• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaturan Penyertaan Modal oleh Pemprovsu pada PT Bank Sumut Peraturan Daerah Tingkat I Sumatera Utara No 5 Tahun 1965 tentang

PENGATURAN PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA KEPADA PT BANK SUMUT

B. Penyertaan Modal Didasarkan Dengan Peraturan Daerah Atas Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

3. Pengaturan Penyertaan Modal oleh Pemprovsu pada PT Bank Sumut Peraturan Daerah Tingkat I Sumatera Utara No 5 Tahun 1965 tentang

Pendirian Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara berisikan mengenai aturan- aturan yang banyak diambil dari ketentuan Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah. Perda Tingkat I Sumatera Utara No. 5 Tahun 1965 tentang Pendirian Bank Pembangunan Daerah

91

Wawancara dengan Bahrein H. Siagian sebagai Pemimpin Divisi Sumber Daya Manusia PT. Bank Sumut, tanggal 20 April 2011 di Kantor Pusat Bank Sumut.

Sumatera Utara tersebut mengatakan bahwa penyertaan modal yang dilakukan Pemprovsu pada BPDSU adalah sebesar Rp. 100 juta.92

Dalam laporan tahunan PT. Bank Sumut tahun 2007, Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara didirikan pada tanggal 4 November 1961 dengan Akta Notaris Rusli No. 22 dalam bentuk Perseroan Terbatas dengan call name BPDSU. Pada tahun 1962 berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah, bentuknya diubah menjadi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) melalui Peraturan Daerah Tingkat I Sumatera Utara No. 5 Tahun 1965. Modal dasar pada saat itu sebesar Rp. 100 juta dan sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah Tingkat I Sumatera Utara dan Pemerintah Tingkat II se-Sumatera Utara. Pada tanggal 16 April 1999, berdasarkan Peraturan Daerah Tingkat I Sumatera Utara No. 2 Tahun 1999, bentuk badan hukum diubah kembali dengan call name Bank Sumut. Perubahan tersebut dituangkan dalam Akta Pendirian Perseroan Terbatas No. 38 Tahun 1999 Notaris Alina Hanum Nasution,SH., dan telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia dibawah No. C-8224HT.01.01 TH 99 tanggal 5 Mei 1999, serta diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor 54 tanggal 6 Juli 1999. Modal dasar pada saat itu meningkat menjadi Rp. 400 miliar. Selanjutnya karena pertimbangan kebutuhan proyeksi pertumbuhan bank, maka pada tanggal 15 Desember 1999 melalui Akta No. 31, modal dasar ditingkatkan menjadi Rp. 500 miliar.93

92

Didi Duharsa, Op.cit., hal. 30-31.

93

Selain penyertaan modal yang menggunakan dana kas APBD, Pemerintah Daerah juga menetapkan penggunaan penerimaan daerah dari sektor jasa giro yang ditempatkan juga ke Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara. Peraturan tersebut adalah Peraturan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara No. 384/4039/K/1987 tentang Penerimaan Hasil Jasa Giro Kas Daerah Tingkat II se- Sumatera Utara pada Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara, mengatakan bahwa94 :

“Pertama : Pendapatan daerah dari hasil jasa giro kas daerah tingkat II diberikan sebagai perolehan kepada BPDSU, seluruhnya dibukukan sebagai penerimaan daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan.

Kedua : Dari hasil jasa giro tersebut ditetapkan penggunaannya sebagai berikut :

a. Sebesar 50% untuk Anggaran Pemerintah Daerah Tingkat II yang bersangkutan;

b. Sebesar 50% untuk penambahan setoran Modal Pemerintah Daerah Tingkat II yang bersangkutan di BPDSU.

Ketiga : Penyetoran untuk modal saham sebesar 50% dari jasa giro dilakukan pada awal tahun takwim, sebelum tahun anggaran berjalan berakhir dengan ketentuan :

a. Untuk penyetoran tahun takwim 1988 diperoleh dari hasil jasa giro bulan September 1987 sampai dengan Desember 1987;

b. Untuk penyetoran tahun takwim berikutnya diperoleh dari hasil jasa giro selama tahun takwim sebelumnya.

Keempat : Pelaksanaan setoran modal saham dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku tentang tata cara pengeluaran uang Kas Daerah.

Kelima : Keputusan ini mulai berrlaku sejak bulan September 1987 dan apabila terdapat kekeliruan akan diperbaiki sebagaimana mestinya”.

94

Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara No. 584/4039/K/1987 tentang Penggunaan Hasil Jasa Giro Kas Daerah Tingkat II Se-Sumatera Utara pada Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara.

