• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

D. Penerapan Reward dalam Pengendalian Disiplin Siswa

2. Pengenalan Hukuman di sekolah

Hukumun merupakan sebuah konsekuensi terhadap pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan oleh peserta didik. Namun hukuman yang diberikan harus harus sesuai dengan tingkat penyimpangan yang telah dilakukan. Pemberian hukuman tersebut hendaknya tidak berbentuk hukuman fisik dan menghindari pemaksaan serta kekerasan karena dapat menimbulkan dampak yang negatif dan mengganggu kondisi psikologis peserta didik. Sebagaimana pendapat dari Prof. Gunning, Kohnstamm, dan Scheler yang dikutip oleh Ngalim Purwanto

menjelaskan hukuman adalah “hukuman itu tiada lain daripada pengasahan kata

hati, atau membangkitkan kata hati”.61

Lebih lanjut, peserta didik yang tidak menghiraukan teguran dan nasehat dari gurunya ketika melakukan pelanggaran, sehingga kenakalannya mengganggu teman-teman lainnya dan sedikitpun tidak menghiraukan apa yang telah disampaikan oleh guru. Anak yang nakal di sekolah berhubungan dengan perlakuan orang tua di rumah, seperti anak yang sering diperlakukan orang tuanya dengan kasar sehingga berdampak kepada anaknya dan bersikap kasar terhadap teman-temannya, bahkan bisa kepada gurunya.

Berbeda dengan reward, punishment diberikan ketika siswa tidak tertib dan melakukan pelanggaran terhadap aturan-aturan sekolah. Sehingga dampak dari

punishment sendiri yakni penderitaan yang tidak menyenangkan. Punishment

yang diberikan juga harus bersifat mendidik dan memiliki nilai-nilai yang senantiasa diliputi dengan kasih sayang. Menurut Ngalim Purwanto dalam bukunya yang berjudul Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis menjelaskan bahwa hukuman merupakan alat pendidikan yang merupakan jawaban atas pelanggaran, sedikit-banyaknya selalu bersifat tidak menyenangkan dan selalu bertujuan ke

61

Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2007). h. 193.

arah perbaikan serta hukuman itu hendaklah diberikan untuk kepentingan anak itu sendiri.62

Hukuman yang guru berikan bertujuan untuk menunjukkan kesalahan siswa sehingga siswa memiliki kesadaran akan kesalahannya dan mampu memperbaiki kesalahan tersebut dengan tidak mengulangi kembali perbuatannya. Hukuman memiliki fungsi untuk mendidik. Jika suatu peraturan baik di sekolah maupun di rumah memiliki kesamaan, maka anak akan mampu memahami dan mengerti akan belajar konsep moral. Namun sebaliknya jika peraturan sekolah tersebut berbeda dengan peraturan di rumah, maka pemahaman konsep moral akan terjadi penghambatan.

Jadi, hukuman perlu diberikan kepada siswa yang tidak tertib dan tidak disiplin dalam melaksanakan tugas atau aturan yang telah ditetapkan oleh sekolah. Hal tersebut bertujuan agar siswa bertanggung jawab atas perbatan yang telah dilakukan. Sehingga mereka berusaha untuk tidak mengulangi kembali kesalahan-kesalahan lainnya.

Selain itu menurut Hurlock, pokok-pokok hukuman yang baik yaitu: a. Hukuman harus disesuaikan dengan pelanggaran dan harus mengikuti

pelanggaran sedini mungkin sehingga anak akan mengasosiasikan keduanya. Bila seorang anak membuang makanan ke lantai karena sedang marah-marah, anak itu harus langsung membersihkannya. b. Hukuman yang diberikan harus konsisten sehingga anak itu

mengetahui bahwa kapan saja suatu peraturan dilanggar, hukuman itu tidak dapat digambarkan.

c. Apapun bentuk hukuman yang diberikan, sifatnya yang impersonal sehingga anak itu tidak akan menginterpretasikannya sebagai

“kejahatan” si pemberi hukuman.

d. Hukuman harus konstruktif sehingga memberi motivasi untuk yang disetujui secara sosial di masa mendatang.

e. Suatu penjelasan mengenai alasan mengenai hukuman diberikan harus menyertai hukuman agar anak itu akan melihatnya sebagai adil dan benar.

f. Hukuman harus mengarah ke pembentukan hati nurani untuk menjamin pengendalian perilaku dari dalam di masa mendatang. g. Hukuman tidak boleh membuat anak merasa terhina atau

menimbulkan rasa permusuhan.63

62

Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2007). h. 186

63

Sedangkan syarat-syarat hukuman pedagogis menurut Ngalim Purwanto antara lain ialah:

a) Tiap-tiap hukuman hendaklah dapat dipertanggungjawabkan. b) Hukuman itu sedapat-dapatnya bersifat memperbaiki.

c) Hukuman tidak boleh bersifat ancaman atau pembalasan dendam yang bersifat perorangan.

d) Jangan menghukum pada waktu kita sedang marah

e) Tiap-tiap hukuman harus diberikan dengan sadar dan sudah diperhitungkan atau dipertimbangkan terlebih dahulu

f) Bagi si terhukum (anak), hukuman itu hendaklah dapat dirasakannya sendiri sebagai kedukaan atau penderitaan yang sebenarnya.

g) Jangan melakukan hukuman badan sebab pada hakikatnya hukuman badan itu dilarang oleh negara, tidak sesuai dengan perikemanusiaan, dan merupakan penganiayaan terhadap makhluk.

h) Hukuman tidak boleh merusakkan huungan baik antara si pendidik dan anak didiknya.

i) Perlu adanya kesanggupan memberi maaf dari si pendidik, sesudah menjatuhkan hukuman dan setelah anak itu menginsafi kesalahannya.64 Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa reward dan punishment

dapat digunakan sebagai alat pengawas dan pengontrol terhadap sikap kedisiplinan dalam proses pembelajaran. Sehingga akhirnya siswa mulai terbiasa, menjadi anak yang santun, disiplin, berlaku tertib dan mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya dengan baik.

Guru dan orang tua harus mengetahui kapan dan bagaimana hukuman itu diberikan. Apakah hukuman itu sudah sesuai dengan tahap perkembangan psokologi anak atau belum, apakah anak mengetahui mengapa hukuman itu diberikan, sehingga suatu saat nanti mereka menyadari bahwa hukuman yang mereka terima disebabkan oleh perbuatan mereka sendiri. Hukuman yang diberikan harus bersifat mendidik, menghalangi, dan memberi motivasi mereka.

Seseorang yang memiliki disiplin yang baik adalah yang mampu menggunakan hukuman sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan oleh peserta didik, namun hukuman tersebut tidak berhubungan dengan badan. Hukuman badan hanya akan berdampak sementara dan menjadikan peserta didik tidak jera sehingga terjadi peningkatan immoralitas. Oleh karena itu disiplin harus dilakukan

64

Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2007). h. 192

dengan konsisten, sehingga anak mengatahui apa yang akan dilakukannya dan siapa yang harus dipatuhinya.

Dokumen terkait