II TINJAUAN PUSTAKA
2.3. Pengertian Brownies
Brownies merupakan kue khas Amerika yang pertama kali dikenal pada
tahun 1987. Seorang koki di Amerika yang sedang membuat cake cokelat lupa
memasukkan baking powder sehingga terciptalah cake bantat yang tidak
mengembang namun lezat rasanya. Kegagalan membuat cake ini justru
menciptakan jenis cake baru yang menjadi terkenal hingga sekarang. Tekstur
brownies dianggap unik karena seperti persilangan antara cake dengan cookies yang renyah. Pada tahun 1907, Maria Willet Howard dalam Lowney’s Cook Book
memunculkan resep Brownies dengan ekstra telur dan cokelat batangan. Menurut
situs The Amazing of Brownies, resep brownies pertama kali diterbitkan pada
The Boston Cooking School Cook Book oleh Fannie Merritt Farmer pada edisi 1906.
Nama brownies sendiri diambil karena cake tersebut dominan berwarna
cokelat pekat (brown), ditambah lagi karena bahan bakunya juga terdiri dari aneka
cokelat seperti dark chocolate, cokelat pasta, dan cokelat bubuk. Dalam
perkembangannya, banyak sekali brownies dengan aneka kreasi dan rasa yang
variatif. Penampilannya pun lebih cantik dan mengundang selera walaupun tidak
meninggalkan ciri khas asli brownies yang kaya akan rasa cokelatnya. Variasi
tersebut biasanya dengan menambah topping di atasnya seperti krim keju,
chocolate ganache, marshmellow, chocolate chip, atau taburan aneka jenis kacang-kacangan.
Brownies tergolong jenis kue yang memiliki indeks glikemik tinggi artinya
dengan mengonsumsi brownies, gula darah dapat cepat naik sehingga sesaat
setelah mengonsumsi brownies badan akan lebih segar. Brownies juga
mengandung vitamin yang cukup lengkap seperti vitamin C, thiamin, riboflavin, niasin, asam pantotenat, vitamin B6, dan vitamin B12. Komposisi angka
kecukupan gizi untuk setiap 100 gram brownies dapat dilihat pada Tabel 6.
Brownies dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu brownies panggang dan brownies kukus. Berdasarkan penelitian dari Saragih (2011), secara umum tidak terdapat perbedaan diantara keduanya. Perbedaannya terletak pada kandungan
kadar air di dalamnya. Brownies kukus memiliki kadar air yang lebih tinggi
dibanding brownies panggang sehingga memiliki daya simpan yang lebih rendah.
Apabila ditinjau dari segi rasa, brownies panggang lebih gurih. Namun, dari segi
kesehatan, brownies kukus lebih aman karena tidak terbentuk radikal bebas akibat
proses pemanggangan. Meskipun demikian, kekhawatiran berlebih terhadap
konsumsi brownies panggang tidaklah perlu. Hal ini dikarenakan secara alami
manusia juga selalu memproduksi radikal bebas di dalam tubuhnya. Selama jumlah radikal bebas di dalam tubuh masih dalam batasan yang terkendali, maka tidak perlu ada yang dikhawatirkan.
Tabel 6. Komposisi Angka Kecukupan Gizi per 100 gram Brownies7
Komponen Gizi Satuan Kadar
Air gr 2,80 Energi kkal 434,00 Protein gr 4,00 Lemak gr 14,00 Karbohidrat gr 76,60 Kalsium mg 19,00 Besi mg 1,99 Magnesium mg 40,00 Fosfor mg 82,00 Kalium mg 219,00 Natrium mg 303,00 Seng mg 0,64 Tembaga mg 0,27 Mangan mg 0,35 Selenium mcg 2,60 Vitamin C mg 0,30 Thiamin mg 0,16 Riboflavin mg 0,16 Niasin mg 1,88 Asam pantotenat mg 0,13 Vitamin B6 mg 0,01 Asam folat mcg 35,00 Vitamin A IU 11,00 2.4. Penelitian Terdahulu
Referensi melalui penelitian terdahulu merupakan salah satu sumber informasi yang dapat dijadikan acuan bagi penelitian ini. Hal yang dikaji dalam penelitian terdahulu diantaranya ialah produk yang diteliti, periode pembangunan
investasi, alat analisis yang digunakan, tingkat diskonto yang digunakan,
penetapan umur usaha, asumsi aspek finansial, dan indikator perubahan pada analisis sensitivitas.
