• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tipologi Gramatikal

PREDIKASI DAN STRUKTUR ARGUMEN BPD

5.1 Paparan Hasil Penelitian

5.2.2 Valensi dan Ketransitifan BPD

5.2.2.2 Pengaplikatifan BPD

Istilah aplikatif dan benefaktif biasanya digunakan untuk merujuk ke unsur gramatikal khusus-afiks-afiks verbal yang menaikkan valensi pada kasus sebelumnya dan bentuk-bentuk nominal yang mengungkapkan pengguna (benefisieri) pada kasus berikutnya. Untuk lebih jelasnya, istilah ‘aplikatif’ dan ‘benefaktif’ tersebut digunakan untuk merujuk ke konstruksi gramatikal seperti butir (a) berikut ini. (dikutip dari Shibatani dalam Shibatani dan Thomson (ed),1996:159-160).

Aplikatif :

Bahasa Indonesia

(1a) saya menduduki kursi (1b) saya duduk di kursi Bahasa Ainu:

(2a) poro cise e-horari

Besar rumah APL-tinggal ‘dia meninggali rumah besar’ (2b) Poro cise ta horari

Besar rumah ditinggal ‘dia tinggal di rumah besar’ Benefaktif

Bahasa Inggris

(3a) john bought mary a book John beli Mary ART-buku ‘John membelikan Mary buku’ (3b) John bought a book for Mary

John beli ART-buku untuk Mary ‘John membelikan buku untuk Mary’ Bahasa Indonesia

(4a) Dia membuat-kan saya kursi

(4b)Dia membuat kursi itu untuk saya

Menurut Shibatani (1996:158-159), lihat Jufrizal,2007:119) konstruksi benefaktif adalah konstruksi yang didalamnya pengguna (benefisieri) ditandai sebagai argumen, seperti diperlihatkan pada (4a) dari pada sebagai adjung seperti (4b). Dengan demikian, contoh-contoh (1a), (2a) adalah konstruksi yang dikenal sebagai aplikatif, sedangkan contoh-contoh pada (3a),(4a) merupakan konstruksi benefaktif. Di samping pertimbangan formal, kenyataan lain secara kognitif menunjukkan bahwa selain kemiripan dalam bentuk-bentuk verba, aplikatif atau

benefaktif juga ditentukan oleh informasi leksikal lainnya. Pasangan contoh bahasa Indonesia berikut ini memperlihatkan konstruksi aplikatif yang berterima dan yang tidak (atau diragukan kegramatikalannya).

(a) saya meninggal-i rumahnya. (b) *saya meninggal-i Jakarta. (dikutip dari Shibatani,1996:163).

Istilah aplikatif sering digunakan untuk merujuk ke proses derivasional yang meliputi penaikan valensi dalam bahasa-bahasa Bantu. (lihat Artawa,1998; Bahasa Chichewa mempunyai jenis proses sintaksis tersebut. Konstruksi aplikatif dalam bahasa itu mempunyai dua fitur penting, yaitu: (a) peran tematis yang baru dimasukkan ke dalam struktur argumen; (b) verba mengalami modifikasi morfologis, yaitu sufiksasi dengan morfem aplikatif.

Pendapat bahwa konstruksi aplikatif adalah proses penciptaan objek dapat dipertahankan dalam bahasa akusatif, tetapi tidak demikian halnya dalam bahasa-bahasa yang secara sintaksis adalah bahasa ergatif. Pada Bahasa Bali yang secara sintaksis ergatif analisis sehingga istilah konstruksi aplikatif dirujukkan ke konstruksi penciptaan subjek (Artawa,1998:44).

Bahasa Bali mempunyai banyak verba yang diturunkan dari prakategorial. Verba turunan dari prakategorial tersebut dapat menjadi intransitif atau transitif. Verba aplikatif dalam bahasa Bali dapat dibentuk dari prakategorial, verba intransitif, dan verba transitif. Afiks yang digunakan untuk menurunkan verba aplikatif dalam bahasa ini adalah sufiks /-in/ dan /-ang/. Sufiks /-ang/ hanya bisa digunakan untuk menurunkan verba aplikatif dari verba transitif. Berikut ini

adalah contoh verba aplikatif bahasa Bali yang diturunkan dari prakategorial, intransitif, dan transitif. (dikutip dari Artawa, 1998:44-45).

