterlibatan kelompok minoritas dalam proses pengambilan keputusan yang bermanfaat bagi mereka.
Musrenbang, sebagai proses yang sejalan dengan Target 16.7 SDGs, merupakan forum yang mempertemukan berbagai pemangku kepentingan dan biasanya dipimpin oleh badan publik untuk mengam-bil keputusan konsensus. Namun, pada kenyataannya Musrenbang
Buku ini tidak diperjualbelikan.
masih berupa forum birokrasi dan seremonial dengan pendekatan sentralistik dan top-down. Indonesia sebagai negara yang kaya akan keberagaman suku, budaya, dan ras sudah sepatutnya memiliki aturan perundang-undangan yang secara jelas dan mendetail menyebutkan definisi kelompok masyarakat minoritas. Hal ini diperlukan sebagai upaya untuk melindungi kelompok minoritas dalam proses pengambil-an keputuspengambil-an karena mereka juga adalah warga negara ypengambil-ang memiliki hak konstitusi yang sama seperti kelompok mayoritas. Belajar dari sejarah, membiarkan adanya celah antara kelompok mayoritas dan minoritas akan menjadi sumber konflik karena adanya ketimpangan manfaat yang diperoleh.
Di sisi lain, Indonesia memiliki Musrenbang sebagai wadah untuk menampung aspirasi dan melibatkan masyarakat. Meskipun demikian, masih diperlukan mekanisme pengawasan dan monitoring yang komprehensif agar proses deliberasi ini dapat sesuai dengan tujuan awal yaitu mencapai keputusan yang berdasarkan inklusif, partisipatori, dan representatif pada semua tingkat masyarakat.
REFERENSI
Akbar, A., Flacke, J., Martinez, J., & van Maarseveen, M. F. A. M. (2020).
Participatory planning practice in rural Indonesia: A sustainable development goals-based evaluation. Community development, 51(3), 243–260. https://doi.org/10.1080/15575330.2020.1765822
Anwar, M. (2001). The participation of ethnic minorities in British politics.
Journal of Ethnic and Migration Studies, 27(3), 533–549. https://doi.
org/10.1080/136918301200266220
Banducci, S. A., Donovan, T., & Karp, J. A. (2004). Minority representation, empowerment, and participation. The Journal of Politics, 66(2), 534–
556. https://doi.org/10.1111/j.1468-2508.2004.00163.x
Buchori, I. & Sugiri, A. (2016). An empirical examination of sustainable metropolitan development in Semarang City, Indonesia. Australian Planner, 53(3), 163–177. https://doi.org/10.1080/07293682.2016.115 1905
Cabannes, Y. (2019). The contribution of participatory budgeting to the achievement of the sustainable development goals: Lessons for policy in Commonwealth countries. Commonwealth Journal of
Buku ini tidak diperjualbelikan.
Indonesia Emas Berkelanjutan ...
136
Local Governance, (21), Article ID 6707. https://doi.org/10.5130/cjlg.
v0i21.6707
Damayanti, R. & Syarifuddin, S. (2020). The inclusiveness of community participation in village development planning in Indonesia.
Development in Practice, 30(5), 624–634. https://doi.org/10.1080/09 614524.2020.1752151
Fiske, L. (2020). Crisis and opportunity: Women, youth and ethnic minorities’ citizenship practices during refugee transit in Indonesia.