Proses pemasaran produk olahan roti salah satunya dilakukan melalui
restoran. Death by Chocolate (DBC) merupakan restoran yang mengusung
panganan berbasis cokelat dalam menunya, antara lain brownies. Heidyningsih
(2009) melakukan penelitian mengenai kelayakan usaha Death by Chocolate di
Kota Bogor, Jawa Barat. Analisis kelayakan berdasarkan produk agribisnis tidak
hanya dilakukan pada produk brownies. Penelitian terdahulu menunjukkan
7
berbagai macam produk agribisnis yang telah diteliti kelayakan usahanya, antara lain jus dan sirup belimbing manis dan jambu biji merah, kerupuk rambak, dan yoghurt. Produk agribisnis tersebut memiliki kesamaan karakteristik dengan brownies yaitu produk olahan yang telah siap untuk dikonsumsi. Napitupulu (2009) melakukan penelitian tentang analisis kelayakan usaha pembuatan jus dan sirup belimbing manis dan jambu biji merah. Lokasi penelitian dilakukan di CV. Winner Perkasa Indonesia Unggul, Kota Depok, Jawa Barat. Oktafiyani (2009) melakukan penelitian tentang analisis kelayakan usaha pembuatan kerupuk rambak dengan membandingkan penggunaan bahan baku kulit sapi dan kulit kerbau. Lokasi penelitian dilakukan di Kecamatan Pegandon, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Syafrul (2010) meneliti tentang analisis kelayakan usaha pembuatan yoghurt di Perusahaan Dafarm, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.
Periode pembangunan investasi setiap perusahaan berbeda-beda. Hal ini tergantung dari lamanya waktu yang diperlukan untuk membangun investasi
sebelum kegiatan operasional usaha dilakukan. Heidyningsih (2009)
menggunakan tahun ke-0 sebagai tahun pembangunan investasi. Hal ini
dikarenakan pembangunan investasi restoran Death by Chocolate (DBC) relatif
lama sehingga diasumsikan investasi dibangun selama tahun ke-0. Penelitian Napitupulu (2009), Oktafiyani (2009), dan Syafrul (2010) menggunakan tahun pertama untuk pembangunan investasi usaha. Pada penelitian mengenai analisis
kelayakan pengembangan usaha Elsari Brownies and Bakery ini, peneliti
menggunakan tahun pertama sebagai tahun pembangunan investasi usaha. Investasi yang digunakan dalam usaha ini tidak memerlukan periode yang lama untuk membangunnya. Oleh karena itu, investasi dilakukan pada tahun pertama usaha.
Pada dasarnya, tidak terdapat perbedaan mengenai alat analisis yang digunakan dalam penelitian mengenai studi kelayakan bisnis. Alat analisis yang
digunakan ialah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net
Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period (PP). Penelitian terdahulu yang dijadikan referensi pada penelitian ini menggunakan alat analisis yang sama. Namun, terdapat perbedaan pada salah satu kriteria investasi yang digunakan,
discounted payback period dalam penentuan periode pengembalian investasi.
Penelitian mengenai analisis kelayakan pengembangan usaha Elsari Brownies and
Bakery ini menggunakan metode yang sama yaitu discounted payback period
untuk menentukan periode pengembalian investasi. Penggunaan metode ini
ditujukan untuk mengetahui perbandingan manfaat yang diperoleh usaha di masa mendatang dengan nilai uang saat ini. Oleh karena itu, nilai manfaat bersih yang digunakan merupakan manfaat bersih yang telah didiskonto.
