• Tidak ada hasil yang ditemukan

Populasi merak hijau jawa di taman nasional Baluran secara umum kesehatan populasinya cukup baik, vigoritas populasi tetap berkembang, meskipun terjadi penurunan populasi yang cukup mengkhawatirkan bila dibandingkan dengan hasil pengamatan Hernowo 1995, kelimpahan populasi berbeda nyata (117.70 ekor tahun 1995) hasil pengamatan ini (70.10 ekor tahun 2007), terjadi penurunan populasi sebesar 47.50 % selama 12 tahun atau 3.35 % setiap tahun. Penurunan populasi merak hijau jawa di TNB tersebut disebabkan oleh adannya perburuanliar terhadap merak hjau jawa (pengambilan telor, maupun burungnya), serta adanya invasi Acacia nilotica pada tipe habitat savana yang mengurangi ketersedian habitat merak hijau jawa terutama komponen pakan.

Perkembangan populasi merak hijau jawa di TNB dari tahun 2006 dan 2007 terjadi kenaikan populasi meskipun kecil hanya sekitar 1.4 ekor (2.07 %). Hal tersebut menunjukan indikasi pertambahan populasi, atau arah kenaikan populasi tersebut sangat penting artinya bagi perkembangan populasi merak hijau jawa di TNB. Apabila momentum kenaikan populasi tetap terjaga dengan baik, maka populasi merak hijau jawa di TNB diharapkan akan naik, tetapi sebaliknya bila perburuanliar terhadap populasi merak hijau jawa terus meningkat tidak mustahil populasi merak hijau jawa akan menjadi mengkhawatirkandi taman nasional ini.

Berbeda halnya dengan kelimpahan populasi merak hijau jawa di TNAP berdasarkan hasil pengamatan (Supratman 1998, Wasono 2005 dan hasil studi ini) bahwa populasi merak hijau jawa di TNAP mengalami kenaikan sebesar 86.05 % dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2006 atau 10.8 % setiap tahun. Populasi merak hijau jawa di TNAP mengalami perkembangan naik, arah positif yang spektakuler. Namun demikian hasil pengamatan tahun 2006 dan 2007 menunjukan bahwa perkembangan populasi merak hijau jawa tersebut, telah terjadi penurunan sebesar 4.2 ekor atau 5.49 % (tahun 2006 populasi sebesar 80.7 ekor pada tahun 2007 populasi adalah 76.5 ekor). Perkembangan populasi merak hijau jawa di TNAP menurun pada tahun 2007 tersebut memiliki arti penting bagi perkembangan populasi merak hijau jawa di TNAP. Secara umum kesehatan populasi merak hijau jawa di TNAP telah berkembang dengan baik. Pertumbuhan populasinya sangat fantastis (1998-2006), meskipun pada tahun 2007 mengalami

penurunan. Kemungkinan populasi merak hijau jawa di TNAP telah pada tahun 2006 telah mencapai titik puncak perkembangan.

Nisbah kelamin merak hijau jawa baik di TNB maupun di TNAP secara umum, memiliki perbadingan merak jantan dewasa 1 : 4 merak betina dewasa. Kondisi nisbah kelamin merak tersebut menunjukan bahwa merak hijau jawa hidup dalam sistem poligami Dalam penelitian jni merak hijau jawa pada sistem perkawinannya adalah poligami (polygyny) (Ponsena 1988, Hernowo 1995). Kondisi nisbah kelamin tersebut merupakan gambaran umum untuk populasi merak hijau jawa (Hernowo 1995, Supratman 1998, Hernawan 2003, Wasono 2005, Sumbara 2006, Yuniar 2007, Risnawati 2008) di beberapa tempat penyebaran populasi lokalnya di Jawa. Apabila perbandingan nisbah kelamin merak dewasa lebih kecil dari 1 jantan : 2.5 betina akan sangat berpengaruh terhadap proses reproduksi. Ada peluang untuk jantan yang tidak bisa mengawini untuk merusak persarangan.