International Journal of Politics, Culture, and Society, 33(4), 561.
https://doi.org/10.1007/s10767-020-09359-3
Haqi, F. I. (2016). Sustainable urban development and social sustainability in the urban context. EMARA: Indonesian Journal of Architecture, 2(1), 21–26. http://jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA/article/view/15 Hatherell, M. & Welsh, A. (2017). Rebel with a cause: Ahok and charismatic leadership in Indonesia. Asian Studies Review, 41(2), 174–190. https://
doi.org/10.1080/10357823.2017.1293006
Healey, P. (2006a). Collaborative planning: Shaping places in fragmented societies (Edisi kedua). London: Palgrave Macmillan. https://find.
library.unisa.edu.au/primo-explore/fulldisplay?vid=UNISA&search_
scope=All_Resources&docid=UNISA_ALMA2175245930001831 _____. (2006b). Transforming governance: Challenges of institutional
adaptation and a new politics of space. European Planning Studies, 14(3), 299–320. https://doi.org/10.1080/09654310500420792
Hidayat, R. (2017). Political devolution: Lessons from a decentralized mode of government in Indonesia. SAGE Open, 7(1). https://doi.
org/10.1177/2158244016686812
Innes, J. E. & Booher, D. E. (2004). Reframing public participation: Strategies for the 21st century. Planning Theory & Practice, 5(4), 419–436. https://
doi.org/10.1080/1464935042000293170
Johnston, E. W., Hicks, D., Nan, N., & Auer, J. C. (2011). Managing the inclusion process in collaborative governance. Journal of Public Administration Research and Theory, 21(4), 699–721. https://doi.
org/10.1093/jopart/muq045
Kukreja, S. (Ed.). (2015). State, society, and minorities in South and Southeast Asia (Edisi pertama). Lanham: Lexington Books. https://find.
library.unisa.edu.au/primo-explore/fulldisplay?vid=UNISA&search_
scope=All_Resources&docid=UNISA_ALMA51166577310001831
Buku ini tidak diperjualbelikan.
Mak, B. K. L., Cheung, L. T. O., & Hui, D. L. H. (2017). Community participation in the decision-making process for sustainable tourism development in rural areas of Hong Kong, China. Sustainability, 9(10), 1695. https://doi.org/10.3390/su9101695
Malhotra, C., Anand, R., & Singh, S. (2018). Applying big data analytics in governance to achieve sustainable development goals (SDGs) in India. Dalam U. M. Munshi & N. Verma (Eds.), Data science landscape (273‒291). Singapore: Springer Singapore. https://doi.org/10.1007/978-981-10-7515-5_19
Nicholson-Crotty, J., Grissom, J. A., & Nicholson-Crotty, S. (2011).
Bureaucratic representation, distributional equity, and democratic values in the administration of public programs. The Journal of Politics, 73(2), 582–596. https://doi.org/10.1017/S0022381611000144
Padawangi, R. (Ed.). (2019). Routledge handbook of urbanization in Southeast Asia (Edisi pertama). Oxfordshire, Inggris: Routledge. https://doi.org/
https://doi-org.access.library.unisa.edu.au/10.4324/9781315562889 Radu, B. (2019). The impact of transparency on the citizen participation in
decision- making at the municipal level in Romania. Central European Public Administration Review, 17(1), 111–130. https://doi.org/10.17573/
cepar.2019.1.06
Renée, A. I. & John, S. (2004). Citizen participation in decision making: Is it worth the effort? Public Administration Review, 64(1), 55–65. https://
doi.org/10.1111/j.1540-6210.2004.00346.x
Sopanah, A. (2012). Ceremonial budgeting: Public participation in development planning at an Indonesian local government authority.
Journal of Applied Management Accounting Research, 10(2), 73–84.
https://access.library.unisa.edu.au/login?url=https://search.proquest.
com/docview/1366365783?accountid=14649
Taylor, J. (2019). Citywide participatory community mapping. Dalam R.
Padawangi (Ed.), Routledge handbook of urbanization in Southeast Asia (Edisi pertama, 469–477). Oxfordshire, Inggris: Routledge. https://doi.
org/https://doi-org.access.library.unisa.edu.au/10.4324/9781315562889 United Nations. (2020). “IAEG-SDGs: Tier classification for Global SDG
indicators.” Diakses dari https://unstats.un.org/sdgs/iaeg-sdgs/tier-classification/
Buku ini tidak diperjualbelikan.
Indonesia Emas Berkelanjutan ...
138