Tingkat diskonto dalam penelitian terdahulu memiliki nilai yang berbeda- beda. Hal ini didasarkan melalui sumber permodalan yang digunakan dalam pengembangan usaha. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Heidyningsih (2009), sumber permodalan pada restoran DBC berasal dari modal sendiri. Oleh karena itu, tingkat diskonto yang digunakan sebesar tujuh persen dari tingkat suku bunga deposito tahun 2009. Napitupulu (2009) menggunakan tingkat diskonto sebesar 14 persen karena sumber modal diperoleh melalui pinjaman kepada Bank Jabar Banten. Tingkat diskonto yang digunakan dalam penelitian Oktafiyani (2009) ialah sebesar 8,38 persen. Nilai ini didasarkan pada tingkat suku bunga deposito bank yang terdekat dengan pengusaha, yaitu Bank Rakyat Indonesia (BRI) serta modal usaha berasal dari modal sendiri. Syafrul (2010) menggunakan tingkat diskonto sebesar 6,5 persen. Nilai ini diperoleh melalui tingkat suku bunga deposito rata-rata Bank Indonesia (BI) pada bulan November 2009 karena usaha ini dijalankan melalui modal sendiri. Pada penelitian mengenai analisis kelayakan
pengembangan usaha Elsari Brownies and Bakery ini, tingkat diskonto yang
digunakan ialah rata-rata BI rate pada bulan Februari 2012 hingga Maret 2012
pada skenario usaha I. Tingkat diskonto pada skenario usaha II dan III ialah opportunity cost of capital (OCC) berdasarkan rata-rata tertimbang antara BI rate dan tingkat suku bunga pinjaman BRI selama Februari 2012 hingga Maret 2012. Hal ini dikarenakan modal yang digunakan dalam skenario usaha II dan III berasal dari pinjaman bank.
Umur bisnis ditetapkan melalui dasar yang berbeda-beda. Pada penelitian Heidyningsih (2009), umur bisnis yang digunakan ialah selama sepuluh tahun berdasarkan umur ekonomis peralatan yang digunakan perusahaan. Umur bisnis pada penelitian Napitupulu (2009) didasarkan pada usia bangunan yaitu selama
sepuluh tahun. Umur ekonomis bangunan digunakan sebagai dasar penetapan umur bisnis karena bangunan merupakan investasi yang memerlukan biaya terbesar setelah lahan. Oktafiyani (2009) menentukan umur bisnis berdasarkan umur ekonomis investasi terlama, yaitu bangunan. Umur bisnis yang digunakan ialah sepuluh tahun. Penelitian Syafrul (2010) menggunakan umur bisnis selama sepuluh tahun. Hal ini didasarkan pada umur ekonomis mesin inkubator dan mesin pasteurisasi. Umur ekonomis yang digunakan peneliti dalam penelitian ini
ialah 10 tahun. Hal ini berdasarkan pada umur ekonomis mixer sebagai peralatan
produksi yang paling krusial dalam usaha Elsari Brownies and Bakery.
Analisis aspek finansial dapat menggunakan berbagai macam asumsi dan skenario usaha. Penentuan asumsi pada aspek finansial akan turut memengaruhi perhitungan pada analisis laba rugi dan laporan arus kas. Penelitian yang dilakukan oleh Napitupulu (2009) menggunakan asumsi bahwa pada tahun pertama dan kedua CV. WPIU berproduksi sebesar 70 persen dari kapasitas yang ingin dicapai. Hal ini dilakukan pada tahun-tahun awal produk yang dihasilkan dipasarkan di supermarket sehingga produk belum dikenal konsumen secara luas. Pada tahun ketiga hingga tahun kesepuluh, CV WPIU telah melakukan kegiatan produksi sebesar 100 persen karena telah memiliki pengalaman dan produk telah dikenal di pasaran.
Oktafiyani (2009) melakukan perbandingan antara pembuatan kerupuk rambak dengan menggunakan bahan baku kulit sapi dan kerbau. Analisis finansial dari penelitian ini menggunakan asumsi bahwa pada tahun pertama dan kedua masing-masing berproduksi sebesar 50 persen dan 70 persen. Hal ini dikarenakan usaha masih dalam tahap pengenalan produk kepada konsumen sehingga usaha membatasi jumlah produksinya. Pada tahun ketiga hingga kesepuluh, jumlah produksi telah mencapai 100 persen.