Dari peraturan yang di atas dapat dilihat bahwa penerimaan daerah dalam bentuk jasa giro juga ditempatkan kembali ke Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara. Suntikan dana yang terus menerus inilah yang menjadikan bank tersebut kokoh ditinjau dari segi permodalannya. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara seperti anak emas bagi Pemerintah Daerah. Hal ini dikarenakan tidak ada kerugian yang signifikan jika menginvestasikan dana kas daerah. Selanjutnya dari peraturan tersebut diperbaharui lagi dengan Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 11 Tahun 2005 tentang Penyisihan Sebagian Dari Hasil Pajak Bumi dan Bangunan yang Merupakan Penerimaan Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai Penyertaan Modal pada PT. Bank Sumut.

Pergubsu tersebut memerintahkan agar penerimaan daerah dari hasil pajak bumi dan bangunan juga dimasukkan dalam penyertaan modal pada PT. Bank Sumut. Dari penyertaan modal tersebut PT. Bank Sumut mengeluarkan saham-saham kepada Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Jumlah penyertaan yang dilakukan adalah 5% dari hasil bersih seluruh penerimaan pajak bumi dan bangunan.

a. Pengaturan Penyertaan Modal di dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengatur mengenai Bank pada Pasal 16 ayat (2) yang mengatakan bahwa95 :

“Untuk memperoleh izin usaha Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib dipenuhi persyaratan sekurang- kurangnya tentang :

a. Susunan organisasi dan kepengurusan;

95

b. Permodalan; c. Kepemilikan;

d. Keahlian di bidang Perbankan; e. Kelayakan rencana kerja”.

Untuk permodalan diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum. Dalam penulisan tesis ini, PT. Bank Sumut adalah sebagai Bank Umum. Jadi, peraturan yang mengatur mengenai permodalan tunduk kepada Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 bukan Undang- Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas karena PT. Bank Sumut bergerak dalam sektor perbankan. Selanjutnya yang dimaksud dengan setoran modal pada PT. Bank Sumut adalah dana yang telah disetor penuh oleh Pemprovsu untuk tujuan penambahan modal.96

Modal awal minimum bank diperhitungkan sebagai dana setoran modal harus ditempatkan pada rekening khusus dan tidak boleh ditarik kembali oleh Pemegang Saham. Penggunaan dana pada rekening khusus tersebut harus dengan persetujuan Bank Indonesia. Dalam hal dana setoran modal berasal dari calon pemilik Bank maka jika berdasarkan penelitian Bank Indonesia, calon pemilik Bank atau dana tersebut tidak memenuhi syarat sebagai pemegang saham atau modal, maka dana tersebut tidak dapat dianggap sebagai komponen modal, dan dapat ditarik kembali oleh calon pemilik (dalam hal ini Pemegang Saham).97

96

Penjelasan Pasal 4 ayat (3) angka 8, Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum.

97

Penjelasan Pasal 4 ayat (3) angka 8, Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum.

Pada penambahan modal harus dilakukan berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).98 RUPS dapat menyerahkan kewenangan kepada Dewan Komisaris untuk menyetujui pelaksanaan keputusan RUPS dalam hal penambahan modal. Penyerahan kewenangan tesebut dapat ditarik kembali oleh RUPS.99 Dalam hal penambahan modal PT. Bank Sumut oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, PT. Bank Sumut harus mengadakan RUPS, memanggil Pemegang Saham (Kepala Daerah se-Sumatera Utara) dan mengutarakan maksud dan tujuannya dalam undangan RUPS yaitu penambahan modal. Setelah mengundang para Pemegang Saham selanjutnya PT. Bank Sumut harus menyiapkan dokumen-dokumen rapat, dalam hal penambahan modal yang menjadi dokumen rapat adalah studi kelayakan (feasibility study) mengenai penambahan modal tersebut. Isi dari studi kelayakan itu bisa berupa alasan-alasan penambahan modal, tujuan penambahan modal, dana yang ditambahkan disalurkan kemana saja.

Jadi, intinya PT. Bank Sumut harus tunduk dan menjalankan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas karena pengaturan mengenai perusahaan tidak diatur dalam Perda Pendirian Bank Pembangunan Daerah. Dalam hal pengaturan modal awal digunakan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank. Jika dianalogikan, ketentuan perseroan terbatas dapat dikatakan sebagai rambu-rambu lalu lintasnya sedangkan PT. Bank Sumut sebagai mobil yang sedang jalan.

98

Pasal 41 ayat (1), Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

99

Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3), Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

b. Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah

Undang-Undang No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah diundangkan dengan tujuan untuk mempercepat terlaksananya usaha-usaha pembangunan yang merata di seluruh Indonesia. Untuk mewujudkan hal tersebut maka perlu adanya pengerahan modal dan potensi di daerah-daerah untuk pembiayaan pembangunan daerah.100 Di dalam undang-undang ini juga diatur mengenai fungsi, lapangan kerja, cara mengurus dan cara menguasai serta bentuk hukum dari Bank Pembangunan Daerah dalam rangka Ekonomi Terpimpin.101