(5) verba aplikatif bahasa Bali

Prakategorial Verba aplikatif

tegak ‘duduk’ tegak-in ‘duduki’

eling ‘tangis’ eling-in ‘tangisi’

kecos ‘lompat’ kecos-in ‘lompati’ Intransitif

teka ‘datang’ teka-in ‘datangi’

demen ‘suka’ demen-in ‘sukai’

ulung ‘jatuh’ ulung-in ‘jatuhi’

Transitif Verba aplikatif

silih ‘pinjam’ silih-in ‘pinjami’

jemak ‘ambil’ jemak-in ‘ambili’

tagih ‘dapat’ tagih-in ‘dapati’

Aplikatif pada contoh di atas semuanya ditandai oleh sufiks/- in/. Jika sufiks /-ang/ digunakan untuk menurunkan verba transitif dari prakategorial atau verba intransitif, akan dihasilkan verba kausatif; bukan aplikatif. Jumlah verba kausatif yang dibentuk dari verba transitif terbatas jumlahnya dalam bahasa Bali. (Artawa,1998:45)

Artawa, (1998:45) berpendapat bahwa benefaktif tercakup dalam aplikatif. Dia menyebutkan bahwa konstruksi aplikatif itu dapat berupa lokatif, instrumental, benefaktif, sumber dan penerima. Kedua pendapat ini dipakai

bersama dalam disertasi ini. Pendapat Artawa tentang konstruksi aplikatif dapat berupa lokatif, instrumental, benefaktif, sumber, dan penerima dijadikan kerangka dasar kajian mekanisme perubahan valensi verba BPD. Sementara pendapat Shibatani yang membedakan antara aplikatif dan benefaktif juga akan dipakai di dalam analisis perubahan valensi verba BPD sebagai pembanding.

Dalam pembahasan tentang pengkausatifan BPD telah dikemukakan bahwa afiks /-ken/, (baik disertai /me-/ maupun tanpa /me-/ ) berperan sebagai sufiks kausatif. Sufiks /i-/ dan /-ken/ berfungsi sebagai pembentuk verba bermakna aplikatif dalam BPD. Verba aplikatif dalam BPD dapat diturunkan dari dasar prakategorial, verba intransitif, dan verba transitif. Berikut adalah beberapa contoh verba turunan BPD yang bermakna aplikatif

(120) prakategorial verba aplikatif

tangis ‘nangis’ tangisi ‘nangisi’ pedem ‘tidur’ pedemi ‘tiduri’ jemak ‘pegang’ jemaki ‘pegangi’ kundul ‘duduk’ kunduli ‘duduki’

mersak ‘susah’ mersaki ‘susahi’

Intransitif Verba aplikatif

mulak ‘pulang’ mulaki ‘pulangi’

dabuh ‘jatuh’ dabuhi ‘jatuhi’

Transitif Verba aplikatif

dea ‘jual’ deai ‘juali’

buat ‘ambil’ buati ‘ambili’

alap ‘jemput’ alapi ‘alapi’

tongos ‘kirim’ tongosi ‘kirimi’

Jika sufiks /-ken/ lebih produktif dalam membentuk verba kausatif dalam BPD, maka dalam membentuk verba aplikatif sufiks /-i/ lebih produktif. Sufiks

/-ken / hanya dapat mengaplikatifkan verba transitif dalam jumlah terbatas. Berikut ini adalah contoh-contoh konstruksi aplikatif BPD yang meliputi lokatif, instrumental, benefaktif, sumber dan penerima.

(1) Aplikatif Lokatif BPD

Sebelum menelaah konstruksi aplikatif, terlebih dahulu dicermati contoh-contoh berikut ini.

a) Konstruksi intransitif

(121a) Medem ia i belagen

tidur 3TG di tikar ‘tidur ia di tikar’ (121b) Belagen ia pedem-i tikar 3TG tidur-APL ‘tikar ia tiduri’ (121c) Ia me-medem-i belagen 3TG AKT-tidur-APL tikar ‘ia meniduri tikar’

(122a) Kundul kami i dangkah kemenjen

duduk 1JM di batang kemenyan ‘duduk kami di ranting kemenyan’ (122b) Dangkah kemenjen kami kundul-i

ranting kemenyan 1JM duduk-APL ‘ranting kemenyan kami duduki’

(122c) Kami meng-kundul-i dangkah kemenjen

1JM AKT-duduk-APL ranting kemenyan ‘kami menduduki ranting kemenyan’

Pada contoh di atas (121a) dan (122a) adalah kalimat intransitif. Pada (121a), relasi gramatikal yang dapat diidentifikasi adalah subjek (ia) dan oblik lokatif (i belagen). Verba intransitif pedem ‘tidur’ ditransitifkan dengan memberikan pemarkah /–i/. Proses menurunkan konstruksi transitif seperti terlihat pada (121b,c) merupakan proses penciptaan objek. Dalam hal ini relasi oblik pada (121a) dimunculkan sebagai objek pada kalimat aplikatif baik pada konstruksi verba tanpa afiks (121b) maupun pada predikat verba bermarkah nasal

/maN-/ (121c). Penjelasan yang sama dapat diberikan untuk contoh (122,a,b,c). Selanjutnya mari dicermati contoh-contoh kalimat intransitif lain dalam BPD yang mempunyai relasi oblik lokatif yang menunjukkan tujuan berikut ini

(123a) Masuk pa tonga mi bages nami

masuk pak tengah ke rumah POS3JM ‘masuk pak Tengah ke rumah kami’ (123b) Bages nami pa tonga masuk i

rumah POS3JM pak uda masuk-APL ‘rumah kami pak Tengah masuki’ (123c) Pa tonga me-masuk- i bages nami pak tonga AKT-masuk-APL rumah POS1JM ‘pak tengah memasuki rumah kami’

Sama halnya dengan contoh-contoh sebelumnya, konstruksi aplikatif yang diturunkan dari kalimat intransitif yang mempunyai oblik lokatif-tujuan juga merupakan proses penciptan objek; relasi oblik lokatifnya menjadi subjek pada konstruksi aplikatif. Dari pengamatan belum ditemukan verba intransitif yang dapat diaplikatifkan dengan sufiks /–ken/ /dalam BPD.