Penelitian yang dilakukan oleh Syafrul (2010) menggunakan dua skenario usaha. Analisis kelayakan finansial skenario I mengacu pada kondisi usaha saat ini dimana usaha belum berproduksi dengan memanfaatkan kapasitas maksimal mesin produksi. Nilai tersebut diasumsikan konstan hingga umur usaha berakhir. Pada analisis finansial skenario II, jumlah input produksi setiap bulannya
meningkat 16 persen dari skenario I dan diasumsikan konstan hingga akhir umur usaha.
Penelitian mengenai analisis kelayakan pengembangan usaha Elsari Brownies and Bakery menggunakan tiga skenario usaha. Pada skenario usaha satu, proses analisis kelayakan dilakukan dengan mengacu pada kondisi perusahaan saat ini. Asumsi yang digunakan ialah kegiatan produksi sudah berjalan dengan optimal sehingga jumlah produksi tetap hingga akhir umur usaha. Pada skenario usaha dua dan tiga, asumsi yang digunakan ialah adanya peningkatan produksi sebesar 50 persen pada tahun pertama dan kedua pengembangan usaha serta peningkatan produksi sebesar 100 persen pada tahun ketiga hingga akhir umur usaha.
Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui perubahan pada faktor- faktor yang akan memengaruhi biaya dan manfaat. Perubahan-perubahan yang dimaksud berbeda tergantung dari pengalaman masing-masing perusahaan. Analisis sensitivitas pada penelitian Heidyningsih (2009) berdasarkan pengalaman perusahaan, yaitu perubahan harga output sebesar tujuh persen, peningkatan harga input sebesar tujuh persen, dan perubahan penurunan produksi sebesar lima persen.
Syafrul (2010) melakukan analisis sensitivitas terhadap usaha pembuatan yoghurt. Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kepekaan dari usaha pembuatan yoghurt dalam menghadapi perubahan-perubahan yang ada. Perubahan biasanya terjadi pada faktor-faktor produksi seperti kenaikan biaya bahan baku dan penurunan penjualan. Berdasarkan pengalaman perusahaan, usaha ini pernah mengalami penurunan penjualan sebesar 36,57 persen. Nilai tersebut berasal dari jumlah penjualan terkecil dalam satu bulan dibandingkan dengan nilai rata-rata penjualan per bulannya. Biaya bahan baku juga memiliki pengaruh dalam komponen biaya usaha. Biaya bahan baku terbesar adalah biaya pembelian susu segar. Kenaikan harga susu segar pernah mengalami peningkatan sebesar 12,5 persen. Penurunan penjualan dan kenaikan harga bahan baku tersebut memerlukan analisis sensitivitas untuk mengetahui akibat yang ditimbulkan secara finansial.
Analisis sensitivitas juga dilakukan pada penelitian mengenai analisis
didasarkan pada pengalaman perusahaan. Perubahan yang pernah dialami perusahaan ialah penurunan penjualan sebesar 3,85 persen, peningkatan harga telur sebesar 14 persen, dan peningkatan harga BBM sebesar 33,33 persen.
Analisis nilai pengganti atau switching value merupakan variasi analisis
sensitivitas yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar perubahan maksimal pada biaya variabel dan penerimaan penjualan yang dapat ditolerir sehingga usaha masih layak untuk dijalankan. Penelitian Napitupulu (2009) menggunakan analisis nilai pengganti untuk melihat perubahan maksimal pada faktor-faktor yang memengaruhi biaya dan manfaat agar usaha masih dapat dikatakan layak untuk dijalankan. Analisis nilai pengganti dilakukan pada perubahan faktor-faktor yaitu kenaikan harga gula pasir, kenaikan harga botol jus, penurunan penjualan jus, dan penurunan penjualan sirup. Analisis terhadap variabel harga gula pasir dan botol jus dilakukan karena memegang proporsi yang besar dalam biaya usaha. Analisis penurunan penjualan jus dan sirup dilakukan karena persaingan yang terjadi di dalam industri semakin ketat dan produk tidak lagi berada dalam tahap pertumbuhan dalam siklus hidup produk. Dengan demikian, variabel yang dianalisis merupakan variabel yang dianggap signifikan terhadap usaha.