Struktur populasi merak hijau jawa di TNB maupun TNAP bahwa, merak dewasa lebih dominan (55 % - 75 %0 dibandingkan merak remaja maupun anakan. Struktur umur merak hijau jawa di TNB dan TNAP membentuk piramida terbalik. Penomena yang sama diberikan contoh oleh Ponsena (1988) bahwa pengamatannya terhadap struktur populasi dan nisbah kelamin merak hijau di Cagar Satwaliar Huai Kha Khaeng di wilayah Khao Ban Dai Thailand adalah bahwa struktur umur merak hijau tersebu dengan jumlah merak dewasa lebih tinggi dari remaja maupun anakan, dan nisbah kelaminnya 1 merak jantan dewasa : 2.82 merak betina dewasa : 1.47 merak remaja dan di Cagar Satwaliar yang lain menunjukan kondisi yang arahnya sama yaitu 1 merak jantan dewasa: 4.47 merak betina dewasa : 0.22 merak remaja. Nisbah kelamin cukup baik, perbandingan merak jantan dan betina sekitar 1 : 4. (Hernowo, 1995)

Struktur umur populasi merak hijau jawa di TNB dan TNAP seperti struktur populasi yang menurun (regressive population). Di beberapa contoh lokasi penyebaran merak hijau jawa menunjukan bahwa struktur umur populasi merak hijau jawa membentuk struktur piramida terbalik seperti di TNB (Hernowo, 1995), TNAP (Wasono, 2005), Hutan Jati Ciawitali Buah Dua KPH Sumedang (Hernawan, 2003). Kondisi struktur umur populasi merak hijau jawa seperti piramida terbalik kemungkinan disebabkan banyak faktor yang berpengaruh pada struktur populasi seperti natalitas, mortalitas yang perlu diketahui,

bahkan mungkin kondisi struktur populasi seperti piramida terbalik sesuatu yang lazim alami untuk satwaliar di wilayah tropika.

Secara umum kesehatan populasi merak hijau jawa di TNB maupun di TNAP masih tergolong cukup baik karena masih memiliki vigoritas (natalitas, survival cukup baik, mortalitas tinggi di TNB). Kelimpahan populasi berkembang cukup baik di beberapa tipe habitat seperti di savanna, padang rumput serta areal tumpangsari hutan jati.

Berdasarkan kriteria Gilpin dan Hanski (1991), bahwa populasi merak hijau jawa di berbagai tipe habitat di TNB maupun di TNAP tidak terjadi metapopulasi, karena antar populasi merak hijau jawa tersebut masih saling berhubungan. Masih berhubungannya antar populasi (sub-populasi) mengindikasikan bahwa aliran gen dalam populasi masih berjalan dengan normal. Menurut van Balen (1995) populasi merak hijau jawa secara umum tersebar secara sporadik pada habitat terfragmentasi dan terisolasi. Hal ini mengindikasikan bahwa populasi merak hijau jawa dalam skala penyebaran yang luas (P Jawa) merupakan metapopulasi. Meskipun dalam kasus tertentu dalam skala yang lebih sempit penyebaran merak hijau jawa di TNB dan TNAP tidak terjadi metapopulasi, namun ukuran populasi yang tidak besar merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian. Ukuran kecilnya populasi di TNAP lebih dipengaruhi bahwa jumlah merak hijau jawa di masing-masing tipe habitat sudah berkembang sesuai dengan dukungan habitatnya. Namun demikian berbeda kasusnya dengan yang di TNB, bahwa kecilnya ukuran populasi lebih dipengaruhi oleh adanya tekanan perburuan pada populasi merak hijau jawa.