Berdasarkan contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa pengaplikatifan dalam BPD merupakan pentransitifan dan termasuk proses penciptaan objek yang diambil dari nomina berelasi oblik-lokatif. Objek tersebut dapat dijadikan subjek (gramatikal) kalimat pasif. Kenyataan ini mengindikasikan bahwa BPD mempunyai ciri sebagai bahasa akusatif secara sintaksis. Kalimat (123b) merupakan kalimat aplikatif dengan verba tanpa prefiks nasal. Pada contoh tersebut bages kami adalah objek dan pa tonga merupakan subjek (dan juga agen).

b) Konstruksi transitif

Berikut ini mari diamati pengaplikatifan yang diturunkan dari kalimat dasar transitif yang mempunyai oblik lokatif

(124a) Men-dea kemenjen nantonga i onan.

AKT-jual kemenyan ibu-tengah di pasar ‘menjual kemenyan ibu- Tengah di pasar’

(124b) I onan kemenjen nantonga dea -i di pasar kemenyan ibu Tengah jual-APL ‘di pasar kemenyan ibu Tengah juali

(124c) Kemenjen nantonga dea-i i onan

kemenyan bu Tengah jual-APL di pasar ‘di pasar kemenyan dijuali ibu-tengah ’

(124d) Men-dea-i kemenjen nantonga i onan

AKT-jual-APL kemenyan bu Tengah di pasar ‘menjuali kemenyan bu-Tengah di pasar’ (125a) Menuan page kalak perkuta i juma

AKT-tanam padi orang kampung di ladang ‘orang kampung menanam padi di ladang’ (125b) Page kalak perkuta suan-i i juma

padi orang kampung tanam-APL di ladang ‘padi orang kampung tanami di ladang’ (125c) Kalak perkuta menuani page i juma orang kampung AKT-tanam-APL padi di ladang ‘orang kampung mananami padi di ladang’

Kalimat dasar (bukan aplikatif) yang ditandai (a) pada contoh di atas adalah kalimat transitif dengan oblik-lokatif yang dimarkahi preposisi i. Pengaplikatifan kalimat transitif yang mempunyai oblik lokatif dilakukan dengan membubuhkan afiks aplikatif /-i/ pada verba transitif tersebut. Nomina yang berelasi oblik-lokatif menjadi OTL pada kalimat aplikatif, baik pada konstruksi verba tanpa prefiks- nasal maupun pada konstruksi verba berafiks nasal. Kalimat

(124a) merupakan kalimat transitif bukan aplikatif, dengan nantonga sebagai subjek gramatikal,kemenjen sebagai OTL, dan oblik lokatif i pasar. Kalimat (124b) adalah kalimat aplikatif dengan konstruksi verba tanpa prefiks nasal. Konstruksi kalimat pada (124c) adalah bentuk pilihan konstruksi aplikatif yang dimarkahi oleh prefiks nasal (pemarkah aktif), dan sufiks /- i/ sebagai pemarkah aplikatif. Nantonga adalah subjek, kemenjen merupakan OL, dan pasar adalah OTL (sama seperti pada 124b). Keterangan yang sama dapat diberikan untuk contoh (125)

Pengaplikatifan konstruksi dasar transitif beroblik lokatif memperlihatkan proses penciptaan objek baru; muncul OTL yang berasal dari nomina berelasi oblik lokatif kalimat asal. Kenyataan ini sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa salah satu pengertian aplikatif adalah penciptaan objek. (Artawa, 1998:44) mengatakan bahwa konstruksi aplikatif sebagai proses penciptaan objek dapat dipertahankan pada bahasa-bahasa akusatif, tetapi tidak demikian halnya pada pada bahasa ergatif secara sintaksis. Dengan demikian dapat dibuktikan kembali bahwa BPD mempunyai ciri tipologis sebagai bahasa akusatif.

(2) Aplikatif Instrumental BPD

Aplikatif-instrumental dalam BPD dimarkahi oleh sufiks /-ken/, sementara oblik instrumental dimarkahi oleh preposisi deket ‘dengan’. Untuk mengetahui pengaplikatifan kalimat dasar yang mempunyai oblik instrumental, mari diamati contoh-contoh berikut ini.