Oktafiyani (2009) melakukan analisis switching value untuk mengetahui
perubahan maksimal pada variabel yang berpengaruh dalam usaha. Variabel yang
dianalisis dalam switching value ialah variabel yang dianggap signifikan
memengaruhi usaha. Dalam penelitian ini variabel yang akan dianalisis yaitu jumlah produksi dan biaya bahan baku. Hal ini dikarenakan adanya kemungkinan penurunan penjualan produk sebagai akibat penurunan produksi. Selain itu, usaha ini juga sangat bergantung pada kulit sapi dan kerbau sebagai bahan baku utama dan lemak sebagai bahan baku penolong yang memiliki harga fluktuatif di pasar.
Penelitian terdahulu yang dilakukan di lokasi yang sama dengan penelitian ini juga dijadikan acuan dalam perolehan informasi. Rahmanto (2010) meneliti tentang strategi pengembangan usaha “Elsari Brownies and Bakery”. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi lingkungan internal dan eksternal perusahaan Elsari serta merumuskan strategi pengembangan usaha yang tepat bagi Elsari. Hasil penelitian memberikan rekomendasi untuk menjaga dan
mempertahankan usaha. Strategi yang paling sesuai dengan Elsari adalah strategi intensif yaitu penetrasi pasar dan pengembangan produk. Berdasarkan kondisi
perusahaan, sebaiknya perusahaan melaksanakan restrukturisasi sistem
manajemen perusahaan untuk mengatasi kelemahan sumberdaya perusahaan, seperti tenaga pemasar dan keterbatasan peralatan, dan strategi meningkatkan diferensiasi produk serta pelayanan kepada konsumen untuk mengatasi persaingan sebagai solusi masalah eksternal perusahaan.
Penelitian yang dilakukan adalah analisis kelayakan usaha Elsari Brownies and Bakery pada kondisi saat ini atau tanpa pengembangan usaha dengan pengembangan usaha berupa pembukaan gerai baru. Kelebihan dari penelitian yang dilakukan adalah adanya penambahan inovasi dari peneliti untuk
melengkapi gerai baru Elsari dengan counter penjualan kopi sebagai salah satu
rencana pengembangan usaha. Selain itu, terdapat perbedaan alat analisis yang akan dipakai dalam penelitian ini dengan penelitian terdahulu. Penelitian
terdahulu menggunakan metode payback period untuk menentukan periode
pengembalian investasi sedangkan penelitian ini menggunakan metode discounted
payback period. Hal ini dikarenakan analisis dengan menggunakan payback period memiliki kelemahan, yaitu diabaikannya nilai waktu uang (time value of money) dan diabaikannya cash flow setelah periode payback (Nurmalina et al
2009). Oleh karena itu, pemakaian metode discounted payback period dapat
menjadi solusi untuk mengurangi kelemahan pertama. Menurut Umar (2007),
nilai discounted payback period diperoleh melalui nilai investasi dikurangi saldo
nilai tunai bersih sekarang dengan tingkat diskonto yang berlaku. Nilai tunai bersih yang digunakan adalah nilai yang telah di diskon dengan tingkat suku bunga yang berlaku.
Penelitian atas nama Rahmanto (2010) memiliki kesamaan lokasi dengan penelitian yang akan dilakukan. Namun, perbedaannya ialah topik yang akan
dianalisis. Rahmato (2010) mengadakan penelitian mengenai strategi
pengembangan usaha Elsari Browniesand Bakery sedangkan penelitian yang akan
dilakukan terfokus pada analisis kelayakan rencana pengembangan usaha Elsari Browniesand Bakery.
III
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
Penelitian ini menggunakan dua kerangka pemikiran yaitu kerangka pemikiran teoritis dan kerangka pemikiran operasional. Kerangka pemikiran teoritis mencakup definisi usaha kecil dan menengah, definisi studi kelayakan bisnis, teori biaya dan manfaat, analisis finansial, analisis sensitivitas, dan laporan laba rugi.
3.1.1. Usaha Kecil dan Menengah
Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah telah ditetapkan pada tanggal 4 Juli 2008. Definisi UKM menurut UU No. 20/2008 ini adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang ini. Kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut:
1) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 s.d. Rp
500.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
2) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 s.d. Rp
2.500.000.000,00.