Strategi ekologi populasi merak hijau jawa baik di TNB maupun di TNAP dalam menghadapi berbagai tekanan terutama aspek habitat adalah membentuk ukuran populasi di setiap tipe habitat yang tidak besar. Hal ini terkait dengan penggunaan habitat yang optimal terutama di TNAP. Strategi ekologi populasi yang lain adalah hidup merak hijau jawa secara berkelompok dengan ukuran kelompok yang kecil (2-4 ekor per kelompok) dengan dominasi kelompok beranggotakan 3 ekor. Pilihan dengan sistem perkawinan poligami (polygyny), merupakan jaminan keturunan merak hijau jawa dapat survive dengan merak hijau jawa betina telah memilih jantan diharapkan menurunkan bibit unggul.

Pengelolaan terhadap populasi merak hijau jawa di TNB, yang paling penting adalah upaya menjaga perkembangan populasi tetap pada arah positif (populasi merak hijau jawa di TNB tetap berkembang naik). Faktor pengurang populasi merak hijau jawa di TNB secara langsung adalah masih tingginya perburuan liar terhadap merak hijau jawa di TN

ini. Hernowo 1995, menyebutkan masalah yang sangat penting berkaitan dengan populasi merak hijau jawa di TNB adalah tingginya perburuan liar terhadap merak hijau jawa. Dalam rangka mengurangi atau bahkan menghentikan kegiatan perburuan liar terhadap merak hijau jawa di TNB beberapa hal yang harus ditempuh oleh pihak taman nasional diantaranya (1) menindak tegas bagi pemburu, penadah dari hasil pencurian sesuai dengan peraturan yang berlaku (2) memberikan penyuluhan dan pendidikan secara berkesinambungan terhadap arti pentingnya merak hijau jawa bagi taman nasional Baluran dan masyarakat (3) mengurangi bahkan menghentikan aktivitas masyarakat yang tidak memiliki kaitan dengan pengelolaan taman nasional Baluran (terlalu banyak masyarakat masuk dan beraktivitas di dalam taman nasional ini, seperti pengembalaan liar sapi dan kambing, pengambilan nener, pengambilan buah dan bentuk pemanfaatan lainnya) dan (4) membantu meningkat ekonomi masyarakat sekitar taman nasional dengan berbagai pendekatan.

Pengelolaan terhadap populasi merak hijau jawa di TNAP, harus berlandaskan pada fakta-fakta yang terjadi di lapangan. Lebih dari 50 % populasi merak hijau jawa di TNAP berkembang di luar kawasan taman nasional ini yaitu di kawasan hutan jati perum perhutani KPH Banyuwangi Selatan. Dengan adanya kegiatan tumpangsari tampaknya merak hijau jawa berespon positif, berkembang dengan pesat. Kalau diperhatikan perkembangan populasi merak hijau jawa tersebut adalah sangat fantastis. Perkembangan populasi merak hijau jawa terkait dengan perkembangan areal tumpangsari ditunjukan 12 ekor merak hijau yang terdapat di areal tumpangsari Rowobendo tahun 1998 (Supratman 1998), kemudian di areal tumpangsari Gunting terdapat 11 ekor merak hijau pada tahun 2005 (Wasono,2005) dan dari studi ini tahun 2006 tercatat 44 ekor merak hijau jawa di areal tumpangsari Gunting. Bagaimanapun juga pihak taman nasional tidak bisa mengontrol, mengawasi secara leluasa terhadap perkembangan populasi merak hijau jawa di areal perum perhutani tersebut. Apalagi perkembangan populasi merak hijau jawa tersebut sangat terkait dengan aktivitas manusia pesanggem di areal tumpangsari. Sulit bagi petugas taman nasional untuk mengontrol kegiatan pesanggem yang berkaitan dengan populasi merak hijau jawa di areal tumpangsari. Oleh karena itu, dalam rangka mengelola populasi merak hijau jawa di TNAP diperlukan koordinasi dengan baik dengan pihak perum perhutani. Misalnya disepakatinya perjanjian bahwa pesanggem tidak

diperkenankan mengganggu kehidupan merak hijau jawa di areal tumpangsari meskipun merak hijau jawa sering mengganggu tanaman tumpangsari pesanggem.