Ciri-ciri usaha kecil, antara lain:
1) Jenis barang atau komoditi yang diusahakan umumnya sudah tetap dan tidak
berubah
2) Lokasi atau tempat usaha umumnya sudah menetap dan tidak berpindah-
pindah
3) Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih
sederhana, keuangan perusahaan sudah mulai dipisahkan dengan keuangan keluarga, sudah membuat neraca usaha
4) Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP
5) Sumberdaya Manusia memiliki pengalaman dalam berwirausaha
7) Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti business planning.
Usaha menengah adalah usaha produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Usaha menengah memiliki kriteria sebagai berikut:
1) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 s.d. Rp
10.000.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
2) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 s.d. Rp
50.000.000.000,00.
Ciri-ciri usaha menengah, antara lain:
1) Pada umumnya telah memiliki manajemen dan organisasi yang lebih teratur
bahkan lebih modern, dengan pembagian tugas yang jelas antara lain, bagian keuangan, bagian pemasaran, dan bagian produksi
2) Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan sistem akuntansi
dengan teratur sehingga memudahkan untuk auditing dan penilaian atau
pemeriksaan termasuk oleh perbankan
3) Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi perburuhan, telah
ada Jamsostek, pemeliharaan kesehatan, dll.
4) Sudah memiliki persyaratan legalitas antara lain izin tetangga, izin usaha, izin
tempat, NPWP, upaya pengelolaan lingkungan, dll.
5) Sudah akses kepada sumber-sumber pendanaan perbankan
6) Pada umumnya telah memiliki SDM yang terlatih dan terdidik.
Definisi usaha kecil, termasuk usaha mikro, menurut Kementrian Koperasi dan UKM adalah entitas usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Usaha menengah merupakan entitas usaha milik warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000,00 s.d. Rp 10.000.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan.
Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UKM berdasarkan kuantitas tenaga kerja, yaitu:
1) Industri kecil, yaitu industri yang tenaga kerjanya berjumlah sekitar lima
hingga19 orang. Ciri industri kecil adalah memiliki modal yang relatif kecil, tenaga kerjanya berasal dari lingkungan sekitar atau masih ada hubungan saudara. Misalnya: industri genteng, industri batubata, dan industri pengolahan rotan.
2) Industri menengah, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja sekitar 20
sampai 99 orang. Ciri industri sedang adalah memiliki modal yang cukup besar, tenaga kerja memiliki keterampilan tertentu, dan pimpinan perusahaan memiliki kemampuan manajerial tertentu. Misalnya: industri konveksi, industri bordir, dan industri keramik.
3.1.2. Teori Investasi
Pada saat merencanakan, memulai, dan menjalankan suatu bisnis, pengusaha dihadapkan pada pertimbangan kelayakan bisnis tersebut. Biasanya langkah awal yang menjadi pertimbangan adalah penyediaan modal untuk investasi. Investasi memiliki umur ekonomis dan akan mengalami penyusutan tiap tahunnya. Oleh sebab itu, investasi tidak hanya dipersiapkan pada saat memulai bisnis saja, tetapi juga pada saat bisnis tersebut sedang berjalan. Berdasarkan hal tersebut didapatkan pengertian investasi, yaitu usaha menanamkan modal barang dalam wujud fisik yang menunjang kegiatan produksi dengan masa pakai lebih dari satu tahun dan investasi tersebut harus dilakukan lagi pada saat umur ekonomisnya telah habis agar bisnis tersebut dapat berjalan (Gittinger 2008). Sumber lain menyebutkan bahwa proyek merupakan suatu keseluruhan aktivitas
yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapat kemanfaatan (benefit) atau
suatu aktivitas yang mengeluarkan uang dengan harapan untuk mendapatkan hasil (return) di waktu yang akan datang, dapat direncanakan, dibiayai, dan
dilaksanakan sebagai satu unit usaha (Kadariah et al. 1999).
Investasi di dalam perusahaan adalah penggunaan sumber-sumber yang diharapkan dapat memberikan imbalan atau pengembalian yang menguntungkan di masa datang. Investasi pada prinsipnya adalah penggunaan sumber keuangan atau usaha dalam waktu tertentu dari setiap orang yang menginginkan keuntungan
darinya. Dari sudut pandang jangka waktu penanamannya, investasi dibagi dalam